Professional Documents
Culture Documents
mengobati syok. Efek tak diinginkan, takikardi, hipotensi, mual, sakit kepala,
palpitasi, gejala angina, dispnea aritmia ventrikel.
Amrinon, menghambat degradasi cAMP (cAMP adalah pembawa pesan
biokimia yang merangsang jantung. Mekanisme kerjanya menghambat
fotodiesterase/enzim yang memecahkan cAMP). cAMP meningkatkan
ambilan kalsium, meningkatkan kontraktilitas isi sekuncup, fraksi ejeksi dan
kecepatan sinus. Menurunkan resistensi perifer. Indikasinya ditambahkan pada
terapi digoksin bila gagal jantung menetap meskipun telah diberi digoksin.
Efek tak diinginkan, intoleransi saluran cerna, hepatotoksisitas, demam,
trombositopenia reversibel (20%), tidak aritmogenik.
Milrinon, mekanisme kerjanya 20 kali lebih paten disbanding amrinon.
Kerjanya sama. Indikasinya mirip amrinon, sedangkan efek tak diinginkannya
efek samping sangat sedikit. Pernah dilaporkan sakit kepala dan pemburukan
angina.
Semua glikosida jantung mempunyai efek
1.Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif)
2.Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif)
3.Menekan hantaran rangsang (kerja dramatropik negatif)
4.Menurunkan nilai ambang rangsang.
Mekanisme kerja
Glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-kalium ATPase pada reseptor
di membran sel, khusunya di miokardium, pertukaran ion-ion Na+ K+ diubah menjadi
pertukaran ion-ion Na+ Ca++, meningkatkan influks Ca menjadi protein kontraktil Cadependen pada sel otot jantung.
Farmakokinetik
Bioavailabilitas preparat oral sangat bervariasi, sehingga perlu memonitor kadarnya
dalam serum. Adsorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna. Derajat
adsorbsi lanatosid C adalah 50%, tepung dan tincture digitalis 20%, digoksin 50%, digitoksin
100%. Jadi, pada digitoksin seluruhnya diadsorbsi masuk ke dalam darah, sama seperti pada
pemberian IV. Ekskresi berbeda-beda menurut jenis masing-masing. Indikasi klinik glikosida
digitalis untuk lemah jantung kongestif dan untuk depresi nodus AV.
Diuretika
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan
mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat
yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah
(dekstran) atau merintangi sekresi hormone antidiuretik ADH (air, alkohol). Ginjal
memegang peranan penting dalam patogenesis gagal jantung, sebab pengurangan volume
cairan ekstrasel dengan diuretika akan menurunkan preload, mengurangi bendungan paru dan
edema di perifer, karena itu dewasa ini diuretika sering dipakai sebagai obat pertama pada
gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Golongan tiazid adalah
obat terpilih untuk gagal jantung.
Pembentukan kemih, fungsi ginjal
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan
semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah. Untuk ini, darah mengalami filtrasi,
di mana semua komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel
darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang 1 juta filter kecil ini (glomeruli) dan setiap 50
menit seluruh darah tubuh (ca 5 liter) sudah dimurnikan dengan melewati saringan tersebut.
Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh. Ginjal merupakan
organ terpenting pada pengaturan homeostatis, yakni keseimbangan dinamis antara cairan
intra dan ekstrasel, serta pemeliharaan volume totaldan susunan cairan ekstrasel. Proses
diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang
terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan
halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam- gram dan glukosa. Ultrafiltrat, yang
diperoleh dari filtrasi dan berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung di wadah yang
mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke
pipa kecil. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal dan distal, yang letaknya masing-masing
dekat dan jauh dari glomerulus, kedua bagian ini dihubungi oleh sebuah lengkungan (Henles
loop). Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen yang sangat penting
bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam, antara lain ion Na . Zat-zat ini dikembalikan
pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak berguna seperti
ampas perombakan metabolisme protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap
kembali. Akhirnya, filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus
colligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke
kandung kemih dan ditimbun di sini sebaga urin. Dengan demikian, ultrafiltrat yang setiap
harinya dihasilkan rata-rata 180 liter oleh seorang dewasa, dipekatkan sampai hanya lebih
kurang 1 liter air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi dan dikembalikan pada darah.
