You are on page 1of 7

BioSMART

Volume 1, Nomor 2
Halaman: 13-19

ISSN: 1411-321X
Oktober 1999

Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya


(Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)
ENDANG ANGGARWULAN, NITA ETIKAWATI, AHMAD DWI SETYAWAN
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

ABSTRAK
This research is objected to find out (1) the number, the type and the size of chromosomes, (2) the karyotype formulae and maps of the
chromosomes, and (3) the phylogenetic relationship of Allium. In this research, six species are examined, i.e. A.ascalonicum (shallot), A.cepa
(onion), Allium sp. (big shallot), A.sativum (garlic), A.fistulosum (Japanese bunching) and A.porrum. Referring to Backer and Bakhuizen van den
Brinks manual (1968), they are identified before the examination. The result found out that all species has a same number of chromosomes, i.e. 2n
= 16. All of chromosomes have metacentric shape, except for the first chromosome pair of Allium sp. which has the sub-metacentric shape. The
longest of haploid chromosome length is A.sativum with 196.36 m, then for A.porrum is 137.27m, Allium sp. is 132.69 m, A.ascalonicum is
124.71 m and A.fistulosum is 113.60 m. The relative asymetric index is over then 50 (53.79 57.70). The R-ratio of A.ascalonicum and A.sativum
subsequently are 1.6 and 1.7, then for A.cepa is 2.25, A.fistulosum is 2.28, A.porrum is 2.67 and Allium sp.is 2.71. A.ascalonicum and A.fistulosum have
the closest genetic relationship with similarity index of 80, then followed by A.cepa and Allium sp. with similarity index of 75. The four species
joint with A.porrum with similarity index of 65. A.sativum is the last species that joint with them with similarity index of 35.
Key words: Allium, chromosomal karyotype, phylogenetic relationship.

PENDAHULUAN
Genus Allium memiliki banyak anggota, sebagian di
antaranya bernilai ekonomi tinggi dan telah
dimanfaatkan sejak lama. Allium berguna untuk bumbu,
sayuran, obat dan tanaman hias. Kebutuhan pasar dunia
akan jenis sayuran ini sangat tinggi, begitu pula
kebutuhan nasional. Namun produksi di Indonesia sangat
terbatas, bahkan beberapa spesies harus diimpor. Karena
meskipun iklim, musim dan lahan di Indonesia
mendukung pembudidayaan, kebanyakan petani tinggal
di dataran rendah sedang Allium umumnya merupakan
tumbuhan dataran tinggi (Rismunandar, 1989; Samadi
dan Cahyono, 1999). Untuk memproduksi Allium secara
besar-besaran, harus dilakukan pemuliaan tanaman agar
diperoleh kultivar-kultivar dataran rendah. Di samping
harus menarik, ukuran besar, masa panen singkat, tahan
penyakit dan lain-lain (Pike, 1989).
Terdapat tujuh spesies Allium yang sering
dibudidayakan, yaitu: bawang putih (Allium sativum L.),
bawang merah (Allium ascalonicum L.), bawang bombay
(Allium cepa L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.),
bawang prei (Allium porrum L.), bawang kucai (Allium
odorum L.) dan bawang langkio (Allium schaenoprasum
L.) (Jones dan Mann, 1963), Menurut Rismunandar
(1989), dua spesies terakhir jarang dibudidayakan di
Indonesia. Di samping itu Pike (1989) menambahkan
bawang kurat (Allium ampeloprasum L), bawang rakkyo
(Allium chinense G. Don) dan bawang prei cina (Allium
tuberosum L) yang belum dibudidayakan di Indonesia.
Allium umumnya merupakan herba biennial, memiliki
batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun.
Daun tersusun berseling, tumbuh dari batang sejati
berbentuk pipih atau cawan. Daun yang lebih tua terletak
di sebelah luar dan membungkus daun yang lebih muda.
Helai berwarna hijau untuk fotosintesis, sedang pelepah

