Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Kinerja dan kapasitas pasar modal Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam
beberapa tahun terakhir sebelum akhirnya terimbas krisis keuangan global pada paruh kedua
tahun 2008. Perkembangan tersebut berhasil meningkatkan peran saham dalam pembiayaan
perusahaan publik. Namun peran saham dalam pembiayaan investasi secara nasional masih relatif
rendah mengingat jumlah perusahaan yang go public masih relatif sedikit dibanding dengan
jumlah populasi perusahaan di Indonesia. Peningkatan peran pasar modal (saham dan obligasi)
sebagai salah satu sumber pembiayaan perusahaan masih terbuka lebar mengingat potensi
permintaan dari investor di pasar modal masih sangat tinggi.
Hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan probit panel, fixed effect model (FEM), dan
random effect model (REM) menunjukkan bahwa kondisi pasar keuangan, yang direpresentasikan
oleh harga di pasar modal, secara statistik signifikan mempengaruhi animo perusahaan dalam
menerbitkan saham maupun obligasi walaupun dalam derajat pemengaruhan yang relatif rendah.
IPO saham cenderung dilakukan oleh perusahaan dengan kinerja bagus dan dilaksanakan pada
saat kondisi pasar membaik. Sementara pelaksanaan right issue cenderung dilakukan oleh
perusahaan skala besar, memiliki leverage yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh kondisi kinerja
maupun kondisi pasar. Adapun penerbitan obligasi korporasi secara positif dipengaruhi oleh skala
usaha perusahaan dan kondisi pasar obligasi.
1 Peneliti Ekonomi Muda Senior dan Peneliti Ekonomi Muda di Biro Riset Ekonomi (BRE), Direktorat Riset
Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM), Bank Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan
pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan pandangan DKM atau Bank Indonesia. E-mail:
jokoprastowo@bi.go.id dan tevy@bi.go.id
ii
Daftar Isi
ABSTRAK ............................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ iii
DAFTAR DIAGRAM, TABEL DAN GRAFIK ............................................................................................ v
iii
BAB IV DAMPAK KONDISI PASAR KEUANGAN TERHADAP ANIMO PEMANFAATAN
PASAR MODAL .................................................................................................................... 28
4.1. Indikator Kondisi Kondisi Pasar Modal ................................................................................. 28
4.2 Karakteristik Perusahaan Penerbit Saham dan Obligasi ....................................................... 29
4.3. Dampak Kondisi Pasar Keuangan Terhadap Animo Penerbitan Saham dan Obligasi .......... 30
4.3.1 Metode Estimasi ............................................................................................................. 30
4.3.2 Persamaan, Variabel, dan Data Yang Digunakan ............................................................ 33
4.3.3 Hasil Estimasi Penerbitan Saham .................................................................................... 34
4.3.4 Hasil Estimasi Penerbitan Obligasi Korporasi ................................................................. 37
iv
Daftar Diagram, Grafik dan Tabel
Daftar Diagram
Diagram 2. 1 Nilai Perusahaan dan Leverage .................................................................................... 5
Diagram 2. 2 Dampak Leverage terhadap Nilai Perusahaan ............................................................. 7
Diagram 4. 1 Skema Pengaruh Harga Terhadap Minat Penerbitan Saham ..................................... 28
Diagram 4. 2 Skema Pengujian Model ............................................................................................. 32
Daftar Grafik
Grafik 3.1 Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Saham.......................................................... 18
Grafik 3.2 Perkembangan Outstanding dan Nilai Kapitalisasi Obligasi Korporasi ........................... 18
Grafik 3.3 Nilai Perdagangan Harian (NPH) di Pasar Sekunder Obligasi .......................................... 18
Grafik 3.4 Nilai Kapitalisasi Pasar (NKP) Obligasi Korporasi dan Obligasi Pemerintah .................... 18
Grafik 3.5 Perkembangan Emiten Saham dan Obligasi Korporasi ................................................... 19
Grafik 3.6 Komposisi Emiten Saham dan Obligasi Korporasi Tahun 2008 ....................................... 19
Grafik 3.7 Penerbitan Saham (IPO & Right Issues) dan Akumulasinya ............................................ 19
Grafik 3.8 Jumlah Penerbitan dan Outstanding Obligasi Korporasi ................................................ 19
Grafik 3.9 Proporsi Sampel Perusahaan Secara Sektoral ................................................................ 20
Grafik 3.10 Scatter Plot Aset dan Porsi Pembiayaan Perusahaan ................................................... 22
Grafik 3.11 Volume Saham, IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar ......................................................... 27
Grafik 3.12 Outstanding Obligasi Korporasi dan Nilai Kapitalisasi Pasar ......................................... 27
Grafik 4.1 IHSG dan Price to Book Ratio ......................................................................................... 29
Grafik 4.2 PBR dan DER Perusahaan Yang Melakukan IPO, 2005-2008.......................................... 29
Grafik 4.3 PBR dan DER Perusahaan Yang Melakukan Right Issue, 2005-2008 ............................. 29
Grafik 4.4 PBR dan DER Perusahaan Yang Menerbitkan Obligasi, 2005-2008 ............................... 30
Grafik 4.5 Waktu Penerbitan dan Nilai Kupon Obligasi Korporasi, 2005-2008 .............................. 30
Grafik 4. 6 Jumlah IPO dan Right Issue Saham ................................................................................ 36
Grafik 4. 7 Yield dan Posisi Obligasi Korporasi ................................................................................. 39
Daftar Tabel
Tabel 3.1 Sumber Pembiayaan Perusahaan Publik di Indonesia ..................................................... 21
Tabel 3.2 Sumber Pembiayaan 277 Perusahaan Publik Berdasarkan Sektor Usaha ....................... 22
Tabel 3.3 Sumber Pembiayaan Investasi (PMTB) di Indonesia ........................................................ 23
Tabel 3.4 Subscription IPO Saham, Tahun 2006-2007 ..................................................................... 25
Tabel 3.5 Subscription Penerbitan Obligasi, Tahun 2006-2007 ....................................................... 25
Tabel 3.6 Harga Perdagangan Saham Pasca IPO, Tahun 2006-2007 ............................................... 26
Tabel 4. 1 Hasil Estimasi Penerbitan Saham oleh Perusahaan ........................................................ 35
Tabel 4. 2 Aset dan Rata-Rata Proporsi Pembiayaan ...................................................................... 36
Tabel 4. 3 Hasil Estimasi Penerbitan Obligasi oleh Perusahaan ..................................................... 38
v
BAB I
PENDAHULUAN
2 Dalam konteks ini pasar modal meliputi pasar saham dan pasar obligasi.
3 Melalui Surat Keputusan No. 467/KMK.010/1997 dan surat Bapepam No.S-2138/PM/1997 tanggal 11
September 1997, pemerintah melepas pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing kecuali untuk
saham perbankan maksimum sebesar 99%, sementara untuk kepemilikan obligasi (khususnya obligasi
korporasi) belum ada pengaturan.
1
sebesar Rp180,9 triliun dan 87 perusahaan yang menerbitkan obligasi dengan nilai sebesar
Rp117,1 triliun4. Meskipun pembiayaan perusahaan yang diperoleh dari penerbitan saham dan
obligasi masih jauh lebih rendah dibanding dengan kredit perbankan kepada perusahaan yang
dalam kurun waktu yang sama mengalami peningkatan sebesar Rp544,8 triliun 5, namun
perkembangan tersebut cukup menggembirakan.
Namun di sisi lain, integrasi dengan pasar keuangan global yang salah satunya ditandai
dengan meningkatnya peran investor asing berpotensi meningkatkan risiko volatilitas dan
kerentanan pasar keuangan domestik6. Faktor eksternal, baik positif maupun negatif, akan lebih
cepat ditransmisikan ke pasar keuangan domestik. Misal, booming pasar modal dan ekses
likuiditas global pada periode tahun 2003-2007 secara signifikan mendorong arus modal masuk
dan melejitkan IHSG maupun nilai kapitalisasi pasar. Sebaliknya, ketika terjadi krisis keuangan
global pada tahun 2008 yang mendorong aksi jual saham dan arus modal keluar (capital reversal)
serta merta menurunkan IHSG dan nilai kapitalisasi pasar secara signifikan. Hal yang sama juga
terjadi di pasar obligasi sehingga menimbulkan satu pertanyaan besar, apakah perubahan kondisi
di pasar modal yang tercermin dari perubahan harga saham dan obligasi berpengaruh terhadap
keputusan perusahaan untuk untuk menerbitkan saham maupun obligasi sebagai sumber
pembiayaan investasinya.
4 Berdasarkan data pernyataan efektif untuk penawaran umum saham dan penawaran umum obligasi yang
dilaporkan oleh Bapepam-LK.
5 Kredit perbankan kepada perusahaan yang meliputi, BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta mengalami
peningkatan dari sebesar Rp178,0 triliun pada Desember 2000 menjadi sebesar Rp722,8 triliun pada
Desember 2008 (Data CEIC).
6 Stiglitz (2000) menyimpulkan bahwa liberalisasi pasar modal secara sistemik dapat meningkatkan
instabilitas perekonomian sehingga mengurangi peranannya dalam mendorong pertumbuhan.
2
a. Pendekatan deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang tersedia pasar modal
untuk menjelaskan perkembangan pemanfaatan saham dan obligasi dalam pembiayaan
investasi perusahaan dan pembiayaan investasi nasional, berikut potensinya dari sisi
permintaan.
b. Pendekatan kuantitatif ekonometrik untuk mengestimasi dampak kondisi di pasar
keuangan terhadap animo perusahaan untuk melakukan penerbitan saham dan obligasi.
3
BAB II
STUDI LITERATUR
V S D X .............................................................. (1)
dimana, V: market value seluruh sekuritas yang dimiliki perusahaan, S: market value dari saham
perusahaan, D: market value dari obligasi perusahaan, dan X : expected return dari aset yang
dimiliki perusahaan. Dari persamaan (1) terlihat bahwa nilai perusahaan bersifat independent
terhadap struktur modalnya. Sementara average cost of capital yang merupakan rasio antara
X X
.................................................................. (2)
( S D) V
4
Persamaan (2) menunjukkan bahwa average cost of capital juga bersifat independent terhadap
struktur modal perusahaan.
Selanjutnya dinotasikan, rata-rata tertimbang biaya modal (weighted average cost of
capital, WACC) yang juga merupakan rata-rata expected return, r0 , suku bunga untuk obligasi, rD
dan expected rate of return dari saham, rS , sehingga dapat ditulis sebuah persamaan berikut:
S D
r0 rS rD .......................................................... (3)
( S D) ( S D)
Persamaan (3) akan menghasilkan persamaan yang menjadi proporsi 2 sebagai berikut:
D
rS r0 (r0 rD ) ........................................................................ (4)
S
Peningkatan leverage (ditunjukkan dengan debt to equity ratio, D/S) akan meningkatkan biaya
bunga, namun tidak meningkatkan value dari perusahaan, sehingga meningkatkan risiko bagi
pemegang saham. Untuk itu, pemegang saham akan menuntut return yang lebih tinggi sebagai
kompensasi dari meningkatnya risiko Expected
Returns
perusahaan (Diagram 2.1).
Dari ilustrasi tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai perusahaan
rS
tidak dipengaruhi oleh strategi
pendanaan (struktur modal), terlihat
r0
dari nilai r0 yang konstan. Dengan
rD
kata lain, nilai perusahaan ter-gantung
pada prospek bisnis dan bagaimana
perusahaan tersebut dijalankan, bukan Debt/Equity (D/S)
tergantung pada bagaimana sumber
Diagram 2. 1 Nilai Perusahaan dan Leverage
pembiayaan diperoleh.
5
dengan nilai perusahaan yang tidak mempunyai utang (unleverage firm, VU). Proposisi 1 pada
model MM-2 adalah sebagai berikut:
VL VU .DL ....................................................................... (5)
(1 ) X (1 ) X
Dimana, rS ,U atau VU . Dari persamaan (5) terlihat bahwa nilai
VU rS ,U
perusahaan yang mempunyai utang lebih tinggi dari perusahaan yang tidak mempunyai utang,
VL VU , karena utang dapat mengurangi pembayaran pajak perusahaan. Pembayaran bunga
utang merupakan faktor biaya yang akan mengurangi besaran laba perusahaan yang kena pajak.
Kesimpulan tersebut berpengaruh terhadap nilai pengembalian (return) saham perusahaan yang
menjadi proposisi 2 sebagai berikut:
DL
rS , L rS ,U (rS ,U rD )(1 )
S L ............................................... (6)
Return saham perusahaan yang mempunyai utang lebih tinggi dari return saham perusahaan
yang tidak mempunyai utang.
