You are on page 1of 6

Bebas dari Kekerasan dan Peningkatan

Pembangunan Manusia
Sebuah Analisis Konsep Pembangunan Manusia

Tugas Mata Kuliah Teori Sosial Pembangunan


Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc

Fathir Fajar Sidiq


NPM. 0906589135

Bebas dari Kekerasan dan Peningkatan


Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Program Studi Ilmu Administrasi
Kekhususan Administrasi dan Kebijakan Publik

Pembangunan Manusia
Sebuah Analisis Konsep Pembangunan Manusia

Fathir Fajar Sidiq

Pendahuluan
Konsep pembangunan manusia (human development concept) sesungguhnya
berbeda dengan Indeks Pembangunan Manusia (human development index).
Konsep pembangunan manusia memiliki cakupan yang sangat luas, melingkupi
hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari mulai kebebasan untuk berekspresi,
persamaan gender, penyerapan tenaga kerja, gizi anak, hingga tingkat melek huruf
pada orang dewasa. Namun di sisi yang lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
memiliki cakupan yang terfokus dengan tiga indikator utamanya, yaitu Indeks
kesehatan (diukur melalui Angka Harapan Hidup), indeks pendidikan (diukur melalui
Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah), dan indeks Purchasing Power
Parity (Daya Beli). Oleh karena itu, sejak tahun 1990, United Nations Development
Program (UNDP) melalui Human Depelopment Report (HDR) telah merilis Human
Development Index setiap tahunnya untuk melihat sejauh mana tingkat
perkembangan pembangunan manusia di sebuah negara.

Tulisan ini tidak membahas IPM secara mendetail, akan tetapi lebih memfokuskan
kepada aspek-aspek lain di luar tiga indikator utama dalam pengukuran IPM, yang
juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pembangunan manusia secara
komprehensif. Dalam hal ini, penulis akan membahas Physical Security (Bebas dari
Kekerasan) sebagai tajuk utama yang berhubungan erat dengan peningkatan
pembangunan manusia Indonesia. Namun sebagai gambaran singkat, perlu
disampaikan bahwa IPM telah menjadi salah satu dasar dalam penyusunan
kebijakan sebuah negara atau bahkan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
Indonesia sendiri, antara tahun 1980 dan 2007 telah mengalami kenaikan IPM
sebesar 1,26 % tiap tahunnya, dari 0,522 pada tahun 1980 dan 0,734 pada tahun
2007, menempati urutan 111 dari 182 negara atau tergolong negara Medium Human
Development.
Bebas dari Kekerasan
Salah satu aspek penting dari pembangunan manusia yang tidak tergambarkan
secara gamblang dalam IPM adalah kebebasan dari kekerasan atau rasa takut.
Sejak tahun 1997 hingga saat ini, banyak wilayah di Indonesia menjadi tidak aman

2
dan rawan konflik sebagai ekses dari pergolakan politik dan etnis yang tiada
berujung. Aksi yang berupa tindakan separatis ataupun perselisihan vertikal antara
pemerintah pusat dengan daerah-daerah yang menginginkan otonomi yang lebih
luas, seperti yang terlihat di NAD dan Papua. Perselisihan horizontal pun tidak
terelakkan seperti yang terjadi di antara kelompok-kelompok yang berbeda pada
sebuah wilayah yang sama: kerusuhan anti-Cina di Jakarta pada tahun 1998, konflik
Muslim dan Kristen di Maluku, Poso, dan Sulawesi Tengah, serta konflik berdarah
antara orang Madura dan Dayak di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Data menunjukkan, antara tahun 1997-2001 telah terjadi 3.600 konflik yang
mengakibatkan lebih dari 10.700 orang yang menjadi korban. 90 % di antaranya
adalah korban akibat kekerasan yang berpangkal pada konflik horizontal antar etnis
di suatu wilayah. Yang menarik adalah, betapapun kekerasan yang terjadi
melibatkan perbedaan etnis dan agama, namun yang sungguh terjadi adalah konflik
yang dilatarbelakangi oleh perebutan sumber daya alam ataupun sumber daya
lainnya.

