Professional Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan
sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar
penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan
penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini
pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891.
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang jarang didapat namun
progresif oleh karena peningkatan resistensi vaskuler pulmonal yang menyebabkan
menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel
kanan.
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder.
Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui
penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh kondisi medis lain. Istilah ini saat ini menjadi kurang populer
karena dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganannya sehingga istilah
hipertensi pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal
Idiopatik.
Hipertensi pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi arteri
pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang secara
histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel endotel,
muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan penebalan tunika
media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos vaskuler. Sehingga
meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri kecil dan meningkatkan
tahanan vaskuler dari aliran darah di paru. Beratnya hipertensi pulmonal dibagi dalam
3 tingkatan; ringan bila PAP 25-45 mmHg, sedang PAP 46-64 mmHg dan berat bila
PAP > 65 mmHg.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute
of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau mean
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg
pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan valvular pada jantung kiri,
penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru
B. PATOLOGI
Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur complaint dengan
sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi pulmonary vaskuler bed sebagai
sirkuit yang low pressure dan high flow. Gambaran patologi vaskuler pada HPP tidak
patognomonis untuk kelainan ini, karena menyerupai arteriopati pada hipertensi
pulmonal dari berbagai macam penyebab. Kelainan vaskuler HPP mengenai arteri
pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan arteriol, berupa hiperplasia otot polos
vaskuler, hiperplasia intima, dan trombosis in situ. Progresif dan penipisan arteri
pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan tahanan pulmonal yang pada akhirnya
menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan
Pada stadium awal HPP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis menyebabkan
peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya trombotik arteriopati pulmonal.
Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal ini adalah trombosis insitu pada
muskularis arteri pulmonalis. Pada stadium lanjut, dimana tekanan pulmonal
meningkat secara terus menerus dan progresif, lesi berkembang menjadi bentuk
arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan hipertrofi media, fibrosis
laminaris intima konsentrik, yang menggantikan struktur endotel pulmonal normal.
Secara patologi HPP dapat dikelompokan dalam 3 subtipe:
1. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP)
Secara patologi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Lesi
fleksiform merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, kelainan ini ditemui
pada pasien yang mempunyai komponen genetik, dimana 7 % adalah familial.
D. PATOFISIOLOGI
Pada HPP, vaskuler paru adalah target eklusif penyakit, meskipun
patogenesisnya masih spekulatif. Dunia luas mendukung teori bahwa orang-orang
tertentu memiliki predisposisi untuk terjadinya hipertensi pulmonal primer (IPAH),
dimana pada orang tersebut beberapa rangsangan dapat mengawali berkembangannya
menghambat
agregasi
trombosit
dan
antiproliferatif,
sedangkan
endotel. Kadar endotelin meningkat pada pasien PAH dan klirennya berkurang
pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2 reseptor yang berbeda. Reseptor
ETA pada sel otot polos vaskuler dan Reseptor ETB pada sel otot polos vaskuler
dan sel endotel vaskuler paru. Kedua reseptor menyebabkan proliferasi sel otot
polos vaskuler. Kadar ET-1 Plasma berkorelasi dengan beratnya PAH dan
prognosis.
c. Nitrik Oksida
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi platelet
dan penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel dari
arginin oleh NO sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui mekanisme yang
komplek dengan cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan
terbukanya kanal K+ membran sel, sehingga ion K+ keluar, membran depolarisasi
dan menghambat kanal Ca2+. Menurunnya Ca2+ masuk dan menurunnya
pelepasan Ca2+ sarkoplasma menyebabkan vasodilatasi. Phosphodiesterase-5
(PDE-5), salah satu enzim PDE yang memecah cGMP. Pasien dengan HPP
terbukti menurunnya NO sintase, sehingga timbul vasokonstriksi dan proliferasi
sel. NO berkontribusi dalam menjaga fungsi dan struktur vaskuler dalam keadaan
normal.
d. Serotonin
Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor yang
meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan serotonin plasma
telah dilaporkan pada pasien HPP, yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme
seretonergik yang berimplikasi pada PAH. Konsumsi dekfenfluramin, terjadi
peningkatan release serotonin dan terhambat reuptake oleh platelet.
e. Adrenomedulin
Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan aliran
darah paru dan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma meningkat pada
pasien HPP, kadar adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata
atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata.
antara
anoreksigen
dan
hipertensi
pulmonal
awalnya
diobservasi pada tahun 1960an saat epidemik HPP di Eropa karena pemakaian
aminorex fumarate. Studi hipertensi (IPPHS) mendemonstrasikan hubungan kuat
antara HAP dan obat anoreksik. Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten
uptake serotonin (5-HT). Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline,
derivat katekolamin), aksinya meliputi pelepasan norepinephrine pada ujung saraf
bebas dan meningkatkan kadar serotonin serum. Sehingga terjadi proliferasi atau
pertumbuhan sel-sel otot polos arteri paru. Penggunaan obat ini meningkatkan
kasus HPP, tergantung dosis dan lama pemakaian.