Karena return saham merupakan biaya bagi perusahaan, maka biaya dana yang diperoleh
dari saham menjadi lebih mahal dibanding dana utang. Di satu sisi, dana utang lebih murah dari
dana saham, tetapi di sisi lain peningkatan utang akan meningkatkan biaya saham ( rS , L
meningkat). Namun model MM-2 menyimpulkan bahwa keuntungan dari pengurangan pajak
seiring dengan peningkatan utang masih lebih tinggi dari peningkatan biaya saham, terlihat dari
penurunan rata-rata tertimbang biaya modal.
Kesimpulan dari proporsi 2 di atas mendapat banyak kritik karena peningkatan
keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak linear. Pada satu titik tertentu peningkatan
keuntungan perusahaan mencapai puncaknya (optimal level of leverage) sehingga peningkatan
selanjutnya akan menurunkan nilai perusahaan karena meningkatnya risiko financial distress.
Perusahaan akan berusaha menyesuaikan leverage aktualnya ke arah titik optimal tersebut ketika
perusahaan berada pada tingkat utang yang terlalu tinggi (overlevered) maupun terlalu rendah
(underlevered). Dalam kondisi normal, perusahaan akan menyesuaikan tingkat utangnya kepada
rata-rata leverage jangka panjangnya.
6
Diagram 2. 2 Dampak Leverage terhadap Nilai Perusahaan
Selain keuntungan yang berasal dari pengurangan pajak (tax shield), keuntungan lainya
yang diperoleh perusahaan dari penggunaan sumber dana yang berasal dari utang adalah: (i)
utang akan meningkatkan disiplin manajemen dalam mengelola arus kas perusahaan, terutama
terkait dengan jumlah dan waktu pembayaran pokok dan bunga utang (agency theory); (ii) utang
dapat di gunakan untuk memberikan sinyal kepada investor bahwa perusahaan sedang
melakukan investasi yang berisiko rendah, namun mempunyai prospek yang bagus (signaling
theory); dan (iii) pembayaran bunga kepada kreditor merupakan alat untuk mengendalikan
manajemen terhadap penggunaan free cash flows yang tidak perlu.
Sementara dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan utang, antara lain: (i)
meningkatan financial distress dan biaya likuidasi; (ii) meningkatkan risiko kebangkrutan
perusahaan sehubungan dengan peningkatan risiko keuangan; dan (iii) utang yang tinggi
memungkinkan perusahaan dilakukan leverage buy out7. Teori ini menyatakan bahwa struktur
modal optimal di tentukan oleh trade-off antara manfaat dan kerugian menggunakan sumber
pendanaan dari hutang (Myers, 1984). Keuntungan dari penggunaan hutang utamanya adalah
adanya efek perlindungan pajak (tax shield) dan penurunan biaya keagenan. Saat kedua trade-off
bertemu pada satu titik optimal maka nilai perusahaan menjadi maksimum, dan merupakan
batasan dimana perusahaan harus menggunakan utang agar tidak terkena dampak negatif dari
utang.
7 Merupakan teknik pengusaan perusahaan dengan metode pinjaman atau utang yang digunakan pihak
manajemen untuk membeli perusahaan lain, sehingga suatu perusahaan dapat dimiliki tanpa modal awal
yang besar.
7
(asymmetric information). Jika diperlukan pembiayaan eksternal, perusahaan lebih memilih
instrumen utang (debt) daripada saham (equity). Jenis instrumen utang yang menjadi pilihan
utama adalah utang bank (private debt), kemudian diikuti penerbitan obligasi (bonds). Penerbitan
saham menjadi prioritas terakhir atau the last resort karena penerbitan saham baru dapat
memberikan sinyal bahwa kondisi dan prospek perusahaan ke depan kurang baik. Dalam teori ini,
keberadaaan asymetric information antara manajer (perusahaan) dengan pihak investor menjadi
salah satu pertimbangan utama dalam penentuan struktur modal atau sumber pembiayaan
perusahaan.
Myers (1984) mengilustrasikan bahwa perusahaan akan menerbitkan saham jika
keuntungan dari penerbitan saham baru tersebut (net preset value dari investasi, y) melebihi
selisih antara nilai saham baru yang sebenarnya diketahui oleh manajer perusahaan (N1) dengan
nilai saham baru yang bersedia dibayarkan oleh investor (N).
N N1 N (7)
8
Rendahnya permasalahan informasi dari instrumen utang menyebabkan manajer perusahan lebih
menyukai utang dalam mendanai defisit investasinya.
8 Static tradeoff theory diuji dengan menggunakan persamaan Dit a bTA ( Dit Dit 1 ) eit ,
*
dimana D: jumlah utang, D*: rata-rata utang sebagai proksi target optimum utang perusahaan, dan b TA:
koefisien target adjustment utang. Sedangkan pecking order theory diuji dengan menggunakan persamaan
Dit a bPO DEFit eit , dimana DEF: jumlah defisit pembiayaan perusahaan, dan b PO: koefisien
pecking order.
9
Kesimpulan yang sama juga diutarakan oleh Frank dan Goyal (2003) yang menggunakan
sampel perusahaan yang listing di Amerika Serikat pada periode 1971 – 1998. Secara keseluruhan
tidak ditemukan evidence yang mendukung pecking order theory. Banyak perusahaan yang
menggunakan sumber dana eksternal. Namun sumber dana eksternal yang digunakan lebih
banyak berasal dari penerbitan saham (equity) dan hanya sedikit berasal dari utang (debt),
sehingga hubungan antara penerbitan saham dan pembiayaan defisit perusahaan lebih dekat.
Evidence adanya pecking order theory hanya ditemukan pada sampel perusahaan besar pada
awal observasi, namun derajatnya semakin menurun. Kondisi ini disebabkan oleh semakin
banyaknya perusahaan-perusahaan kecil dengan tingkat pertumbuhan tinggi yang menerbitkan
saham. Perusahaan kecil yang tumbuh tinggi tidak mengikuti pecking order theory karena
mempunyai kandungan asymmetric information yang tinggi dan lebih cenderung untuk
menerbitkan saham daripada menggunakan sumber utang. Argumen ini sejalan dengan hasil
penelitian Barclay et al (2006) yang menyimpulkan adanya hubungan negatif antara debt capacity
dan pertumbuhan perusahaan karena penggunaan utang menimbulkan biaya yang lebih tinggi
sehingga perusahaan cenderung menggunakan lebih sedikit sumber utang.
Penelitian yang agak berbeda dilakukan oleh Denis dan Mihov (2003) yang secara khusus
menganalisis pilihan jenis utang dari 1.480 perusahan publik di Amerika pada tahun 1995-1996.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa determinan utama pemilihan jenis utang adalah kualitas
kredit dari perusahaan. Perusahaan dengan performa dan kualitas kredit yang bagus akan
memilih menggunakan utang publik dengan menerbitkan obligasi. Sementara perusahaan dengan
kualitas kredit sedang akan meminjam kredit dari bank, dan perusahaan dengan kualitas kredit
rendah akan meminjam dari kreditor non-bank, seperti perusahaan pembiayaan. Dalam
kaitannya dengan asymmetric information, kesimpulan tersebut selaras dengan pecking order
theory dimana perusahaan dengan rating kredit yang baik memiliki permasalahan informasi yang
rendah cenderung menggunakan public debt karena risiko terjadi mispricing akan rendah.
10
modal sehingga struktur pembiayaan dari eksternal perusahaan didominasi oleh kredit bank,
hanya sebagian kecil perusahaan yang menerbitkan saham.
Lebih lanjut, Argawal dan Mohtadi (2004) mengestimasi dampak pengembangan pasar
modal terhadap pilihan sumber pembiayaan perusahaan dengan menggunakan sampel sebanyak
566 perusahaan di 21 negara berkembang dari tahun 1980 - 19979. Hasil estimasi menunjukkan
bahwa pengembangan pasar modal yang proksikan dengan nilai kapitalisasi pasar secara
signifikan menurunkan debt-equity ratio, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal
ini secara relatif menunjukkan terjadinya subtitusi antara sumber pembiayaan bank dan
penerbitan saham. Selain itu, perusahaan juga cenderung untuk mempertahankan debt-equity
ratio dalam level yang stabil dalam jangka panjang.
Sebelumnya, penelitian serupa pernah dilakukan oleh Demirguc-Kunt dan Maksomovic
(1995) dengan menggunakan sampel perusahaan di 30 negara yang mewakili negara maju dan
sedang berkembang. Secara keseluruhan, hasil estimasi menunjukkan bahwa pengembangan
sektor perbankan secara positif dan signifikan akan meningkatkan leverage perusahaan,
sementara pengaruh pengembangan pasar modal terhadap leverage tidak signifikan. Pada saat
sampel dibedakan antara perusahaan di negara maju dan negara sedang berkembang, terdapat
kesimpulan yang cukup kontradiktif. Di negara maju dimana pasar modalnya telah mapan,
peningkatan pasar modal berpengaruh negatif terhadap leverage perusahaan karena terjadi
subtitusi debt-equity. Sebaliknya di negara yang sedang berkebang, pengembangan pasar modal
akan meningkatkan leverage perusahaan, khususnya perusahaan besar, karena debt-equity
bersifat komplementer. Dengan demikian, pengembangan pasar modal di negara berkembang
tidak mengancam bisnis perbankan.
9 Persamaan yang digunakan adalah Dit ' X it i t it dimana D: rasio debt to equity, X:
vektor independen variabel, i : country specific effect, dan t : time specific effect. Persamaan kedua yang
digunakan untuk melihat apakah perusahaan memelihara debt-equity ratio dalam jangka panjang sebagai
berikut: Dit Dit 1 X it i t it dimana
'
Dit 1 adalah lag dari debt-equity ratio.
10 Likuiditas seringkali diukur dengan menggunakan indikator turnover ratio dan bid-ask spread, semakin
besar turnover ratio dan semakin sempit bis-ask spread mengindikasikan bahwa pasar modal semakin
likuid. Sementara efisiensi seringkali diukur dengan besarnya biaya transaksi dan lama waktu penyelesaian
transaksi.
11
risiko likuiditas sehingga dapat menarik minat investor untuk membeli saham dan obligasi.
Meningkatnya jumlah dan kapasitas investor di pasar modal tentunya memudahkan dan
menguntungkan perusahaan yang akan melakukan initial public offering (IPO) maupun
menerbitkan obligasi. Perusahaan tidak perlu khawatir bahwa instrumen yang diterbitkan tidak
laku atau harga yang terbentuk terlalu rendah (mispricing).
12
Biaya adverse selection yang timbul dari permasalahan asymmetric information karena
insiders lebih tahu kondisi perusahaan dibanding dengan investor. Permasalahan ini banyak
dialami oleh perusahaan kecil dan baru. Keputusan go public dapat merugikan perusahaan
karena terjadi mispricing.
Kehilangan kerahasiaan data dan strategi perusahaan (loss of confidentiality) karena
diwajibkan mendiseminasikan laporan keuangan dan informasi lainnya kepada publik secara
terbuka. Hal ini mengurangi insentif bagi perusahaan yang memiliki tingkat kerahasiaan
informasi tinggi untuk go public karena takut terbaca oleh kompetitornya.
Biaya administrasi yang timbul dari pencatatan saham dan transaksi di pasar modal, seperti
biaya regristrasi, biaya underwriter, biaya audit, dan biaya diseminasi laporan keuangan11.
Biaya-biaya ini umumnya tidak proporsional terhadap ukuran perusahaan sehingga cukup
membebani bagi perusahaan kecil.
11 Perkiraan biaya penerbitan saham di Indonesia pada tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Bloomberg
menyebutkan antara 8,1% sampai dengan 14,9% dengan rata-rata sebesar 10,5% dari nilai penerbitan.
13
menjadi perusahaan publik. Namun dengan pertimbangan optimal capital structure, banyak
perusahaan yang menerbitkan saham juga menerbitkan obligasi, sehingga obligasi merupakan
komplementer dari saham.
12 Notasi Q merupakan rasio dari nilai pasar (market value) saham sebuah perusahaan dengan nilai
asetnya (assets value).
14
peningkatan setelah penawaran perdana; dan (iii) memberikan kesan positif kepada investor dan
mengaktifkan perdagangan saham karena transaksi pada periode setelah IPO akan memberikan
keuntungan. Sejalan dengan hal tersebut maka penerapan strategi underpricing IPO pada saat
pasar sedang mengalami overvalued juga dapat meminimalisasi kerugian perusahaan karena
perusahaan masih dapat menetapkan harga perdana pada level yang cukup tinggi.