Dahulu, pada rezim orde baru konflik dan perselisihan dapat diselesaikan dengan
efektif melalui intervensi militer. Namun saat ini dengan semakin melemahnya peran
pemerintah pusat dan kurangnya kontrol dari militer (TNI), banyak konflik dan
perselisihan yang bermuculan dan sulit untuk diantisipasi. Namun setidaknya ada
sebuah perubahan yang cukup berarti, khususnya dalam tingkat penurunan konflik
dan jumlah korban. Jika pada tahun 1999 jumlah konflik sebanyak 523 dengan 3.546
korban jiwa, maka pada tahun 2003 jumlah konflik menurun sebanyak 295 dengan
korban jiwa sebanyak 111. Pada tahun 2001, sebanyak 1,3 juta orang menjadi
terlantar akibat kekerasan sosial yang terjadi.

Kekerasan yang terjadi di Indonesia tidak hanya mengakibatkan kerugian berupa


hilangnya nyawa orang-orang yang kita kasihi. Wilayah-wilayah yang terlibat secara
langsung dalam konflik telah menyebabkan ambruknya perekonomian, dengan
menurunnya investasi dan kapasitas produksi: sebagai contoh, pada tahun 2000,
Propinsi Maluku Tengah dan Maluku Tenggara mengalami penurunan yang drastis
dari Produk Domestik Bruto sebesar 22 % dan 40%. Konsekuensinya adalah,
propinsi-propinsi ini pun mengalami penurunan dalam pencapaian IPM. Kota Ambon

3
yang menempati urutan ketiga pada tahun 1999, turun drastis ke urutan 29 pada
tahun 2002. Tingkat kemiskinan di Aceh pun mengalami peningkatan dua kali lipat,
dari 14,7 % pada tahun 1999, menjadi 29,8 % pada tahun 2002.

Selain kekerasan sosial, terdapat pula kekerasan lainnya yang terjadi seperti
penjarahan, perampokan, dan penyiksaan ataupun penyerangan secara fisik.
Kapolri memperkirakan, bahwa di Jakarta saja, kejahatan dapat terjadi setiap 15
menit sekali. Bahkan, saat ini Indonesia pun terpengaruh oleh isu keamanan
internasional seperti terorisme dan pemboman yang dilakukan secara sporadis oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan telah menelan banyak korban jiwa.

Upaya Membangun Kembali


Bebas dari kekerasan dan rasa takut adalah salah satu hak asasi manusia yang
paling fundamental. Tanpa adanya kebebasan ini, tidak hanya masyarakat akan
memiliki risiko untuk terluka atau bahkan kehilangan nyawa, namun juga masyarakat
akan kesulitan untuk beraktivitas sehari-hari dan dalam mencari penghidupan yang
layak atau bahkan malah terjerumus dalam lembah kemiskinan, terlebih di saat
sebuah keluarga kehilangan mata pencaharian utamanya. Pada wilayah-wilayah di
Indonesia di mana terjadi bentuk kekerasan, telah menunjukkan penurunan dalam
kualitas pembangunan manusia, terkait dengan penurunan pendapatan dan harapan
hidup.

Di Indonesia dan di negara-negara lain di dunia, kekerasan terjadi dalam bentuk


yang berbeda-beda. Dalam beberapa kasus, kekerasan dapat dikaitkan dengan isu
etnis, agama, atupun bentuk perlawanan lainnya yang telah banyak merenggut
nyawa manusia dan telah menyebabkan banyak saudara-saudara kita yang
terlantar. Indonesia pun telah menjadi korban dari kejahatan terorisme global, seperti
beberapa aksi teror bom yang terjadi- Masjid Istiqlal, beberapa gereja, pusat
perbelanjaan, kediaman duta besar Filipina, Hotel Marriot, bom Bali I dan II, serta
bom Ritz Carlton yang baru-baru ini terjadi, hingga menyebabkan kesebelasan
Manchester United asal Inggris tidak jadi menyambangi Indonesia dalam laga
persahabatan kedua negara.

