Professional Documents
Culture Documents
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
: Tn. A
No CM
: 176681
Umur
: 65 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
BB
: 65 kg
Agama
: Islam
Alamat
: Geneng
Tanggal masuk
: 3 Desember 2014
B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit
1. Keluhan utama
2. Keluhan tambahan
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan utama tidak dapat buang air
kecil. Tidak dapat buang air kecil terjadi secara tiba-tiba sejak 2 hari yang
lalu. Pasien merasa ingin buang air kecil, namun tidak dapat
mengeluarkannya. Jika pasien berusaha mengedan, ia merasa sakit pada
perut bagian bawah. Sehari sebelum pasien tidak dapat buang air kecil, ia
mengalami anyang-anyangan saat mau buang air kecil, kemudian ia juga
mengeluhkan demam hingga keluar keringat.
Pasien menyangkal mengalami buang air kecil yang terputus-putus,
air seni disertai dengan darah, berwarna keruh, dan frekuensi buang air
Status Generalis
Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran
Vital sign
: TD 160/100 mmhg
Nadi 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukup
RR 28 x/menit
Suhu 36, 5 C
Primary survey :
A : clear, MP I
B : spontan, SD vesikuler Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 28 x/menit
C : N : 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 160/100 mmHg,
s1>s2 m (-) G (-)
D : GCS E4M6V5
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
septum (-).
Lidah kotor
(-),
bibir
kering
(-),
:
:
:
Mallampati I
Gigi palsu (-)
Discharge (-), tidak ada kelainan bentuk.
Simetris, tidak ada deviasi trakea,
pembesaran tiroid dan kelenjar getah
Thorax
bening (-)
Pulmo
: Simetris kanan-kiri
Tidak ada retraksi
SD : vesikuler (+/+) normal
ST : Ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Extremitas
:
:
Cor
: BJ I-II reguler, S1>S2, bising (-).
Status lokalis
Superior : Edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-)
Turgor kulit : cukup
Akral : hangat
Vertebrae
b. Status Lokalis
Regio suprapubik
Inspeksi : cembung (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 3 Desember 2014
Darah lengkap
Hb
: 12,5 gr/dl
Lekosit
: 5100 /l
Hematokrit
: 39 %
Trombosit
: 261.000 / mm
PT
: 11,6 dtk
APTT
: 32,3 dtk
Total protein
: 7,76 g/dl
Albumin
: 4,95 g/dl
Globulin
: 2,81 g/dl
SGOT
: 18 U/L
SGPT
: 15 U/L
Ureum darah
: 31 mg/dl
Kreatinin
: 1,1 mg/dl
: 144 mmol/L
Kalium
: 4,0 mmol/L
Chlorida
: 110 mmol/L
Kalsium
: 9,4 mg/dl
b) Diagnosis post-bedah
c) Jenis pembedahan
: Vesikolitotomi
Status Anestesi
Persiapan Anestesi
1. informed concent
2. Puasa 8 jam sebelum Operasi
Penatalaksanaan Anestesi
- Jenis anestesi
- Medikasi
- Teknik anestesi
- Respirasi
- Posisi
- Jumlah cairan yang masuk
:
:
:
- mulai anestesi
:
- mulai operasi
:
-selesai anestesi
:
- selesai operasi
:
Durasi Operasi
:
Tekanan darah dan frekuensi nadi :
Pukul (WIB)
10.45
11.00
11.15
11.30
Spontan
Supine
Kristaloid = 1000 cc (RL 2)
Koloid
= 500 cc ( HES)
300 cc
10.45
10.55
12.00
11.55
60 menit
Nadi (kali/menit)
88
90
100
94
11.45
12.00
152/88
154/90
98
108
Nadi (kali/menit)
100
98
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vesikolitiasis
Definisi
Vesikolitiasis (batu kandung kemih) adalah batu pada vesika urinaria atau
kandung kemih. Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem
perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan
ada di dalam ginjal. Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air
kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula
lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri
Etiologi
Batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas
(drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). Faktor- faktor
yang mempengaruhi terjadinya batu kandung kemih adalah
a. Hiperkalsiuria
Suatu
peningkatan
kadar
kalsium
dalam
urin,
disebabkan
karena,
i. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium
2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat)
3.6 % batu asam urat
4.1-2 % sistin (cystine)
Manifestasi Klinis
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi
obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa
menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan
pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut
kembung. Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka
gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya
penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut)
biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara
rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan
berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan
gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1. Urine
o
2. Darah
o
3. Radiologis
o
Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.
