Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Jengkol
2.1.1. Morfologi Tumbuhan Jengkol
Tumbuhan Jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam
Famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau Jering deng
an
nama latinnya yaitu (Pithecellobium lobatum Benth.) dengan sinonimya yaitu A.
Jiringa, Pithecollobioum jiringa dan Archindendron pauciflorum adalah tumbuhan
khas di wilayah Asia Tenggara. Jengkol merupakan salah satu tumbuhan dengan
ukuran pohon yang tinggi yaitu 20 m , tegak bulat berkayu, licin, percabangan
simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan , panjang 10 - 20
cm,
lebar 5 - 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyiri
p,
tangkai panjang 0,5
1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti
tandan, diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang 3 cm , berwarna ungu
kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik
silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna coklea
t
kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon Jengkol sangat bermanfaat
dalam konservasi air disuatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang san
gat
tinggi.
2.1.2. Klasifikasi Ilmiah Jengkol adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (dikotil)
Ordo : Fabales
Famili : Mimosaceae (polong-polongan)
Genus : Pithecollobium
Spesies : Pithecollobium lobatum (Benth.) (Steenis, V., 2005)
yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap
sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto,
1981)
Semua varian falvonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama,
yang memasukkan substrat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat (Hahlbrock &
Grisebach, 1975; Wong, 1976), flavonoida pertama dihasilkan segera setelah kedua
alur itu bertemu. Sekarang, flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada
biosintesis ialah khalkon (Hahlbrock, 1980), dan semua bentuk lain diturunkan
darinya melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida pengurangan) hidroksilasi;
metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida; isoprenilasi gugus hidroksil atau
inti
flavonoida; metilenasi gugus orto- dihidroksil; dimerisasi (pembentukan
biflavonoida); pembentukan bisulfate; dan
yang terpenting, glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoida O-glikosida
)
atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida). (Markham, 1988)
2.2.2. Struktur dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida da
pat
digambarkan sebagai berikut :
O7OACB8656'
5'
4'
3'
2'
1'2191043(8a)
(4a)
lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa
merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat
adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperluka
n
untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoida O-glikosida dengan hidrolisis
asam ditentukan oleh sifat gula tersebut.
Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan
dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikat
an
karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan
pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. (Markha
m,
1988).
Flavonoid memiliki dua cincin benzene yang dipisahkan oleh sebuah unit
propane dan diturunkan dari senyawa flavone. Secara umum merupakan golongan
senyawa yang mudah larut dalam air. Kebanyakan senyawa terkonjugasi yang pada
umumnya berwarna cerah. Secara umum dapat dijumpai pada tumbuhan sebagai
glikosidanya yang meiliki struktur yang rumit. Perbedaan kelas antara golongan
senyawa flavonoida ini adalah adanya tambahan oksigen yang terikat pada cincin
heterosiklik dan gugus hidroksil. Senyawa yang termasuk dalam golongan tersebut
adalah katekin, leukoantosianidin, flavanone, flavanonol, flavone, antosianidin,
flavonol, khalkone, aurone, dan isoflavone. Struktur antara katekin dan
leukoantoasianidin memiliki struktur yang mirip dan jarang dijumpai bentuk
glikosidanya. Dan akan mengalami polimerisasi membentuk tanin yang terkandung
pada daun teh.
Flavanon dan flavanonol jarang dijumpai dalam bentuk glikosidanya. Flavon
dan flavonol secara luas terdistribusi sebagai senyawa fenolik. Antosianin adala
h
pigmen tumbuhan yang secara umum berwarna merah dan jarang dijumpai berwarna
biru pada suatu bunga. Dan dapat dihasilkan sebanyak 30% dari bunga kering. Dapa
t
dijumpai sebagai glikosida. Khalkone termasuk butein, dengan cincin furan ditemu
kan
dalam senyawa flavonoid, meskipun hal ini sering digunakan sebagai titik pengkon
trol
untuk pH. Auron merupakan pigmen berwarna kuning emas yang secara umum
dijumpai pada bunga. (Kaufman,P. 1999).
