Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Leprosy is an infectious disease caused by Mycobacterium leprae. Leprosy provides physical impact and
psychosocial impact for leper. Physical impact from leprosy is nerve damage which can cause disability in
patients. Psychosocial impact is depression in patients with leprosy. This research itended to identify the
correlation between dissability level and depression level in patients with leprosy in the region of health
center of Jenggawah Jembert. This research applied descriptive analytical method with cross-sectional
approach and the sample consisted of 36 patients with leprosy. Sampling technique used was total
sampling. The result of research showed that 50.0% patients with leprosy have 0 dissabillity level, 27.8%
have 1 dissability level, and 22.2% have 2 dissability level. Patients with leprosy in normal category was
41.7%, 30.6% with level of mild depression, 22.2% with level of middle depression, and 5,6% with level of
high depression. The research data were analyzed using Chi square test. It showed there was correlation
between dissability level and depression level in patients with leprosy (p-value 0,002; 0,05). The
prevention of dissability in patients with leprosy should be done to prevent depression in patients with
leprosy.
Key words : leprosy, level of disability, level of depression.
Abstrak
Kusta merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Kusta memberikan
dampak fisik dan dampak psikososial bagi penderita kusta. Dampak fisik dari Kusta adalah kerusakan
saraf yang dapat menyebabkan kecacatan pada penderita. Dampak psikososial adalah depresi pada
penderita kusta. Penelitian ini bertujjuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat kecacatan
dengan tingkat depresi pada penderita kusta di wilayah kerja puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional dan sampel
yang digunakan sebanyak 36 penderita kusta. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita kusta sebanyak 50,0% mengalami cacat 0, sebanyak
27,8% mengalami cacat 1, dan sebanyak 22,2% mengalami cacat 2. Penderita kusta dalam kategori
normal sebanyak 41,7%, dengan tingkat depresi ringan sebanyak 30,6%, dengan tingkat depresi sedang
sebanyak 22,2% dan dengan tingkat depresi berat sebanyak 5,6%. Pengumpulan data menggunakan
kuisoner dengan analisis Chi square. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat kecacatan dengan tingkat depresi (p-value 0,002; a 0,05). Penanggulangan kecacatan pada
penderita kusta harus dilakukan agar tidak mengakibatkan depresi pada penderita kusta.
Kata kunci : kusta, tingkat keccatan, tingkat depresi
Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Pendahuluan
Penyakit infeksi banyak terjadi di negara
berkembang. Salah satu penyakit infeksi
tersebut adalah penyakit kusta. Penyakit kusta
merupakan penyakit kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium Leprae yang terutama
menyerang kulit dan saraf tepi (fungsi sensoris,
motoris dan otonom). [1].
Tahun 2009 jumlah penderita kusta di dunia
yang terdeteksi sebanyak 213.036 orang, tahun
2010 sebanyak 228.474 orang, tahun 2011
sebanyak 192.246 orang dan tahun 2012
sebanyak 181.941 orang [2]. Kabupaten Jember
merupakan salah kabupaten yang menduduki
peringkat 12 dengan jumlah penderita kusta
terbanyak di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten
Jember terdiri dari 49 kecamatan dengan
dengan jumlah warga Kabupaten Jember yang
terdeteksi menderita kusta pada tahun 2008
sebanyak 951 orang, tahun 2009 sebanyak 736
orang, tahun 2011 sebanyak 376 orang dan
tahun 2012 sebanyak 370 orang [3]. Kecamatan
Jenggawah merupakan kecamatan yang
memiliki angka kejadian kusta tertinggi. Menurut
data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember,
jumlah penderita yang menderita kusta di
Kecamatan Jenggawah tahun 2011 sampai
tahun 2014 yaitu 36 orang.
Penyakit kusta memberikan dampak fisik dan
dampak psikososial bagi penderita kusta.
Dampak fisik yang ditimbulkan berupa
kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang
berlangsung lama tanpa penanggulangan yang
tepat dapat menimbulkan kecacatan pada
penderita kusta [4] .Masalah psikososial yang
timbul pada penderita kusta lebih menonjol
dibandingkan masalah medis itu sendiri.
Penderita kusta juga mendapatkan diskriminasi
di lingkungan hidupnya. Diskriminasi dan stigma
negatif yang berkepanjangan bagi penderita
kusta dapat menimbulkan depresi pada
penderita kusta [5].
