You are on page 1of 8

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN POLA PENYAKIT PADA USIA LANJUT

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAPAKTUAN KECAMATAN TAPAKTUAN


KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2012
(The description of the food consumption and disease pattern among elderly in the working area
of Health Center Tapaktuan, Tapaktuan Subdistrict, Aceh Selatan District in 2012)
Nova Elvia1, Muhammad Arifin Siregar, Albiner Siagian
1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
ABSTRACT
Everybody wants to have long, useful, and happy life. To life a healthy life in our old days
needs a supply of good and nutritious food which is balanced with the elderlys physiological
condition. The objective the study is to find out the description of the food consumption and disease
pattern among elderly in the working area of Health Center Tapaktuan, Tapaktuan Subdistrict, Aceh
Selatan District in 2012. This is a descriptive study with crosssectional design. The population of
this study was 638 person of 60 years of age, and 85 of them were selected to be the samples for
this study through systematic random sampling technique. The data of the food consumption pattern
were obtained through questionnaire distribution and food frequency form, while the data for
disease pattern were obtained by looking at the kind of disease and the length of being sick. The
result of this study showed that most of the kinds of food consumed by the elderly was in the
inadequate category 55,3%, the texture of the food was in the improper category 61,2%, and the
eating frequency of the elderly disorganized. Based on the pattern of disease they experienced, in
general the elderly has suffered from degenerative disease such as hypertension, rheumatism,
diabetes mellitus, heart disease, osteoporosis, and stroke with the length of being sick of > 2 weeks
47,1%.
Keywords: Food Consumption Pattern, Disease pattern, Elderly
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu aspek
yang menentukan kualitas hidup
manusia.
Umumnya setiap orang ingin mencapai usia
panjang dan tetap sehat, berguna, dan bahagia.
Menjadi tua dengan segenap keterbatasannya,
merupakan suatu fase yang harus dijalani
setiap manusia dalam kehidupannya. Seperti
halnya fase-fase kehidupan lain yakni masa
anak-anak, remaja dan dewasa, yang ditandai
dengan adanya kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala fisik, perubahan
anatomis, dan bikomia sehingga akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan
sehingga
akan
bardampak
pada
ketidaknyamanan
dalam
menjalani
kehidupannya. Lansia yang sehat dan bugar
dapat tercapai apabila mempertahankan status
gizi pada kondisi optimum dan konsumsi
makanan.

Berdasarkan Data Riset Kesehatan


Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi penyakit
pada lanjut usia 55-64 tahun adalah penyakit
sendi 56,4%, hipertensi 53,7%, stroke 20,2%,
penyakit asma 7,3%, jantung 16,1%, diabetes
3,7%, tumor 8,8%. Meningkatnya penyakit
degeneratif pada lanjut usia ini akan
meningkatkan beban ekonomi keluarga,
masyarakat dan negara.
Saat ini angka kesakitan akibat
penyakit degeneratif meningkat jumlahnya
disamping masih ada kasus penyakit infeksi
dan kekurangan gizi lebih kurang dari 74%
lanjut usia menderita penyakit kronis. Adapun
lima penyakit utama yang banyak diderita
adalah anemia (50%), ISPA (12,2%), kanker
(12,2%), TBC (11,5%) dan penyakit jantung
pembuluh darah (29%). Masalah gizi yang
sering diderita di usia lanjut adalah kurang
gizi, kondisi kurang gizi tanpa disadari karena