berwarna merah, kuning atau putih serta menebal dan


membentuk umbi lapis untuk menyimpan cadangan
makanan. Umbi lapis A.sativum berbeda dengan umbi
bawang lain. Umbi lapis bawang ini merupakan
kumpulan siung yang membentuk satu rumpun. Setiap
rumpun terdiri lebih dari 3-13 siung, yang disatukan oleh
pelepah tipis seperti kulit. Setiap siung juga dibungkus
oleh pelepah yang sama, sehingga terjaga dari kekeringan
(Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968).
Sebagai bahan makanan Allium memiliki nilai gizi
yang cukup. Tanaman ini mengandung karbohidrat,
protein, lemak, serat, vitamin A, B, C serta mineral
berupa kalsium, fosfor dan besi. Allium dikenal memiliki
kasiat obat, khususnya A.sativum. Karena mengandung
alliin, allisin, allitiamin, minyak atsiri metilalil-trisulfida
dan lain-lain (Rismunandar, 1989).
Sifat fenotip diatur secara genetis (Suryo, 1995),
sehingga program pemuliaan tanaman perlu ditunjang
informasi sifat genetika (Chikmawati dkk., 1998). Datadata morfometrik kromosom yang meliputi bentuk,
ukuran dan jumlah, serta peta karyotipe merupakan salah
satu syarat utama pemuliaan. Di samping berguna pula
untuk taksonomi dan mengetahui hubungan kekerabatan.
Studi sitologi genus Allium sering dilakukan, namun
hingga saat ini data-data tersebut masih terbuka luas
untuk diteliti (Jacobsen dan Ownberry, 1976; Chinnappa
dan Basappa, 1986), karena karyotipe sebagian besar
spesiesnya belum diketahui (Cai dan Chinnappa, 1987).
Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dalam satu
spesies pada dasarnya selalu tetap, sehingga dapat dibuat
peta karyotipe atau karyogram serta idiogram. Berdasarkan kontriksi primernya, dikenal kromosom berbentuk
metasentris, submetasentris, akrosentris dan telosentris.
Berdasarkan ukurannya dikenal ukuran absolut dan ukuran
relatif. Sedang berdasarkan jumlahnya dikenal kromosom
aneuploid dan poliploid (Darnaedi, 1991; Suryo, 1995).
1999 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

14

BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 13-19

Pembelahan meiosis biasanya hanya digunakan


untuk menghitung jumlah kromosom, sedang
pembelahan mitosis dapat digunakan untuk membuat
peta karyotipe (Riesenberg dkk., 1987). Studi mitosis dapat
menggunakan ujung akar, ujung batang, primordia daun,
petala muda, ovulum muda dan kalus. Namun biasanya
digunakan ujung akar karena mudah tumbuh dan
seragam, sedang untuk pembelahan meiosis sering
digunakan anthera (Darnaedi, 1991). Sifat kromosom sel
mitosis secara morfologi lebih stabil dibandingkan
meiosis, karena struktur penanda seperti satelit,
penyempitan, letak sentromer dan panjang lengan lebih
jelas (Min dkk., 1984).
Levan dkk., 1964 membagi kromosom menjadi tiga
kelompok berdasarkan posisi relatif sentromer, dimana
bentuk metasentris dengan indeks sentromer 50-37,5;
submetasentris (sm) dengan indeks sentromer 37,5-25
dan subtelosentris dengan indeks sentromer 25-12,5.
Kolkisin mampu berikatan dengan mikrotubuli,
sehingga menghentikan tahap prometafase dan kromosom
tidak tertarik ke bidang ekuator maupun kutub. Kolkisin
juga menyebabkan kromosom mengkerut, sehingga
ukurannya memendek, terpencar-pencar, tidak terlalu
tumpang tindih dan mudah diamati. Konsentrasi efektif
kolkisin antara 0,01-1,00% untuk lama perendaman 6-72
jam. Kolkisin dapat digantikan 8-hidroksiquinolin,
kloralhidrat, indolasetat, asenapten dan p-diklorobenzen
(Eigsti dan Dustin, 1957; Okada, 1981).
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui jumlah,
bentuk dan ukuran kromosom anggota-anggota genus Allium,
(2) mengetahui rumus dan peta karyotipe anggotaanggota genus Allium dan (3) mengetahui hubungan
kekerabatan antar anggota-anggota genus Allium.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
penanaman sediaan (Radford dkk., 1974), pembuatan
kemikalia (Berlyn dan Miksche, 1976; Mc Lean dan
Cook, 1965), studi pendahuluan, pembuatan preparat
(Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979;
Soerodikoesoemo, 1989), pembuatan karyotipe (Robert
dan Short, 1979; Ahmad dkk., 1993; Levan dkk., 1964)
dan penyusunan dendrogram (Sokal dan Sneath, 1963;
Pielou, 1984).
Alat dan Bahan
Objek penelitian berupa enam spesies Allium yang
dibudidayakan di Indonesia: bawang merah (Allium
ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.),
bawang merah besar (Allium sp.), bawang putih (Allium
sativum L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.) dan
bawang prei (Allium porrum L). Bawang kucai (Allium
odorum L) dan bawang langkio (Allium schaenoprasum
L)., keduanya tidak ditemukan di Surakarta dan
sekitarnya. Menurut Rismunandar (1989), keduanya
jarang dibudidayakan dalam jumlah besar. Sebelum
diteliti, setiap spesies diidentifikasi kembali dengan
pustaka Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968).
Dalam penelitian ini diperlukan alkohol absolut,
kolkisin 0,1% dan 0,2%, asam asetat glasial 45%,asam
klorida 1N, asetoorsein 2%, gliserin, cat kuku, akuades,
akuabides dan minyak imersi.