15
Untuk memantau pergerakan harga saham secara agregat lazim digunakan indikator
indeks harga saham gabungan (composite index). Kenaikan harga saham juga akan tercermin
pada peningkatan indikator market to book ratio, sehingga kedua indikator tersebut dapat
digunakan untuk menilai kondisi pasar saham. Sementara untuk memantau pergerakan harga
obligasi dapat digunakan indikator ‘yield’ yang merupakan hasil interaksi antara nilai kupon
(coupon rate) dan harga pasar (market price) obligasi. Nilai yield akan berbanding lurus dengan
nilai kupon, namun berbanding terbalik dengan harga. Karena nilai kupon cenderung tetap hingga
jatuh tempo, maka pergerakan yield dapat merepresentasikan pergerakan harga obligasi. Untuk
itu peningkatan yield mencerminkan bahwa kondisi di pasar obligasi memburuk.
Gejolak negatif di pasar keuangan akan tercermin pada menurunnya indikator indeks
harga saham dan market to book ratio pada pasar saham, dan meningkatnya yield di pasar
obligasi. Kondisi tersebut dapat menggambarkan bahwa kondisi pasar keuangan sedang bearish,
sehingga tidak tepat bagi perusahaan untuk melakukan IPO maupun menerbitkan saham. Dengan
hipotesa ini maka gejolak di pasar keuangan akan berpengaruh negatif terhadap pemanfaatan
pasar saham dan obligasi untuk menghimpun dana pembiayaan investasi perusahaan.
16
BAB III
PERKEMBANGAN PEMANFAATAN SAHAM DAN OBLIGASI DALAM
PEMBIAYAAN PERUSAHAAN
13 Pasar modal diaktifkan kembali pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan Kepres RI No. 52 tahun 1976.
14 Keputusan Menteri Keuangan No.455/KMK.01/1997 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing
Melalui Pasar Modal. Sebelumnya pembelian saham oleh pemodal asing dibatasi maksimal 49% dari saham
yang tercatat di bursa (Keputusan Menteri Keuangan Nomor:1055/KMK.013/1989)
15 Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) digabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI atau
Indonesian Exchange/IDX) yang secara resmi beroperasi pada tanggal 1 Novermber 2007.
17
3,000
Triliun Rp
90
2,500 Kapitalisasi (Rp T) 80
2,000
IHSG (poin) 70
Outstanding Obligasi Korporasi
60
1,500 50 Nilai Kapitalisasi Pasar
1,000
40
30
500 20
0
10
0
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
Grafik 3.1 Perkembangan IHSG dan Nilai Grafik 3.2 Perkembangan Outstanding dan Nilai
Kapitalisasi Saham Kapitalisasi Obligasi Korporasi
Pasar Obligasi
Penerbitan dan pasar sekunder obligasi korporasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1983,
namun perkembangan secara signifikan baru terjadi pada periode paska krisis. Baik outstanding
maupun nilai kapitalisasi pasar obligasi korporasi mengalami lonjakan sejak tahun 2003 (Grafik
3.2). Perkembangan pasar obligasi korporasi searah dengan perkembangan di pasar saham yang
mencapai puncaknya pada tahun 2007 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 karena imbas
krisis keuangan global. Namun penurunan kinerja di pasar obligasi swasta (-13,8%) lebih rendah
dari penurunan di pasar saham yang mencapai -50,6% untuk indeks harga dan -45,9 untuk nilai
kapitaslisasi pasarnya.
Terdapat dua faktor utama yang mendorong lonjakan penerbitan dan perdagangan
obligasi korporasi pada periode paska krisis. Pertama, semakin berkembang dan maraknya
transaksi di pasar sekunder obligasi pemerintah (Surat Utang Negara, SUN) yang digunakan untuk
program rekapitalisasi perbankan. Dari sisi nilai perdagangan harian (NPH) maupun nilai
kapitalisasi pasar (NKP) di pasar obligasi, obligasi pemerintah memang lebih dominan (Grafik 3.3
dan 3.4). Kedua, kondisi ekses likuiditas di sektor keuangan yang terjadi sampai dengan
pertengahan tahun 2008 juga mendorong aktivitas perdagangan obligasi korporasi.
Miliar Rp Triliun Rp
8,000 700
2,000 200
1,000 100
0 0
Grafik 3.3 Nilai Perdagangan Harian (NPH) di Pasar Grafik 3.4 Nilai Kapitalisasi Pasar (NKP) Obligasi
Sekunder Obligasi Korporasi dan Obligasi Pemerintah
18
3.2 Perkembangan Pemanfaatan Pasar Modal
Jumlah perusahaan yang memanfaatkan penerbitan saham dan obligasi korporasi sebagai
salah satu sumber pembiayaan investasi terus mengalami peningkatan (Grafik 3.5). Sampai
dengan akhir tahun 2008, jumlah perusahaan (emiten) yang telah menerbitkan saham dan
obligasi korporasi mencapai 566 perusahaan, dengan rincian 388 perusahaan menerbitkan
saham, 81 perusahaan menerbitkan obligasi, dan 97 perusahaan menerbitkan saham dan
obligasi. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 183 perusahaan dibanding dengan
akhir tahun 2000 sebanyak 383 perusahaan (Grafik 3.6).
Perusahaan
600
Emiten Saham 485 Saham & Saham &
500 Obligasi, 55 Obligasi, 97
Emiten Obligasi
400 Obligasi, 36
347 Saham, 388 Obligasi, 81
300
Saham, 292
178
200 145
91
100
24
0
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Grafik 3.5 Perkembangan Emiten Saham dan Grafik 3.6 Komposisi Emiten Saham dan Obligasi
Obligasi Korporasi Korporasi Tahun 2008
Dari sisi nilai penerbitan maupun outstanding-nya, perkembangan pada periode pasca
krisis cukup menggembirakan. Penerbitan saham, terutama melalui right issue16 atau hak
memesan efek terlebih dahulu (HMETD), mengalami lonjakan pada tahun 1999 yang ditujukan
untuk memperbaiki struktur permodalan perusahaan yang mengalami kerugian pada saat krisis
ekonomi dan pada tahun 2007-2008 (semester I) pada saat terjadi ekses likuiditas global (Grafik
3.7). Sementara lonjakan penerbitan obligasi terjadi pada tahun 2003-2004 pada saat suku bunga
kredit relatif tinggi dan pada tahun 2007 (Grafik 3.8). Pada tahun 2008, akumulasi penerbitan
saham telah mencapai Rp407,2 triliun dan outstanding obligasi korporasi sebesar Rp73 triliun.
0 0 0 0
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Grafik 3.7 Penerbitan Saham (IPO & Right Issues) Grafik 3.8 Jumlah Penerbitan dan Outstanding
dan Akumulasinya Obligasi Korporasi
16 Secara keseluruhan sampai dengan tahun 2008, porsi penerbitan saham melalui IPO sebesar 22% dan
melalui HMETD sebesar 78%.
19
Walaupun jumlah penerbitan saham dan obligasi korporasi secara nominal telah
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, namun perannya dalam pembiayaan investasi
masih relatif kecil. Hasil survey yang dilakukan pada tahun 200117, menunjukkan bahwa porsi
sumber pembiayaan perusahaan yang berasal dari penerbitan saham maupun obligasi masih
relatif kecil, yakni sebesar 6% dan 3%. Sumber pembiayaan utama berasal dari dana sendiri (own
funds) sebesar 56% dan kredit perbankan sebesar 24% (dengan rincian kredit modal kerja 14%
dan kredit investasi 10%). Selanjutnya, penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi
perkembangan terkini sumber pembiayaan investasi untuk melihat pemanfaatan saham dan
obligasi korporasi dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pembiayaan perusahaan yang go
public pendekatan dan pembiayaan investasi nasional (pembentukan modal tetap bruto/PMTB).
Pertanian; 12 ;
4% Pertambangan;
17 ; 6%
Perdagangan;
31 ; 11% Jasa-jasa; 43 ;
16%
Industri; 82 ;
30%
Properti; 39 ;
14%
Infrastruktur;
23 ; 8%
Barang
Konsumsi; 30 ;
11%
17 Lihat Agung et al (2001). Credit Crunch in Indonesia in the Aftermath of Crisis: Facts, Causes and Policy
Implications. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, hal. 48
18 Sektor Pertanian meliputi usaha di bidang perkebungan, peternakan dan perikanan; Sektor
Pertambangan meliputi usaha tambang batubara, batu-batuan, minyak & gas bumi, logam dan mineral
lainnya; Sektor Industri meliputi industri dasar, industri kimia, otomotif & komponennya, tekstil & garmen,
elektronika; Sektor Properti meliputi usaha pembangunan properti, real estate dan konstruksi bangunan;
Sektor Infrastruktur meliputi telekomunikasi, transportasi, jalan tol, pelabuhan, bandara, dan konstruksi
non-bangunan; Sektor Perdagangan meliputi perdagangan besar barang produksi dan perdagangan eceran;
dan Sektor Jasa meliputi usaha restoran, hotel & pariwisata, advertising, printing & media, perusahaan
investasi non-keuangan.
20
Pengolahan data sumber pembiayaan dari 277 perusahaan publik tersebut menunjukkan
bahwa secara rata-rata sumber pembiayaan terbesar perusahaan publik di Indonesia pada tahun
2008 adalah modal saham yang porsinya mencapai 32,7%, diikuti laba ditahan 23,2%, dan utang
bank 18,4% (Tabel 3.1). Struktur tersebut tidak banyak mengalami perubahan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Namun porsi modal saham dan utang bank mengalami sedikit
peningkatan, sebaliknya porsi pembiayaan obligasi mengalami penurunan. Jumlah penerbitan
saham, baik melalui initial public offering (IPO) maupun hak memesan efek terlebih dahulu
(HMETD, right issues) pada tahun 2008, khususnya pada semester I, memang meningkat
signifikan jika dibanding tahun sebelumnya. Sementara penerbitan obligasi korporasi lebih kecil
dari jumlah yang jatuh tempo sehingga outstanding-nya mengalami penurunan19.
Tabel 3.1 Sumber Pembiayaan Perusahaan Publik di Indonesia
Volume Pembiayaan Porsi Pembiayaan
Sumber Pembiayaan
2007 2008 2005 2006 2007 2008
1. Utang Usaha 62.12 82.73 8.0% 8.1% 8.0% 8.4%
2. Utang Bank 131.44 179.87 19.4% 17.4% 16.9% 18.4%
3. Utang Lembaga Pembiayaan 22.85 28.71 3.0% 4.3% 2.9% 2.9%
4. Utang Pihak Terkait 19.21 23.17 2.5% 2.1% 2.5% 2.4%
5. Utang Lain-Lain 36.21 39.71 6.3% 5.2% 4.6% 4.1%
6. Penerbitan Obligasi 84.76 77.58 8.7% 8.2% 10.9% 7.9%
7. Modal Saham & Agio 236.42 320.39 28.5% 29.3% 30.3% 32.7%
8. Laba Ditahan 186.31 227.74 23.6% 25.4% 23.9% 23.2%
Total 779.33 979.88 100.0% 100% 100.0% 100.0%
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bloomberg, diolah
19 Berdasarkan laporan Bapepam-LK, jumlah penerbitan saham pada tahun 2008 mencapai Rp79,2 triliun
dengan rincian initial public offering (IPO) sebesar Rp23,7 triliun (29,9%) dan right issues Rp55,5 triliun
(70,1%). Total penerbitan obligasi korporasi hanya sebesar Rp11,9 triliun, sementara jumlah yang jatuh
tempo mencapai Rp23,1 triliun sehingga outstanding-nya mengalami penurunan sebesar Rp11,2 triliun
menjadi Rp73,4 triliun pada akhir tahun 2008.
21
publik non-sektor keuangan hanya sebesar Rp179,9 triliun (sudah termasuk utang luar negeri).
Hal ini mengindikasikan bahwa penyaluran kredit kepada perusahaan yang tidak go public lebih
dominan dengan porsi sekitar 70%.