Isoflavone yang lebih dikenal sebagai 3- phenylkromon Dapat diketahui ada
sekitar 35 jenis isoflavone yang dikenal, yang mana contoh umumnya sebagai berik
ut
:Daidzein, Genistein, Tianlancuayin. Isoflavone dapat mengalami degradasi dengan
danya penambahan basa sehingga menghasilkan Desoxybenzoin dan asam formiat
selanjutnya Desoxybenzoin terpisah dan mengalami fusi (penggabungan dua inti
ringan menjadi inti yang lebih berat molekulnya) basa dan metilasi. Isoflavone b
anyak
digunakan sebagai estrogenic, insectidal, dan sebagai anti jamur, beberapa dari
senyawa itu adalah berpotensi dihasilkan dari racun ikan. (Raphael,I. 1991)
Menurut Robinson (1955), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman
pada rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan agl
ikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat seba
gai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanya
kan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasa
na
basa dioksidasi oleh udara tetapi begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
Struktur Flavonol
OOOHHH
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnaya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah epigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai Eropa. Jenis ya
ng
paling umum adalah 7-glikosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
Struktur Flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksiny
a
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi ammonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan ammonia
berubah menjadi cokelat.
78OO65109121'
2'
6'
5'
4'
3'
43
Struktur Isoflavon
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan b
unga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapa
t
dalam buah anggur dan jeruk.
OO
Struktur Flavanon
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jik
a
dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
Struktur Flavanonol
OOOOOH
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambi
r
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasia
t sebagai
antioksidan.
Struktur Katekin
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat pada
tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
OHOHOOHHOHOOOHOHHO
Struktur Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab
hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu,. dan biru dalam daun, bunga,
dan buah pada tumbuhan tingkat tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan
turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk d
ari
pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau
dengan metilasi atau glikosilasi.
Struktur Antosianin
9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna cokelat kuat dengan sinar UV
bila dikromatografi kertas. Aglikon flvon dapat dibedakan dari glikosidanya, kar
ena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air. (Harborne, 1996).
Struktur Khalkon
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
OOHO
Struktur Auron
OOHC
330-350.
Setelah hidrolisis, berupa bercak
cokelat redup pada kromatogram
Forestal maksimal spektrum pada
330-350 nm.
Mengandung gula yang terikat
melalui ikatan C-C; bergerak
dengan pengembang air, tidak
seperti flavon biasa.
Pada kromatogram BAA berupa
bercak redup dengan Rf tinggi.
Dengan ammonia berwarna
merah; maksimal spektrum 370410 nm.
Berwarna merah kuat dengan
MgHCl kadang-kadang sangat
pahit.
Bergerak pada kertas dengan
pengembang air, tak ada uji
warna yang khas.
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawasenyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa yang
lain. (Sastrohamidjojo, 1991).
2.4.1. Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan
menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis.
KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi
partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera p
opular
karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit,
murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 198
6)
2.4.1.1 Pembuatan Lapisan Tipis
Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x
5
cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap standart . Plat ini dicuci terlebih dah
ulu
dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat
penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap
dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca denga
n
berbagai cara. Tebal standart adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal
(0,5
2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan
menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah
satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila
kering.(Sastrohamidjojo, 1985)
Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam
kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :
1. Silika gel
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu :
a. Silika gel G
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai
perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi.
Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G
dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.
b. Silika gel H
Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak
menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang
bersifat spesifik, terutama lipida netral.
c. Silika gel PF
Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa
sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan
fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan
plat
yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet ya
ng
bergelombang pendek.
2. Alumina
Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari
Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai
kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid,
steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat per
ekat
alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat
digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.
3. Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina,
oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. (Adnan, M.,
1997)
Nilai utama KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, KLT memiliki peranan
penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu :
a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi
d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi
e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.
2.4.2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom atau tabung merupakan salah satu jenis pemisahan dengan
menggunakan prinsip aliran zat cair (pelarut) yang dipengaruhi oleh gaya tarik b
umi
(gravitasi bumi) atau dikenal dengan sistem bertekanan rendah biasanya terbuat d
ari
kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur
aliran pelarut.(Gritter, 1991) . Pada isolasi flavonoida sebaiknya digunakan kol
om
skala besar karena hal ini dapat meningkatkan proses pemisahan yang baik. Pada
dasarnya cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) di at
as
kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika, atau poliamida),
dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok.
Kolom yang digunakan umumnya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran
pada salah satu ujung, dan ukurannya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tenga
h
terhadap panjang kolom dalam rentang 1:10 sampai 1:30. Kemasan kolom harus
dipilih dari jenis yang dipasarkan khusus untuk kromatografi kolom karena ukuran
partikel penting. Jika ukuran partikel terlalu kecil, laju aliran pengelusi mung
kin
terlalu lambat, sedangkan bila terlalu besar, mungkin pemisahan komponen secara
. Poliamida
Bahan ini cocok untuk memisahkan semua flavonoid, meski juga ideal untuk
memisahkan glikosida. Merupakan pelengkap untuk KKt karena melibatkan
penyerap dan pengembang yang berlainan. Sebelum dipakai harus dicuci
dengan MeOH dan H2O agar poliamida yang larut tidak mencemari semua
fraksi. Kapasitas tinggi.
