You are on page 1of 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Jengkol
2.1.1. Morfologi Tumbuhan Jengkol
Tumbuhan Jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam
Famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau Jering deng
an
nama latinnya yaitu (Pithecellobium lobatum Benth.) dengan sinonimya yaitu A.
Jiringa, Pithecollobioum jiringa dan Archindendron pauciflorum adalah tumbuhan
khas di wilayah Asia Tenggara. Jengkol merupakan salah satu tumbuhan dengan
ukuran pohon yang tinggi yaitu 20 m , tegak bulat berkayu, licin, percabangan
simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan , panjang 10 - 20
cm,
lebar 5 - 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyiri
p,
tangkai panjang 0,5
1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti
tandan, diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang 3 cm , berwarna ungu
kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik
silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna coklea
t
kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon Jengkol sangat bermanfaat
dalam konservasi air disuatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang san
gat
tinggi.
2.1.2. Klasifikasi Ilmiah Jengkol adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (dikotil)
Ordo : Fabales
Famili : Mimosaceae (polong-polongan)
Genus : Pithecollobium
Spesies : Pithecollobium lobatum (Benth.) (Steenis, V., 2005)

2.1.3. Manfaat kulit buah tumbuhan Jengkol


Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah kulit buah
tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.). Bagian dari Jengkol yang
digunakan adalah kulit buahnya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat diabetes (gu
la
darah).(id.wikipedia.org/wiki/Jering) dan dapat digunakan sebagai herbisida alam
i
untuk menekan pertumbuhan gulma yang mengganggu pertanian.
(http://bdpunib.org/bdp/abstrak/2005/budinur.html)
2.2. Senyawa Flavonoida
2.2.1. Pendahuluan
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua
penyulih (pengganti) hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan
biasanya terdapat vakuola sel (membran sel).
Beberapa ribu senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya. Flavonoida
merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoida,
dan
kuinon fenolik juga tertdapat dalam jumlah besar. Beberapa golongan bahan polime
r
penting alam tumbuhan lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol dan
kadang-kadang satuan fenolik dijumpai pada protein, alkaloida, dan diantara
terpenoida. Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya
lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga),
sedangkan peranan senyawa yang termasuk golongan lain masih merupakan hasil
dugaan belaka. Flavonol. Misalnya, tampaknya penting pada pengaturan pengendalia
n
tumbuh pada tanaman kacang, Pisum sativum. Pengaruhnya yang merugikan terhadap
kebiasaan makan serangga telah menunjukkan bahawa flavonoida mungkin
merupakan faktor pertahanan alam.

Bagi biokimiawan tumbuhan, senyawa fenol tumbuhan dapat menimbulkan


gangguan besar karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein melalui
ikatan hidrogen. Bila kandungan sel tumbuhan bercampur dan membran menjadi
rusak selama proses isolasi, senyawa fenol cepat sekali membentuk kompleks denga
n
protein. Akibatnya, sering terjadi hambatan terhadap kerja enzim pada ekstrak
tumbuhan kasar. Sebaliknya, fenol sendiri sangat peka terhadap oksidasi enzim da
n
mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dal
am
tumbuhan. Ekstraksi senyawa fenol-tumbuhan dengan etanol mendidih biasanya
mencegah terjadinya oksidasi enzim, dan prosedur ini seharusnya dilakukan secara
rutin.
Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan
menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol kepada larutan
cuplikan, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat.
Cara ini, yang dimodifikasi dengan menggunakan campuran segar larutan besi (III)
klorida 1% dalam air dan kalium heksasianoferat (III) 1%, masih tetap digunakan
secara umum untuk mendeteksi senyawa fenol pada kromatogram kertas. Tetapi,
kebanyakan senyawa fenol (terutama flavonoida) dapat dideteksi pada kromatogram
berdasarkan warnanya atau fluoresensinya dibawah lampu UV, warnanya diperkuat
atau berubah bila diuapi amonia. Pigmen fenolik berwarna dan warnanya ini dapat
terlihat jadi, mudah disimak (dipantau) selama proses isolasi dan
pemurnian.(Harborne, 1987)
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-seny
awa
flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah 1,1 d
iaril
propana. Istilah flavonoida deiberikan pada suatu golongan besar senyawa yang
berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu
jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbo
n
benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat
oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk

yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap
sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto,
1981)
Semua varian falvonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama,
yang memasukkan substrat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat (Hahlbrock &
Grisebach, 1975; Wong, 1976), flavonoida pertama dihasilkan segera setelah kedua
alur itu bertemu. Sekarang, flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada
biosintesis ialah khalkon (Hahlbrock, 1980), dan semua bentuk lain diturunkan
darinya melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida pengurangan) hidroksilasi;
metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida; isoprenilasi gugus hidroksil atau
inti
flavonoida; metilenasi gugus orto- dihidroksil; dimerisasi (pembentukan
biflavonoida); pembentukan bisulfate; dan
yang terpenting, glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoida O-glikosida
)
atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida). (Markham, 1988)
2.2.2. Struktur dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida da
pat
digambarkan sebagai berikut :
O7OACB8656'
5'
4'
3'
2'
1'2191043(8a)
(4a)

Kerangka dasar senyawa flavonoida


Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk rosorsinol tersubstitus
i.
CCCAB
Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :
HOOC3AC6(B)
HOOC3OH
AC6(B)
Cincin B adalah karakteristik 4-,3,4-,3,4,5- terhidroksilasi
(Sastrohamidjojo, 1996)
OCH3OC3OCH3H3COH3COC6 (B)
ARRRC3C6(A)BR = R' =H, R' = OHR = H, R' = R" = OHR = R' = R" = OH(juga, R = R' =
R"= H)
HOOC3AC6(B)HOOH
2.2.3. Klasifikasi Senyawa Flavonoid
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita
serapan yang kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tamp
ak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida.
(Harborne, 1996). Pada flavonoida O-glikosida, suatu gugus hidroksil flavonoida
(atau

lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa
merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat
adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperluka
n
untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoida O-glikosida dengan hidrolisis
asam ditentukan oleh sifat gula tersebut.
Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan
dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikat
an
karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan
pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. (Markha
m,
1988).
Flavonoid memiliki dua cincin benzene yang dipisahkan oleh sebuah unit
propane dan diturunkan dari senyawa flavone. Secara umum merupakan golongan
senyawa yang mudah larut dalam air. Kebanyakan senyawa terkonjugasi yang pada
umumnya berwarna cerah. Secara umum dapat dijumpai pada tumbuhan sebagai
glikosidanya yang meiliki struktur yang rumit. Perbedaan kelas antara golongan
senyawa flavonoida ini adalah adanya tambahan oksigen yang terikat pada cincin
heterosiklik dan gugus hidroksil. Senyawa yang termasuk dalam golongan tersebut
adalah katekin, leukoantosianidin, flavanone, flavanonol, flavone, antosianidin,
flavonol, khalkone, aurone, dan isoflavone. Struktur antara katekin dan
leukoantoasianidin memiliki struktur yang mirip dan jarang dijumpai bentuk
glikosidanya. Dan akan mengalami polimerisasi membentuk tanin yang terkandung
pada daun teh.
Flavanon dan flavanonol jarang dijumpai dalam bentuk glikosidanya. Flavon
dan flavonol secara luas terdistribusi sebagai senyawa fenolik. Antosianin adala
h
pigmen tumbuhan yang secara umum berwarna merah dan jarang dijumpai berwarna
biru pada suatu bunga. Dan dapat dihasilkan sebanyak 30% dari bunga kering. Dapa
t
dijumpai sebagai glikosida. Khalkone termasuk butein, dengan cincin furan ditemu
kan
dalam senyawa flavonoid, meskipun hal ini sering digunakan sebagai titik pengkon
trol