Alat yang digunakan meliputi: kotak penanaman,


botol flakon, gelas benda, gelas penutup, kotak preparat,
kertas alumunium, kertas label, kertas tisu, kapas, pinset,
silet/skalpel, kuas, jarum preparat, pipet dan penggaris, oven,
lemari pendingin, mikrometer, mikroskop cahaya,
kamera lusida, kamera mikrofotografi dan film.
Cara Kerja
Penanaman Sediaan
Ujung akar Allium diperoleh dengan merendam
pangkal umbi sedalam kurang lebih seperempat dari titik
akar atau meletakkan umbi di atas kapas basah. Air harus
diganti setiap hari untuk mencegah tumbuhnya bakteri
dan jamur. Akar akan muncul setelah 2-3 hari,
tergantung umur umbi lapis (Radford dkk., 1974).
Apabila jumlah kromosom prometafase tidak cukup,
maka umbi Allium ditumbuhkan dalam air hingga
panjang akar mencapai 0,5 cm, lalu direndam dalam
kolkisin 0,1% selama 14 jam, hingga ujung akar
menggembung, dan kemudian ditanam lagi selama 2-3
hari. Perlakuan ini tidak perlu dilakukan terhadap
A.ascalonicum dan A.sativum, karena dengan prosedur
reguler jumlahnya sudah cukup.
Waktu Optimum Pembelahan Mitosis
Studi pendahuluan dilakukan pagi hari mulai jam
08.00-13.00 WIB. Pemotongan akar dilakukan setiap 30
menit dan dibuat preparat dengan metode squash semi
permanen, diperoleh waktu pembelahan optimum jam
09.00 WIB (pagi).
Pembuatan Kemikalia
Kolkisin 0,2%. Kolkisin 0,2 gram dilarutkan dengan 5 ml etanol,
lalu ditambah 95 ml akuades dan diaduk hingga larut. Disimpan
dalam botol tertutup, berwarna gelap, dalam lemari pendingin
bersuhu 5 oC.
Asam Asetat Glasial 45%. Asam asetat glasial 45 ml dan 55 ml
akuades diaduk hingga larut, lalu disimpan dalam botol tertutup
pada suhu kamar.
HCl 1N. HCl pekat 1 bagian ditambah 11 bagian akuades, digojok
hingga larut dan disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar.
Asetoorsein 2%. Asam asetat glasial 45 ml dipanaskan hingga
hampir mendidih (90-100oC), ditambah 2 gram orsein, dididihkan
selama 10 menit sambil diaduk. Didinginkan pada suhu kamar.
Lalu ditambah 55 ml akuades dan digojok hingga larut. Disaring
dan disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap, pada suhu
kamar. Apabila terbentuk endapan, sebelum digunakan digojok
dan disaring lagi.