PATHWAY
PATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL HYPERTENSION
Gangguan difusi O2
Ansietas
E. GAMBARAN KLINIS
Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak
spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab
apakah, dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah
gejala umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnu
saat
aktifitas
60%,
fatique
19%
dan
sinkop
13%,
yang
merefleksikan
ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga dapat
terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi disebabkan oleh karena stretching arteri
pulmonalis atau iskemia ventrikel kanan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan diagnosis,
namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi pulmonal
(sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan atau
temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2)
hampir 90 %. Peninggian suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan
katup pulmonal karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat
diastolik. Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan pengaruh HP
pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien berkembang menjadi
trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan overload pada ventrikel
kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis meningkat bila terjadi
overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites
dan retensi cairan di perifer.
e. Radiografi Torak
Karena radiografi torak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien dengan sesak
yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi torak. Ro torak sama
pentingnya sebagai first-line tes skrining pada pasien PAH untuk melihat
penyebab sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan kongesti vena-vena paru.
Hampir 85 % terdapat kelainan Radiografi torak pada HP, seperti pembesaran
ventrikel kanan dan/atau atrium kanan, dilatasi arteri pulmonal. Tapi tidak
biasanya abnormalitas yang spesifik pada HPP
Gambar 5. Radiografi Torak Pasien Hipertensi Pulmonal
f. Eletrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering menunjukan
pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel kanan, dan pergeseran
aksis ke kanan, yang juga memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah
indikator yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan EKG
sebagai marker progresi penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan.
b. Tes Vasodilator
Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien HAP,
pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan
menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon
(European Society of Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan
arteri pulmonal paling < 10 mm Hg dengan peningkatan kardiak output. Tujuan
primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah pasien bisa diterapi
dengan CCB oral. Rich et al 1992, mempelajari 64 pasien HPP dengan nifedipin
oral (20 mg) atau diltiazem (60 mg), penurunan 20% mPAP dan PVR. Groves et
al, 1993, mempelajari respon akut epoprostenol iv pada 44 pasien HPP,
peningkatan 14% HR, 5% penurunan mPAP, 47% penigkatan CO, dan 32%
penurunan PVR. Respon dengan epoprostenol iv juga dapat memprediksi respon
dengan CCB oral. Sitbon et al mengevaluasi 35 pasien terhadap respon
vasodilator epoprostenol iv, penurunan 30% PVR. Sitbon 1998, melaporkan hasil
tes NO inhalasi (10 ppm) 33 pasien, penurunan mPAP dan PVR 20%. 10 dari 33
pasien yang respon akut positif juga respon dengan CCB, pasien yang tidak
respon akut dengan NO juga tidak respon dengan CCB.
c. Biopsi paru
Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi pulmonal,
biopsi paru di indikasikan bila pasien yang diduga HPP, dengan pemeriksaan
standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.
3. Laboratorium
Pasien-pasien
yang
diduga
hipertensi
pulmonal
harus
dilakukan
Biomarkers
Biomarker serum yang telah dipelajari dalam menilai prognosis HPP
adalah atrial naturetic peptide (ANP), brain naturetic peptide (BNP), dan
katekolamin. Nagaya dan kolega mempelajari 63 pasien HPP antara 1994-1999;
ANP dan BNP plasma rendah pada kontrol dan meningkat sesuai fungsional klas
pada pasien dengan HPP. ANP dan BNP juga berkorelasi dengan mRAP, mPAP,
CO, and TPR. Penelitian tambahan, setelah 3 bulan terapi dengan prostasiklin, 53
pasien terjadi penurunan BNP yang berkorelasi dengan penurunan RVEDP dan
TPR.
G. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PULMONAL PRIMER
Terapi konvensional
Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan atau
aktifitas pada pasien HP, dan pasien sebaiknya harus memperhatikan dan membatasi
aktifitas yang berlebihan. Pemberian oksigen untuk mengatasi sesak nafas dan
hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan diatas 90 %. Penggunaan digoksin saat ini
masih kontroversial, karena belum ada data terhadap keuntungan dan kerugian
penggunaan digoksin pada HPP. Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan
edema perifer, dapat bermanfat untuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada
regurgitasi trikuspidal. Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan dan stasis
vena meningkatkan resiko terjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah
dilaporkan dengan antikoagulan oral, warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8.
Telah banyak penelitian untuk pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan :
golongan vasodilator, prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis
reseptor endotelin dan anti koagulan.