Fossa navicularis
Pars membranasea
c. Traumatik
Terutama akibat Straddle injury : ruptur urethra dengan ciri gross
hematuri
Gejala :
Pancaran kecil, lemah dan sering mengejan
Bisanya karena retensi urin causa cystitis
Diagnosa :
Uretthrocystogrfi Bipoler untuk melihat :
Lokasi striktur ( proksimal / distal ) untuk
tindakan operasi
Besar kecilnya striktur
Panjang striktur
Jenis striktur
Kateterisasi ukuran 18F - 6F bila gagal
kemungkinan :
Retenssio urin total
Massa tumor
Terapi :
a. Konservatif
Bila cateter 6F gagal masukkan bougie filliform
berhasil ganti dengan cateter Nellaton 14F/16F
b. Operatif
Indikasi :
yg
terblok.
mendapat
terapi
antikoagulan
e. Tekanan intrakranial yang meningkat
f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim
g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi.
6. Kontra indikasi relatif :
a. Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Menderita penyakit jantung
g. Hipovolemia ringan
h. Nyeri punggung kronis.
7. Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai
dengan 30G. Obat anestetik lokal yang dapat digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal
mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi
spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil
(hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama
(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.
Perlengkapan lain yang diperlukan berupa kain kasa steril, povidon iodine,
alcohol, dan duk steril.
Kadang-kadang
untuk
memperlama
kerja
obat
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA II
karena penderita berusia 65 tahun dan memiliki tekanan darah 160/100 mmHg,
walaupun riwayat hipertensi disangkal dan pasien tidak ada gangguan sistemik yang
berat. Selain itu dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan
organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia yang berarti. Berdasarkan diagnosis
bedah pasien yaitu retensio urin suspek striktur uretra dan divertikel, rencana
operasinya adalah explorasi buli sehingga jenis anestesi yang akan dilakukan adalah
anestesi regional, yaitu spinal, karena letak organnya di bawah panggul.
Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi lokal yaitu bupivacaine
sebanyak 1 ampul. Kerja bupivacain adalah dengan menghambat konduksi saraf yang
menghantarkan impuls dari saraf sensoris. Kebanyakan obat anestesi lokal tidak
memiliki efek samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi
lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan.
Selama perjalanan operasi, pasien diberikan maintanance berupa :
-
O2 4 liter/menit
perhitungan pengeluaran cairan dan maintananc caira. Berikut perincian pada 1 jam
pertama :
1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam
= 65 x 2 cc
= 130 cc
2. Pengganti Puasa
= 8 x 130
= 1040 cc
= 65 x 6 cc
= 390 cc
= 4550 cc
6,1 %
= 65 x 2 cc
130
cc/jam
2. Sehingga jumlah tetesan yang diperlukan jika mengunakan infuse
1 cc ~ 20 tetes adalah 130/60 x 20 tetes = 43,3 tetes/menit
Untuk Program Post Operasi, setelah pasien pulih, pasien dikirim ke bangsal
dengan intruksi yang diberikan adalah :
Post Oerasi rawat di RR
Beri O2 nasal 2-3 lpm
Cairan infuse RL 30 tetes/menit
Awasi vital Sign setiap 15 menit
BAB IV
KESIMPULAN
1. Penderita usia tahun 65 tahun dengan retensio urin suspek divertikel dan striktur
uretra, kemudian mempunyai hipertensi tanpa adanya gangguan sistemik berarti.
Oleh karena itu pasien digolongkan ASA II
2. Jenis anestesi yang dilakukan adalah anestesi regional (spinal)
3. Induksi anestesi menggunakan buvanest dengan dosis 1 ampul diberikan secara
bolus intravena
4. Pemberian cairan saat operasi berjumlah 520 cc dan cairan di bangsal diberikan
43 tetes/menit
5. Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan
baik dan diberikan instruksi paska operasi, sebagai penanganan jika terjadi efek
anestesi yang masih tersisa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2002.
2. Himendra, A: Teori Anestesiologi, Yayasan Pustaka Wina, Bandung, 2004.
3. Muhiman, Roesli Thaib, Sunatrio, Dahlan, : ANESTESIOLOGI , Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1989.
4. Mansjoer, Arif. dkk. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III
hal.261- 264. 2000. Jakarta.
5. Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi dan
Terapi edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.