Pembuatan Preparat
Preparat dibuat dengan metode squash semi
permanen (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan
Short, 1979; Soerodikoesoemo, 1989) sebagai berikut:
Pra-perlakuan. Ujung akar dipotong 3-5 mm, dimasukkan dalam
botol flakon berisi 2-3 ml kolkisin 0,2%. Lalu dibungkus kertas
aluminium dan disimpan dalam lemari es selama 2-4 jam.
Pencucian. Kolkisin dibuang dan dicuci dengan akuades tiga kali.
Fiksasi. Akuades dibuang, diganti asam asetat glasial 45% dan
disimpan dalam lemari es bersuhu 5oC selama 15 menit.
Pencucian. Asam asetat glasial 45% dibuang dan dicuci akuades tiga kali.
Hidrolisis. Akuades dibuang, diganti HCl 1N dan disimpan dalam
oven bersuhu 60oC selama 2 menit, tergantung besarnya bahan.
Pencucian. HCl 1N dibuang dan dicuci dengan akuades tiga kali.

ANGGARWULAN, dkk. Karyotype Kromosom Genus Allium


Pewarnaan. Akuades dibuang, diganti asetoorsein 2% selama 1-3 jam,
tergantung ukuran bahan dan kesegaran pewarna. Dilakukan pada suhu
kamar.
Squashing. Diambil 1-2 buah ujung akar dengan kuas, diletakkan di
atas gelas benda dan dipotong hingga tersisa 1-2 mm dari ujung.
Ditetesi gliserin, ditutup gelas penutup dan diketuk-ketuk, hingga
hancur merata.
Penyegelan. Kelebihan gliserin di tepi gelas penutup dibersihkan
dengan tisu, disegel dengan cat kuku bening.
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya, untuk memperbaiki
daya resolusi digunakan filter dan minyak emersi. Preparat yang baik
dipotret dengan kamera mikrofotografi. Hasil pemotretan diperbesar
sehingga mudah diamati.

Analisis Hasil
Pembuatan karyotipe
Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto
kromosom prometafase dengan fokus berbeda-beda.
Kedua foto tersebut dijiplak (diblat) pada plastik
transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan
bentuknya. Kemudian jumlah kromosom dan panjang
kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan
Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu
dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk.,
1993).
Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom
prometafase. Sifat yang diamati meliputi; panjang
absolut (m), indeks sentromer relatif (centromeric
index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid
(haploid chromosome length = HCL), indeks asimetri
relatif (asimetry index = AsI%), perbandingan pasangan
kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta
perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).
Panjang absolut (m),
Ukuran absolut kromosom ditentukan secara
langsung (Ruas dkk., 1995).
Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci),
Bentuk kromosom ditentukan berdasarkan posisi
relatif sentromer (Levan dkk., 1964).
Ci

panjang lengan pendek kromosom


= ---------------------------------------------- X 100
total panjang lengan kromosom

Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).


kromosom terpanjang
Nilai L/S = ---------------------------------kromosom terpendek

Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid


chromosome length = HCL).
Nilai HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh
panjang pasangan kromosom.
Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%)
(Ruas dkk., 1995):
total lengan panjang kromosom set
AsI % = ------------------------------------------- X 100
total panjang kromosom set

Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan


terpendek (ratio = R) (Ruas dkk., 1995):
pasangan kromosom terpanjang
R = ------------------------------------------------pasangan kromosom terpendek

Pembuatan dendrogram filogeni


Hubungan kekerabatan fenetik ditentukan dengan
metoda pengelompokan koefisien asosiasi. Indek