Dena, dipekatkan sampai hanya lebih kurang 1 liter air kemih.gan demikian, suatu obat yang
cuma sedikit mengurangi reabsorpsi tubuler, misalnya dengan 1% mampu melipatgandakan
volume kemih (menjadi ca 2,6 liter).
Penyalahgunaan
Tak jarang diuretika disalahgunakan dalam kur melangsingkan tubuh bagi orang
gemuk ( overwight ) dengan jalan mengeluarkan cairannya. Penyustan berat badan yang
diperoleh hanya bersifat sementara. Begitu pula penggunaanya pada udema kehamilan, yang
umumnya tidak dianjurkan karena dapat membahayakan penyaluran darah ke janin.
Efek Samping
Efek-efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah :
a) hipokaliemia , yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan titik kerja
di bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H- karena ditukarkan dengan
ion Na+. Akibatnya adalah kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter.
Keadaan ini terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi
furosemida atau bumetanida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini
berupa kelemahan otot, kejang-kejang obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia
jantung, tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata. Thiazida yang digunakan pada hipertensi
dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5 mg sehari) hanya sedikit menurunkan kadar
kalium. Oleh karena itu, tak perlu disuplei kalium ( slow-K 600 mg) yang dahulu agak sering
dilakukan. Kombinasinya dengan suatu zat penghemat kalium sudah mencukupi. Pasien
jantung dengan ganguan ritme atau yang diobati dengan digitalis, harus dimonitor dengan
seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas
digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan peningkatan risiko kematian mendadak ( sudden
inert deathi ).
b) hiperurikemia akibat retensi asam urat (uric acid ) dapat terjadi pada semua diuretiak,
kecuali amilorida. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara
diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli, terutama klortalidon
memberikan risiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang
peka.
c) hiperglikemia , dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida
terkenal menyebabkan efek ini (efek antidiabetika oral diperlemah olehnya).
d) hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total (juga LDL
dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol-HDL yang dianggap sebagai factor pelindung
untuk PJP justru diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang
praktis tidak meningkatkan kadar lipida tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada
penggunaan jangka panjang belum jelas.
e) hiponatriemia . Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan,
kadar Na+ plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa
gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka
untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis pemakaian rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama pada
furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f) lain-lain : ganguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing dan
jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan
furosemida/bumetanida dalam dosis tinggi.
Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang
tidak dikehendaki, seperti :
Penghambat ACE dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru
diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari. obat-obat rema
(NSAIDs) dapat agak meperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat sifat retensi
natrium dan airnya. kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium. aminoglikosida :
ototoksisitas diperkuat, berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel)
. antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia. litium klorida dinaikkan
kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
Zat-zat Tersendiri
1. Furosemida: frusemide, Lasix, Impugan Turunan sulfonamide ini berdaya diuretic kuat dan
bertitik kerja di lengkungan Henle bagian menaik. Sangat efektif pada keadaan udema di otak
dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam,
intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Resorpsinya dari usus hanya lebih
kurang 50%, PP-nya ca 97%, plasma t-1/2 nya 30-60 menit; ekskresinya melalui kemih
secara utuh; pada dosis tinggi juga lewat empedu.
Efek sampingnya berupa umum, pada injeksi i.v. terlalu cepat dan jarang terjadi
ketulian (reversibel) dan hipotensi. Hipokaliemia reversibel dapat terjadi pula.
Dosis : pada udema: oral 40-80 mg pagi p.c., jika perluatau pada insufisiensi ginjal
sampai 250-400 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v. (perlahan) 20-40 mg, pada keadaan
kemelut hipertensi samapi 500 mg. Penggunaan i.m. tidak dianjurkan.
Bumetanida (Burinex ) adalah juga derivat sulfamoyl dengan kerja diuretis yang 50
kali lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang sama dengan furosemdia, juga
pengunaannya.
Dosis : oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd. I.m./ i.v. 0,5-2 mg.
2. Asam etakrinat: Edecrin Derivat fenoksiasetat ini juga bertitik kerja di lengkungan Henle.
Efeknya pesat dan kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresinya berlangsung melalui empedu dan
kemih. Berhubung ototoksisitasnya dan seringnya mengakibatkan gangguan lambung usus,
zat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun.
Dosis : oral 1-3 dd 50 mg p.c. i.v. (perlahan) 50 mg garam Na.
dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah tubuh justru berkurang. Maka
itu, zat ini kurang berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis atau kaki ( claudicatio), lebih
efektif pada vasospasme di kulit ( S. Raynaud ).