untuk pH. Auron merupakan pigmen berwarna kuning emas yang secara umum
dijumpai pada bunga. (Kaufman,P. 1999).
Isoflavone yang lebih dikenal sebagai 3- phenylkromon Dapat diketahui ada
sekitar 35 jenis isoflavone yang dikenal, yang mana contoh umumnya sebagai berik
ut
:Daidzein, Genistein, Tianlancuayin. Isoflavone dapat mengalami degradasi dengan
danya penambahan basa sehingga menghasilkan Desoxybenzoin dan asam formiat
selanjutnya Desoxybenzoin terpisah dan mengalami fusi (penggabungan dua inti
ringan menjadi inti yang lebih berat molekulnya) basa dan metilasi. Isoflavone b
anyak
digunakan sebagai estrogenic, insectidal, dan sebagai anti jamur, beberapa dari
senyawa itu adalah berpotensi dihasilkan dari racun ikan. (Raphael,I. 1991)
Menurut Robinson (1955), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman
pada rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan agl
ikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat seba
gai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanya
kan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasa
na
basa dioksidasi oleh udara tetapi begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
Struktur Flavonol
OOOHHH

2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnaya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah epigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai Eropa. Jenis ya
ng
paling umum adalah 7-glikosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
Struktur Flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksiny
a
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi ammonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan ammonia
berubah menjadi cokelat.
78OO65109121'
2'
6'
5'
4'
3'
43

Struktur Isoflavon
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan b
unga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapa
t
dalam buah anggur dan jeruk.
OO
Struktur Flavanon
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jik
a
dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
Struktur Flavanonol
OOOOOH

6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambi
r
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasia
t sebagai
antioksidan.
Struktur Katekin
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat pada
tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
OHOHOOHHOHOOOHOHHO
Struktur Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab
hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu,. dan biru dalam daun, bunga,
dan buah pada tumbuhan tingkat tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan
turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk d
ari

pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau
dengan metilasi atau glikosilasi.
Struktur Antosianin
9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna cokelat kuat dengan sinar UV
bila dikromatografi kertas. Aglikon flvon dapat dibedakan dari glikosidanya, kar
ena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air. (Harborne, 1996).
Struktur Khalkon
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
OOHO
Struktur Auron
OOHC

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana


semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon da
n
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni :
Golongan
Flavonoida
Penyebaran
Ciri Khas
Antosianin
Proantosianidin
Flavonol
Flavon
Glikoflavon
Biflavonil
Khalkon dan Auron
Flavanon
Isoflavon
Pigmen bunga merah marak, dan
biru juga dalam daun dan jaringan
lain.
Terutama tidak berwarna dalam
tumbuhan berkayu.
Terutama ko-pigmen tidak
berwarna dalam bunga sianik dan
asianik; tersebar luas dalam daun.
Seperti flavonol
Seperti flavonol
Tidak berwarna; hampir
seluruhnya terbatas pada
gimnospermae(tumb.berbiji
terbuka)
Kadang-kadang terdapat juga
dalam jaringan lain.
Tidak berwarna; dalam daun dan
buah (terutama dalam Citrus) tidak
berwarna; sering kali akar; hanya
terdapat dalam satu suku,
Leguminosae(tumb. Kacangkacangan).
Larut dalam air, . maks 515-545
nm, bergerak dengan BAA pada
kertas.
Menghasilkan antosianidin
(warna dapat diekstraksi dengan
amil alkohol) bila jaringan
dipanaskan dalam HCl 2M
selama setengah jam.
Setelah hidrolisis, berupa bercak
kuning murup pada kromatogram
Forestal bila disinari dengan sinar
UV; maksimal spektrum pada

330-350.
Setelah hidrolisis, berupa bercak
cokelat redup pada kromatogram
Forestal maksimal spektrum pada
330-350 nm.
Mengandung gula yang terikat
melalui ikatan C-C; bergerak
dengan pengembang air, tidak
seperti flavon biasa.
Pada kromatogram BAA berupa
bercak redup dengan Rf tinggi.
Dengan ammonia berwarna
merah; maksimal spektrum 370410 nm.
Berwarna merah kuat dengan
MgHCl kadang-kadang sangat
pahit.
Bergerak pada kertas dengan
pengembang air, tak ada uji
warna yang khas.