15

similaritas ditentukan dengan rumus (Sokal dan


Sneath, 1963):
sifat berpasangan (++/--)
Indeks similaritas = ----------------------------- X 100
seluruh sifat (++/--/+-/-+)

Tingkatan persamaan harga-harga koefisien assosiasi


ditentukan dengan analisis klaster (Pielou, 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Karyotipe
Indeks sentromer (Ci)
Dalam penelitian ini keenam spesies yang diamati
memiliki jumlah kromosom sama, 2n = 16. Hampir
semua pasangan kromosom berbentuk metasentris,
kecuali pasangan kromosom pertama Allium sp.
Pasangan ini berbentuk submetasentris (Sm), dengan
indeks sentromer 34,0, sehingga rumus karyotipe 2n =
14m + 2 sm, sedang kelima spesies lain rumus
karyotipenya 2n = 16 m. Hal ini menunjukkan tingginya
tingkat kesamaan genetik pada keluarga Allium.
Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S)
Nilai L/S ini memiliki kegunaan sama dengan indeks
sentromer dari Levan dkk. (1964). Indeks sentromer
tersebut dapat dikonversi menjadi nilai L/S sebagai berikut:
Bentuk kromosom metasentris: nilai CI = 50-37,5
atau nilai L/S = 1,00-1,67
Bentuk kromosom sub-metasentris: nilai CI = 37,525 atau nilai L/S = 1,67-3,00
Bentuk kromosom sub-telosentris: nilai CI = 2512,5 atau nilai L/S = 3,00-7,00
Dalam penelitian ini, keenam spesies yang masingmasing memiliki 8 pasangan kromosom hampir
semuanya memiliki nilai L/S antara 1,00-1,67, sehingga
kromosom berbentuk metasentris. Kecuali pasangan
pertama kromosom Allium sp., dimana nilai L/S-nya
adalah
1,92,
sehingga
kromosomnya
berbentuk
submetasentris.
Panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL)
Nilai HCL tertinggi diperoleh A.sativum, yaitu
196,34, disusul A.porrum 137,27 m, Allium sp. 132,69
m, A.ascalonicum 124,71 m, A.cepa 116,8 m dan
A.fistulosum 113,6 m. HCL dapat digunakan untuk
menduga perbedaan fenotip, perbedaan panjang HCL
mengindikasikan perbedaan jumlah gen yang
mengontrol sifat fenotip tersebut. Dari nilai HCL di atas
terlihat bahwa A.sativum memiliki HCL yang jauh
berbeda dengan kelima spesies lain. Hal ini berkaitan
dengan hubungan kekerabatannya yang jauh berbeda
dengan kelima spesies lainnya.
Indeks asimetri relatif (AsI%)
Indeks ini menunjukkan simetri rata-rata antara
lengan panjang dan pendek dalam kromosom set. Dalam
penelitian ini, nilai AsI% keenam spesies sedikit di atas
50, sehingga cenderung berbentuk simetris (metasentris).
Secara berturut-turut nilai AsI% keenam spesies adalah
A.cepa 53,79, A.porrum 54,88, A.sativum 55,45, Allium
sp. 56,26, A.ascalonicum 57,30 dan A.fistulosum 57,70.
Tingkat simetri kromosom A.cepa paling tinggi sedang
tingkat simetri A.fistulosum palilng rendah.

16

BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 13-19

Gambar 1. Allium sativum (bawang putih)

Gambar 2. Allium porrum (bawang prei)

Gambar 3. Allium sp (bawang merah besar)

Gambar 4. Allium ascalonicum (bawang merah)

Gambar 5. Allium cepa (bawang bombay)

Gambar 6. Allium fistulosum (bawang luncang)

ANGGARWULAN, dkk. Karyotype Kromosom Genus Allium

17

20 m
Gambar 7.

Peta karyotipe (karyogram) dan idiogram enam spesies Allium: 1. Allium sativum, 2. Allium porrum, 3. Allium sp.,
4. Allium ascalonicum, 5. Allium cepa dan 6. Allium fistulosum.

Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan


terpendek (R)
Nilai R digunakan untuk mendeteksi keseragaman
panjang kromosom dalam satu spesies (satu kromosom
set). Dalam penelitian ini panjang kromosom
A.ascalonicum dan A.sativum relatif sama dalam
kromosom set-nya, masing-masing dengan nilai R 1,6
untuk A.ascalonicum dan 1,7 untuk A.sativum. Sedang
keempat spesies lainnya memiliki nilai R lebih
bervariasi. Allium sp. dengan nilai R 2,71, A.porrum
2,67, A.fistulosum 2,28 dan A.cepa 2,25.
Hubungan Kekerabatan Allium
Dalam penelitian ini hubungan kekerabatan
ditentukan berdasarkan 19 sifat sitologi dan satu sifat
morfologi yang sangat khas untuk tumbuhan bawang.
Ke-19 sifat sitologi tersebut meliputi ukuran absolut
pasangan kromosom sebanyak 8 buah, perbandingan
lengan panjang dan pendek (L/S) sebanyak 8 buah, serta
panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL), indeks

asimetri relatif (AsI%), perbandingan pasangan


kromosom terpanjang dan terpendek (R), masing-masing
satu buah. Sifat khas morfologi yang ditambahkan
adalah terbentuk-tidaknya umbi lapis.
Dendrogram filogeni yang disajikan pada gambar 8
menunjukkan bahwa spesies-spesies yang memiliki
kekerabatan paling dekat adalah A.ascalonicum dan
A.fistulosum , dengan indek similaritas mencapai 80. Hal
ini agak mengherankan apabila ditinjau dari terbentuk
tidaknya umbi, mengingat umbi lapis A.fistulosum sangat
kecil, hanya berupa tonjolan, sehingga sering dianggap
tidak membentuk umbi. Namun hal ini juga
mengindikasikan bahwa umbi lapis A.fistulosum yang
kecil tersebut pada dasarnya memiliki struktur sama
dengan umbi lapis A.ascalonicum, yakni terdiri dari
pelepah-pelepah daun yang tersusun berseling. Secara
morfologi keduanya cenderung memiliki kesamaan
bentuk daun, bunga dan bau minyak atsiri. Varitas
A.fistulosum tertentu juga mampu hidup di daratan
rendah sebagaimana A.ascalonicum.

ANGGARWULAN, dkk. Karyotype Kromosom Genus Allium

19

Tabel 1. Data morfometri krromosom enam spesies Allium

No

Nama

Pasangan kromosom
4
5

A.sativum
A.porrum
Allium sp.
A.ascalonicum
A.cepa
A.fistulosum

30,93
27,99
25,94
18,20
22,54
20,25

28,36
22,08
21,85
17,60
17,76
17,99

26,54
19,35
18,43
16,99
15,48
15,71

25,31
16,39
16,38
16,23
13,66
14,11

(L/S)
1.
A.sativum
2.
A.porrum
3.
Allium sp.
4.
A.ascalonicum
5.
A.cepa
6.
A.fistulosum

1,13
1,08
1,92
1,50
1,11
1,47

1,28
1,37
1,13
1,127
1,17
1,126

1,14
1,18
1,08
1,33
1,27
1,46

1,32
1,40
1,25
1,28
1,22
1,48

1.
2.
3.
4.
5.
6.

HCL

AsI%

24,71
15,02
15,26
15,49
13,66
13,89

21,99
13,66
14,11
14,87
12,52
11,84

20,31
12.30
11,15
13,96
11,16
10,93

18,19
10,48
9,57
11,37
10,02
8,88

196,34
137,27
132,69
124,71
116,80
113,60

55,45
54,88
56,26
57,30
53,79
57,70

1,70
2,67
2,71
1,60
2,25
2,28

1,12
1,28
1,09
1,27
1,07
1,35

1,20
1,22
1,14
1,39
1,20
1,36

1,58
1,00
1,45
1,36
1,13
1,29

1,40
1,30
1,21
1,34
1,20
1,17

Keterangan:

Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S)

Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL),

Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%)

Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R)

Gambar 8. Dendrogram hubungan kekerabatan enam spesies tanaman


bawang budidaya (Genus Allium).