Tabel 3.2 Sumber Pembiayaan 277 Perusahaan Publik Berdasarkan Sektor Usaha
PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI
Sumber Pembiayaan
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008
1. Utang Usaha 5.3% 5.8% 6.3% 6.5% 8.0% 9.0% 7.4% 8.1%
2. Utang Bank 9.5% 10.8% 12.0% 14.9% 19.4% 21.4% 24.4% 26.0%
3. Utang Lembaga Pembiayaan 0.9% 0.5% 8.5% 6.7% 2.0% 1.7% 0.8% 0.9%
4. Utang Pihak Terkait 7.3% 1.3% 1.0% 1.1% 2.8% 3.8% 0.4% 0.9%
5. Utang Lain-Lain 1.8% 1.8% 8.7% 10.2% 8.2% 4.4% 0.3% 0.4%
6. Penerbitan Obligasi 18.0% 17.1% 3.9% 1.6% 7.3% 7.2% 7.5% 6.1%
7. Modal Saham & Agio 37.2% 38.2% 33.6% 34.4% 32.8% 31.3% 17.0% 14.9%
8. Laba Ditahan 19.9% 24.7% 26.0% 24.6% 19.4% 21.4% 42.2% 42.8%
Total 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
PROPERTI INFRASTRUKTUR PERDAGANGAN JASA-JASA
Sumber Pembiayaan
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008
1. Utang Usaha 6.4% 7.1% 6.1% 7.9% 21.2% 21.1% 8.6% 5.7%
2. Utang Bank 11.7% 12.3% 18.2% 21.7% 18.6% 21.4% 11.6% 10.3%
3. Utang Lembaga Pembiayaan 2.6% 1.8% 1.3% 1.4% 3.2% 1.9% 5.0% 7.0%
4. Utang Pihak Terkait 2.3% 1.9% 3.5% 2.9% 1.0% 0.2% 2.6% 2.7%
5. Utang Lain-Lain 4.5% 8.7% 1.6% 1.7% 2.3% 1.9% 2.4% 1.4%
6. Penerbitan Obligasi 7.5% 5.9% 18.6% 13.5% 6.4% 5.4% 20.0% 9.0%
7. Modal Saham & Agio 55.0% 52.0% 18.8% 20.2% 20.5% 22.8% 38.4% 55.7%
8. Laba Ditahan 10.0% 10.3% 31.9% 30.6% 26.8% 25.3% 11.4% 8.1%
Total 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bloomberg, diolah
100% 60%
80% 50%
40%
60%
30%
40%
20%
20%
10%
0% 0%
0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
Aset dan Porsi Utang Bank Aset dan Porsi Laba Ditahan
100% 100%
80% 80%
60% 60%
40% 40%
20% 20%
0% 0%
0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
22
Dalam kaitannya dengan ukuran perusahaan, walaupun menghasilkan koefisien korelasi
yang relatif rendah, analisis dengan menggunakan scatter plot berikut trend line-nya (Grafik 3.10)
menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka (i) porsi saham dalam pembiayaan
perusahaan cenderung semakin menurun; (ii) porsi obligasi dalam pembiayaan cenderung
meningkat; (iii) porsi utang bank dalam pembiayaan semakin menurun; dan (iv) porsi penggunaan
laba ditahan dalam pembiayaan cenderung meningkat.
Berbeda dengan kondisi sebelum krisis (sampel tahun 1995), dimana sumber pembiayaan
utama investasi berasal dari kredit perbankan yang mencapai 31,8%. Sedangkan sumber dana
internal hanya sebesar 12,4% atau urutan ke-4 setelah belanja modal pemerintah 26,9% dan
23
sumber dana luar negeri 21,3% (Tabel 3.3). Beralihnya penggunaan dana perbankan kepada
sumber dana internal utamanya didorong oleh keengganan perbankan dalam menyalurkan kredit
pada saat krisis dan beberapa tahun setelahnya sehingga menurunkan jumlah penawaran kredit
(fenomena credit crunch) dan tinggi biaya suku bunga kredit yang ditawarkan (Agung et al, 2001).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kusmiarso et al (2002), sumber dana internal
tersebut sebagian besar berasal dari afiliasi perusahaan (46,4%) dan laba ditahan (43,8%).
Sementara porsi sumber pendanaan yang berasal dari penerbitan saham dan obligasi
masih relatif kecil, dengan porsi rata-rata sebesar 3,2% dan 2,4% dalam kurun waktu tahun 2000-
2008. Hasil ini berbeda dengan struktur pembiayaan perusahaan publik dimana porsi pembiayaan
dari saham mencapai 32,6% dan porsi obligasi mencapai 7,9%. Perusahaan publik memang
mempunyai akses dan memenuhi syarat untuk menerbitkan saham maupun obligasi, sehingga
porsinya menjadi relatif besar dalam pembiayaan perusahaan. Namun tidak semua perusahaan
mempunyai akses ataupun memenuhi syarat untuk go public maupun menerbitan obligasi, dan
jumlah perusahaan tersebut lebih banyak dibanding dengan perusahaan yang go public maupun
menerbitkan obligasi. Untuk itu, peran penerbitan saham dan obligasi dalam pembiayaan
investasi secara nasional menjadi relatif kecil, yakni sebesar 6,8% untuk penerbitan saham dan
1,0% untuk penerbitan obligasi. Selaras dengan temuan pada analisis struktur pembiayaan
perusahaan publik, peran saham dalam pembiayaan investasi nasional pada tahun 2008
mengalami peningkatan, sementara peran obligasi mengalami penurunan.
20 Ketika akan menerbitkan saham/obligasi, perusahaan penerbit (emiten) akan memanfaatkan jasa
perusahaan penjamin efek (underwritter) untuk melakukan penjualan saham kepada investor dengan fee
tertentu. Jika perusahaan penjamin efek memberikan jaminan penuh (full commitment) kepada emiten,
maka saham/obligasi yang tidak laku dijual akan dibeli oleh perusahaan penjamin efek. Namun, jika
perusahaan penjamin efek bertindak berdasarkan perjanjian best effort, maka saham/obligasi yang tidak
laku dijual akan dikembalikan kepada emiten.
24
menggunakan informasi jumlah permintaan (subscription) saham dan obligasi pada saat
perusahaan melakukan penawaran umum, pendekatan harga di pasar sekunder, dan nilai
kapitalisasi pasar.
25
3.3.2 Pendekatan Harga Perdagangan Saham di Pasar Sekunder
Secara teoritis, peningkatan harga dapat mencerminkan terjadinya excess demand, dan
pendekatan ini akan digunakan untuk menilai kondisi permintaan investor di pasar modal.
Dengan membandingkan harga penawaran atau harga perdana (initial price) dengan harga
perdagangan di pasar sekunder sehari setelah IPO menunjukkan bahwa hampir semua harga
saham yang menjadi sampel mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Tabel 3.6).
Peningkatan harga saham pada perdagangan pasca IPO memang dapat pula disebabkan oleh
underpricing strategy yang diterapkan oleh perusahaan untuk membangun image positif
terhadap prospek perusahaan ke depan. Namun pergerakan peningkatan harga yang cukup
seragam tersebut dapat mengindikasikan bahwa permintaan atas instrumen investasi di pasar
modal, khususnya saham, cukup besar.
Tabel 3.6 Harga Perdagangan Saham Pasca IPO, Tahun 2006-2007
Harga Harga
No. Nama Emiten Tahun IPO Perubahan
Penawaran Perdagangan
1 Adaro Energy 2008 1,100 1,730 57.3%
2 Indika Energi 2008 2,950 3,425 16.1%
3 Elnusa 2008 400 515 28.8%
4 Trada Maritime 2008 125 159 27.2%
5 Kertas Basuki Rachmat 2008 260 355 36.5%
6 Gozco Plantation 2008 225 275 22.2%
7 Triwira Insanlestari 2008 400 680 70.0%
8 Jasa Marga 2007 1,700 2,050 20.6%
9 Media Nusantara Citra 2007 900 940 4.4%
10 Ciputra Property 2007 700 610 -12.9%
11 Darma Henwa 2007 335 565 68.7%
12 Wijaya Karya 2007 420 560 33.3%
13 Alam Sutera 2007 105 178 69.5%
14 Duta Graha Indah 2007 225 205 -8.9%
15 Mobile-8 Telecom 2006 225 280 24.4%
16 Bakrie Telecom 2006 110 150 36.4%
17 Truba Manunggal 2006 110 180 63.6%
18 Centra Proteina Prima 2006 110 185 68.2%
19 Total Bangun Persada 2006 345 370 7.2%
20 Indonesia Air Transport 2006 130 135 3.8%
Sumber: Bapepam-LK, BEI, Bloomberg (diolah)
26
oleh korelasi yang sangat tinggi antara nilai kapitalisasi pasar dengan indeks harga saham
gabungan (IHSG) yang mencapai 99,60%. Sementara korelasi antara nilai kapitalisasi pasar
dengan volume saham hanya sebesar 77,35%. Jika dikaitkan dengan teori harga, maka
peningkatan IHSG yang signifikan hingga awal tahun 2008 dapat mengindikasikan terjadinya
excess demand atau di sisi lain terjadi lack of stock supply.
Sementara di pasar obligasi korporasi, perubahan harga obligasi yang mencerminkan
tingkat discount dan premium tidak se-ekstrim perubahan harga saham. Peningkatan nilai
kapitalisasi pasar lebih didorong oleh peningkatan volume obligasi yang diperdagangkan (Grafik
3.12) dengan tingkat korelasi mencapai 99,4%. Dengan demikian, tren peningkatan nilai
kapitalisasi pasar obligasi korporasi yang terjadi hingga pertengahan tahun 2008 dapat
mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan di pasar obligasi korporasi.
Triliun Rp
3,000 450 100
Volume Saham (Rp T, skala kanan)
2,500 400 Nilai Kapitalisasi Pasar
Nilai Kapitalisasi Pasar (Rp T) 80
2,000 350 Outstanding Obligasi
Indeks Harga (IHSG) 60
1,500 300
40
1,000 250
20
500 200
0 150 0
Dec-00
Dec-05
Oct-01
Aug-02
Oct-06
Aug-07
Apr-04
Jan-03
Nov-03
Jan-08
Nov-08
Sep-04
Feb-05
May-01
May-06
Jun-03
Jul-05
Jun-08
Mar-02
Mar-07
Dec-00
Dec-01
Dec-02
Dec-03
Dec-04
Dec-05
Dec-06
Dec-07
Dec-08
Jun-01
Jun-02
Jun-03
Jun-04
Jun-05
Jun-06
Jun-07
Jun-08
Grafik 3.11 Volume Saham, IHSG dan Nilai Grafik 3.12 Outstanding Obligasi Korporasi dan
Kapitalisasi Pasar Nilai Kapitalisasi Pasar
Ketiga pendekatan di atas (jumlah subscription, harga perdagangan, dan nilai kapitalisasi
pasar) secara bersama-sama memberikan indikasi bahwa jumlah permintaan terhadap instrumen
saham dan obligasi korporasi sangat tinggi. Guncangan yang ditimbulakan oleh krisis keuangan
global memang sempat menurunkan demand di pasar modal, namun proses pemulihan yang
terjadi pada tahun 2009 telah menunjukkan kembalinya tren peningkatan. Hal ini menunjukkan
kembalinya potensi demand di pasar modal sehingga perusahaan tidak perlu khawatir bahwa
saham atau obligasi korporasi yang diterbitkan tidak dapat diserap oleh pasar. Lambatnya
peningkatan jumlah penerbitan saham dan obligasi lebih disebabkan oleh keputusan di sisi
perusahaan (supply).
27
BAB IV
DAMPAK KONDISI PASAR KEUANGAN TERHADAP ANIMO
PEMANFAATAN PASAR MODAL
Pertumbuhan Perlu
Fundamental Kapasitas
Ekonomi & Tidaknya
Perusahaan Utilisasi
Prospek Usaha Investasi
Replacement Minat
Demand di Harga Price to Penerbitan
Cost of
Pasar Modal Saham Book Ratio Capital Saham
Berdasarkan uraian dalam studi literatur, skema pengaruh kondisi pasar keuangan,
khususnya pasar modal, terhadap minat perusahaan untuk menerbitkan saham dapat diuraikan
dalam Diagram 4.1. Peningkatan harga saham (market value) yang lebih besar dari peningkatan
nilai buku (book value) akan meningkatkan price to book ratio sehingga membuat replacement
cost of capital menjadi lebih murah (Tobin, 1969). Dalam terminologi yang digunakan oleh Myer
28
(1984), peningkatan price to book ratio membuat nilai pasar dari perusahaan menjadi overvalued,
dan dalam kondisi ini manajer akan memilih untuk menerbitkan saham dibanding menggunakan
sumber pembiayaan dari utang.
