You are on page 1of 2

Nama: Moch Iqbal Tanjung

Nim: 372029

Analisis Kebijakan Penuntasan Buta Aksara di Kabupaten Brebes


Kebijakan penuntasan buta aksara ini dilatar belakangi oleh upaya untuk
mengkampanyekan pentingnya membaca. Sejak tahun 1980 sudah ada usaha untuk
penuntasan buta aksara di berbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi tidak ada
peningkatan yang signifikan, sehingga perlunya membuat sebuah aturan baku yang
mengatur dalam upaya penuntasan tersebut. Menurut survey dari LIPI sebagai
lembaga yang berhubungan dengan penelitian akademik menyebutkan di provinsi
Jawa Tengah Brebes merupakan kabupaten dengan tingkat buta aksara yang tertinggi.
Jadi hal ini menjadi salah satu isu penting yang wajib dituntaskan oleh pemerintah
daerah, karena pendidikan merupakan salah satu tonggak utama majunya sumber daya
manusia.
Berdasarkan Laporan dari Indonesian Human Development Report Indeks
(IHDRI) menyebutkan sebanyak 14,3% penduduk Jateng merupakan penyandang
buta aksara. Hal itu berarti sekitar 4.2 juta penduduk dewasa jateng masih mengalami
buta aksara dan yang memiliki ranking tertinggi adalah kabupaten Brebes. Hal ini
kemudian patut diperhatikan dan dirumuskan sebuah kebijakan di tingkat daerah agar
upaya penuntasan buta aksara bisa lebih mendasar. Sehingga diperlukan alternatifalternatif kebijakan yang menjadi saran untuk upaya penuntasan buta Aksara di
Kabupaten Brebes.
Alternatif Kebijakan (X) dalam upaya penuntasan buta aksara di Kab. Brebes
1. Dibuat pedoman materi dan strategi belajar untuk buta aksara
2. Mendirikan taman baca atau perpustakaan ditiap desa
3. Membuat lembaga khusus penuntasan buta aksara dengan program-program
yang inovatif dan kreatif
Tabel Fisibilitas (1 terendah- 10 tertinggi)
Alternatif
Subtantif
Teknis Ekonomis
Kebijakan
(X)
X1
8
8
8
X2
7
8
5
X3
7
7
5

Sosial

Politis

Hukum

Total

7
7
7

5
8
7

7
7
8

43
42
41

Alternatif kebijakan X1 merupakan kebijakan yang secara subtantif, teknis dan


ekonomis dalam taraf baik. Hal tersebut karena pedoman ini hanya dalam bentuk
metode belajar yang baik sehingga para murid yang buta aksara dapat mengikuti
materinya dengan baik. Secara ekonomis juga tidak begitu memakan biaya karena ini
hanya bentuk pedoman materi yang bisa disusun oleh para ahli dan akademisi yang
berkompeten. Selain itu untuk konteks sosial dan hukumnya dalam taraf cukup baik,

jika pedomannya bisa dilaksanakan secara nyata dan dipertanggungjawabkan secara


hukum. Terakhir dalam konteks politik mungkin kurang baik karena unsur politis
tidak begitu mendapat ruang disini. Karena pedoman ini bersifat independent dan jauh
dari unsur politis.
Alternatif kebijakan X2 secara teknis bisa berjalan dengan baik, karena
dengan adanya taman baca atau perpustakaan berbasis desa maka masyarakat akan
dengan mudah mengakses bahan bacaan. Secara politis pun hal ini secara baik bisa
dimanfaatkan sebagai alat politik pemerintah daerah karena ini menyentuh langsung
kepada masyarakat. Akan tetapi secara ekonomis kebijakan ini akan membutuhkan
banyak biaya dari APBD. Sehingga butuh model anggaran yang tepat dalam
pengalokasian taman baca ditiap desa. Kebijakan ini masih bisa diminimalisir
anggarannya jika kita bekerjasama dengan perpustakaan nasional maupun daerah
untuk pengadaan bahan bacaan. Dalam taraf sosial dan hukumnya cukup baik karena
kebijakan ini bersifat sosial dengan menyentuh masyarakat dan secara hukum bisa
dipertanggungjawabkan.
Alternatif kebijakan X3 secara hukum dalam taraf baik karena perlunya
kelembagaan untuk bisa mempercepat upaya penuntasan buta aksara di kabupaten
Brebes. Lembaga ini nantinya sebagai poros yang mengatur program-program
penuntasan buta aksara yang bertanggung jawab langsung kepada bupati. Selain itu
secara subtantif, politis, teknis dan sosial kebiajakan membentuk lembaga ini akan
cukup baik. Hal tersebut jika pada berjalannya lembaga tersebut dapat secara tepat
membuat inovasi-inovasi terkait pengentasan buta aksara. Akan tetapi secara
ekonomis butuh biaya dari pemerintah daerah. Karena dalam membentuk lembaga
perlu anggaran untuk menggaji karyawan lembaga dan membuat inovasi.
Tiga alternatif kebijakan tersebut secara fisibilitas dapat menunjang upaya
penuntasan buta aksara. Walaupun dalam dua kebijakan X2 dan X3 membutuhkan
biaya dari pemerintah daerah, akan tetapi jika dijalankan dengan baik maka kebijakan
tersebut dapat mencapai target untuk menuntaskan buta aksara. Perlu diperhatikan
juga bahwa secara keseluruhan kebijakan ini akan berlangsung baik. Jadi yang paling
utama adalah perhatian dari masyarakat serta pemerintah dalam memfasilitasi
kebijakan tersebut.

You might also like