5. obat-obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak Gingko biloba dan siklandelat
(Cycloslasmol ). Efek Samping Semua vasodilator menimbulkan bebrapa efek samping yang
bertalian dengan vasodilatasi, yakni: turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan
nyeri kepala berdenyut-denyut. efek hipotensif dari obat-obat hipertensi dapat diperkuat.
tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik akibat aksi balasan) dengan gejala debar
jantung ( palpitasi), peraaan panas di muka ( flushing ) dan gatal-gatal. gangguan lambungusus , seperti mual dan muntah-muntah. Guna mengurangi efek yang tak diinginkan ini,
vasodilator sebaiknya diminum pada waktu atau sesudah makan.
Zat-zat Tersendiri
1. Buflomedil: Loftyl Derivat pyrrolidin ini berkhasiat alfa-adrenolitik (alfa-blocker),
menghambat agregasi trombosit dan memperbaiki kelenturan eritrosit dengan efek
meningkatkan sirkulasi darah perifer. Efektif pada claudicatio dengan memperbaiki jarak
jalan tanpa nyeri dan total efeknya baru nyata setelah 2-4 minggu. Efek sampingnya berupa
umum; pada dosis terlampaui tinggi dapat terjadi agitasi, rasa kantuk, malah konvulsi.
Dosis : oral 2 dd 150 mg selama minimal 12 minggu. Setengah dosis pada gangguan
hati dan ginjal serta lansia.
2. Kodergokrin: DH3, dihidroergotoksin, Hydergin. Campuran tiga derivat-dihidro dari
ergotoksin (= ergokornin + ergokristin + ergokriptin ) berdaya memblok reseptor alfaadrenolitik dengan efek vasodilatasi dan tidak bekerja oxytocic. Sifat ini berlawanan dengan
zat induknya yang berkhasiat vasokonstriksi dan mengakibatkan kontraksi rahim. Di samping
itu, zat ini juga menstimulasi neurotransmisi di otak dengan mengaktifkan reseptor dopamine
dan serotonin dan dikatakan memperbaiki metabolisme sel-sel otak yang terganggu. Atas
dasar ini, kodergokrin digunakan pada keadaan dementia dengan efek yang tak menentu, juga
digunakan pada gangguan sirkulasi perifer dan sebagai profilaksis pada pelbagai jenis sakit
kepala, antara lain migrain. Pada M.Alzheimer tidak berguna. Lama kerjanya hanya singkat,
ca.3 jam. Resorpsinya dari usus 30% dengan FPE besar, hingga BA-nya hanya ca 10%. PPnya 80%, plasma t-1/2nya lebih kurang 2 jam. Ekskresinya terutama melalui tinja dan hanya
2% lewat kemih secara utuh. Efek sampingnya yang paling sering terjadi adalah hidung
tersumbat, jarang mual dan muntah, kulit menjadi merah dan bradycardia.
Dosis : oral sebagai (mesilat) 3 dd1,5 mg a.c, i.v. 1-2 dd 0,3 mg
3. Isoxsuprin: Duvadilan Derivat-fenoksi ini adalah adrenergikum dengan kerja
antikolinergenik, juga berkhasiat vasodilatasi dan menurunkan viskositas darah dengan
memperbaiki kelenturan eritrosit. Terutama bekerja terhadap pembuluh otot di beberapa
organ, termasuk uterus dan bekerja lebih ringan terhadap pembuluh kulit. isoxsuprin
mengurangi frekuensi dan intensitas kontraksi uterus (spontan atau akibat oxytocin).
Digunakan pada S.Raynaud dan juga pada abortus mengancam serta nyeri haid dengan
kejang-kejang. Resorpsinya dari usus baik, BA-nya hanya 3%, plasma t-1/2nya ca 2 jam.
Ekskresinya terutama lewat kemih. Efek sampingnya jarang terjadi dan bersifat umum. Obat
ini aman bagi wanita hamil dan menyusui.
Dosis : oral pada vasospasme perifer dan dysmenorroe 3-4 dd 10-20 mg (klorida) p.c.,
i.m. 3 dd 10 mg.