Peningkatan harga saham yang dapat Seluruh Saham
4.5 3,000
menyebabkan nilai perusahaan menjadi 4.0
2,500
3.5
3.0 2,000
overvalued secara berlebihan jika transaksi yang 2.5
1,500
2.0
terjadi lebih didorong oleh faktor sentimen dan 1.5 1,000
1.0 Price to Book Ratio
aksi spekulasi dari investor. Kondisi ini terjadi di 0.5 IHSG (skala kanan)
500
0.0 0
pasar modal Indonesia, dimana harga saham
Dec-02
Dec-07
Oct-03
Aug-04
Oct-08
Apr-06
Jan-05
Nov-05
May-03
Sep-06
Feb-07
May-08
Jun-05
Jul-07
Mar-04
Mar-09
(IHSG) dan price to book ratio cenderung
Grafik 4.1 IHSG dan Price to Book Ratio
bergerak seirama (Grafik 4.1). Secara statistik,
korelasi antara IHSG dengan nilai price to book ratio pada periode tahun 2003 – 2008 juga tinggi,
yakni sebesar 86,0%. Korelasi yang cukup tinggi juga ditujukkan secara sektoral, seperti di sektor
pertambangan sebesar 79,3%, sektor industri 76,6%, sektor properti 73,0%, dan sektor
infrastruktur 70,8% (grafik secara sektoral di Lampiran 2). Untuk itu, variabel price to book ratio
dapat juga digunakan sebagai indikator kondisi pasar keuangan, khususnya pasar modal.
2.0 2.5
Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER)
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
0.5
0.0 0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Price to Book Ratio (PBR) Price to Book Ratio (PBR)
Grafik 4.2 PBR dan DER Perusahaan Yang Grafik 4.3 PBR dan DER Perusahaan Yang
Melakukan IPO, 2005-2008 Melakukan Right Issue, 2005-2008
29
Sementara penerbitan obligasi yang dilakukan oleh perusahaan publik non-sektor
keuangan cenderung dilakukan oleh perusahaan yang masih mempunyai debt to equity ratio
rendah, di bawah 1 (Grafik 4.3). Pelaksanaan penerbitan saham juga cenderung dilakukan pada
saat kinerja perusahaan sedang bagus, dimana PBR sedang tinggi (di atas 1). Namun transaksi
obligasi korporasi di pasar sekunder sangat minim sehingga sulit untuk mendapatkan data historis
harga dan yield obligasi korporasi. Sebagai proksi akan digunakan rata-rata yield obligasi
pemerintah untuk melihat tren pergerakan harga di pasar obligasi21. Grafik 4.4 menunjukkan
bahwa penerbitan obligasi korporasi banyak dilakukan pada saat yield cenderung rendah (harga
obligasi tinggi). Strategi ini tentunya menguntungkan bagi perusahaan, terlebih nilai kupon yang
ditawarkan lebih rendah dari suku bunga kredit perbankan.
2.0 18 18
Yield Obligasi (%) Kredit Modal Kerja (%)
16 16
Debt to Equity Ratio (DER)
1.5
14 14
1.0
12 12
0.5 10 10
8 8
0.0
Apr-05
Apr-06
Apr-07
Apr-08
Jul-05
Jul-06
Jul-07
Jul-08
Oct-05
Oct-06
Oct-07
Oct-08
Jan-05
Jan-06
Jan-07
Jan-08
Jan-09
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Price to Book Ratio (PBR)
Grafik 4.4 PBR dan DER Perusahaan Yang Grafik 4.5 Waktu Penerbitan dan Nilai Kupon
Menerbitkan Obligasi, 2005-2008 Obligasi Korporasi, 2005-2008
4.3. Dampak Kondisi Pasar Keuangan Terhadap Animo Penerbitan Saham dan Obligasi
21 Yield dipengaruhi oleh harga obligasi dan nilai kupon, dimana harga berpengaruh negatif dan nilai kupon
berpengaruh positif terhadap yield. Yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya sehingga untuk
obligasi yang menggunakan nilai kupon tetap (fixed rate), penurunan yield dapat mengindikasikan
terjadinya peningkatan harga obligasi.
30
acak (random effect). Model pooled least square (PLS) merupakan model yang diperoleh dengan
mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan data time series. Model
data ini kemudian diestimasi dengan menggunakan ordinary least square (OLS), sebagai berikut :
dimana, i menunjukan unit cross-section (i= 1,….,n) dan t menunjukan runtun waktu (t = 1,…., t).
Dari persamaan tersebut akan diperoleh parameter α dan β yang konstan dan efisien yang
melibatkan sebanyak n x t observasi.
Sementara fixed effect model (FEM) digunakan untuk mengatasi masalah asumsi intersep
dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan pada model PLS. Dalam metode ini
variabel boneka (dummy variable) digunakan untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-
beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu (time series), lalu model diestimasi
dengan metode OLS sebagai berikut:
dimana, α merupakan intersep model yang berubah-ubah antar unit cross section dan D
merupakan variabel dummy. Dari persamaan di atas, telah ditambahkan sebanyak N-1 peubah
dummy ke dalam model, sehingga besarnya derajat kebebasan berkurang menjadi NT-N-K.
Keputusan untuk memasukkan peubah dummy dalam model fixed effect akan
menimbulkan konsekuensi tersendiri, yaitu dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang
pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk mengatasi
masalah tersebut maka dapat digunakan random effect model (REM). Dalam model ini,
parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error, karena
hal inilah model ini sering juga disebut sebagai error component model. Bentuk model random
effect dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
yit 0 x'it it
it uit vit wit ................................................................................................... (3)
dimana, uit N (0, u ) = error component cross section; vit N (0, v ) = error component
2 2
Asumsi yang digunakan dalam metode REM adalah error secara individual tidak saling
berkolerasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Penggunaan pendekatan REM dapat
menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada pendekatan FEM.
Hal ini berimplikasi pada parameter hasil estimasi yang menjadi lebih efisien, dan semakin efisien
maka model akan semakin baik.
31
Untuk mengetahui pendekatan mana yang
Random Effect Model lebih baik akan digunakan pengujian Hausman Test,
(REM)
Chow Tes dan LM Test (Diagram 4.1). Hausman Test
Hausman Test
L digunakan untuk memilih apakah menggunakan FEM
M
Fixed Effect Model atau REM, dengan hipotesa nol (Ho) adalah REM lebih
T
(FEM) e
s efisien dari FEM. Sebagai dasar penolakan hipotesa
Chow Test t
nol maka digunakan statistik Hausman dan
Pooled Least Squared membandingkannya dengan Chi Square.
(PLS)
m ( b)(M 0 M 1 ) 1 ( b) X 2 ( K ) ..... (4)
Diagram 4. 2 Skema Pengujian Model
dimana, β adalah vektor untuk statistik variabel fix
effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan
FEM, dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan REM.
Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan FEM atau
PLS, dengan hipotesis nol (Ho) adalah PLS (restricted) lebih baik dari FEM (unrestricted). Dasar
penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F-statistik seperti yang
dirumuskan oleh Chow sebagai berikut:
RRSS URSS /( N 1)
CHOW ......................................................................(5)
URSS /( NT N K )
dimana, RRSS = Restricted Residual Sum Square; URSS = Unrestricted Residual Sum Square; N =
jumlah data cross section; T = jumlah data time series; dan K = jumlah variabel penjelas.
Sedangkan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih antara pendekatan
REM dan PLS, dengan hipotesa nol (Ho) adalah PLS lebih baik dari REM. Dasar penolakan
terhadap hipotesa nol juga menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi dari Chi Squre.
Dalam model probit, variabel dependen hanya terdiri dari 2 nilai yang merepresentasikan
kejadian (event). Untuk itu kami menggunakan variabel binary 1 dan 0, dimana nilai 1 merupakan
representasi dari event penerbitan saham (IPO dan right issues) dan penerbitan obligasi.
Pengolahan data dilakukan secara pooled sehingga model panel probit dapat dituliskan
sebagaimana model probit time-series berikut :
Pr( y 1 | xi , ) 1 F ( xi ' ) ..........................................................................(6)
dimana F merupakan fungsi distribusi kumulatif dari distribusi normal. Adapun interpretasi dari
koefisien hasil estimasi probit tidak dapat langsung diartikan sebagai marginal effect dari variabel
dependen terhadap variabel independen. Marginal effect dari variabel xj pada kondisi
probabilitas tertentu dihitung sebagai berikut :
32
E ( yi | xi , )
( xi ' ) j ..............................................................................(7)
xij
dimana
( x) dF ( x) / dx merupakan fungsi densitas yang terkait dengan F. Arah dari
dampak perubahan xj bergantung pada tanda koefisien βj. Nilai βj. yang positif dapat diartikan
obligasi, MARKET it merepresentasikan kondisi pasar saham dan pasar obligasi, dan Z it
merupakan variabel kontrol yang mempengaruhi minat perusahaan dalam menerbitkan saham
dan obligasi.
33
Variabel-Variabel Kontrol
Keputusan perusahaan untuk menerbitkan saham maupun obligasi sebagai sumber
pembiayaan investasi tidak semata-mata didorong oleh faktor harga atau kondisi pasar,
tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa variabel lainnya. Beberapa penelitian terdahulu,
seperti Pagano, Panetta, dan Zingales (1998), Albornoz dan Pope (2004), menekankan
pengaruh dari kondisi internal perusahaan, seperti total aset (logASSET) yang
merepresentasikan ukuran perusahaan, kondisi solvabilitas perusahaan yang diwakili oleh
indikator debt to equity ratio (DER), dan kondisi profitabilitas perusahaan yang diwakili oleh
indikator return on asset (ROA) yang sekaligus digunakan untuk menilai prospek usaha dari
perusahaan. Suku bunga kredit yang diwakili oleh kredit modal kerja (rKMK) juga
berpengaruh terhadap keputusan perusahaan jika penerbitan saham dan obligasi merupakan
subtitusi dari sumber pembiayaan bank. Sementara untuk menangkap pengaruh faktor risiko
(RISKS) akan digunakan variabel country risk yang dikeluarkan oleh International Country Risk
Guide (ICRG).
Data yang digunakan dalam estimasi merupakan data tahunan yang bersifat unbalanced
karena faktor ketersediaan data publikasi dan umur perusahaan dengan periode observasi tahun
1995 – 2008. Namun untuk beberapa data mempunyai series yang lebih pendek, yakni (i) data
porsi pembiayaan saham dan obligasi dengan periode observasi tahun 2005 – 2008, dan (ii) data
yield obligasi pemerintah yang baru tersedia mulai tahun 2003. Sebagian besar data yang
digunakan diolah dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan melalui Bursa Efek
Indonesia (BEI) maupun Bloomberg, sementara untuk beberapa data lainnya diambil dari
publikasi Bapepam-LK, Bank Indonesia, dan CEIC Data.
22 Dalam analisis ini penggunaan ukuran perusahaan (ASSET) dikaitkan dengan frekuensi atau banyaknya
jumlah IPO, tidak bisa digunakan secara langsung untuk menilai probabilitas melakukan IPO karena sampel
yang digunakan merupakan perusahaan yang telah melakukan IPO bukan populasi perusahaan secara
keseluruhan, termasuk yang tidak melakukan IPO.
34
secara positif dan signifikan oleh kondisi pasar yang diwakili oleh harga saham, baik individual
(PSAHAM) maupun sektoral (INDEKS), tingkat profitabilitas perusahaan (ROA), tingkat suku bunga
kredit perbankan (rKMK), dan membaiknya faktor risiko (RISKS). Sementara variabel price to book
ratio (PBR) dan leverage (DER) tidak berpengaruh (Tabel 4.1). Hasil ini mengindikasikan bahwa
IPO saham lebih banyak dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kinerja yang baik (ROA tinggi)
dan dilakukan ketika kondisi risiko membaik dan harga saham sedang meningkat. Hasil
perhitungan terhadap marginal effect dari estimasi probit memperlihatkan bahwa probabilitas
atau minat perusahaan untuk melakukan IPO saham meningkat 5,5% untuk setiap 100%
peningkatan harga saham perusahaan.23
Debt to Equity Ratio Tahun Sebelumnya, 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002*** 0.0003*** -0.0004 0.001
DER t-1 (0.567) (0.767) (0.827) (3.130) (3.839) (-0.336) (0.579)
Return on Asset, ROA t 0.011** 0.016*** 0.018*** -0.003 -0.007* -0.018 -0.128**
(2.081) (2.933) (3.171) (-0.879) (-1.814) (-0.487) (-2.547)
Suku Bunga Kredit, rKMK t 0.069*** 0.080*** 0.073*** -0.012 -0.011 0.969*** 0.881***
(3.588) (4.266) (3.845) (-1.052) (-0.946) (2.682) (2.624)
Country Risks, RISKS t 0.031** 0.038*** 0.040*** 0.012 0.012 -0.426** -0.572***
(2.389) (3.001) (3.217) (1.563) (1.544) (-2.288) (-3.534)
Periode Observasi (time series) 1995-2008 1995-2008 1995-2008 1995-2008 1995-2008 2005-2008 2005-2008
Jumlah Perusahaan (cross-section) 138 138 138 227 227 208 208
Jumlah Observasi 866 884 884 1826 1756 725 695
Adusted R-squared - - - - - 0.888 0.906
Durbin Watson Statistic - - - - - 2.034 2.178
F-Statistic / LR-Statistic 41.338 36.078 33.649 64.532 66.946 27.834 32.783
Log likelihood -310.926 -338.567 -339.781 -729.292 -702.881 - -
Total % Correct 78.800 77.020 76.980 75.910 75.840 - -
Keterangan: angka dalam ( ) menunjukkan t-statistik. *** signifikan pada = 1%, ** signifikan pada = 5%, * signifikan pada = 10%
35
Sementara right issue lebih banyak dilakukan oleh perusahaan besar, terlihat dari tanda
positif pada koefisien variabel ASSET, dan dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai rasio
leverage yang tinggi, terlihat dari tanda positif pada koefisien variabel DER (kolom (4) dan (5)).