Kedekatan hubungan kekerabatan kedua spesies di


atas disusul oleh A.cepa dan Allium sp., dimana indeks
similaritas di antara keduanya mencapai 75. Selama ini
di pasaran, Allium sp. sering diasosiasikan dengan
A.ascalonicum biasa, karena teksturnya menyerupai
A.ascalonicum biasa, meskipun ukuran, karakter daun,
bunga dan tempat tumbuhnya lebih cenderung serupa
dengan A.cepa.
Berdasarkan dendrogram anggapan ini dapat dibantah,
Allium sp. lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan
A.cepa. Allium sp. kemungkinan merupakan salah satu
kultivar A.cepa yang telah mengalami mutasi, sehingga
berbeda dengan induknya atau mungkin pula merupakan
hasil persilangan antara A.cepa dengan A.ascalonicum
biasa, karena dalam praktek di lapangan persilangan
kedua spesies ini dapat menghasilkan anakan yang fertil.
Persilangan ini dapat terjadi secara alamiah dengan
bantuan serangga atau disengaja. Data morfometri
menunjukkan pasangan pertama kromosom Allium sp.
berbentuk sub-metasentris, berbeda dengan kromosom
lain yang berbentuk metasentris, sehingga dapat diduga
perbedaan-perbedaan yang terjadi dikontrol oleh gen-gen
di dalam pasangan kromosom ini.
Gabungan A.ascalonicum dan A.fistulosum dengan
gabungan A.cepa dan Allium sp. bertemu pada indeks
similaritas 65, bersamaan dengan A.porrum. Hal ini
sesuai dengan struktur umbi lapis kelimanya yang pada
dasarnya sama, terdiri dari pelepah-pelepah daun yang
tumpuk menumpuk secara berseling dan bagian
panggalnya menonjol, meskipun pada A.fistulosum dan
A.porrum ukuran tonjolan ini sangat kecil, sehingga
sering dikatakan tidak memiliki umbi.
A.sativum merupakan spesies terakhir yang bergabung
dalam rumpun Allium ini. A.sativum bergabung pada
indeks similaritas 35. Dalam pengamatan morfologi,
struktur umbi A.sativum sangat berbeda dengan kelima
bawang lainnya. Umbi lapis A.sativum berupa segmensegmen siung (clove) yang diselubungi dan disatukan
oleh sisik-sisik pelepah daun sangat tipis, sehingga

membentuk rumpun umbi lapis agak pipih. Siung


berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan dan
setiap siung mengandung satu buah mata tunas. Dalam
satu rumpun dapat dijumpai 3-13 buah siung, sedang
umbi lapis kelima spesies lainnya berupa pangkal
pelepah daun menebal, tersusun berseling dan berfungsi
sebagai organ cadangan makanan. Di dalamnya terdapat
1-3 mata tunas yang menyisip di antara sela-sela
pelepah. Di samping itu umbi lapis A.sativum berbau
sangat tajam, berbeda dengan kelima spesies lainnya
yang baunya antara moderat hingga netral.
KESIMPULAN
Jumlah kromosom diploid genus Allium adalah 16
buah, hampir semua berbentuk metasentris, sehingga
rumus karyotipenya 2n = 16m, kecuali Allium sp. dimana
rumus karyotipenya 2n = 14m + 2sm, karena pasangan
kromosom pertama berbentuk submetasentris.
Secara berturut-turut A.sativum, A.porrum, Allium sp.,
A.ascalonicum, A.cepa dan A.fistulosum, memiliki
panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL) adalah:
196,34, 137,27, 132,69, 124,71, 116,80 dan 113,60;
indeks asimetri relatif (AsI%) adalah: 55,45, 54,88,
56,26, 57,30, 53,79 dan 57,70; sedang perbandingan
pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R)
adalah: 1,70, 2,67, 2,71, 1,60, 2,25 dan 2,28
A.ascalonicum berkerabat dengan A.fistulosum pada
indek similaritas 80. A.cepa berkerabat dekat dengan
Allium sp. pada indeks similaritas 75. Keempat spesies
tersebut berkerabat dekat dengan A.porrum pada indek
similaritas 65. Dan akhirnya kelima spesies tersebut
berkerabat dekat dengan A.sativum pada indek
similaritas 35.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Q.N., E.J. Britten dan D.E. Byth. 1983. A Quantitative Method
of Karyotipic Analisis applied to Soy bean (Glycine max).
Cytologia 48: 879-892.

