Analisis Kebijakan Penuntasan Buta Aksara di Kabupaten Brebes
Kebijakan penuntasan buta aksara ini dilatar belakangi oleh upaya untuk mengkampanyekan pentingnya membaca. Sejak tahun 1980 sudah ada usaha untuk penuntasan buta aksara di berbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi tidak ada peningkatan yang signifikan, sehingga perlunya membuat sebuah aturan baku yang mengatur dalam upaya penuntasan tersebut. Menurut survey dari LIPI sebagai lembaga yang berhubungan dengan penelitian akademik menyebutkan di provinsi Jawa Tengah Brebes merupakan kabupaten dengan tingkat buta aksara yang tertinggi. Jadi hal ini menjadi salah satu isu penting yang wajib dituntaskan oleh pemerintah daerah, karena pendidikan merupakan salah satu tonggak utama majunya sumber daya manusia. Berdasarkan Laporan dari Indonesian Human Development Report Indeks (IHDRI) menyebutkan sebanyak 14,3% penduduk Jateng merupakan penyandang buta aksara. Hal itu berarti sekitar 4.2 juta penduduk dewasa jateng masih mengalami buta aksara dan yang memiliki ranking tertinggi adalah kabupaten Brebes. Hal ini kemudian patut diperhatikan dan dirumuskan sebuah kebijakan di tingkat daerah agar upaya penuntasan buta aksara bisa lebih mendasar. Sehingga diperlukan alternatifalternatif kebijakan yang menjadi saran untuk upaya penuntasan buta Aksara di Kabupaten Brebes. Alternatif Kebijakan (X) dalam upaya penuntasan buta aksara di Kab. Brebes 1. Dibuat pedoman materi dan strategi belajar untuk buta aksara 2. Mendirikan taman baca atau perpustakaan ditiap desa 3. Membuat lembaga khusus penuntasan buta aksara dengan program-program yang inovatif dan kreatif Tabel Fisibilitas (1 terendah- 10 tertinggi) Alternatif Subtantif Teknis Ekonomis Kebijakan (X) X1 8 8 8 X2 7 8 5 X3 7 7 5
Sosial
Politis
Hukum
Total
7 7 7
5 8 7
7 7 8
43 42 41
Alternatif kebijakan X1 merupakan kebijakan yang secara subtantif, teknis dan
ekonomis dalam taraf baik. Hal tersebut karena pedoman ini hanya dalam bentuk metode belajar yang baik sehingga para murid yang buta aksara dapat mengikuti materinya dengan baik. Secara ekonomis juga tidak begitu memakan biaya karena ini hanya bentuk pedoman materi yang bisa disusun oleh para ahli dan akademisi yang berkompeten. Selain itu untuk konteks sosial dan hukumnya dalam taraf cukup baik,
jika pedomannya bisa dilaksanakan secara nyata dan dipertanggungjawabkan secara
hukum. Terakhir dalam konteks politik mungkin kurang baik karena unsur politis tidak begitu mendapat ruang disini. Karena pedoman ini bersifat independent dan jauh dari unsur politis. Alternatif kebijakan X2 secara teknis bisa berjalan dengan baik, karena dengan adanya taman baca atau perpustakaan berbasis desa maka masyarakat akan dengan mudah mengakses bahan bacaan. Secara politis pun hal ini secara baik bisa dimanfaatkan sebagai alat politik pemerintah daerah karena ini menyentuh langsung kepada masyarakat. Akan tetapi secara ekonomis kebijakan ini akan membutuhkan banyak biaya dari APBD. Sehingga butuh model anggaran yang tepat dalam pengalokasian taman baca ditiap desa. Kebijakan ini masih bisa diminimalisir anggarannya jika kita bekerjasama dengan perpustakaan nasional maupun daerah untuk pengadaan bahan bacaan. Dalam taraf sosial dan hukumnya cukup baik karena kebijakan ini bersifat sosial dengan menyentuh masyarakat dan secara hukum bisa dipertanggungjawabkan. Alternatif kebijakan X3 secara hukum dalam taraf baik karena perlunya kelembagaan untuk bisa mempercepat upaya penuntasan buta aksara di kabupaten Brebes. Lembaga ini nantinya sebagai poros yang mengatur program-program penuntasan buta aksara yang bertanggung jawab langsung kepada bupati. Selain itu secara subtantif, politis, teknis dan sosial kebiajakan membentuk lembaga ini akan cukup baik. Hal tersebut jika pada berjalannya lembaga tersebut dapat secara tepat membuat inovasi-inovasi terkait pengentasan buta aksara. Akan tetapi secara ekonomis butuh biaya dari pemerintah daerah. Karena dalam membentuk lembaga perlu anggaran untuk menggaji karyawan lembaga dan membuat inovasi. Tiga alternatif kebijakan tersebut secara fisibilitas dapat menunjang upaya penuntasan buta aksara. Walaupun dalam dua kebijakan X2 dan X3 membutuhkan biaya dari pemerintah daerah, akan tetapi jika dijalankan dengan baik maka kebijakan tersebut dapat mencapai target untuk menuntaskan buta aksara. Perlu diperhatikan juga bahwa secara keseluruhan kebijakan ini akan berlangsung baik. Jadi yang paling utama adalah perhatian dari masyarakat serta pemerintah dalam memfasilitasi kebijakan tersebut.