gejala yang muncul hampir tak terlihat sampai


usia lanjut tersebut telah jatuh dalam kondisi
gizi buruk (Depkes, 2003).
Masalah gizi pada lansia merupakan
rangkaian proses masalah gizi sejak usia muda
yang manifestasinya timbul setelah tua.
Masalah gizi di lansia sebagian besar
merupakan
masalah
gizi
lebih
dan
kegemukan/obesitas yang memacu timbulnya
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung
koroner, hipertensi, diabetes mellitus, batu
empedu, gout (reumatik), ginjal, sirosis hati
dan kanker. Namun masalah gizi kurang juga
banyak terjadi pada orang tua seperti kurang
energi kronis (KEK), anemia dan kekurangan
zat gizi mikro lain (Depkes, 2005).
Menurut Wirakusumah (2002) lansia
merupakan fase kehidupan yang dilalui oleh
setiap individu. Kondisi kesehatan pada tahap
ini sangat ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas asupan gizi. Gizi yang baik akan
berperan dalam upaya penurunan timbulnya
penyakit dan angka kematian di usia lanjut. Di
lain pihak kemunduran biologis, adaptasi
mental yang menyertai proses penuaan
seringkali menjadi hambatan bagi para usia
lanjut. Masalah fisiologis seperti terjadi
gangguan pencernaan penurunan sensitifitas
indera perasa dan penciuman, malabsorpsi
nutrisi serta beberapa kemunduran fisik
lainnya dapat menyebabkan rendahnya asupan
zat gizi.
Pada umumnya lansia tinggal bersama
anggota keluarganya karena dukungan dan
perhatian dari anggota keluarga sangat
dibutuhkan oleh lansia terutama dalam
konsumsi pangannya disamping itu masih ada
lansia yang tinggal sendiri tanpa ada keluarga,
makanan yang konsumsi oleh keluarga juga
dikonsumsi oleh lansia dan tidak ada
perlakuan khusus yang diberikan untuk
makanan bagi lansia. Seharusnya makanan
bagi lansia harus lebih diperhatikan karena
akan berpengaruh kepada status gizi dan
kesehatannya. Pola makan yang dianjurkan
makanan yang mudah dikunyah dan dicerna,
kaya akan serat, rendah garam dan lemak
karena mengingat menurunnya sistem
pencernaan pada lansia, sedangkan kebiasaan
lansia di wilayah kerja puskesmas tersebut
lansia sering mengonsumsi jenis makanan
atau minuman yang mengandung gula, tinggi
garam, lemak yang berlebihan, sayuran yang

mengandung
gas,
buah-buahan
yang
mengandung gas serta minuman kopi dan teh.
Pola penyakit lansia yang diderita pada
umumnya adalah penyakit degeneratif yaitu
hipertensi reumatik, diabetes mellitus, jantung,
osteoporosis dan stroke.
Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola
konsumsi pangan dan pola penyakit pada usia
lanjut di wilayah kerja Puskesmas Tapaktuan
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran pola konsumsi pangan
dan pola penyakit pada usia lanjut di wilayah
kerja Puskesmas Tapaktuan Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun
2012.
Adapun manfaat penelitian ini adalah
sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan
dan puskesmas tentang pola konsumsi pangan
yang baik dan pola penyakit pada lansia
sehingga
pelayanan
kesehatan
lebih
ditingkatkan lagi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif,
dengan desain cross-sectional. Penelitian ini
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Tapaktuan. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh penduduk lansia yang ada di
wilayah
kerja
Puskesmas
Tapaktuan
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan yaitu sebanyak 638 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah
lansia yang berumur 60 tahun. Sampel
diperoleh dengan menggunakan tehnik
systematic random sampling, sehingga
diperoleh sampel 85 orang.
Pengumpulan data yang terdiri dari data
primer dan data sekunder, data primer meliputi
pola konsumsi pangan terdiri dari jenis
makanan, tekstur makanan yang diperoleh
dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Untuk data frekuensi makan diperoleh dengan
wawancara dengan memakai formulir food
frequency, dan data pola penyakit diperoleh
dengan wawancara dengan memakai formulir
pola penyakit. Sedangkan data sekunder
meliputi data gambaran umum wilayah kerja
Puskesmas Tapaktuan dan data jumlah lansia
diperoleh dari kepala Puskesmas Tapaktuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Adapun karakteristik lansia pada
penelitian ini, dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 1. Distribusi
Frekuensi
Lansia
Berdasarkan
Umur,
Jenis
Kelamin,
Pendidikan
dan
Pekerjaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Tapaktuan Kecamatan
Tapaktuan
Kabupaten
Aceh
Selatan Tahun 2012
No Karakteristik
Frekuensi
1. Umur
n
%
- 60-74 tahun
67
78,8
- 75-90 tahun
17
20,0
- >90 tahun
1
1,2
2. Jenis Kelamin
- Laki-laki
29
34,1
- Perempuan
56
65,9
3 Pendidikan
- Tidak tamat SD
40
47,1
- SD
23
27,1
- SMP
9
10,6
- SMA
7
8,2
- Diploma/PT
6
7,1
4. Pekerjaan
- PNS
9
10,6
- Wiraswasta
14
16,5
- Petani
16
18,8
- IRT
46
54,1
Total
85
100,0
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat hasil
yang diperoleh, sebagian besar lansia berumur
60-74 tahun sebesar 78,8%, jenis kelamin
sebagian besar yaitu perempuan sebesar 65,9%,
tingkat pendidikan sebagian besar tidak tamat
SD sebesar 47,1%, hal ini disebabkan oleh
pada zaman dahulu sulit dijumpai fasilitas
pendidikan seperti masih jarang dijumpai
gedung sekolah, akses jalan yang belum lancar,
ekonomi keluarga yang masih menengah ke
bawah, sedangkan dilihat dari pekerjaan lansia
sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah
tangga sebesar 54,1%.

