Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
ADE RIZKI NUR AZHAR
G1F011023
G1F011049
G1F011053
SHARON SUSANTO
G1F011057
ERA CHRISTIANNA S
G1F011065
G1F011073
2014
PENDAHULUAN
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang
mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi,
monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumerotasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.
apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat
yang rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian
dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini
sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan
kefarmasian kepada masyarakat.
Standar pelayanan kefarmasian adalah panduan pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027 tahun 2004 yang harus
diterapkan dalam apotek dengan tiga standar utama yaitu sarana dan prasarana, mutu pelayanan
farmasi dan tenaga farmasi.
Apotek yang kami observasi berada di daerah pinggiran Purwokerto, terletak di pinggir
jalan besar dan dikeramaian penduduk. Beberapa hal yang kami observasi adalah tentang
pelayanan Apotek, Lay-Out Apotek, Kekurangan dan kelebihan Apotek sehingga kami bisa
memberikan usul dan rekomendasi untuk perbaikan Apotek kedepannya. Kami melakukan
Observasi pada hari Jumat, 28 Desember 2014 sekitar pukul 10.00 WIB.
Papan nama apotek yang dapat terlihat dengan jelas, terbuat dari bahan yang memadai
dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan
alamat apotek.
Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi
bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan.
Ruang peracikan
PERLENGKAPAN APOTEK
Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur dll.
Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari
pendingin.
Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan perUU yang berhubungan dengan apotek.
Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan lainlain.
Selain masalah fisik seperti bangunan dan lokasi, apotek yang baik juga perlu memiliki sumber
daya manusia yang baik. Selain Apoteker Pengelola Apotek, dibutuhkan beberapa tenaga kerja
yaitu :
Asisten Apoteker : 2 orang
Tenaga administrasi / kasir / obat bebas : 1 orang
Pembantu umum : 1 orang
Masing-masing tenaga kerja mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan
peranannya di dalam apotek.
ISI
1. Pelayanan Apotek
Apotek P ini terletak di pinggir jalan besar di daerah pinggiran Purwokerto (Pasir
Muncang). Apotek berada di tengah keramaian penduduk. Kami tiba di Apotek P pada
hari Jumat pukul 10.00 WIB. Kami datang dengan tujuan menanyakan obat mata untuk
salah satu orang tua kami, salah satu dari kami menceritakan sakit mata yang di derita
pasien kemudian si penjaga Apotek hanya menanyakan berapa lama sudah terkena sakit
mata tersebut kemudian memberikan obat mata tanpa memberikan informasi cara
pemakaian obat tersebut. Pada saat itu tidak ada APA ataupun Apoteker pendamping di
Apotek tersebut dengan alasan sedang libur sedangkan penjaga Apotek tersebut bukanlah
seorang Asisten Apoteker. Penjaga Apotek tidak memberikan pelayanan yang sesuai dan
tidak terjadi proses konseling.
2. Layout Apotek
Kekurangan Apotek P
a. Tidak adanya keberadaan seorang Apoteker pada saat jam kerja sehingga
tidak terjadi proses konseling
b. Tidak ada Tenaga Teknis Kefarmasian
c. Belum memliki ruang konseling
d. Ruang tunggu yang tidak nyaman
e. Tidak ada penandaan kategori obat
Kelebihan Apotek P
a. Tata ruangan yang rapi dan bersih
b. Lokasi apotek yang strategis
Pada kriteria ini Apotek P memiliki ruang peracikan obat namun, kami tidak mengetahui
kelengkapan isi dari ruang peracikan obat di Apotek P.
Area penyimpanan obat sesuai standar apotek diharuskan memiliki termometer
ruangan, lemari khusus narkotika dan psikotropika, rak/lemari obat, dan penandaan
kategori obat. Pada kriteria ini Apotek X tidak ada penandaan kategori obat ,untuk lemari
khusus narkotika dan psikotropika kami tidak mengetahui karena kami tidak melihat
sampai ke dalam. Area pencucian alat yang sesuai standar adalah apotek harus memiliki
area pencucian yang bersih, tidak terdapat sampah, tidak berminyak, tidak retak, aliran
pembuangan air lancar, serta terdapat sabun dan lap. Pada penerapan standar untuk
kriteria ini kami tidak meneliti lebih lanjut Apotek P.
Area penyerahan obat sesuai standar apotek harus memiliki meja yang rapi dan
tidak berdebu, buku standar/referensi, serta terdapat sarana pengemas. Pada kriteria ini
Apotek P kurang memenuhi standar karena tidak memiliki buku referensi. Pelayanan
dilakukan berhadapan langsung dengan pasien yang bersangkutan. Untuk keadaan toilet
berdasarkan standar harus bersih, tidak berbau, tidak licin, tersedia tempat sampah, serta
tersedia sabun dan pengharum ruangan. Pada kriteria ini kami tidak mengetahui keadaan
toilet Apotek P.
Penerapan standar mutu pelayanan farmasi di Apotek P, parameter yang dinilai
adalah skrining resep, penyiapan obat, etiket, kemasan, serta penyerahan obat. Proses ini
tidak terjadi karena kami tidak membeli obat di Apotek P.
Penerapan standar untuk tenaga farmasi, parameter yang dinilai yaitu Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam undangundang, Apoteker harus memilki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan SIPA
(Surat Izin Praktek Apoteker). Untuk tenaga teknis kefarmasian, harus memiliki
STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian) dan SIK (Surat Izin
Kerja). Untuk Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping di Apotek P semua
telah memiliki STRA dan SIPA sesuai dengan standar yang ada namun, Apotek P tidak
memiliki Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Solusi
a. Solusi untuk pelayanan Apotek
Seharusnya lebih baik Apoteker selalu stand by di Apotek untuk
melaksanakan tugas kefarmasiannya. Apabila Apoteker tidak ada bisa diwakilkan
Asisten Apoteker untuk sementara waktu sedangkan pada Apoteker P ini penjaga
apoteknya bukanlah Asisten Apoteker melainkan pegawai biasa saja sehingga
konseling yang diharapkan tidak tercapai.
b. Solusi untuk sarana dan prasarana
Sebaiknya ruang tunggu Apotek P berada di dalam ruangan bukan di
pinggir jalan, serta disediakan tempat duduk yang lebih banyak sehingga pasien
yang datang akan merasa nyaman. Untuk tata letak obat seharusnya diberi
penanda kategori obat pada tempat penyimpanan obat. Ruang konseling juga
harus disediakan untuk penunjang terlaksananya pelayanan kefarmasian.
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah RI. (2009). Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.