Kondisi pasar modal dan kinerja perusahaan yang diwakili oleh variabel harga saham dan ROA
tidak signifikan terhadap pelaksanaan right issue. Temuan ini konsisten dengan kondisi empiris
dan tujuan perusahaan melakukan right issue, seperti memperbaiki kondisi permodalan
perusahaan yang tergerus kerugian dan memperbaiki struktur neraca perusahaan. Pelaksanaan
right issue tidak menunggu momen pasar atau harga saham yang bagus karena saham hanya
dijual kepada pemegang saham yang telah ada. Data Bapepam-LK menunjukkan bahwa sampai
dengan akhir tahun 2008, akumulasi penerbitan saham melalui right issue lebih dominan dengan
porsi sebesar 78%, sementara porsi IPO hanya sebesar 22%. Pelaksanaan right issue terbesar
terjadi pada tahun 1999 sebesar Rp129,9 triliun ketika perusahaan mengalami banyak kerugian,
pada saat kondisi pasar modal dan perekonomian secara keseluruhan belum pulih dari krisis
(Grafik 4.6).
Sementara hasil estimasi dengan menggunakan porsi pembiayaan saham menunjukkan
bahwa porsi saham dalam pembiayaan semakin menurun ketika aset perusahaan meningkat
(kolom (6) dan (7)). Hal ini sejalan dengan analisis deskriptif sumber pembiayaan perusahaan
pada bab sebelumnya yang dikuatkan oleh hasil pengolahan data pada Tabel 4.2. Dengan
menggunakan sampel tahun 2007 dan 2008 terlihat bahwa porsi pembiayaan saham cenderung
menurun seiring dengan meningkatkan aset perusahaan. Hal ini karena perusahaan besar
mempunyai lebih banyak pilihan alternatif sumber pembiayaan, terlihat dari meningkatnya porsi
pembiayaan dari laba ditahan dan obligasi. Temuan pada Tabel 4.2 tersebut sejalan dengan
Helwege dan Liang (1996) dimana perusahaan besar cenderung mengikuti pecking order theory
dengan menggunakan sumber utang lebih besar dari saham, sementara perusahaan kecil
menggunakan lebih banyak pembiayaan dari saham daripada sumber utang.
Grafik 4. 6 Jumlah IPO dan Right Issue Saham Tabel 4. 2 Aset dan Rata-Rata Proporsi Pembiayaan
36
Membaiknya kondisi pasar modal atau meningkatnya harga saham yang umumnya
selaras dengan membaiknya kinerja perusahaan (ROA) dan kondisi perekonomian (RISKS) tidak
berpengaruh dalam mendorong peningkatan porsi pembiayaan dari saham. Variabel ROA dan
RISKS mempunyai tanda negatif, yang dapat diartikan bahwa peningkatan kinerja dan kondisi
perekonomian yang mendorong ekspansi usaha perusahaan lebih banyak dibiayai dari laba
ditahan maupun utang sehingga porsi saham mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan teori
yang diuraikan dalam studi literatur, dimana dalam kondisi profitabilitas yang tinggi dan
rendahnya ketidakpastian (risiko maupun asimetri informasi) membuat manajer lebih cenderung
untuk menggunakan instrumen utang dibanding saham.
37
Perilaku penerbitan obligasi korporasi secara negatif juga dipengaruhi oleh tingkat
profitabilitas perusahaan karena perusahaan lebih cenderung menggunakan sumber pembiayaan
internal pada saat prospek dan kepastian usaha meningkat untuk mengoptimalkan return bagi
pemilik perusahaan. Sementara variabel leverage (DER) dan variabel risiko (RISKS) secara statistik
tidak signifikan mempengaruhi perilaku penerbitan obligasi korporasi. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa penerbitan obligasi dilakukan oleh semua kelompok perusahaan, baik
yang leverage-nya rendah maupun tinggi atau profitabilitas rendah maupun tinggi.
Dugaan bahwa penerbitan saham merupakan respon dari tingginya suku bunga kredit
tidak terbukti secara statistik karena variabel rKMK tidak signifikan mempengaruhi penerbitan
obligasi, demikian pula ketika dilakukan pengujian dengan menggunakan variabel suku bunga
kredit investasi (rKI). Data penerbitan obligasi yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada
38
perusahaan publik yang memiliki lebih banyak
17 90
16
85
alternatif sumber pembiayaan sehingga pengaruh
15
14 80
13
suku bunga menjadi tidak signifikan. Hasil estimasi
Yield Rata-Rata (%) 75
12
11 Outstanding Obligasi
(Rp T, skala kanan)
70 dapat berbeda jika menyertakan perusahaan non-
10
65
9
8 60
publik yang memiliki pilihan sumber pembiayaan
yang lebih terbatas. Terbatasnya pilihan sumber
Grafik 4. 7 Yield dan Posisi Obligasi Korporasi pembiayaan tersebut dapat meningkatkan
elastisitas penerbitan obligasi korporasi terhadap
perubahan suku bunga kredit perbankan atau menguatnya hubungan subtitusi. Namun,
ketidaktersediaan data laporan keuangan perusahaan non-publik menyulitkan untuk melakukan
analisis tersebut.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
5.1 Kesimpulan
Dari uraian, analisis deskriptif maupun analisis kuantitatif yang telah dipaparkan dalam
bab-bab sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya pengembangan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan investasi
perusahaan terus dilakukan oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk
mengurangi ketergantungan terhadap sumber pembiayaan dari perbankan. Beberapa
terobosan kebijakan berhasil meningkatkan kapasitas pasar modal dan animo pemanfaatan
saham maupun obligasi korporasi dalam beberapa tahun terakhir sebelum terimbas dampak
krisis keuangan global pada pertengahan tahun 2008.
3. Namun demikian, peran pasar modal (saham dan obligasi) dalam pembiayaan investasi
secara nasional masih relatif kecil, yakni sebesar 6,8% (dengan rincian saham 5,8% dan
obligasi 1,0%) pada tahun 2008, karena jumlah perusahaan yang go public maupun
menerbitkan obligasi lebih sedikit dari jumlah perusahaan yang tidak mempunyai ataupun
memanfaatkan akses pembiayaan dari pasar modal. Analisis dengan pendekatan investasi
nasional (pembentukan modal tetap bruto/ PMTB) menunjukkan bahwa sumber pembiayaan
investasi terbesar berasal dari dana internal yang mencapai 46,0%, diikuti sumber dana luar
negeri sebesar 17,8%, dan kredit perbankan sebesar 16,1%.
40
tidak perlu khawatir bahwa saham maupun obligasi yang diterbitkan tidak terserap oleh
pasar yang sedang dalam kondisi kelebihan permintaan.
5. Hasil estimasi ekonometrik dengan pendekatan probit panel menunjukkan bahwa kondisi
pasar modal yang diwakili oleh variabel harga saham secara signifikan mempengaruhi animo
perusahaan untuk melakukan IPO, walaupun dengan derajat pemengaruhan yang relatif
rendah. Namun kondisi pasar tidak signifikan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam
melakukan right issue. IPO cenderung dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai tingkat
profitabilitas yang bagus, tingkat suku bunga bank yang tinggi dan dilaksanakan dalam kondisi
risiko yang membaik. Sementara right issue cenderung dilakukan oleh perusahaan yang
mempunyai tingkat leverage tinggi dan skala usaha besar. Pelaksanaan right issue tidak
dipengaruhi oleh tingkat profitabilitas, suku bunga kredit maupun kondisi pasar modal karena
right issue lebih banyak ditujukan untuk memperbaiki kondisi permodalan perusahaan.
6. Hasil estimasi dengan pendekatan fixed effect model (FEM) menunjukkan bahwa semakin
besar skala perusahaan, porsi pembiayaan dari penerbitan saham akan semakin menurun
karena memiliki lebih banyak pilihan sumber pembiayaan. Peningkatan profitabilitas dan
membaiknya risiko berdampak negatif terhadap porsi pembiayaan saham karena perusahaan
cenderung meningkatkan penggunaan laba ditahan dan meningkatkan porsi utang ketika
kondisi ketidakpastian menurun. Namun porsi pembiayaan saham secara positif dan
signifikan dipengaruhi oleh suku bunga kredit perbankan yang dapat mengindikasikan
terjadinya subtitusi atau penurunan jumlah kredit bank karena meningkatnya biaya bunga.
8. Kondisi pasar keuangan, khususnya pasar saham dan obligasi, yang diwakili oleh variabel
harga secara statistik terbukti signifikan mempengaruhi minat atau animo perusahaan dalam
menerbitkan saham (khususnya IPO) maupun obligasi. Gejolak negatif yang ditandai dengan
terjadinya penurunan harga akan menurunkan minat perusahaan dalam memanfaatkan
41
saham dan obligasi sebagai sumber pembiayaannya. Namun tingkat pemengaruhannya masih
relatif rendah, yakni 5,5% untuk IPO saham dalam setiap peningkatan 100% harga saham dan
-2.35% untuk penerbitan obligasi dalam setiap peningkatan yield sebesar 100 bps.
2. Melalui instrumen-instrumen yang dimiliki, Bapepam-LK dan BEI harus menjaga stabilitas
pasar modal agar kondusif bagi perusahaan untuk memanfaatkan pasar modal sebagai salah
satu sumber pembiayaan. Selain itu juga perlu adanya terobosan kebijakan untuk
mendorong minat perusahaan menerbitkan saham dan obligasi mengingat (a) respon rate
perusahaan terhadap kondisi pasar untuk melakukan IPO saham maupun menerbitkan
obligasi masih relatif rendah; (ii) peran saham dan obligasi korporasi dalam pembiayaan
investasi secara nasional masih rendah; dan (iii) jumlah perusahaan yang menerbitkan
saham maupun obligasi masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah populasi perusahaan
di Indonesia.
3. Untuk mendukung formulasi kebijakan pada poin (3) dapat dilakukan survei guna
mengidentifikasi permasalahan dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan dalam
menerbitkan saham maupun obligasi. Survei juga dapat digunakan untuk memperoleh data
keuangan perusahaan non-publik yang dapat digunakan untuk menyempurnakan hasil
estimasi dan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini.
4. Meningkatkan koordinasi antara Bank Indonesia, Bapepam-LK, dan BEI untuk melakukan
penyelarasan kebijakan pengembangan sektor keuangan Indonesia, misal pengembangan
dan pemasaran produk pasar keuangan yang dapat memanfaatkan jaringan perbankan
tanpa menimbulkan dampak negatif kepada perbankan. Langkah ini diharapkan dapat
mempercepat pengembangan dan meningkatkan peran sektor keuangan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas.
42
DAFTAR REFERENSI
Agung, J., Kusmiarso, B., Hutapea, E.G., Pramono, B., Prasmuko, A., dan Prastowo, N.J. (2001).
Credit Crunch in Indonesia in the Aftermath of Crisis: Facts, Causes and Policy
Implications. Occasional Paper, Directorate of Economic Research and Monetary Policy,
Bank Indonesia
Albornoz, Beleb G. dan Pope, Peter F. (2004). The determinants of the going public decision:
Evidence from the UK. Working Paper No.22, Instituto Valenciano de Investigaciones
Economicas (IVIE), Italia.
Alti, Aydogan (2005). IPO market timing. The Review of Financial Studies, Vo. 18, No. 3, hal. 1105-
1138
Argawal, Sumit dan Mohtadi, Hamid (2004). Financial markets and financing choice of firms:
Evidence from developing countries. Global Finance Journal, Vol. 15, hal. 57-70
Barclay, M.J., Smith, C.W., dan Morellec, E. (2006). On the debt capacity of growth options.