Tabel 2. Distribusi
Frekuensi
lansia
Berdasarkan Jenis Penyakit di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Tapaktuan
Kecamatan
Tapaktuan
Kabupaten
Aceh
Selatan Tahun 2012.
Frekuensi
Jenis
No
penyakit
n
%
1
Reumatik
23
27,1
2
Hipertensi
31
36,5
3
Osteoporosis
4
4,7
4
DM
16
18,8
5
Jantung
7
8,2
6
Stroke
4
4,7
Jumlah
85 100,0
Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa
dari 85 responden dapat diketahui bahwa pola
penyakit lansia yang diderita pada umumnya
adalah penyakit degeneratif, sebagian besar
lansia menderita penyakit hipertensi sebesar
36,5% dan sebagian kecil lansia menderita
penyakit stroke 4,7%.
Menurut Depkes RI (2005), timbulnya
penyakit degeneratif seperti hipertensi karena
rangkaian proses masalah gizi sejak usia muda
yang manifestasinya timbul setelah tua.
Tabel 3. Distribusi
Frekuensi
lansia
Berdasarkan Lama Sakit Dalam
Satu Bulan Terakhir di Wilayah
Kerja Puskesmas Tapaktuan
Kecamatan
Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2012.
Frekuensi
No
Lama Sakit
n
%
1
< 1 minggu
13
15,3
2
1-2 minggu
32
37,6
3
> 2 minggu
40
47,1
Jumlah
85
100,0
Dari tabel 3 di atas menunjukkan
bahwa dalam satu bulan terakhir lansia yang
mengalami lama sakit > 2 minggu sebesar
47,1% dan sebagian kecil < 1 minggu sebesar
15,3%.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Konsumsi


Lansia
Berdasarkan
Jenis
Makanan di Wilayah Kerja
Puskesmas Tapaktuan Kecamatan
Tapaktuan
Kabupaten
Aceh
Selatan Tahun 2012.
No
Frekuensi
Jenis
makanan
n
%
1
Baik
38
44,7
2
Kurang
47
55,3
Jumlah
85
100,0
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa
distribusi frekuensi responden berdasarkan
jenis makanan berada pada kategori kurang
sebesar 55,3%, karena kebiasaan lansia
mengonsumsi makanan yang mengandung
gula, tinggi garam, lemak yang berlebihan,
sayuran yang mengandung gas tetapi rendah
serat dan vitamin, dan kategori baik sebesar
44,7%.
Pola konsumsi pangan atau kebiasaan
makan adalah berbagai informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai jumlah,
jenis, dan frekuensi bahan makanan yang
dimakan setiap hari oleh seseorang dan
merupakan ciri khas untuk satu kelompok
masyarakat
tertentu.
Sebenarnya
pola
konsumsi tidak dapat menentukan status gizi
seseorang atau masyarakat secara langsung,
namun hanya dapat digunakan sebagai bukti
awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan
gizi seseorang atau masyarakat (Supariasa dkk,
2002).
Kebiasaan mengonsumsi pangan yang
baik akan menyebabkan status gizi yang baik
pula, dan keadaan ini dapat terlaksana apabila
telah tercipta keseimbangan antara banyaknya
jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan
banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh
(Suhardjo, 1990).
Adapun distribusi pola penyakit
berdasarkan jenis makanan di wilayah kerja
Puskesmas Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan dapat diketahui
bahwa jenis penyakit terbanyak berdasarkan
jenis makanan berada pada kategori baik
sebanyak 51,6% dan dengan kategori kurang
sebanyak 48,4%. Jenis penyakit yang yang
diderita lansia sebagian besar adalah hipertensi
36,5% berjenis kelamin laki-laki 35,5% dan
perempuan 64,5% dengan lama sakit dalam