2.2.4. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida


Isolasi konstituen flavonoida dari tumbuhan akar serabut Glyccyrrhiza glabra pad
a
isolasi ini yang diisolasi adalah senyawa licoagrodin dan turunannya. Pada dasar
nya
ekstrak methanol akar serabut tumbuhan G. glabra yang dipartisi antara air dan e
til
asetat.Ekstrak etil asetat diteruskan untuk dipisahkan dengan menggunkan
kromatografi kolom dengan menggunakan silika gel dan selanjutkan dimurnikan
dengan menggunakan Fase-Normal HPLC untuk menghasilkan 5 jenis flavonoida
baru, licoagrodin, licoagrokalkone B, licoagrokalkone C, licoagrokalkone D ,
licoagroaurone dan 4 flavonoid yang dikenal lainnya ialah licoakalkone C. Lapisa
n
air dilanjutkan untuk dianalisa dengan kromatografi kolom Daion HP-20, yang diel
usi
dengan menggunakan methanol. Eluate methanol dievaporasi vakum untuk
menghasilkan sebuah fraksi glikosida. Fraksi tersebut akan dianalisa dengan
kromatografi kolom ODS. (Yoshikawa,T.2000).
2.2.5. Sifat Kelarutan Flavonoida
Aglikon Flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus di
ingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen, banyak y
ang
terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih(terganti),
atau
suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, dan seperti kata pepatah lama
mengatakan suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri maka
umumnya flavonoida larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH),
methanol(MeOH), butanol(BuOH), aseton, dimetilsulfoksida(DMSO),
dimetilformamida(DMF), air, dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavono
ida
(bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah
larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air merupakan
pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar s
eperti
isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung leb
ih
mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.

2.3. Teknik Pemisahan


Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berad dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen
lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan :
1. Pemisahan Kimia
Pemisahan ini berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat
fisika
komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.
2. Pemisahan Fisika
Pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat
fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan.
(Muldja, 1995).
2.4. Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan
dipisahkan terdistribusikan antara 2 fase, satu dari fase-fase ini membentuk lap
isan
stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yan
g
merembes lewat.
Fase stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fase yang
bergerak mungkin suatu cairan atau suatu fase gas. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat pada
t atau
zat cair. Jika fase diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika ber
upa zat
cair atau gas maka ada empat macam system kromatografi yaitu :
1. Fase gerak cair-fase diam padat (kromatografi serapan)
a. Kromatografi Lapis Tipis
b. Kromatografi Penukar Ion
2. Fase gerak gas-fase diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. Fase gerak cair-fase diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi
kertas
4. Fase gerak gas-fase diam zat cair, yakni :
a. Kromatografi Gas-Cair
b. Kromatografi Kolom Kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawasenyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa yang
lain. (Sastrohamidjojo, 1991).
2.4.1. Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan
menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis.
KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi
partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera p
opular
karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit,
murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 198
6)
2.4.1.1 Pembuatan Lapisan Tipis
Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x
5
cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap standart . Plat ini dicuci terlebih dah
ulu
dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat
penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap
dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca denga
n
berbagai cara. Tebal standart adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal
(0,5
2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan
menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah
satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila
kering.(Sastrohamidjojo, 1985)
Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam
kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :

1. Silika gel
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu :
a. Silika gel G
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai
perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi.
Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G
dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.
b. Silika gel H
Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak
menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang
bersifat spesifik, terutama lipida netral.
c. Silika gel PF
Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa
sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan
fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan
plat
yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet ya
ng
bergelombang pendek.
2. Alumina
Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari
Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai
kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid,
steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat per
ekat
alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat
digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.

3. Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina,
oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. (Adnan, M.,
1997)
Nilai utama KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, KLT memiliki peranan
penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu :
a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi
d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi
e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.
2.4.2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom atau tabung merupakan salah satu jenis pemisahan dengan
menggunakan prinsip aliran zat cair (pelarut) yang dipengaruhi oleh gaya tarik b
umi
(gravitasi bumi) atau dikenal dengan sistem bertekanan rendah biasanya terbuat d
ari
kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur
aliran pelarut.(Gritter, 1991) . Pada isolasi flavonoida sebaiknya digunakan kol
om
skala besar karena hal ini dapat meningkatkan proses pemisahan yang baik. Pada
dasarnya cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) di at
as
kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika, atau poliamida),
dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok.
Kolom yang digunakan umumnya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran
pada salah satu ujung, dan ukurannya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tenga
h
terhadap panjang kolom dalam rentang 1:10 sampai 1:30. Kemasan kolom harus
dipilih dari jenis yang dipasarkan khusus untuk kromatografi kolom karena ukuran
partikel penting. Jika ukuran partikel terlalu kecil, laju aliran pengelusi mung
kin
terlalu lambat, sedangkan bila terlalu besar, mungkin pemisahan komponen secara

kromatografi tidak baik. Kemasan niaga biasanya dalam ukuran 100-300mesh.


(Markham, 1988)
2.4.2.1. Pengisian Kolom
Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam.Setelah adsorben
dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan menggunakan
vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga dikerjakan dengan
memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan partikelnya dibiarkan
mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga
di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mengadakan back fushing , sehingga terjadi pengadukan, yang seterusnya dibiarkan
lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol k
aca
(glass wool) atau sintered glass disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah di
beri
bahan isian, permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan baha
n
isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara
masuk ke kolom. (Adnan,M., 1997)
2.4.2.2. Memilih Kemasan Kolom
Kemasan kolom yang tersedia sangatlah banyak dan senarai di bawah memberikan
pedoman mengenai pemakaian dan cirri sejumlah jenis kemasan yang berguna.
. Selulosa
Pemakaian selulosa serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk memisahkan
glikosida yang satu dengan yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon,
serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah.
. Silika
Bahan ini paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar,
misalnya isoflavon, flavanon, metal flavon, dan flavanol. Kapasitas
pertengahan.

. Poliamida
Bahan ini cocok untuk memisahkan semua flavonoid, meski juga ideal untuk
memisahkan glikosida. Merupakan pelengkap untuk KKt karena melibatkan
penyerap dan pengembang yang berlainan. Sebelum dipakai harus dicuci
dengan MeOH dan H2O agar poliamida yang larut tidak mencemari semua
fraksi. Kapasitas tinggi.
. Gel sephadex (deret G)
Bahan ini dirancang untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada
ukuran molekul (bila digunkan pelarut air); molekul besar terlebih dahulu.
Sephadex berguna untuk memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot
molekulnya. Kapasitasnya lebih besar karena ukurannya lebih teratur.
2.4.3. Kromatografi Preparatif
Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling
murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis
preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah
gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama
dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi
mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi
dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudia
n,
tertdapat banyak masalah pada KLTP.
. Penyerap
Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu
0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm.
Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan
campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.
. Penotolan Cuplikan

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP.
Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri/organik (heksana, diklorometana, etil
asetat), karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita.
Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.
. Pemilihan Fase Gerak
Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai
KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang
dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan
pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung
beberapa plat.
. Isolasi senyawa yang sudah terpisah
Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang
dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator menimbulkan
masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam
asetat.
Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan :
a). Menyemprot dengan air (misalnya saponin)
b). Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan
pereaksi semprot
c). Menambahkan senyawa pembanding. (Hostettman,K.,1995)
2.4.4. Harga Rf ( Retension factor)
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi
menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bi
la
dibandingkan pada kertas.

