Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Bab II akan membahas tentang uraian teori yang berkaitan dengan bab I dan
berdasarkan pustaka. Pembahasan akan difokuskan pada uraian tentang penyakit
dispepsia, penatalaksanaan, nausea atau mual, akupresur dan pengaruh akupresur
terhadap mual serta kerangka konsep yang berisi pendekatan pemecahan masalah
yang akan digunakan.
A. Landasan Teori
1. Dispepsia
a. Pengertian
Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan
untuk menjelaskan gejala yang umumnya dirasakan sebagai gangguan
perut bagian atas (Harrison, 1999). Tjokronegoro (2001) menerangkan
dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri
ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan
sendawa, dyspepsia sering ditemukan pada orang dewasa. Dispepsi
merupakan masalah yang sering ditemukan dan keluhannya sangat
beragam. Dispepsia merupakan salah satu gangguan pencernaan yang
paling banyak diderita yang menunjukkan rasa nyeri pada bagian atas
11
12
13
dispepsia fungsional
- disfungsi sensorik-motorik
- gastroparesis idiopatik
- disritmia gaster
- hipersensitivitas gaster
atau duodenum
- faktor psikososial
- gastristis Hp
- idiopatik
c. Patofisiologi
Djojodiningrat
(2007)
menjelaskan
proses
patofisiologi
yang
14
15
d. Etiologi
Djojodiningrat (2007) menyebutkan penyebab dyspepsia.
Table 2.2 Penyebab dispepsia
Penyebab dispepsia
Esofago-gastro-duodenal
Obat-obatan
Hepato-billier
Pancreas
Penyakitt sistemik lain
Gangguan fungsional
e. Manifestasi klinis
Mansjoer (2001) dalam bukunya membagi klasifikasi klinis secara
praktis, didasarkan atas gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi
tiga tipe:
1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dispepsia), dengan
gejala:
-
Nyeri episodik
16
2) Dispepsia
dengan
gejala
dismotilitas
(dysmotility-like
dispepsia),dengan gejala:
-
Mudah kenyang
Mual
Muntah
3) Dispepsia nonspesifik
f. Penatalaksanaan
Pasien dispepsia dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan
modifikasi pola hidup dengan melakukan program diet yang ditujukan
untuk kasus dispepsia fungsional agar menghindari makanan yang dirasa
sebagai faktor pencetus. Pola diet yang dapat dilakukan seperti makan
dengan porsi kecil tetapi sering, makan rendah lemak, kurangi atau hindari
minuma-minuman spesifik seperti: kopi, alcohol dll, kurangi dan hindari
makanan yang pedas. Terapi medikamentosa untuk kasus dispepsia hingga
sekarang belum terdapat regimen pengobatan yang memuaskan terutama
dalam mengantisipasi kekambuhan (Tjokronegoro, 2001). Mansjoer
(2001) menerangkan pengobatan pada dispepsia mengenal beberapa
golongan obat, yaitu:
17
18
6) Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik; sisaprid, domperidon dan
metoklopramid. Obat golongan ini efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofangitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung.
Dispepsia
merupakan
sindrom
dari
sekumpulan
gejala
yang
19
20
21
antiemetik memiliki efek puncak terapi 1-2 jam dan berakhir setelah 6 jam
(Staf pengajar farmakologi, 2008).
Menurut Apriany (2010) jenis terapi non farmakologi yang dapat
digunakan sebagai intervensi untuk mengatasi mual diantaranya:
akupresur, akupunktur, relaksasi, terapi musik merupakan jenis terapi
keperawatan komplementer sehingga dapat dilakukan oleh perawat.
Menurut Jones et. al (2008) akupresur atau akupunktur merupakan terapi
nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi mual, mudah
dilakukan aman dan merupakan pengobatan yang alami. Akupunktur sama
dengan akupresur menggunakan meridian untuk mengetahui titik yang
dapat berpengaruh pada organ target penggunaan akupunktur efeknya
akan lebih cepat dari akupresur hanya saja akupunktur lebih beresiko
karena akupunktur memberikan tusukkan pada salah satu titik pada
meridian (Sukanta, 1999). Akupresur merupakan terapi sentuhan atau
pemijatan yang mengacu pada meridian tertentu dan titik pada meridian,
akupresur dikatakan lebih aman karena hanya memberikan pijatan pada
meridian organ target. Feyz (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa akupresur merupakan terapi non invasive, murah dan mudah
dilakukan untuk
penatalaksanaan terhadap
kehamilan.
Angela, Donal dan Jhon (2005) melalui study sistematik rieview
dengan mengumpulkan beberapa penelitian mengenai akupresur terhadap
22
23
24
25
dengan
titik
akupresur.
Akupresur
ditunjukkan
untuk
26
27
28
29
Gate Kontrol, rangsangan yang diteruskan oleh serabut saraf cepat ABeta tersebut harus mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas yang
rendah. Rangsangan nyeri yang dihantarkan oleh serabut saraf tersebut
dapat tertahan dan tidak diteruskan ke sel-sel transmisi, sehingga tidak
diteruskan ke pusat nyeri. Secara sistem neurotransmitter, endogenous
opiod subtance (Endorfin) dapat dapat dikeluarkan oleh Periaqueductal
grey matter dari sistem kontrol Desenden dengan merangsang dari salah
satu titik energi meridian (Hakam, Krisna & Tutik, 2009).
d. Manfaat akupresur
Menurut Sukanta (2001) dalam bukunya dituliskan manfaat akupresur
sebagai berikut:
1) Upaya promotif
Meningkatkan
daya
tahan
tubuh
dan
kekuatan tubuh.