satu bulan terakhir yaitu >2 minggu 45,2 %,


memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan
yang terasa asin, sedangkan apabila
mengonsumsi garam yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah. Menurut
Maryam (2008), karena semakin menurunnya
daya kecap lansia, makanan jadi terasa kurang
asin atau kurang manis, dan sering diantisipasi
dengan menambahkan gula atau garam.
Penderita hipertensi sebaiknya membatasi
asupan lemak karena dapat meningkatkan
tekanan darah. Menurut Depkes RI (2005),
timbulnya penyakit degeneratif seperti
hipertensi karena rangkaian proses masalah
gizi sejak usia muda yang manifestasinya
timbul setelah tua. Hipertensi dapat juga
disebabkan karena pola makan yang salah
diantara mengonsumsi kopi dua kali sehari,
dimana menurut Wirakusumah (2000), kopi
memiliki potensi terhadap terjadinya tekanan
darah.
Cara yang paling baik dalam
menghindari tekanan darah tinggi adalah
dengan mengubah kearah hidup sehat,
pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas
fisik yang cukup, Hipertensi juga dapat
dikontrol dengan berobat secara teratur.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Konsumsi
Pangan Berdasarkan Tekstur
Makanan di Wilayah Kerja
Puskesmas
Tapaktuan
Kecamatan
Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2012.
No
Frekuensi
Tekstur
makanan
n
%
1
Sesuai
33
38,8
2
Tidak
Sesuai
52
61,2
Jumlah
85
100,0
Dari tabel 5 di atas dapat dilihat
bahwa distribusi frekuensi konsumsi pangan
responden berdasarkan tekstur makanan
berada pada kategori tidak sesuai sebesar
61,2% dan kategori sesuai 38,8%.
Pada prinsipnya tekstur makanan
yang dikonsumsi lansia adalah tekstur
makanan yang mudah dicerna dan dikunyah,
dan hal ini sesuai dengan pernyataan
Proverawati
dan
Wati
(2010)
yang

menyatakan bahwa dengan banyak gigi yang


sudah tanggal mengakibatkan gangguan fungsi
mengunyah, lebih dianjurkan untuk mengolah
makanan dengan cara direbus atau dikukus.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa jenis makanan pokok
yang sering dikonsumsi oleh lansia adalah nasi
dengan frekuensi selalu atau setiap hari (67x/minggu) yaitu 100%, artinya lansia tidak
ada kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi
dari sumber zat tenaga, sedangkan makanan
pokok seperti biskuit, roti dan mi tidak pernah
dikonsumsi sama sekali oleh lansia. Hal ini
disebabkan karena kebiasan yang ada di
masyarakat kalau nasi merupakan makanan
utama, dengan banyak makan nasi badan
menjadi bertenaga dan kuat, dan adanya
pandangan di masyarakat kalau sudah ada nasi
berarti sudah makan, tidak ada lauk pauk tidak
terlalu menjadi masalah.
Konsumsi pangan lansia dari jenis
pangan protein hewani dan protein nabati
sebagai sumber pembangun adalah telur,
daging ayam, daging, kepiting, udang, ikan,
tahu dan tempe. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dilihat bahwa dalam satu minggu pangan
protein hewani yang paling banyak
dikonsumsi adalah ikan dan telur dengan
frekuensi sering (3-5x/minggu) yaitu 54,3%,
telur 53,8%. Sedangkan konsumsi pangan dari
protein nabati dalam seminggu yang paling
banyak dikonsumsi adalah tempe dengan
frekuensi sering (3-5x/minggu) yaitu 43,5%
dan tahu 56,4%. Hal ini menunjukkan bahwa
lanjut usia tidak kesulitan dalam memperoleh
ikan, telur, tempe dan tahu karena harganya
relatif murah dibandingkan dengan daging
ayam dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan jenis
pangan sumber vitamin yaitu sayur-sayuran
yang dikonsumsi lansia dengan frekuensi
sering yaitu daun ubi kayu 18,2%, untuk
frekuensi jarang yaitu sawi hijau 72,7%,
Dilihat dari jenis buah-buahan yang
dikonsumsi lansia dengan frekuensi sering (35x/minggu) adalah pepaya 37,5% untuk
frekuensi jarang (1-2x/minggu) yaitu pisang
84,0%. Hal ini disebabkan karena harga buah
papaya lebih murah dan sebagian ada ditanam
dikebun dibandingkan dengan harga pisang
yang mahal.
Mengonsumsi buah dan sayur sangat
bermanfaat untuk kesehatan karena banyak