Dapat didefenisikan sbb :


Harga Rf =
Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yan
g
juga mempengaruhi harga Rf :
1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap
4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak
5). Derajat kejenuhan dari uap
6). Jumlah cuplikan yang digunakan
7). Suhu
8). Kesetimbangan
9). Teknik percobaan (Sastrohamidjojo, 1985)
2.4.5. Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan pada bahan tumbuhan yang akan diisolasi. Umumnya kita
perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau
hidrolisis. Mencelupkan jaringan daun segar atau bunga, bila perlu dipotong-poto
ng,.
Kedalam etanol mendidih adalah salah satu cara yang baik untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya, bahan dapat dimaserasi dalam suatu pelumat, lalu disaring. Bila
mengisolasi senyawa dari jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol
berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila
ampas
jaringan, pada ekstraksi ulang, sama sekali tak berwarna hijau lagi, dapat diang
gap
semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi. (Harborne, 1987)

2.5. Teknik Spektroskopi


Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamat
i
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua maca
m
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut
sebagai\ spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor
yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja, 1955)
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus
fungsi dalam suatu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informa
si
yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.
Kombinasinya dan data yang ada kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap
dari molekulnya yang tidak diketahui. (Pavia, 1979)
2.5.1. Spektroskopi Ultra Violet-Visible
Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sina
r
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
electron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV
-Vis
biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam laruta
n.
Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampa
k
berada pada panjang gelombang 400-800 nm. (Dachriyanus, 2004)
Spektrum flavonoida bisanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
methanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat
bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan. Spektrum khas
285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita
terdiri atas dua maksimal pada rentang 240
I).
Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memebrikan informasi

yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektr
um
tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon,
dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, aur
on,
dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.
Tabel Rentangan serapan spektrum UV-tampak flavonoida
Pita II (nm)
Pita I (nm)
Jenis flavonoida
250-280
250-280
250-280
245-275
275-295
230-270
(kekuatan rendah)
230-270
(kekuatan rendah)
270-280
310-350
330-360
350-385
310-330 bahu kirakira
320 puncak
300-330 bahu
340-390
380-430
465-560
Flavon
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
Flavonol(3-OH bebas)
Isoflavon
Isoflavon (5-deoksi-6,7-deoksigenasi)
Flavanon dan dihidroflavanol
Khalkon
Auron
Antosianidin dan antosianin

(Markham, 1988)
Dibawah ini daftar beberapa pengaruh substituent untuk senyawa aromatik. Hal ini
dapat menjadi catatan bahwa ion phenoxide (-O-), yang dapat dijunpai dalam larut
an
basa senyawa fenol, dimana dapat menyerap panjang gelombang yang lebih panjang
dari pada senyawa induk fenol (-OH). Secara umum menyumbangkan elektron dan
substituent pasangan sunyi (lone pair) yang dapat menyebabkan pergeseran kimia
berwarna merah dan penyerapan yang lebih tinggi. Senyawa kompleks memiliki
pergeseran kimia yang meningkat saat ada sejumlah lebih substituent yang terikat

Tabel. Absorbsi max untuk beberapa monosubstitusi benzene Ph-R (methanol :


air)
R
. maksimum (nm)
-H
204

254

-CH3
207

261

-Cl
210

264

-OH
211

270

-OCH3
217

269

-CO2224

271

-COOH
230

280

-NH2
230

280

-O235

287

(Kealey,D. 2002)
Absorbsi radiasi UV oleh senyawa aromatik yang terdiri dari cincin benzene terpa
du
bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan bertambah banyaknya
cincin itu karena bertambahnya konjugasi dan membesarnya stabilisasi-resonansi d
ari
keadaan eksitasi. Daerah yang paling berguna dari spektrum UV adalah daerah deng
an
panjang gelombang di atas 200 nm. Dalam absorbsi yang ditimbulkan oleh senyawa
aromatik dihasilkan warna dalam spektrum tampak. Warna merupakan hasil dari suat
u
perangkat kompleks (dari) respons faali maupun psikologis terhadap panjang
gelombang cahaya antara 400-750 nm, yang jatuh pada selaput jala.
Tabel. Warna dalam spektrum tampak

