Professional Documents
Culture Documents
Pembahasan
A. Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteria
koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan
lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria, sehingga secara progresif
mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi
terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium.
Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan
vaskular yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan
miokardium distal dari daerah lesi.
Timbul berbagai pendapat yang sating berlawanan sehubungan dengan
patogenesis aterosklerosis pembuluh koroner. Namun perubahan patologis yang
terjadi pada pembuluh yang me-ngalami kerusakan dapat diringkaskan seperti berikut
(Gambar 31-2):
1. Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak
GAMBAR
31-2
Perubahan
patologis progresif pada penyakit
aterosklerosis koroner. Bercak
lemak merupakan salah satu lesi
paling dini dari aterosklerosis.
Biasanya bercak lemak ini akan
mengalami regresi tetapi sebagian
akan terus berkembang menjadi
plak fibrosa dan akhirnya menjadi
ateroma.
Ateroma
kemudian
mengalami komplikasi perdarahan,
pertukakan,
kalsifikasi,
atau
trombosis
dan
akhirnya
mengakibatkan infark miokardium.
(Diambil dari Hurst JW: The Heart.
ed 3, New York, 1974, McGraw-Hill
Book Co.)
Meskipun
penyempitan
lumen
disfungsi
miokardium
biasanya
menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Langkah akhir proses patologis
yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara berikut: (1)
penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak, (2) perdarahan pada plak
ateroma, (3) pembentukan trombus yang diawali agregasi trombosit, (4) embolisasi
trombus atau fragmen plak, (5) spasme arteria koronaria. Meskipun ada banyak sebab
yang dapat menimbulkan penyumbatan pembuluh koroner akut, tetapi dalam
pemeriksaan otopsi terbukti bahwa trombosis intralumen merupakan penyebab utama,
yaitu menumpuk pada lesi aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Apakah okulsi
trombotik merupakan peristiwa yang pri mer atau sekunder, belum dapat ditentukan.
Beberapa penyelidik percaya bahwa spasme arteria koronaria dengan plak
aterosklerotik akan meningkatkan tekanan di dalam plak, mengakibatkan pecahnya
plak dan terjadi trombosis. Tetapi sebagian lagi percaya bahwa gabungan mekanismemekanisme yang telah disebutkan di atas yang akhirnya menimbulkan proses oklusi.
Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada
segmen epikardial proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat lengkungan
yang tajam, percabangan, atau perlekatan, Lesi-lesi ini cenderung terlokalisir dan
fokal dalam penyebarannya; tetapi, pada tahap yang lanjut, lesi-lesi yang tersebar
difus menjadi menonjol.
banyak faktor yang sating berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah
ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan
kerentanan terhadap terjadinya ateroskierosis koroner pada individu tertentu (lihat
kotak di bawah).
Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner
meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap faktor-faktor aterogenik.
Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai setelah menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti Aria. Efek perlindungan estrogen dianggap
sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopause. Orang
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.
Akhirnya, riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu,
saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinantimbulnya ateroskle rosis prematur. Besarnya pengaruh
genetik dan lingkungan masih belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan
pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya,
seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula
mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang
menimbulkan stres atau obesitas.
Faktor-faktor risiko tambahan lainnya masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor risiko mayor adalah
peningkatan kadar lipid serum; hipertensi; merokok; gangguan toleransi glukosa; dan
diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.
1. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas
berasal eksogen dari makanan eksogen dan dari sintesis lemak endogen.
Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis. Karena lipid tak larut dalam
plasma, lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. I
katan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein: (1) kilomikron, (2)
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), (3) lipo-protein densitas rendah
(LDL) dan (4) lipoprotein densitas tinggi (HDL). Kadar relatif lipid dan protein
berbeda-beda pada setiap kelas tersebut. Dari keempat kelas lipoprotein yang ada,
5
LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL
kaya akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hubungan antara peningkatan kolesterol serum dengan peningkatan
prematuritas serta beratnya aterosklerosis sudah jelas. Data dari Penelitian
Intervensi Faktor Risiko Majemuk menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
kadar kolesterol di atas 180 mg/dl (miligram/desiliter), risiko penyakit arteria
koronaria meningkat juga, dan peningkatan akan lebih cepat jika kadarnya
melebihi 240 mg/dl. Bukti-bukti epidemiologis terbaru menunjukkan adanya
hubungan antara aterogenesis dengan pola-pola peningkatan kolesterol tertentu.