4. Nifedipin: Adalat/retard Derivat dihidropiridin ini termasuk kelompok antagonis kalsium (
calcium entry blockers ) yang berdaya menghambat masuknya Ca ke dalam sel- sel otot
jantung dan sel-sel otot polos dinding arteri. Oleh karena itu, kontraktilitas sel-sel tersebut
dihambat dengan efek vasodilatasi. Banyak digunakan antara lain pada penyakit jantung
angina pectoris dengan menghindarkan terjadinya kejang hingga penyaluran darah ke otot
jantung meningkat, juga pada hipertensi berkat daya vasodilatasi perifernya dan pada
S.Raynaud guna meniadakan kejang di jari-jari tangan.
Dosis : pada S.Raynaud oral 2 dd 10-40 mg tablet retard.
5. Nimodipin (Nimotop) adalah derivat lipofil dengan khasiat dan penggunaan yang sama. Di
samping indikasi di atas, zat ini digunakan pula setelah pendarahan otak untuk mencegah
keluhan ischemia akibat kejang pembuluh otak. Dianjurkan pula pada kelemahan fungsi otak
(ingatan dan pikiran). Pada suatu studi dengan 755 lansia (Perrugia Nimodipine Study
Group,1993) telah dibuktikan efek baiknya terhadap daya belajar dan ingatan lemah. Cara
kerjanya berdasarkan teori bahwa pada proses menua metabolisme kalsium terganggu dan
tidak berlangsung normal lagi. Antagonis Ca nimodipin berdaya menormalisasi pertukaran
zat yang terganggu itu.
Dosis : oral 4-6 dd 60 mg.
A.Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah
suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi normal.Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ( Priyanto, 2010 ).
B. Khasiat dan Penggunaanya
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak
mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan
pengendalian faktor-faktor resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi
Menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti menurunkan morbiditas
dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan
memberatnya hipertensi.
C. Jenis-Jenis Obat dan Penggolongannya
1. Diuretik
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan menyebabkan
ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air.
2. Antagonis Reseptor- Beta
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
3. Antagonis Reseptor-Alfa
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap
rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
4. Kalsium Antagonis
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks
kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan resistensi perifer.
5. ACE inhibitor
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan
untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah
baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk
sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine
sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.
6. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek
samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan
pusing.
D. Obat Antihipertensi
1. DIURETIK
a. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi. Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl
dalam lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis
hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi. Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila
diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas
silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
Dosis : Dewasa 40 mg/hr Anak 2 6 mg/kgBB/hr
b. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan
natrium sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang
ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal
ginjal kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 50 mg/hr Anak 0,5 1,0 mg/kgBB/12 24 jam.
Interaksi obat : hati hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat
hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard.
Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol.
Etanolol menurukan absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
3. ANTAGONIS RESEPTOR ALFA
Klonidin (alfa antagonis)
Nama paten : Catapres, dixarit
Sediaan obat : Tablet, injeksi.
Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
Indikasi : hipertensi, migren Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol.
Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya.
Dosis : 150 300 mg/hr.
4. ANTAGONIS KALSIUM
a. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel
calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek
terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin,
simotidin meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan.
3.Ramipril
Nama paten : Triatec.
Sediaan obat : Tablet.
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin
I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan
sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas.
Hati-hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin
menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
Dosis : awal 2,5 mg/hr.
6. VASODILATOR
1. Hidralazin
Nama paten : Aproseline.
Sediaan obat : Tablet.
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer menurun,
meningkatkan denyut jantung.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah, kulit
kemerahan.
Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 3 dosis.
E. EFEK SAMPING
Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung mampat
(akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung :
justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual,
diare), ada kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat
sementara yang hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan
cara pentakaran menyelinap, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan. Dengan demikian, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat
sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai
puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara
mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan
kuat (rebound effect) Khusus. Lebih serius adalah sejumlah besar efek samping khusus,
antara lain:
1. Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (= ortho, Lat.) daripada
dalam keadaan berbaring, dapat terjadi pada terutama simpatolitika.
2. Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral, khususnya reserpin dan metildopa,
juga pada beta-blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-nolol, alprenolol, dan
metoprolol.
3. Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema, anatra
lain antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini dapat diatasi degan
kombinasi bersama suatu deuretikum.
4. Penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi metabolisme lipida secara
buruk, yakni menurunkan kadar kolesterol- HDL plasma yang dianggap sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga meningkatkan kolesterol-LDL
yang dianggap sebagai factor risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan pada diuretika
(kelompok thiazida dan klortalidon) dan pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak
kardioselektif atau tak memiliki ISA.