2) Upaya preventif
3) Upaya kuratif
keluhan
sakit
dan
30
31
32
33
pemijatan pada titik ST36 dan SP3 akan memberikan penguatan terhadap
organ target (Sukanta, 1999). Rangsangan berupa pemijatan pada titik
ST36 yang memiliki organ target lambung dan SP3 akan memberikan
penguatan terhadap organ target (Sukanta, 1999).
Kelompok bagian gastroenterology universitas Guuiyang didalam
journal tradisional Cina melalui studi eksperimen klinik pada hewan,
menyatakan bahwa ada beberapa studi baru menunjukkan tusukan jarum
zusanli (ST36) memiliki efek regulasi pada fungsi saluran pencernaan
(Dharmananda, 2010). Hai-bo, Wan-yin dan Xiao-shu (2006) menyatakan
bahwa tusukan jarum zusanli ST36 dan neiguan PC6 dapat menurunkan
reaksi lambung.
Dari paparan penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terapi
akupresur efektif untuk menurunkan mual muntah pada pasien kehamilan,
kemoterapi dan postoperasi.
f. Guideline acupressure
Artika (2006) dalam prosedur penelitiannya, melakukan akupresur pada
titik P6 dengan durasi 15 menit pada setiap sisi tangan antara pukul 07.0009.00 sekali dalam satu hari selama 3 hari dan dibandingkan frekuensi
mual antara hari pertama hingga hari ketiga. Tekanan diberikan mulai
dengan
tekanan
yang
lembut
kemudian
ditingkatkan
kekuatan
34
pusat tubuh sedalam 1-2 cm, apabila responden mengeluh nyeri dalam 15
menit perlakuan maka akan dihentikan sementara setelah 3 menit
dilakukan kembali akupresur sampai total lama perlakuan 15 menit.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee Jiyeon et.al (2010) menggunakan
titik P6 dengan prosedur lama pemijatan 3-5 menit dilakukan 1-3 kali
dalam 1 hari. Penelitian sistematik review yang dilakukan oleh Angela,
Donal dan Jhon (2005) memuat penelitian Ming et.al melakukan
pemijatan pada titik P6 dan K9 menggunakan durasi lama pemijatan 20
menit.
Berdasarkan pemaparan diatas peneliti akan melakukan inovasi pada
meridian dan titik yang akan digunakan yaitu meridian limpa lambung
dengan titik tekan akupresur SP3 dan ST36 berdasarkan Sukanta (1999).
Durasi waktu yang akan digunakan 15 menit kurang lebih 25-30 kali
pemijatan dalam satu kali terapi mengacu pada buku yang ditulis oleh
Sukanta (1999) dan penelitian yang dilakuka Artika (2006), namun tidak
dilakukan pemijatan selama 3 hari berturut-turut. Pemijatan akan
dilakukan lebih dari 2 jam setelah pemberian obat antiemetik, proses
terapi akupresur akan diihentikan selama 3 menit ketika pasien merasa
kesakitan dan kemudian akan ditawarkan untuk melanjutkan terapi selama
15 menit atau dihentikan terapi akupresur. Faktor yang mempengaruhi
akupresur terhadap mual diantanya ada usia, jenis kelamin, pengalaman
35
36
37
B. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka menurut: Harrison
(1999), Tjokronegoro
Akupunktur
Farmakologi:
Relaksasi
Pemberian antiemetik
terapi musik
1.
Point
P6
yang
dilakukan oleh jones
et.al (2008), artika
(2006) dan Lee,
jiyeon et.al. (2010)
2.
Meridian
ST36
mihardja (2008)
3.
Meridian
limpa
lambung ST36 dan
SP3 (sukanta,1999)
Akupresur limpa
lambung ST36 dan SP3
dispepsia
Peningkatan
asam
lambung,
hormon
Mual
Sel-sel transmisi
NRS
38
39
C. Kerangka konsep
Berdasarkan landasan teori, maka dibuat kerangka konsep penelitian yang
dapat dijelaskan melalui gambar sebagai berikut:
mual
akupresur
Faktor pengganggu:
Usia
Jenis kelamin
Riwayat mual
Antiemetik
40
besar (penghantar impuls lebih cepat) menuju saraf spinal atau kranial
menuju ke kornu posterior medulla spinalis. Dalam medulla spinalis,
Substantia Gelatinosa akan bekerja sebagai Gate Kontrol, yang akan
menyesuaikan rangsangan serta mengaturnya sebelum diteruskan oleh
serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi, serta menutup Gate Kontrol,
rangsangan yang diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta tersebut harus
mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas yang rendah. Rangsangan mual
yang dihantarkan oleh serabut saraf tersebut dapat tertahan dan tidak
diteruskan ke sel-sel transmisi, sehingga tidak diteruskan ke saraf pusat
dan kemudian akan diukur menggunakan NRS (Hakam, Krisna & Tutik,
2009).
41
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangaka konsep tersebut, maka peneliti
menggunakan rumusan hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian yaitu : ada
pengaruh akupresur terhadap skala mual pada pasien dispepsia di RSUD
Banyumas.