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria,
sementara kadar kolesterol HDL yang
tinggi tampaknya berperan sebagai
faktor pelindung terhadap penyakit
arteria koronaria. Sebaliknya, kadar
HDL yang rendah ternyata bersifat
atero-genik. Pedoman untuk deteksi,
evaluasi,
dan
penatalaksanaan
Cholesterol
Education
kolesterol
dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Hiperlipidemia dapat bersifat primer atau
sekunder dari suatu keadaan lain yang mendasari seperti hipotiroidisme atau
diabetes melitus yang tak terkontrol dengan balk. Peningkatan lipoprotein, atau
hiperlipoproteinemia, dibedakan sesuai dengan pola peningkatan spesifik. Ada
lima tipe atau pola yang telah ditemukan: I, II (A dan B), Ill, IV, dan V, masingmasing sesuai dengan peningkatan satu atau lebih lipoprotein spesifik. Pola-pola
ini tidak merupa-kan petunjuk yang khas dari gangguan lipid tertentu, tetapi tipe
peningkatan ini biasa digunakan sebagai penuntun klinis dalam pengobatan.
Hanya tiga jenis hiperlipoproteinemia, yaitu II, III, dan IV, yang berhubungan
dengan aterosklerosis prematur.
Istilah hiperliproteinemia familial digunakan untuk menjelaskan suatu
kelompok gangguan lipid primer akibat kelainan metabolisme lipid yang
6
tak
(hiperli-pidemia
dirawat
akan
lipoprotein
berprognosis
menurun
dan
akan
meningkatkan
proses
bersihan
oleh
hati.
dapat
memperlambat
proses
aterogenesis
dan
akibat
yang
ditimbulkannya.
2. Hipertensi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika
Serikat. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa menderita hipertensi, dan
insidensnya lebih tinggi di kalangan orang kulit hitam setelah usia remaja.
Mereka yang menderita hipertensi mempunyai risiko, besar bukan saja terhadap
penyakit jantung, tetapi jugaterhadap penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal,
dan vaskular. Makin tinggi tekanan darah makin besar risikonya.
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu pe-ningkatan tekanan darah sistolik
dan/atau diastolik yang tidak normal. Batas yang tepat dari kelainan ini tidak
pasti. Nilai yang dapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin.
Namun umumnya, sistolik yang berkisar dari 140-160 mm Hg Can diastolik
antara 90-95 mmHg dianggap merupakan garis batas hipertensi. Diagnosis
hipertensi sudah jelas pada kasus di mana tekanan darah sistolik melebihi 160
mm Hg dan diastolik melebihi 95 mm Hg. Nilai-nilai ini sesuai dengan definisi
konseptual hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan
peningkatan mortalitas kardiovaskular lebih dari 50%.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin
tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahum Masa laten menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila
terdapat gejala, sifatnya non-spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau
hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, maka akan mengakibatkan
kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke, atau payah ginjal.
Penemuan dini hipertensi dan perawatan yang efektif dapat mengurangi
kemungkinan morbiditas dan mortalitas. Dengan dernikian, pemeriksaan tekanan
darah secara teratur mempunyai anti penting dalam perawatan hipertensi.
Sembilanpuluhlima persen kasus hipertensi tidak diketahui sebabnya. Bentuk
hipertensi idiopatik ini dinamakan hipertensi primer atau esensial. Patogenesis
yang pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel.
Mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan
8
mencakup perubahan-perubahan berikut: (1) ekskresi natrium dan air oleh ginjal,
(2) kepekaan baroreseptor, (3) respon vaskular dan (4) sekresi renin. Lima persen
kasus hipertensi lainnya timbul sekunder dari proses penyakit lain seperti
penyakit parenkim ginjal atau aldosteronisme primer.
Mekanisme bagaimana hipertensi menimbulkan kelumpuhan atau kematian
berkaitan langsung dengan pengaruhnya pada jantung dan pembuluh darah.
Peningkatan
tekanan
darah
sistemik
meningkatkan
resistensi
terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri; akibatnya beban kerja jantung bertambah.
Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrileel untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dengan hipertrofi kornpensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi
dan payah jantung. Jan-tung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya
aterosklerosis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut maka suplai oksigen
miokardium berkurang. Kebutuhan miokardium akan oksigen yang meningkat
akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, akhirnya
menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian karena
hipertensi adalah akibat infark miokardium atau payah jantung.
Kerusakan vaskular akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh pembuluh perifer.
Perubahan vaskular retina yang dapat diketahui dengan mudah melalui
pemeriksaan oftalmoskopik, sangat berguna untuk menilai perkembangan
penyakit dan respon terhadap terapi yang dilakukan. Aterosklerosis yang
dipercepat dan nekrosis medial aorta merupakan predisposisi dari terbentuknya
aneurisma dan diseksi. Perubahan struktur dalam arteria-arteria kecil dan arteriola
menyebabkan penyumbatan pembuluh progresif. Bila pembuluh menyempit maka
aliran arteria terganggu dan dapat menyebabkan mikroinfark jaringan. Akibat
yang ditimbulkan perubahan vaskular ini paling nyata pada otak dan ginjal.