kandungan
nutrisi
yang
terkandung
didalamnya, sehingga dapat meningkatkan
daya tahan tubuh dan untuk mengobati
penyakit (Kusumo. R.A, 2010).
Untuk jenis minuman dapat diketahui
bahwa lansia mengonsumsi kopi dengan
frekuensi selalu atau setiap hari (6-7x/minggu)
yaitu 67,3%, dan mengonsumsi teh manis
dengan frekuensi jarang (1-2x/minggu) yaitu
22,2%, hal ini sudah menjadi kebiasaan bagi
lansia setiap hari bahkan kopi dapat dijadikan
pengganti sarapan pagi dan sangat mudah
memperolehnya karena harga masih bisa
dijangkau, sedangkan dalam mengonsumsi
sayuran cenderung kurang biarpun terkadang
mudah memperolehnya, hal ini disebabkan
karena mereka cenderung lupa, mereka makan
sayur hanya kalau ingat saja, karena lansia
tinggal sendiri sehingga malas untuk
memasaknya, sedangkan untuk memasak nasi
sama ikan untuk satu hari terkadang mereka
memasak hanya pagi saja.
Menurut Utami (2002) masih banyak
lanjut usia dipedesaan kurang dalam
mengonsumsi protein nabati dan hewani, serta
rendah dalam mengonsumsi sayuran dan buahbuahan dengan sejenisnya yang kurang
beragam, sehingga konsumsi lemak yang
tinggi tidak diimbangi dengan konsumsi serat
maupun vitamin C yang cukup. Selain itu juga
lanjut usia cenderung jarang sarapan pagi
dengan nasi dan sejenisnya, mereka cukup
dengan segelas kopi dengan frekuensi
sebanyak 3x sehari, seperti diketahui bahwa
mengonsumsi kopi yang mengandung kafein
dalam
jangka
waktu
lama
dapat
mengakibatkan
terjadinya
penyempitan
pembuluh darah.
Pola makan yang baik mengandung
makanan sumber energi, sumber zat
pembangun dan sumber zat pengatur, karena
semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan
dan pemiliharaan tubuh serta perkembangan
otak dan produktifitas kerja, serta dimakan
dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan.
Dengan pola makan sehari-hari yang seimbang
dan aman, berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan
yang optimal (Almatsier, S. dkk. 2011)
Menurut Wesly (2010) dari 90 lanjut
usia sebanyak 90 orang (100%) yang
mengonsumsi nasi sebagai makanan sumber
karbohidrat dengan frekuensi tiap hari, yang

mengonsumsi ikan asin sebagai protein hewani


dengan kategori sering 72 orang (80,0%), yang
mengonsumsi sayuran daun ubi kategori sering
60 orang (66,7%), yang mengonsumsi buah
pepaya dengan kategori sering 11 orang
(12,2%) dan buah apel dengan kategori tidak
pernah 84 orang (93,3%).
Menurut Kusno (2007) dan Wesly
(2010)
lanjut
usia
pada
hakekatnya
memerlukan
makanan
yang
seimbang
sepanjang hidupnya untuk kelangsungan serta
pemeliharaan kesehatannya. Lanjut usia
mendapatkan zat-zat gizi dalam bentuk bahan
makanan berasal dari hewan dan tumbuhtumbuhan. Satu macam bahan makanan saja
tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh
akan berbagai macam zat gizi yang berlainan
jenis dan jumlahnya, untuk mencapai gizi yang
prima perlu dipenuhi dua hal yaitu, pertama
memakan makanan yang beraneka ragam
menggunakan semua macam bahan makanan
dari semua golongan, kedua bahan makanan
dalam jumlah dan kualitas yang benar dan
tepat.
Frekuensi makan perhari merupakan
salah satu aspek kebiasaan makan, frekuensi
makan akan dapat menjadi penduga tingkat
kecukupan konsumsi gizi. Artinya semakin
tinggi frekuensi makan seseorang maka
peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin
besar (Khomsan, 2010). Frekuensi konsumsi
lansia dalam satu minggu dikategorikan
menjadi 4 yaitu selalu (setiap hari), sering,
jarang dan tidak pernah.
Pola penyakit pada lansia yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Tapaktuan pada
umumnya menderita penyakit degeneratif
seperti hipertensi, reumatik, osteoporosis,
diabetes mellitus, jantung, dan stroke. Hal ini
jelas terlihat bahwa dari hasil wawancara
dengan lansia, sebagian besar lansia sering
mengonsumsi jenis makanan yang manismanis, garam, penggunaan cabe, lemak, kopi
padahal kita ketahui bahwa jika di konsumsi
secara berlebihan dapat menimbulkan suatu
penyakit, namun menurut anggapan mereka
makanan yang dikonsumsi sudah tidak dapat
membantu
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan tubuh dalam masa tuanya,
dengan mengonsumsi makanan apa saja bisa
yang penting enak dan cepat, soal gizi dan efek
timbulnya penyakit soal belakangan, selama