. Gel sephadex (deret G)
Bahan ini dirancang untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada
ukuran molekul (bila digunkan pelarut air); molekul besar terlebih dahulu.
Sephadex berguna untuk memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot
molekulnya. Kapasitasnya lebih besar karena ukurannya lebih teratur.
2.4.3. Kromatografi Preparatif
Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling
murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis
preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah
gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama
dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi
mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi
dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudia
n,
tertdapat banyak masalah pada KLTP.
. Penyerap
Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu
0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm.
Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan
campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.
. Penotolan Cuplikan
Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP.
Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri/organik (heksana, diklorometana, etil
asetat), karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita.
Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.
. Pemilihan Fase Gerak
Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai
KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang
dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan
pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung
beberapa plat.
. Isolasi senyawa yang sudah terpisah
Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang
dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator menimbulkan
masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam
asetat.
Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan :
a). Menyemprot dengan air (misalnya saponin)
b). Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan
pereaksi semprot
c). Menambahkan senyawa pembanding. (Hostettman,K.,1995)
2.4.4. Harga Rf ( Retension factor)
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi
menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bi
la
dibandingkan pada kertas.
yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektr
um
tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon,
dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, aur
on,
dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.
Tabel Rentangan serapan spektrum UV-tampak flavonoida
Pita II (nm)
Pita I (nm)
Jenis flavonoida
250-280
250-280
250-280
245-275
275-295
230-270
(kekuatan rendah)
230-270
(kekuatan rendah)
270-280
310-350
330-360
350-385
310-330 bahu kirakira
320 puncak
300-330 bahu
340-390
380-430
465-560
Flavon
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
Flavonol(3-OH bebas)
Isoflavon
Isoflavon (5-deoksi-6,7-deoksigenasi)
Flavanon dan dihidroflavanol
Khalkon
Auron
Antosianidin dan antosianin
(Markham, 1988)
Dibawah ini daftar beberapa pengaruh substituent untuk senyawa aromatik. Hal ini
dapat menjadi catatan bahwa ion phenoxide (-O-), yang dapat dijunpai dalam larut
an
basa senyawa fenol, dimana dapat menyerap panjang gelombang yang lebih panjang
dari pada senyawa induk fenol (-OH). Secara umum menyumbangkan elektron dan
substituent pasangan sunyi (lone pair) yang dapat menyebabkan pergeseran kimia
berwarna merah dan penyerapan yang lebih tinggi. Senyawa kompleks memiliki
pergeseran kimia yang meningkat saat ada sejumlah lebih substituent yang terikat
254
-CH3
207
261
-Cl
210
264
-OH
211
270
-OCH3
217
269
-CO2224
271
-COOH
230
280
-NH2
230
280
-O235
287
(Kealey,D. 2002)
Absorbsi radiasi UV oleh senyawa aromatik yang terdiri dari cincin benzene terpa
du
bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan bertambah banyaknya
cincin itu karena bertambahnya konjugasi dan membesarnya stabilisasi-resonansi d
ari
keadaan eksitasi. Daerah yang paling berguna dari spektrum UV adalah daerah deng
an
panjang gelombang di atas 200 nm. Dalam absorbsi yang ditimbulkan oleh senyawa
aromatik dihasilkan warna dalam spektrum tampak. Warna merupakan hasil dari suat
u
perangkat kompleks (dari) respons faali maupun psikologis terhadap panjang
gelombang cahaya antara 400-750 nm, yang jatuh pada selaput jala.
Tabel. Warna dalam spektrum tampak
. maks (nm)
Warna
Warna komplementer(substraksi)
400-424
Ungu
Hijau-kuning
424-491
Biru
Kuning
491-570
Hijau
Merah
570-585
Kuning
Biru
585-647
Jingga
Hijau-biru
647-700
Merah
Hijau
(Fessenden,F. 1986)
kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberika
n
puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada sem
ua
proton organik. (Silverstein, 1974).
Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi
menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah
atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian
perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam
molekul. (Muldja, 1955)
Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton
menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga
setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan
bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang
mengelilingnya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka maki
n
besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan. Akibat
secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang
mengenainya. (Sastrohamdijojo, 1991)
SiCH3CH3CH3H3C