1. Calcium-Channel Blocker (CCB)
Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai terapi HPP,
perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada pasien yang tes
vasodilator akut positif. Rich dkk 1992, melaporkan hasil studi prospektif non
random, pasien yang respon tes vasodilator akut positif diterapi dengan CCB
dosis tinggi selama 5 tahun. Survival 1 tahun, 3 tahun, dan 5 tahun adalah 94%,
94%, dan 94%. Sementara pasien yang tidak respon 68%, 47%, dan 38%. Ogata
et al 1993, melakukan terapi kombinasi antikoagulan dan vasodilator, 7 pasien
diterapi dengan antikoagulan warfarin + vasodilator, 3 dengan isoproterenol, dan
4 dengan nifedipine. Survival 5 tahun signifikan lebih tinggi pada kelompok
dengan antikoagulan + vasodilator (57%) dibanding yang lain 15%. Nifedipine
(120-240 mg/hari) atau diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen yang paling
sering digunakan, sementara verepamil menimbulkan efek inotropik negative.
Efek samping yang bermakna seperti hipotensi yang mengancam hidup pasien
dengan fungsi ventrikel kanan yang berat.
2. Prostanoid
Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam patogenesis HPP.
Christman et al melaporkan defisiensi prostasiklin pada HPP. Tuder et al
memperlihatkan penurunan prostasiklin sintase paru pada pasien HPP berat. Studi
klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama dengan analog prostasiklin eksogen
menguntungkan pada pasien dengan HP sedang sampai berat.
a. Epoprostenol
Epoprostenol iv pertama kali disetujui oleh FDA untuk terapi hipertensi pulmonal
pada tahun 1995. Pemakaian epoprostenol jangka panjang memperbaiki
hemodinamik, toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan survival rate
penderita HP. Epoprostenol tidak stabil pada suhu kamar, harus dilindungi selama
pemberian infus, half- life pendek dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada
pH asam, dan tidak bisa secara oral. Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan
secara perlahan dititrasi 1-2 ng/kg/min, sampai (20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min).
Dalam suatu trial prospektif, multisenter, random, dengan kontrol selama 12
minggu, infus epoprostenol secara kontinua ditambah dengan terapi konvensional
(vasodilator oral, antikoagulan, dsb) dibanding dengan hanya terapi konvensional
sebagai kontrol pada 81 orang pasien HPP fungsional klas III dan IV. Kapasitas
latihan (6WT) 41 pasien yang diterapi dengan epoprostenol (rata-rata 362m,
sebelumnya 315m), dan penurunan pada terapi konvensional saja (sebelumnya
270m dan setelahnya 204m; p < 0.002).
Perbaikan kualitas hidup pada pasien dengan terapi epoprostenol (p < 0.01),
perbaikan hemodinamik, perubahan tekanan arteri pulmonal rata-rata (mPAP)
-8% dibandingkan terapi konvensional +3% dan perubahan rata-rata tahanan
vaskuler paru (mPVR) adalah -21% dengan epoprostenol dan +9% pada kontrol.
Shapiro et al and McLaughlin et al menggambarkan keberhasilan pada pasien
dengan terapi infus kontinua epoprostenol setelah follow-up selama 36,3 bulan,
perbaikan fungsional klas,
toleransi latihan dan hemodinamik. Efek samping yang sering pada terapi
epoprostenol meliputi sakit kepala, flushing, jaw pain, diarrhea, nausea, rash
eritematosus, dan nyeri muskuloskeletal. penggunaan klinik. Iloprost inhalasi
mempunyai efek vasodilator yang lebih poten dibandingkan dengan NO inhalasi.
Illoprost inhalasi mempunyai aksi yang lebih pendek sehingga pemberiannya bisa
6 sampai 9 kali sehari. Penelitian selama 3 bulan pada 19 pasien HP dengan
berbagai sebab, iloprost inhalasi dengan dosis 50-200 g perhari (6-12 kali
inhalasi perhari), terbukti memperbaiki fungsional klas, kapasitas latihan dan
hemodinamik paru. Pada penelitian lain, penelitian selama 1 tahun, tanpa kontrol
pada 24 pasien dengan aerosol iloprost dosis 100-150 g dalam 6-8 kali
pemberian perhari terbukti memberikan hasil yang sama. Suatu penelitian
random, double-blind, placebokontrol, multisenter di Eropah(30), sebanyak 203
pasien HPP, dengan dosis illoprost 250 g atau 500 g perhari dalam 6-9 kali
pemberian, terbukti perbaikan 6WT 59 meter dan perbaikan fungsional klas,
perbaikan kualitas hidup (p < 0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol.
b. Beraprost
Beraprost adalah analog prostasiklin secara kimia stabil dan aktif untuk oral.