Depresi merupakan suatu kesedihan dan
perasaan duka yang berkepanjangan atau
abnormal [6]. Orang cacat menghadapi banyak
masalah dan tantangan yang mungkin
menempatkan mereka pada peningkatan risiko
untuk depresi[7]. Dampak depresi pada
penderita kusta akan mempengaruhi proses
penyembuhannya dan menurunkan kualitas
hidup penderita kusta . Kualitas hidup penderita
kusta di pengaruhi oleh tingkat depresi, maka
salah satu cara menurunkan tingkat depresi
yaitu dengan menurunkan atau mencegah
terjadinya kecacatan agar kualitas hidup
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi
korelasi dengan menggunakan pendekatan
cross sectional karena peneliti akan melakukan
analisis hubungan tingkat kecacatan dengan
tingkat depresi penderita kusta. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penderita kusta di
wilayah kerja puskesmas Jenggawah Jember.
Teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 36 penderita
kusta. Kriteria eksklusi responden yaitu klien
yang menderita kusta berpindah tempat tinggal
dari Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah,
penderita
kusta
yang
tidak
bersedia
menandatangai lembar informed consent,
penderita kusta yang memiliki penyakit penyerta
seperti DM, Stroke dan lain lain.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Jenggawah. Waktu penelitian ini
dilakukan dari bulan April 2014 hingga
September 2014. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 20
pertanyaan kuesioner Zung Self- Rating
Depressions Scale (ZSDS)
dan lembar
observasi tingkat kecacatan penderita kusta.
Analisa data yang digunakan adalah analisis
Chi-quare.
Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Hasil Penelitian
Gambaran
Krakteristik
Responden
di
Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah
Jember
Tabel 1. Distribusi penderita kusta menurut Usia
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Jenggawah Jember
Karakteristik
Responden
Mean
SD
MinimumMaksimum
Usia
39,33
18,815
13-79
Karakteristik
Responden
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
16
20
44,4
55,6
Total
36
100
Status Pernikahan
a. Belum Kawin
b. Kawin
7
29
19,4
80,6
Total
36
100
Pendidikan
Terakhir
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
2
5
4
25
5,6
13,9
11,1
69,4
Total
36
100
Pekerjaan
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun
a. Tidak Bekerja
b. Bekerja
18
18
50,0
50,0
Total
36
100
Tingkat
Kecacatan
Frekuensi
Presentase
(%)
Tingkat Cacat 0
Tingkat Cacat 1
Tingkat Cacat 2
18
10
8
50,0
27,8
22,2
Total
36
100
Frekuensi
Persentase
(%)
Normal
15
41,7
Tingkat Depresi
Ringan
Tingkat Depresi
11
30,6
22,2
Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Sedang
Tingkat Depresi
Berat
Total
5,6
36
100
Variabel
Tingkat
Kecacatan
Penderita Kusta
Tingkat
Cacat 0 dan
Tingkat
Cacat 1
Odd Ratio sebesar 18,00 (CI 95%; 2,642122,617) dapat disimpulkan bahwa apabila
pengendalian tingkat kecacatan dilakukan maka
akan mencegah 18,00 kali tingkat depresi
penderita kusta.
Pembahasan
Tingkat Kecacatan Penderita Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah
Jember
Gambaran tingkat kecacatan penderita kusta di
Kabupaten Jember terutama di wilayah kerja
Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember
mayoritas berada pada tingkat cacat 0 dengan
jumlah 18 responden (50,0%), tingkat cacat 1
dengan jumlah 10 responden (27,8%) dan
tingkat cacat 2 dengan jumlah 8 responden
(22,2%).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa
sebagian besar responden penelitian mengalami
tingkat cacat 0. Hal ini disebabkan ada
beberapa penderita kusta yang memang sudah
Release From Treatment (RFT) dan juga ada
beberapa
penderita
yang
masih
baru
terdiagnosis kusta. Hal ini didukung oleh data
puskesmas Jenggawah yang menunjukkan
bahwa angka penemuan kasus (Case Detection
Rate) penderita kusta sudah mengalami
penurunan.
24
66,7%
Tingkat
2
5,6%
Cacat 2
tingkat depresi pada penderita kusta. Nilai (OR)
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun
Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
banyak diluar rumah, sehingga meningkatkan
resiko laki-laki kecacatan lebih tinggi daripada
perempuan[8]. Perbedaan hasil penelitian ini
dapat disebabkan karena perempuan di wilayah
kerja Puskesmas Jenggawah sebagian besar
bekerja di luar rumah. Perempuan diwilayah
kerja Puskesmas Jenggawah sebagian besar
bekerja sebagai buruh tani, dimana pekerjaan
tersebut merupakan pekerjaan yang kasar dan
memerlukan aktivitas fisik yang lebih. Hasil
penelitian
terkait
pendidikan,
peneliti
menyimpulkan kemungkinan besar penderita
kusta di wilayah kerja Puskesmas Jenggawah
walaupun berpendidikan tinggi namun tingkat
kesadarannya terkait penyakit kusta masih
kurang. Penderita kusta yang tidak bekerja akan
mengalami masalah ekonomi dalam proses
pengobatan sehingga akan meningkatkan
tingkat kecacatan penderita kusta. Penderita
kusta yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi
daripada penderita kusta yang tidak bekerja. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan
bahwa pekerjaan yang berat dan kasar dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan kulit dan
saraf semakin parah [9].