Obstruksi atau ruptura pembuluh darah otak merupakan penyebab sekitar
sepertiga kematian akibat hipertensi. Sklerosis progrestf pembuiuh darah ginjal
mengakibatkan disfungsi dan gagal ginjal yang juga dapat menimbulkan
kematian. Kira-kira 10% sampai 15% kasus hipertensi yang tak dirawat akan
berkembang menjadi gagal ginjal.
C. Faktor Faktor yang Dapat Dirubah
Risiko merokok tergantung pada jumlah rokok yang diisap per hari, namun
tidak pada lamanya merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok
sehari mejadi dua kali iebih rentan daripada mereka yang tidak merokok. Yang diduga
9
10
Perubahan
respon
sistem
saraf
refleks
otonom.
kompensasi
Menurunnya
setiap
kali
jantung
miokardium
secara
khas
disertai
oleh
dua
perubahan
apabila
metabolik,
fungsional,
terjadi
semuanya
bersifat
reversibel.
Angina pektoris adalah nyeri dada
yang menyertai iskemia miokardium.
Mekanisme yang tepat bagaimana
khas,
nyeri
digambarkan
12
akan
secara
berhenti
permanen.
berkontraksi
Jaringan
yang
GAMBAR 31-8
subendokardiat.
Infark
transmural
dan
nekrosis
hesar
daerah
sedangkan
daerah
nekrosis.
Infark
miokardium
biasanya
menyerang
ventrikel
kiri.
Infark
GAMBAR 31-9 Lokasi infark pada dinding ventrikel. Kiri, infark pada
dinding anterior akibat tersumbatnya ramus desendens anterior arteria
koronaria sinistra. Kanan, infark dinding inferior akibat tersumbatnya
ramus desendens posterior arteria koronaria dekstra.
koroner
(Tabel
31-2).
Untuk
menanggulangi
un-tuk mengetahui
letak
fungsi
ventrikel.
Penyempitan
arteriola
menyeluruh
akan
hukum Starling. Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat
retensi natrium dan air oleh ginjal. Akibatnya, infark miokardium biasanya
disertai pembesaran ventrikel kiri sementara akibat dilatasi kompensasi jantung.
Bila perlu, dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk
meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.
Secara ringkas, terdapat serangkaian refleks yang dapat mencegah
memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi: (1) peningkatan frekuensi
jantung dan Jaya kontraksi, (2) vasokonstriksi umum, (3) retensi natrium dan ait,
(4) dilatasi ventrikel dan (5) hipertrofi ventrikel. Tetapi semua respon kompensasi
ini akhirnya dapat memperburuk keadaan miokardium dengan meningkatkan
kebutuhan miokardium akan oksigen.
Kondisi hemodinamik sesudah infark
miokardium bervariasi. Curah jantung
dapat berkurang sedikit atau dipertahankan
dalam batas-batas normal. Meningkatnya
frekuensi
jantung
biasanya
tak
parasimpatis
miokardium,
sedang menghadapi ajal. Tetapi, 20% sampai 60% kasus infark yang tidak fatal
bersifat tersembunyi atau asimtomatik. Sekitar setengah dari kasus ini benarbenar tersembunyi dan tidak ditemukan kelainan, dan didiagnosis melalui
pemeriksaan EKG yang rutin, atau pemeriksaan postmortem.
Kedua, meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh selsel miokardium yang nekrosis. Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari kreatin
fosfokinase (CK atau CPK), glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT atau
GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH). Pola peningkatan enzim ini mengikuti
perjalanan waktu yang khas sesudah terjadinya infark miokardium (Gambar 3111). Meskipun enzim ini merupakan pembantu diagnosis yang sangat berharga,
tetapi interpretasinya terbatas oleh fakta bahwa peningkatan enzim yang terukur
bukan merupakan indikator spesifik kerusakan miokardium; terdapat prosesproses lain yang juga dapat me-nyebabkan peningkatan enzim, sehingga dapat
menyesatkan interpretasi. Penguku ran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang
khas dilepaskan oleh miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan diagnosis.
Pelepasan isoenzim MB-CK merupakan petunjuk enzimatik dari infark
miokardium yang paling spesifik. Akhirnya, selama infark akut akan terlihat
perubahan-perubahan pada elektrokardiografi, yaitu gelombang Q yang nyata.
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik (Gambar 31-12). Perubahanperubahan ini tampak pada hantaran yang terletak di atas daerah miokardium
yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu segmen ST dan gelombang T
akan kembali normal; hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama. Tetapi hanya separuh atau dua pertiga
pasien infark miokardium akut yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis
klasik ini. Pada 30% pasien yang didiagnosis dengan infark, tidak terbentuk
gelombang Q. Lagi-pula, hubungan antara gelombang Q dengan infark
transmural tidak jelas. Hampir 50% infark nontransmural juga memperlihatkan
gelombang Q. Akibatnya, pemakaian istilah infark gelombang Q dan gelombang
non-Q lebih sering dipakai daripada infark transmural dan non-trans, mural
(subendakardial).
17