Diabsorbsi secara cepat dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak tercapai setelah
30 menit dan half life 35-40 menit setelah pemberian. Sejak tahun 1995, beraprost
telah digunakan sebagai terapi di Jepang. Dalam suatu studi retrospektif, Nagaya
et al melaporkan perbaikan kualitas hidup 24 pasien HPP dengan beraprost
dibandingkan dengan 34 pasien dengan terapi konvensional. 2 studi random,
double-blind, kontrol placebo beraprost pada HPP. Studi pertama selama 12
minggu, 130 orang pasien dengan NYHA fungsional klas II dan III Beraprost
Phosphodiesterase
merupakan
famili
enzim
yang
menghidrolisa
cyclic
intraseluler
dengan
menghasilkan
produk
inaktif
5-adenosine
terdahulu
mendemonstrasikan
bahwa
dipyridamole
dapat
secara ekokardiografi. Studi lain, 29 pasien yang diterapi dengan sildenafil (25100 mg tid) selama 5-20 bulan dilaporkan perbaikan fungsional klas NYHA dan
6W.
5. NO dan Arginine
Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat lahir.
Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi pulmonal. NO terus
menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru sepanjang hidup. NO juga
memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi dan antioksidan, juga memodulasi
efek angiogenesis. NO dihasilkan dalam 3 bentuk NO synthase (NOS), yang
muncul dalam sel multiple dan terus menerus aktif (type I dan III) dalam
endotelium atau inducible (type II) pada sel lainnya seperti makrofag, epitel
bronkus dan otot polos vaskuler. Regulasi NOS komplek dan termasuk growth
factors hormon (seperti vascular endothelial growth factor), tekanan oksigen,
hemodinamik, dan factor lainnya. Sudah jelas bahwa amino acid, L-arginine,
adalah substansi NOS, maka itu penting untuk produksi NO. Arginine eksogen
diperlukan untuk memproduksi NO. Arginine masuk dalam sel dangan transport
aktif dan defek pada mekanisme transpor berkontribusi pada ketergantungan
arginine
dengan
meningkatnya
kadar
ekstraseluler
untuk
memenuhi
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Beberapa hal yang perlu di tekankan dalam pengkajian pada pasien dengan kasus
Hypertensi pulmonal primer antara lain :
1. Riwayat kesehatan pasien sehubungan dengan penentuan adanya hypertensi
pulmonal primer dan sekunder, apakah pasien mempunyai riwayat gangguan
kelainan valvular pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung
kongenital dan kelainan paru
2. Keluhan dan tanda/gejala yang mungkin turut menyertai, Misalnya ; dispneu,
synkop, fatique dll
3. Hasil pemeriksaan baik infasive maupun non infasive
Pemeriksaan non invasive : Katerisasi jantung, tes vasodilator, tes biopsi paru,
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus hypertensi pulmonal
primer/idiopatik antara lain :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya gangguan aliran udara ke
alveoli
2. Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan spasme arteri koroner
3. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal
Tanggal
Diagnosa
Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan adanya
gangguan aliran
udara ke alveoli
Tujuan
KH
Intervensi
1.
Catat frekuensi
Rasional
1.
2.
Auskultasi untuk
2.
bunyi tambahan
3.
observasi keabu-
3.
abuan menyeluruhbdan
Menunjukkan hipoksia
sistemik
Lakukan usaha
memperbaiki atau
4.
nafas
5.
mempertahankan jalan
Kaji tanda vital
ttd
6.
Berikan oksigen
asidosis
6.
memaksimalkan sediaan
oksegen untuk pertukaran gas
Gangguan rasa
nyaman nyeri
dada
berhubungan
spasme arteri
koroner
Nyeri dapat
teratasi setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam
- Pasien
1.Anjurkan pasien untuk
terlihat
memberitahu perawat
rileks
dengan cepat bila terjadi
- Wajah
pasien tidak
nyeri dada
tampak
menyeringa
i
- TTV dalam
batas
normal
2.Kaji dan catat respons
1.
merangsang
sistem
poten
yang
Memberikan
pasien
3.Pantau kecepatan irama
dapat
informasi
jantung
karena
respons
terhadap
4.
Cemas
mengeluarkan
cemas
menurunkan
dan
5.Pertahankan lingkungan
takut
ketidakberdayaan
5.
Stres
rasa
mental/
emosional
setelah makan
7.Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi
7.
Meningkatkan
sediaan
mencegah iskemia
8.
inversi
gelombang
T.
Seri
Ansietas
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
untuk bernafas
dengan normal
Ansietas dapat
teratasi setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam
1.
Identifikasi dan
1.
Cemas berkelanjutan
2.
depresi
2.
dengan pasien
3.
Dorong
3.
pasien/orang terdekat
untuk mengkomunikasikan
ekspresikan
4.
Berikan privasi
untuk pasien dan orang
4.
terdekat
5.
Kolaborasi
dengan tim medis dalam
memberikan
anticemas/hipnotik
diazepam
5.