Hubungan
Tingkat
Kecacatan
dengan
Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Jember
Hasil penelitian
didapatkan bahwa
hubungan tingkat kecacatan dengan tingkat
depresi memiliki hubungan yang bermakna dan
berpola positif yang berarti apabila pengendalian
tingkat kecacatan dilakukan maka akan
mencegah tingkat depresi penderita kusta.
Peneliti
menemukan bahwa penderita
kusta dapat mengalami depresi. Depresi dapat
disebabkan oleh keparahan tingkat kecacatan
penderita kusta. Selain itu, kurangnya dukungan
keluarga dalam proses penyembuhan kusta juga
dapat menyebabkan depresi pada penderita
kusta. Stigma negatif dari masyarakat juga
dapat meningkatkan angka kejadian depresi
pada penderita kusta. Depresi pada penderita
kusta menyebabkan gangguan terhadap aktifitas
sehari- hari, sosialisai dan harapan hidup
penderita kusta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Leprosy Review yang menyatakan
bahwa berbagai masalah kecacatan yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit kusta (Biomedical
Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Course) mempengaruhi masalah psikologis
penderita kusta yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pula faktor sosial yang ada di
masyrakat itu sendiri (Social Course)[13].
Kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit
kusta memberi tekanan psikologis yang sangat
besar bagi penderita yang mengalaminya. Hal
ini dikarenakan pada awalnya ia memiliki fisik
yang normal, mampu beraktivitas dengan baik,
tidak ada hambatan fisik dan hambatan social
tiba-tiba dihadapkan pada kondisi cacat yang
membuat individu menjadi terbatas untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, mengurus diri
sendiri, bekerja, bersosialisasi dan lain-lain [14].
Dampak depresi pada penderita kusta
akan mempengaruhi proses penyembuhannya
dan menurunkan kualitas hidup penderita kusta.
Kualitas hidup penderita kusta di pengaruhi oleh
tingkat
depresi.
Penderita
kusta
yang
mengalami depresi lebih cenderung menarik diri
dan memiliki rasa putus asa, sehingga banyak
penderita
kusta
yang
memilih
untuk
menghentikan dan bahkan tidak melakukan
pengobatan sama sekali.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Tingkat kecacatan penderita kusta di
wilayah kerja Puskesmas Jenggawah yaitu
sebanyak 36 penderita kusta yang terdiri dari 8
penderita kusta dengan tingkat kecacatan
tingkat 2, 10 penderita kusta dengan tingkat
kecacatan 1 dan 18 penderita dengan tingkat
kecacatan 0. Tingkat depresi penderita kusta
sebanyak 15 orang dalam kategori normal, 11
orang dalam kategori tingkat depresi ringan, 8
orang dalam kategori tingkat depresi sedang dan
2 orang dalam kategori tingkat depresi berat.
Hasil
penelitian
didapatkan
bahwa
hubungan tingkat kecacatan dengan tingkat
depresi penderita kusta memiliki hubungan yang
bermakna dan berpola positif yang berarti
apabila
pengendalian
tingkat
kecacatan
dilakukan maka akan mencegah tingkat depresi
penderita kusta. Nilai (OR) Odd Ratio sebesar
18,00
(CI 95%; 2,642- 122,617) dapat
disimpulkan bahwa apabila pengendalian tingkat
kecacatan dilakukan maka akan mencegah
18,00 kali tingkat depresi penderita kusta.
Saran
Saran bagi penderita kusta diharapkan
berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti
program pengendalian dan pengobatan kusta
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun
Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
2010.
[11] Indonesia.
Buku
Pedoman
Nasional
Pemberantasan
Penyakit
Kusta.
Departeman Kesehatan R.I. Jakarta:
Departemen Kesehatan R.I; 2006.
[12] Siagian, Marchira, Siswati. The influence of
Stigma and Depresion on Quality of Life on
Leprosy Patient. [internet]; 2009. [cited
2014 Pebruary 22]. Available from
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/411093
340.pdf
[13] Kafiluddin, Moh. Erfan.
Memberantas
Penyakit Kusta/Lepra. [internet]; 2010.
[cited 2014 Pebruary 18]. Available from
http://kesehatan.kompasiana.com/2010/02/
02/memberantas-penyakit-kustalepra/
[14] Burns, et al: Rooks Textbook of
Dermatology. Eight Edition: United Kingdom.
Wiley-Blackwell.; 2010