4
Untuk menjamin terciptanya social order dalam masyarakat, maka dibutuhkan
penegakan hukum dan pemberian hukuman yang setimpal bagi yang terbukti
bersalah. Namun hal ini tidak semata-mata menjadi tugas polisi dan aparat penegak
hukum lainnya, akan tetapi sinergitas yang positif di antara seluruh komponen
masyarakat menjadi prasyarat utama bagi terciptanya masyarakat yang aman dan
damai. Oleh karena itu, masyarakat diharapakan dapat berpartisipasi secara aktif
dan terlibat penuh dalam rangka mewujudkan masyarakat yang tertib dan
memegang teguh kaidah-kaidah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Reformasi perangkat
Seiring dengan jatuhnya rezim orde baru, telah terjadi perubahan yang signifikan di
tubuh TNI dan Polri. Hal ini dapat terlihat dari amandemen konstitusi yang dilakukan,
di antaranya yang paling penting adalah dengan berakhirnya peran dan
keanggotaan TNI dalam tubuh MPR. Pada Januari 2001, TNI dan Polri pun secara
resmi menjadi dua organ yang terpisah, di mana Polri mengemban tugas dalam
menjaga keamanan internal, dan TNI dipercaya untuk menjaga bangsa Indonesia
dari gangguan-gangguan yang mengancam keutuhan dan kedaulatan NKRI.

Sebagaimana reformasi yang terjadi pada negara-negara lain di dunia, Polri perlu
mengadopsi strategi yang berbasiskan partisipasi dan keterlibatan masyarakat.
Strategi yang lebih mengedepankan pelayanan dan problem solving, yang berarti
Polri harus menjadi satu bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan. Polri
pun perlu segera memperbaiki image yang selama ini telah terbentuk dimana Polri
hanya memberikan pelayanan kepada negara bukan kepada masyarakat. Oleh
karena itu, proses penumbuhan kembali kepercayaan kepada Polri pun harus
menjadi agenda utama dalam upaya reformasi polisi selaku penegak hukum positif
di negara ini.

Betapapun sering juga terjadi kekerasan yang melibatkan kedua institusi, TNI dan
Polri, namun kedua institusi ini sesungguhnya memiliki tantangan yang sama dalam
upayanya membentuk organisasi yang efisien dan profesional.
Upaya lainnya
Beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian dalam upaya reformasi perangkat
penegak hukum khususnya Polri, adalah mengenai jumlah personil dan gaji. Pada

5
skala internasional, jumlah ideal polisi dengan masyarakat adalah 1:250 sampai
dengan 1:400. Kondisi di Indonesia jauh dari angka ideal, dengan rasio 1:1.500, jauh
di bawah Jepang (1:400), Singapura (1:250), Malaysia (1:400), dan bahkan Cina
(1:750). Namun tentu saja dengan menambah jumlah personil polisi akan
menyelesaikan masalah. Penelitian yang dilakukan PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian) menunjukkan bahwa korupsi telah terjadi pada setiap tingkatan dalam
proses penegakan hukum, yang juga melibatkan jaksa dan hakim.

Salah satu bentuk reformasi yang mungkin akan lebih efektif dilakukan adalah
dengan meningkatkan taraf kesejahteraan polisi sehingga meminimalisir tingkat
korupsi dan pemerasan yang terjadi. Namun tentunya upaya ini harus dilengkapi
dengan serangkaian pelatihan yang baik, sistem monitoring dan prosedur disiplin
yang ketat bagi setiap anggota polisi. Sebagai sebuah gambaran, di negara-negara
maju seperti Malaysia, Jepang dan Singapura, gaji seorang polisi hamper dua kali
lipat dari seorang pegawai bank. Akan tetapi yang sungguh ironis adalah, di
Indonesia gaji polisi tidak lebih dari seperempat gaji seorang pegawai bank.

Simpulan
Untuk melihat pembangunan manusia secara menyeluruh, tiga indikator yang dilihat
pada Indeks Pembangunan Manusia nampaknya belum cukup mewakili begitu
kompleksnya masyarakat di suatu negara. Ada beberapa faktor pendukung lainnya
yang jika tidak mendapat perhatian yang cukup, malah akan memberikan dampak
yang begitu besar bagi menurunnya kualitas pembangunan manusia, seperti yang
telah dijelaskan salah satunya adalah mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang
terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk itu, upaya membangun kembali
pondasi kehidupan yang lebih tertib, aman, dan damai telah menjadi agenda utama
bagi seluruh komponen masyarakat. Akhirnya, tulisan ini sesungguhnya memberikan
gambaran kepada kita semua, betapa sesungguhnya pembangunan yang baik
adalah pembangunan yang memanusiakan manusia, pembangunan yang
berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia, tidak hanya materi belaka.
***

You might also like