Journal of Business, Vol. 79, No. 1, hal. 37-59
Barry, C.B., Mann, S.C., Mihov, V., dan Rodriguez, M. (2009). Interest rates and the timing of
corporate debt issues. Journal of Banking and Finance, Vol. 33, Issue No. 4, hal. 600-608
Denis, David J. dan Mihov, Vassil T. (2003). The choice among bank debt, non-bank private debt,
and public debt: Evidence from new corporate borrowings. Journal of Financial
Economics, Vol. 70, hal. 3-28
Dermiguc-Kunt, Asli dan Maksimovic, Vojislav (1995). Stock market development and firm
financing choices. Policy Research Working Paper No.1461, The World Bank
Elliot, W.B., Koeter-kant, J., dan Warr, R.S. (2008). Market timing and the debt-equity choice.
Journal of Financial Intermediation, Vol. 17, hal. 175-197
Frank, Murray Z. dan Goyal, Vidhan K. (2003). Testing the pecking order theory of capital
structure. Journal of Financial Economics, Vo. 67, hal. 217-248
Graham, John R. dan Harvey, Campbell R. (2001). The theory and practice of corporate finance:
Evidence from the field. Journal of Financial Economics, Vol. 60, hal. 187-243
Harris, Milton dan Raviv, Artur (1991). The theory of capital structure. The Journal of Finance, Vol.
46, No. 1, hal. 297-355
Helwege, Jean dan Liang, Nellie (1996). Is there a pecking order? Evidence from a panel of IPO
firms. Journal of Financial Economics, Vol. 40, hal. 429-458.
Kennedy, Peter (1996). A Guide to Econometrics. Third Edition, The MIT Press, Cambridge,
Massachusetts, London, England.
43
Lowry, Michelle (2002). Why does IPO volume fluctuate so much? Journal of Financial Economics,
Vol. 67, Issue No. 1, hal. 3-40
Modigliani, Franco dan Miller H. Merton (1958). The cost of capital, corporation finance and the
theory of investment. The American Economic Review, Vol. 48, No. 3, hal. 261-297
Modigliani, Franco dan Miller H. Merton (1958).Corporate income taxes and the cost of capital: A
correction. The American Economic Review, Vol. 53, No. 3, hal. 433-443
Myers, Stewart C. (1984). The capital structure puzzle. Journal of Finance, Vol.39, hal. 575-592
Myers, Stewart C. dan Majluf, Nicholas S. (1984). Corporate financing and investment decisions
when firms have information the investors do not have. Journal of Financial Economics,
Vol. 13, hal. 187-221
Nugroho, W. A., Yanuarti, T., dan Tjahjono, E.D. (2005). Struktur biaya dan perilaku pembentukan
harga pada industri manufaktur di Indonesia. Working Paper No.12/2005, Biro Riset
Ekonomi, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia
Pagano, M., Panetta, F., dan Zingales, L. (1998). Why do companies go public? An empirical
analysis. The Journal of Finance, Vol. 53, No. 1, hal. 27-64
Ritter, Jay R. (1984). The ‘Hot Issue’ market of 1980. The Journal of Business, Vol. 57, No. 2,
hal.215-240
Shyam-Sunder, Lakshmi dan Myers, Stewart C. (1999). Testing static tradeoff against pecking
order models of capital structure. Journal of Financial Economics, Vol. 51, hal. 219-244
Stiglitz, Joseph E. (2000). Capital market liberalization, economic growth, and instability. The
World Development, Vol. 28, No. 6, hal.1075-1086, The World Bank, Washington D.C.
Tobin, James (1969). A general equilibrium approach to monetary policy. Journal of Money, Credit
and Banking, Vol. 1, No. 1, hal.15-29
Wooldridge, Jeffrey M. (2002). Econometrics Analysis of Cross Section and Panel Data. The MIT
Press, Cambridge, Massachusetts, London, England.
44
LAMPIRAN 1. DAFTAR 277 PERUSAHAAN PUBLIK NON-SEKTOR KEUANGAN
No. TICKER NAMA PERUSAHAAN No. TICKER NAMA PERUSAHAAN No. TICKER NAMA PERUSAHAAN
1 ABBA ABDI BANGSA TBK PT 101 SMCB HOLCIM INDONESIA TBK PT 201 BIMA PRIMARINDO ASIA INFRASTRU PT
2 ACES ACE HARDWARE INDONESIA 102 HOME HOTEL MANDARINE REGENCY TBK 202 INCI PT INTANWIJAYA INTERNASIONAL
3 ADRO ADARO ENERGY PT 103 SHID HOTEL SAHID JAYA INTL PT 203 PNSE PUDJIADI & SONS TBK PT
4 ADES ADES WATERS INDONESIA TBK PT 104 HITS HUMPUSS INTERMODA TRANS PT 204 PUDP PUDJIADI PRESTIGE TBK PT
5 ADHI ADHI KARYA TBK PT 105 INAI INDAL ALUMINIUM INDUSTRY PT 205 PYFA PYRIDAM FARMA TBK PT
6 AIMS AKBAR INDO MAKMUR STIMEC PT 106 INDY INDIKA ENERGY TBK PT 206 RUIS RADIANT UTAMA INTERINSCO TBK
7 AKRA AKR CORPORINDO TBK PT 107 SRSN INDO ACIDATAMA TBK PT 207 RALS RAMAYANA LESTARI SENTOSA PT
8 ALKA ALAKASA INDUSTRINDO TBK PT 108 BRAM INDO KORDSA TBK PT 208 ARTI RATU PRABU ENERGI TBK PT
9 ASRI ALAM SUTERA REALTY TBK PT 109 ITMG INDO TAMBANGRAYA MEGAH PT 209 KKGI RESOURCE ALAM INDONESIA TBK
10 ALMI ALUMINDO LIGHT METAL INDU PT 110 INTP INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA 210 RICY RICKY PUTRA GLOBALINDO PT
11 AKKU ANEKA KEMASINDO UTAMA TBK PT 111 INDX INDOEXCHANGE TBK PT 211 RIGS RIG TENDERS INDONESIA PT
12 ANTM ANEKA TAMBANG TBK PT 112 INAF INDOFARMA TBK PT 212 RIMO RIMO CATUR LESTARI TBK PT
13 ANTA ANTA EXPRESS TOUR & TRAVEL 113 INDF INDOFOOD SUKSES MAK TBK PT 213 RBMS RISTIA BINTANG MAHKOTA TBK
14 AQUA AQUA GOLDEN MISS PT 114 IATA INDONESIA AIR TRANSPORT PT 214 RDTX RODA VIVATEX TBK PT
15 APOL ARPENI PRATAMA OCEAN LINE 115 MORE INDONESIA PRIMA PROPERTY PT 215 RAJA RUKUN RAHARJA TBK PT
16 ARNA ARWANA CITRAMULIA TBK PT 116 INDR INDO-RAMA SYNTHETICS TBK PT 216 SGRO SAMPOERNA AGRO TBK PT
17 AMFG ASAHIMAS FLAT GLASS TBK PT 117 ISAT INDOSAT TBK PT 217 SMDR SAMUDERA INDONESIA TBK PT
18 ASIA ASIA NATURAL RESOURCES TBK PT 118 IDKM INDOSIAR KARYA MEDIA TBK PT 218 SQMI SANEX QIANJIANG MOTOR
19 APLI ASIAPLAST INDUSTRIES TBK PT 119 INDS INDOSPRING TBK PT 219 PTSN SAT NUSAPERSADA TBK PT
20 AALI ASTRA AGRO LESTARI TBK PT 120 INTD INTER DELTA TBK PT 220 SCPI SCHERING PLOUGH INDONESIA PT
21 ASGR ASTRA GRAPHIA TBK PT 121 INCO INTERNATIONAL NICKEL INDONES 221 SKLT SEKAR LAUT TBK/PT
22 ASII ASTRA INTERNATIONAL TBK PT 122 IIKP INTI AGRI RESOURCES TBK PT 222 SIAP SEKAWAN INTIPRATAMA
23 AUTO ASTRA OTOPARTS TBK PT 123 IKAI INTIKERAMIK ALAMASRI INDU PT 223 SMSM SELAMAT SEMPURNA PT
24 BNBR BAKRIE & BROTHERS PT 124 DILD INTILAND DEVELOPMENT TBK PT 224 SMGR SEMEN GRESIK (PERSERO) PT
25 UNSP BAKRIE SUMATERA PLANTATIO PT 125 INTA INTRACO PENTA TBK PT 225 BATA SEPATU BATA PT
26 BTEL BAKRIE TELECOM PT 126 ITMA ITAMARAYA GOLD INDUS TBK PT 226 STTP SIANTAR TOP PT
27 ELTY BAKRIELAND DEVELOPMENT PT 127 JIHD JAKARTA INT'L HOTELS & DEV 227 SIPD SIERAD PRODUCE TBK PT
28 BRPT BARITO PACIFIC TBK PT 128 JKSW JAKARTA KYOEI STEEL WORKS PT 228 SMAR SINAR MAS AGRO RES & TECH
29 BATI BAT INDONESIA TBK PT 129 JSPT JAKARTA SETIABUDI INTL PT 229 SONA SONA TOPAS TOURISM INDUST PT
30 BYAN BAYAN RESOURCES GROUP 130 JSMR JASA MARGA (PERSERO) TBK PT 230 SOBI SORINI AGRO ASIA CORPORINDO
31 BAYU BAYU BUANA TBK PT 131 JTPE JASUINDO TIGA PERKASA PT 231 LPLI STAR PACIFIC TBK PT
32 BAPA BEKASI ASRI PEMULA TBK PT 132 JKON JAYA KONSTRUKSI MANGGALA 232 SAFE STEADY SAFE TBK PT
33 RMBA BENTOEL INTL INVESTAMA PT 133 JPRS JAYA PARI STEEL TBK PT 233 SUGI SUGI SAMAPERSADA TBK PT
34 BLTA BERLIAN LAJU TANKER TBK PT 134 JRPT JAYA REAL PROPERTY PT 234 SULI SUMALINDO LESTARI JAYA PT
35 BRNA BERLINA TBK PT 135 JECC JEMBO CABLE CO TBK PT 235 AMRT SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK P
36 BTON BETONJAYA MANUNGGAL TBK PT 136 KBLM KABELINDO MURNI TBK PT 236 IKBI SUMI INDO KABEL TBK PT
37 BHIT BHAKTI INVESTAMA PT 137 IGAR KAGEO IGAR JAYA PT 237 SMRA SUMMARECON AGUNG TBK PT
38 BMSR BINTANG MITRA SEMESTARAYA TB 138 KLBF KALBE FARMA PT 238 SPMA SUPARMA TBK PT
39 BISI BISI INTERNATIONAL PT 139 KARW KARWELL INDONESIA PT 239 SCCO SUPREME CABLE MFG CORP PT
40 SQBB BRISTOL-MYERS SQUIBB INDO PT 140 KIJA KAWASAN INDUSTRI JABABEKA PT 240 SAIP SURABAYA AGUNG INDUS PULP
41 BUDI BUDI ACID JAYA PT 141 KICI KEDAUNG INDAH CAN TBK PT 241 SCMA SURYA CITRA MEDIA PT TBK
42 BKDP BUKIT DARMO PROPERTY PT TBK 142 KDSI KEDAWUNG SETIA INDUS LTD PT 242 SIMM SURYA INTRINDO MAKMUR PT
43 BUMI BUMI RESOURCES TBK PT 143 KBRI KERTAS BASUKI RACHMAT INDONE 243 SSIA SURYA SEMESTA INTERNUSA PT
44 BSDE BUMI SERPONG DAMAI PT 144 KAEF KIMIA FARMA TBK PT 244 TOTO SURYA TOTO INDONESIA PT
45 BTEK BUMITEKNOKULTURA UNGGUL TBK 145 KBLI KMI WIRE AND CABLE TBK PT 245 SIIP SURYAINTI PERMATA PT
46 CEKA CAHAYA KALBAR TBK PT 146 KOIN KOKOH INTI AREBAMA TBK PT 246 SMDM SURYAMAS DUTAMAKMUR TBK PT
47 CSAP CATUR SENTOSA ADIPRANA TBK 147 LCGP LAGUNA CIPTA GRIYA TBK PT 247 PTBA TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM
48 CNKO CENTRAL KORPORINDO INTER PT 148 LAMI LAMICITRA NUSANTARA TBK PT 248 TFCO TEIJIN INDONESIA FIBER TBK