makanan itu enak banyak lemak, gula atau


garam tidak masalah.
Menurut Khasanah (2012), banyak
hal yang menjadi penyebab munculnya
penyakit degeneratif (multifaktor), penyebab
penyakit degeneratif tidak bisa dilepaskan dari
faktor penurunan fungsi tubuh atau penuaan.
Penyakit degeneratif memiliki hubungan yang
sangat kuat dengan bertambahnya umur
seseorang, namun penyebab utama yang
mempercepat munculnya penyakit degeneratif
adalah perubahan gaya hidup, yaitu perubahan
pola makan dan berkurangnya aktifitas fisik.
Peningkatan
harapan
hidup
berdampak pada pergeseran pola penyakit dan
masalah
terkait
yang
ditimbulkannya.
Penyebab utama kematian bukan lagi
penyakit-penyakit infeksi, tetapi telah beralih
ke penyakit-penyakit degeneratif. Usia lanjut
merupakan usia saat resiko terkena penyakit
degeneratif paling besar selama daur
kehidupan. Jika seorang lansia memiliki
penyakit degeneratif, maka asupan gizinya
sangat penting untuk diperhatikan, serta
disesuaikan
dengan
ketersediaan
dan
kebutuhan zat gizi dalam tubuh lansia.
Ada lansia yang tergolong sehat dan
ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di
samping itu, sebagian lansia masih mampu
mengurus diri sendiri, sementara sebagian lain
sangat bergantung pada belas kasihan orang
lain. Kebutuhan gizi pada lanjut usia
mengalami perubahan akibat meningkatnya
morbiditas dan penyakit degeneratif seperti
hipertensi, serangan jantung serta penyakit
kronis lainnya (Arisman, 2004).
Di
tengah-tengah
masyarakat,
muncul anggapan bahwa menjadi tua identik
dengan sakit-sakitan, tingkat ketergantungan
tinggi, tidak produktif serta pensiun dari
segala kegiatan. Pada awal kehidupan
manusia terjadi perubahan dari satu tahap
ketahap lain bersifat evolusional yang berarti
menuju
ketahap
kesempurnaan
baik
emosional maupun fungsinal organ-organ
tubuh. Sebaliknya, pada kehidupan lanjut usia
justru terjadi kemunduran sesuai hukum alam.
Perubahan atau kemunduran tersebut dikenal
dengan istilah menua atau proses penuaan
(Waryana, 2010).