Backer, C.a. dan R.C. Bakhuizen van den Brink, 1968, Flora of Java,
Vol. III, Groningen: Wolters Noordhoff.
Berlyn, G.P. dan J.P. Mische. 1976. Botanical Microtechnique and
Cytocemistry. Ames: Iowa State University Press.
Cai, Q. dan C.C. Chinnappa. 1987. Giemsa C-Banded Karyotipes of
seven north American Spesies of Allium. American Journal of
Botany 74 (7): 1087-1092.
Chikmawati, T., R. Megia, U. Widyastuti dan I.N. Farikhati, 1998.
Karyotipe Musa acumunata Mas Jambe dan M. balbisiana
Klutuk Wulung. Hayati. Juni 1998: 54-57.
Chinnappa, C.C. dan G.P. Basappa. 1986. Citological Studies on some
Western Canadian Allium Spesies. American Journal of Botany
73: 529-534.
Darnaedi, D., 1991, Kromosom dalam Taksonomi, Bogor: Herbarium
Bogoriense, Puslitbang Biologi - LIPI, .
Eigsti, O.J. dan P. Dustin, 1957, Colchicine in Agriculture, Medicine,
Biology and Chemistry, Ames-Iowa: The Iowa State Collge Press.
Jones, H.a. dan L.K. Mann, 1963, Onion and Their Allies, London:
Leonard Hilll Ltd.
Levan, A., K. Fredga dan A.A. Sandberg, 1964, Nomenclature for
Centromeric Position on Chromosome. Hereditia 52: 201-220.
Mc Lean, R.C. dan W.R.I. Cook. 1965. Plant Science Formulae.
London: Macmillan.
Min, H.G., H.T. Ma dan G.H. Liang. 1984. Karyotype Analysis of
seven species in the genus Sorghum. Jorunal of Heredity 75: 196202.
Okada, H., 1981, Report on Trainings and Investigations in LBN-LIPI,
Osaka: Departement of Biology Osaka University.
Pielou, E.C., 1984, The Interpretation of Ecological Data, A Primer on
Classification and Ordination, New York: John Wiley and Sons.
Pike, L.M. 1989. Onion Breeding dalam Breeding Vegetable Crops.
New York: AVI Publishing Co.
Radford, A.E., W.C. Dickinson, J.R. Massey dan C.R. Bell, 1974,
Vascular Plant Systematics, New York: Harper and Row
Publishers.
Riesenberg, L.H., P.M. Petersen, D.E. Soltis dan C.R. Annable. 1987.
American Journal of Botany 74 (11): 1614-1624.
Rismunandar, 1989, Membudidayakan 5 Jenis Bawang, Bandung:
Penerbit Sinar Baru.
Roberts, A.V. dan K.C. Short, 1979, An Experimental Study of
Mitosis, Journal of Biological Education 13 (3): 195-198.
Ruas, C.F., P.M. Ruas, N.I. Matzenbacher, G. Ross, C. Bernini dan A.
L.L. Vanzela, 1995, Cytogenetic Studies of Some Hypochoeris
Spesies (Compositae) from Brazil, American Journal of Botany
(82) 3: 369-375.
Sokal, R.R. dan P.H.A. Sneath, 1963, Principles of Numerical
Taxonomy, San Francisco: W.H. Freeman and Co.
Suryo, 1995, Sitogenetika, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

You might also like