. maks (nm)
Warna
Warna komplementer(substraksi)
400-424
Ungu
Hijau-kuning
424-491
Biru
Kuning
491-570
Hijau
Merah
570-585
Kuning
Biru
585-647
Jingga
Hijau-biru
647-700
Merah
Hijau

(Fessenden,F. 1986)

Tabel Pita absorbsi UV dari flavonoida


No. Jenis Flavonoida Struktur Umum Pita II Pita I
1. Flavon 240-285 304-350
78OO65109121'
2'
6'
5'
4'
3'
43
2. Flavonol 240-285 352-390
3. Flavanon 270-295 300-350
4. Dihidroflavonol 270-295 300-320
5. Khalkon 220-270 340-390
6. Auron 220-270 370-430
7. Antosianidin 270-280 465-550
(Sujata,V., 2005)
OOOHOOOOOHR2R1OOOHCOOH

2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)


Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang
melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum
memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektr
um
electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm-1.
Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University
memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spectra serapan zat
murni.
a. Ada beberapa daerah penyerapan terpenting dalam Spektrum Infra Merah :
1. Daerah vibrasi regang hidrogen : 3.700-2.700 cm-1.
3.700
3.100 cm-1, serapan oleh vibrasi regang O-H dan N-H. Serapan
oleh vibrasi lentur O-H biasanya terdapat pada bilangan gelombang
lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari
pita serapan N-H.
3.200
2.850 cm-1, daerah vibrasi regang C-H alifatik.

2. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2.700 1.850 cm-1


Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau
tidaknya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat dilihat.
3. Daerah ikatan ganda dua, 1.950 1.550 cm-1
Vibrasi regang untuk ikatan ganda dua, yaitu :
- C = C , - C = N -, 1690
1600 cm-1
1.650
1.450 cm-1, puncak serapan dalam daerah ini memberi keterangan
yang penting mengenai cincin aromatik.

4. Daerah sidik jari finger print , 1.500


700 cm-1
Beberapa frekuensi gugusan (group frequency) juga bisa ditemukan di daerah sidik
jari ini : C-O-C (vibrasi regang) dalam eter, ester kira-kira 1.200 cm-1 dan vib
rasi
regang C-Cl pada 700 800 cm-1
. Pada bilangan gelombang dibawah 1.200 cm-1
terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti : sulfat, fosf
at,
nitrat dan karbonat.
b. Vibrasi kerangka suatu molekul (skeletal vibrations)
Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm-1. Kelompikkelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm-1 adalah :
a. Vibrasi regang (stretching) ikatan ganda yang tidak mengandung atom C
b. Vibrasi regang ikatan tunggal
c. Vibrasi-vibrasi lentur (bending) (Noerdin, 1985)
2.5.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spektrometri Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan
alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan
informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam. Struktur NMR memberikan
informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam
setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom
hydrogen.(Cresswell,1982)
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua
proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa
memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum
NMR.(Bernasconi,1995)
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara

kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberika
n
puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada sem
ua
proton organik. (Silverstein, 1974).
Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi
menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah
atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian
perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam
molekul. (Muldja, 1955)
Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton
menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga
setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan
bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang
mengelilingnya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka maki
n
besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan. Akibat
secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang
mengenainya. (Sastrohamdijojo, 1991)
SiCH3CH3CH3H3C

You might also like