KESIMPULAN
1. Pola penyakit lansia yang pernah diderita
pada
umumnya
adalah
penyakit
degeneratif
seperti
jenis
penyakit
hipertensi, reumatik, diabetes mellitus,
jantung, osteoporosis dan stroke.
2. Jenis makanan yang dikonsumsi lansia
sehari-hari masih berada dalam kategori
kurang, seperti makanan yang banyak
mengandung gula, tinggi garam, lemak
yang berlebihan seperti santan yang kental,
minyak, sayuran dan buah-buahan yang
mengandung gas, serta minuman yang
dikonsumsi setiap hari yaitu kopi.
3. Tekstur makanan yang dikonsumsi lansia
sehari-hari masih berada dalam kategori
tidak sesuai sehingga dapat mangakibatkan
gangguan fungsi mengunyah dan juga
mengganggu sistim pencernaan seperti
lansia lebih menyukai makanan yang
digoreng dan keras dari pada makanan
yang lunak/lembek, dikukus, direbus,
disemur, dan ditumis agar mudah dikunyah
dan dicerna.
4. Frekuensi konsumsi pangan lansia yang
tidak teratur yaitu dua kali sehari (makan
siang dan makan malam) padahal kita
ketahui frekuensi makan yang teratur yaitu
tiga kali sehari makan utama (makan pagi,
makan siang dan makan malam) serta dua
kali makan selingan.
SARAN
1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Selatan untuk lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan lanjut
usia melalui peningkatan program lanjut
usia seperti promosi kesehatan tentang
pola konsumsi pangan yang baik dan pada
akhirnya dapat meningkatkan status gizi
dan kesehatan lanjut usia agar terwujud
kualitas keluarga lanjut usia yang sejahtera
dan bahagia.
2. Diharapkan kepada Puskesmas Tapaktuan
untuk lebih meningkatkan pembinaan
terhadap lanjut usia dengan melakukan
upaya-upaya
penyuluhan
tentang
konsumsi pangan terutama dari jenis
makanan yang dikonsumsi agar tidak
mengakibatkan timbulnya penyakit dan
tekstur makanan yang sesuai untuk lansia
yaitu makanan yang mudah dicerna dan
dikunyah, sedangkan dari pengaturan

3.

porsi makannya yaitu porsi sedikit tapi


sering.
Kepada keluarga lansia dan khususnya
lansia sendiri diharapkan untuk lebih
memperhatikan pola makannya selama
ini, dilihat dari jenis makanan agar lansia
membatasi makanan yang manis-manis
atau gula, garam, makanan yang berlemak
seperti minyak, santan, mentega, sayuran
yang mengandung gas, buah-buahan yang
mengandung gas dan alkohol serta
membatasi minum kopi atau teh, tekstur
makanan dianjurkan mengolah makanan
dengan dikukus, direbus, atau dipanggang
agar makanan mudah dikunyah dan
dicerna dan kurangi makanan yang
digoreng dan frekuensi makan sebaiknya
tiga kali sehari makan utama (makan pagi,
makan siang dan makan malam) serta dua
kali makan selingan

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2011. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang Dalam
Daur Kehidupan. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan
: Buku Ajar Ilmu Gizi. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Depkes RI, 2003. Pedoman Tata Laksana
Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga
Kesehatan. Direktorat Gizi Masyarakat
Direktorat
Bina
Kesehatan
Masyarakat.
Depkes RI, 2005. Pedoman Pembinaan
Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta
Depkes RI, 2011. Buku Pedoman Pelayanan
Gizi Lanjut Usia. Penerbit Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
Khomsan, 2010. Pangan dan Gizi Untuk
Kesehatan. Pt Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Kusumo, R.A. 2010 Sayur + Buah = Sehat ;
Mengenal Kandungan dan Khasiatnya
Untuk Menjaga Kesehatan Tubuh.
Pioneer Media. Yogyakarta.
Kusno, dkk. 2007. Gizi dan Pola Hidup
Sehat. Yrama Widya Bandung.

Khasanah, N. 2012. Waspadai Berbagai


Penyakit Degeneratif Akibat Pola
Makan. Laksana. Jogjakarta.
Maryam, dkk.2008. Mengenal Usia lanjut
dan Perawatannya. Salemba Medika.
Jakarta
Proverawati,dkk, 2010. Ilmu Gizi Untuk
Keperawatan & Gizi Kesehatan. Muha
Medika Yogyakarta.
Supariasa, IDN, Bakri, B.& Fajar, I. 2002.
Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
Suhardjo, 1990. Pangan, Gizi dan Pertanian,
Penerbit Graha Ilmu.
Utami, C, 2002. Pola Makan dan Status
Kesehatan Pada Lansia di Perkotaan
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2002.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Waryana. 2010 Gizi Reproduksi. Penerbit
Pustaka Rihama
Wesly, J, S, 2010. Perilaku Lansia Dalam
Mengkonsumsi Makanan Sehat di
Wilayah Kerja Puskesmas Batu
Horpak Kecamatan Tantom Angkola
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun
2010. Skripsi
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Wirakusumah, 2000. Tetap Bugar di Usia
Lanjut. Jakarta. Trubus Agriwidya.

You might also like