49 CPRO CENTRAL PROTEINAPRIMA TBK PT 149 LMPI LANGGENG MAKMUR INDUSTRI PT 249 TLKM TELEKOMUNIKASI TBK PT
50 CENT CENTRIN ONLINE TBK PT 150 LTLS LAUTAN LUAS TBK PT 250 TBMS TEMBAGA MULIA SEMANAN TBK PT
51 CMPP CENTRIS MULTIPERSADA PRAT PT 151 LMAS LIMAS CENTRIC INDONESIA TBK 251 TMPO TEMPO INTI MEDIA TBK PT
52 CNTX CENTURY TEXTILE INDS TBK PT 152 LION LION METAL WORKS PT 252 TSPC TEMPO SCAN PACIFIC TBK PT
53 CPIN CHAROEN POKPHAND INDONESI PT 153 LMSH LIONMESH PRIMA TBK PT 253 AISA TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD
54 CPDW CIPENDAWA TBK PT 154 LPCK LIPPO CIKARANG PT 254 TGKA TIGARAKSA SATRIA TBK PT
55 CTRA CIPUTRA DEVELOPMENT TBK PT 155 LPKR LIPPO KARAWACI TBK PT 255 TINS TIMAH TBK PT
56 CTRP CIPUTRA PROPERTY TBK PT 156 MAIN MALINDO FEEDMILL TBK PT 256 TIRA TIRA AUSTENITE PT
57 CTRS CIPUTRA SURYA PT 157 TCID MANDOM INDONESIA TBK PT 257 TIRT TIRTA MAHAKAM RESOURCES TBK
58 CITA CITA MINERAL INVESTINDO TBK 158 MPPA MATAHARI PUTRA PRIMA TBK PT 258 FPNI TITAN KIMIA NUSANTARA PT TBK
59 CTTH CITATAH TBK PT 159 MYOR MAYORA INDAH PT 259 INRU TOBA PULP LESTARI TBK PT
60 CKRA CITRA KEBUN RAYA AGRI TBK PT 160 MEDC MEDCO ENERGI INTERNASIONAL 260 TKGA TOKO GUNUNG AGUNG TBK PT
61 CMNP CITRA MARGA NUSAPHALA PER PT 161 MNCN MEDIA NUSANTARA CITRA PT 261 TOTL TOTAL BANGUN PERSADA
62 CTBN CITRA TUBINDO TBK PT 162 MERK MERCK TBK PT 262 TRAM TRADA MARITIME TBK PT
63 CLPI COLORPAK INDONESIA TBK PT 163 MTDL METRODATA ELECTRONIC PT 263 TPIA TRI POLYTA INDONESIA TBK PT
64 COWL COWELL DEVELOPMENT TBK PT 164 SDPC MILLENNIUM PHARMACON INTL PT 264 TRST TRIAS SENTOSA TBK PT
65 DEWA DARMA HENWA PT TBK 165 MAPI MITRA ADIPERKASA TBK PT 265 TRIL TRIWIRA INSANLESTARI TBK PT
66 DVLA DARYA VARIA LABORATORIA PT 166 FREN MOBILE-8 TELECOM 266 TBLA TUNAS BARU LAMPUNG TBK PT
67 DSUC DAYA SAKTI UNGGUL TBK PT 167 MLIA MULIA INDUSTRINDO TBK PT 267 TURI TUNAS RIDEAN TBK PT
68 KARK DAYAINDO RESOURCES INTERNATI 168 MLBI MULTI BINTANG INDONESIA PT 268 ULTJ ULTRAJAYA MILK IND & TRADING
69 DLTA DELTA DJAKARTA TBK PT 169 MICE MULTI INDOCITRA TBK PT 269 UNIC UNGGUL INDAH CAHAYA TBK PT
70 DOID DELTA DUNIA PETROINDO TBK PT 170 MBAI MULTIBREEDER ADIRAMA INDONESIA 270 UNVR UNILEVER INDONESIA TBK PT
71 PDES DESTINASI TIRTA NUSANTARA 171 MLPL MULTIPOLAR TBK PT 271 UNTR UNITED TRACTORS TBK PT
72 DSFI DHARMA SAMUDERA FISHING PT 172 MASA MULTISTRADA ARAH SARANA TBK 272 UNTX UNITEX TBK PT
73 DART DUTA ANGGADA REALTY TBK PT 173 MRAT MUSTIKA RATU TBK PT 273 VOKS VOKSEL ELECTRIC TBK PT
74 DGIK DUTA GRAHA INDAH TBK PT 174 MYOH MYOH TECHNOLOGY TBK PT 274 WAPO WAHANA PHONIX MANDIRI TBK PT
75 DPNS DUTA PERTIWI NUSANTARA PT 175 PTRA NEW CENTURY DEVELOPMENT TBK 275 WIKA WIJAYA KARYA PT
76 DUTI DUTA PERTIWI TBK PT 176 NIPS NIPRESS PT 276 YPAS YANAPRIMA HASTAPERSADA TBK
77 DYNA DYNAPLAST TBK PT 177 META NUSANTARA INFRASTRUCTURE TBK 277 ZBRA ZEBRA NUSANTARA TBK PT
78 DNET DYVIACOM INTRABUMI TBK PT 178 LPPF PACIFIC UTAMA TBK PT
79 EKAD EKADHARMA INTERNATIONAL TBK 179 PWON PAKUWON JATI TBK PT
80 ELSA ELNUSA PT 180 PBRX PAN BROTHERS TBK PT
81 ENRG ENERGI MEGA PERSADA TBK PT 181 PAFI PANASIA FILAMENT INTI TBK PT
82 EPMT ENSEVAL PUTERA MEGATRADIN PT 182 HDTX PANASIA INDOSYNTEC PT
83 ESTI EVER SHINE TEX TBK PT 183 PWSI PANCA WIRATAMA SAKTI TBK PT
84 FASW FAJAR SURYA WISESA PT 184 PANR PANORAMA SENTRAWISATA TBK PT
85 FAST FASTFOOD INDONESIA PT 185 WEHA PANORAMA TRANSPORTASI PT
86 FISH FKS MULTI AGRO TBK PT 186 PICO PELANGI INDAH CANINDO TBK PT
87 FORU FORTUNE INDONESIA TBK PT 187 TMAS PELAYARAN TEMPURAN EMAS TBK
88 FMII FORTUNE MATE INDONESIA PT 188 PGLI PEMBANGUNAN GRAHA LESTARI
89 GJTL GAJAH TUNGGAL TBK PT 189 PJAA PEMBANGUNAN JAYA ANCOL TBK
90 GEMA GEMA GRAHASARANA TBK PT 190 GPRA PERDANA GAPURAPRIMA TBK PT
91 KPIG GLOBAL LAND DEVELOPMENT TBK 191 PKPK PERDANA KARYA PERKASA PT
92 BMTR GLOBAL MEDIACOM TBK PT 192 PGAS PERUSAHAAN GAS NEGARA PT
93 GDYR GOODYEAR INDONESIA PT 193 PTRO PETROSEA TBK PT
94 GMTD GOWA MAKASSAR TOURISM DEV PT 194 PTSP PIONEERINDO GOURMET INTER PT
95 GZCO GOZCO PLANTATIONS TBK PT 195 PLIN PLAZA INDONESIA REALTY PT
96 GMCW GRAHAMAS CITRAWISATA TBK PT 196 ADMG POLYCHEM INDONESIA TBK PT
97 GGRM GUDANG GARAM TBK PT 197 POLY POLYSINDO EKA PERKASA TBK PT
98 MYRX HANSON INTERNATIONAL TBK PT 198 LSIP PP LONDON SUMATRA INDONES PT
99 HERO HERO SUPERMARKET TBK PT 199 PSDN PRASIDHA ANEKA NIAGA TBK PT
100 HEXA HEXINDO ADIPERKASA TBK PT 200 PRAS PRIMA ALLOY STEEL UNIVERSAL
45
10
15
20
25
30
0
5
0
2
4
6
8
0
1
2
3
4
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
7
Dec-00 Dec-00 Dec-00 Dec-00
Jun-01 Jun-01 Jun-01 Jun-01
Dec-01 Dec-01 Dec-01 Dec-01
Jun-02 Jun-02 Jun-02 Jun-02
Dec-02 Dec-02 Dec-02 Dec-02
Jun-03 Jun-03 Jun-03 Jun-03
Dec-03 Dec-03 Dec-03 Dec-03
Price to Book Ratio
Jun-05
Sektor Property
Sektor Pertanian
Sektor Perdagangan
Jun-07
Dec-07 Dec-07 Dec-07
Dec-07
Jun-08 Jun-08 Jun-08
Jun-08
Dec-08 Dec-08 Dec-08
Dec-08
0
0
0
0
50
100
200
300
400
500
50
100
150
200
250
300
100
150
200
250
1,000
2,000
3,000
4,000
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
5
6
10
0
2
4
6
8
Jun-07
Indeks Harga (skala kanan)
Jun-07 Jun-07
Sektor Barang Konsumsi
Sektor Infrastruktur
0
0
200
400
600
800
100
200
300
400
500
1,000
2,000
3,000
4,000
1,000
46
LAMPIRAN 3. PENGUJIAN PEMILIHAN PENDEKATAN PANEL DATA
Untuk memilih pendekatan terbaik dilakukan pengujian Chow Test, Hausman Test dan LM Test,
dengan hasil sebagai berikut:
Sebagai contoh cara pengujian, berikut tahapan pengujian pada model Proporsi Pembiayaan
Saham (model 6) :
A. Model :
R-squared 0.289119 Mean dependent var 44.24946 Cross-section fixed (dummy variables)
Adjusted R-squared 0.283178 S.D. dependent var 25.48310
S.E. of regression 21.57536 Akaike info criterion 8.990589 R-squared 0.920648 Mean dependent var 44.24946
Sum squared resid 334226.1 Schwarz criterion 9.034869 Adjusted R-squared 0.887572 S.D. dependent var 25.48310
Log likelihood -3252.088 F-statistic 48.66895 S.E. of regression 8.544558 Akaike info criterion 7.369009
Durbin-Watson stat 0.266023 Prob(F-statistic) 0.000000 Sum squared resid 37307.84 Schwarz criterion 8.722720
Log likelihood -2457.266 F-statistic 27.83416
Durbin-Watson stat 2.033588 Prob(F-statistic) 0.000000
47
3. Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: PROP_SAHAM
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 06/17/09 Time: 09:07
Sample: 2005 2008
Cross-sections included: 208
Total panel (unbalanced) observations: 725
Swamy and Arora estimator of component variances
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
B. PENGUJIAN :
1. Chow Test : pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square
(PLS) atau Fixed Effect Model (FEM)
Ho : PLS lebih baik dari FEM
RRSS URSS /( N 1) URSS (Fixed) 37307.8
CHOW
URSS /( NT N K ) RRSS (Pooled) 334226.1
N 208
Karena probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak, T 4
atau berarti FEM lebih baik daripada PLS K 6
Chow 23.76
df1 5
df2 1242
Prob F 0.000
2. Hausman Test : pengujian untuk memilih apakah menggunakan FEM atau REM
Ho: REM lebih efisien dari FEM
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
2
N 2
N 219
T
NT i 1 ˆ
e
t 1 it T 4
LM 1 ~ 2 (1)
2 T 1 eˆit N T 2 eit)2 1059542.80
i 1 t 1
eit2) 334226.09
βˆ LM 589.36
where eˆit yit xit' 1 Prob (,1) 0.000
uˆ Pooled
Berdasarkan hasil pengujian tersebut terlihat bahwa probabilitas berdasarkan distribusi Chi-
Square <0.05 yang berarti tolak Ho. Sehingga dari pengujian ini diketahui bahwa REM lebih
efisien daripada PLS.
49
LAMPIRAN 4. HASIL ESTIMASI MODEL
50
Persamaan 2
Dependent Variable: IPO
Method: ML - Binary Probit (Quadratic hill climbing)
Date: 06/30/09 Time: 13:38
Sample (adjusted): 1996 2008
Included observations: 884 after adjustments
Convergence achieved after 5 iterations
Covariance matrix computed using second derivatives
51
Persamaan 3
52
Persamaan 5
Dependent Variable: HMETD
Method: ML - Binary Probit (Quadratic hill climbing)
Date: 06/29/09 Time: 17:46
Sample (adjusted): 1996 2008
Included observations: 1756 after adjustments
Convergence achieved after 6 iterations
Covariance matrix computed using second derivatives
Effects Specification
53
Persamaan 7
Effects Specification
54
Marginal effect dari masing-masing variabel :
Variabel Koefisien Marginal Effect (%)
logASSET 0.427 7.227
Yield -0.139 -2.352
DER -0.0002 -0.003
ROA -0.01 -0.169
rKMK 0.054 0.914
RISKS -0.012 -0.203
Persamaan 9
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
55