You are on page 1of 7

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...

HUBUNGAN TINGKAT KECACATAN DENGAN TINGKAT


DEPRESI PADA PENDERITA KUSTA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER
(The Correlation between Dissability Level and Depression
Level in patients with Leprosy in the region of health center
of Jenggawah Jember)
Annas Akmal Khuluqi, Nur Widayati, Iis Rahmawati
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Jember
e-mail korespondensi: annas.akmal48@yahoo.com

Abstract

Leprosy is an infectious disease caused by Mycobacterium leprae. Leprosy provides physical impact and
psychosocial impact for leper. Physical impact from leprosy is nerve damage which can cause disability in
patients. Psychosocial impact is depression in patients with leprosy. This research itended to identify the
correlation between dissability level and depression level in patients with leprosy in the region of health
center of Jenggawah Jembert. This research applied descriptive analytical method with cross-sectional
approach and the sample consisted of 36 patients with leprosy. Sampling technique used was total
sampling. The result of research showed that 50.0% patients with leprosy have 0 dissabillity level, 27.8%
have 1 dissability level, and 22.2% have 2 dissability level. Patients with leprosy in normal category was
41.7%, 30.6% with level of mild depression, 22.2% with level of middle depression, and 5,6% with level of
high depression. The research data were analyzed using Chi square test. It showed there was correlation
between dissability level and depression level in patients with leprosy (p-value 0,002; 0,05). The
prevention of dissability in patients with leprosy should be done to prevent depression in patients with
leprosy.
Key words : leprosy, level of disability, level of depression.

Abstrak
Kusta merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Kusta memberikan
dampak fisik dan dampak psikososial bagi penderita kusta. Dampak fisik dari Kusta adalah kerusakan
saraf yang dapat menyebabkan kecacatan pada penderita. Dampak psikososial adalah depresi pada
penderita kusta. Penelitian ini bertujjuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat kecacatan
dengan tingkat depresi pada penderita kusta di wilayah kerja puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional dan sampel
yang digunakan sebanyak 36 penderita kusta. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita kusta sebanyak 50,0% mengalami cacat 0, sebanyak
27,8% mengalami cacat 1, dan sebanyak 22,2% mengalami cacat 2. Penderita kusta dalam kategori
normal sebanyak 41,7%, dengan tingkat depresi ringan sebanyak 30,6%, dengan tingkat depresi sedang
sebanyak 22,2% dan dengan tingkat depresi berat sebanyak 5,6%. Pengumpulan data menggunakan
kuisoner dengan analisis Chi square. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat kecacatan dengan tingkat depresi (p-value 0,002; a 0,05). Penanggulangan kecacatan pada
penderita kusta harus dilakukan agar tidak mengakibatkan depresi pada penderita kusta.
Kata kunci : kusta, tingkat keccatan, tingkat depresi

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...

Pendahuluan
Penyakit infeksi banyak terjadi di negara
berkembang. Salah satu penyakit infeksi
tersebut adalah penyakit kusta. Penyakit kusta
merupakan penyakit kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium Leprae yang terutama
menyerang kulit dan saraf tepi (fungsi sensoris,
motoris dan otonom). [1].
Tahun 2009 jumlah penderita kusta di dunia
yang terdeteksi sebanyak 213.036 orang, tahun
2010 sebanyak 228.474 orang, tahun 2011
sebanyak 192.246 orang dan tahun 2012
sebanyak 181.941 orang [2]. Kabupaten Jember
merupakan salah kabupaten yang menduduki
peringkat 12 dengan jumlah penderita kusta
terbanyak di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten
Jember terdiri dari 49 kecamatan dengan
dengan jumlah warga Kabupaten Jember yang
terdeteksi menderita kusta pada tahun 2008
sebanyak 951 orang, tahun 2009 sebanyak 736
orang, tahun 2011 sebanyak 376 orang dan
tahun 2012 sebanyak 370 orang [3]. Kecamatan
Jenggawah merupakan kecamatan yang
memiliki angka kejadian kusta tertinggi. Menurut
data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember,
jumlah penderita yang menderita kusta di
Kecamatan Jenggawah tahun 2011 sampai
tahun 2014 yaitu 36 orang.
Penyakit kusta memberikan dampak fisik dan
dampak psikososial bagi penderita kusta.
Dampak fisik yang ditimbulkan berupa
kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang
berlangsung lama tanpa penanggulangan yang
tepat dapat menimbulkan kecacatan pada
penderita kusta [4] .Masalah psikososial yang
timbul pada penderita kusta lebih menonjol
dibandingkan masalah medis itu sendiri.
Penderita kusta juga mendapatkan diskriminasi
di lingkungan hidupnya. Diskriminasi dan stigma
negatif yang berkepanjangan bagi penderita
kusta dapat menimbulkan depresi pada
penderita kusta [5].
Depresi merupakan suatu kesedihan dan
perasaan duka yang berkepanjangan atau
abnormal [6]. Orang cacat menghadapi banyak
masalah dan tantangan yang mungkin
menempatkan mereka pada peningkatan risiko
untuk depresi[7]. Dampak depresi pada
penderita kusta akan mempengaruhi proses
penyembuhannya dan menurunkan kualitas
hidup penderita kusta . Kualitas hidup penderita
kusta di pengaruhi oleh tingkat depresi, maka
salah satu cara menurunkan tingkat depresi
yaitu dengan menurunkan atau mencegah
terjadinya kecacatan agar kualitas hidup
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

penderita meningkat.). Penemuan dini dan


pengobatan MDT (Multi Drug Therapy)
merupakan cara terbaik dalam mencegah
kecacatan.
Berdasarkan hasil paparan diatas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan antara tingkat kecacatan
dengan tingkat depresi pada penderita kusta
diwilayah
kerja
puskesma
Jenggawah
Kabupaten Jember.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi
korelasi dengan menggunakan pendekatan
cross sectional karena peneliti akan melakukan
analisis hubungan tingkat kecacatan dengan
tingkat depresi penderita kusta. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penderita kusta di
wilayah kerja puskesmas Jenggawah Jember.
Teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 36 penderita
kusta. Kriteria eksklusi responden yaitu klien
yang menderita kusta berpindah tempat tinggal
dari Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah,
penderita
kusta
yang
tidak
bersedia
menandatangai lembar informed consent,
penderita kusta yang memiliki penyakit penyerta
seperti DM, Stroke dan lain lain.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Jenggawah. Waktu penelitian ini
dilakukan dari bulan April 2014 hingga
September 2014. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 20
pertanyaan kuesioner Zung Self- Rating
Depressions Scale (ZSDS)
dan lembar
observasi tingkat kecacatan penderita kusta.
Analisa data yang digunakan adalah analisis
Chi-quare.

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...

Hasil Penelitian
Gambaran
Krakteristik
Responden
di
Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah
Jember
Tabel 1. Distribusi penderita kusta menurut Usia
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Jenggawah Jember
Karakteristik
Responden

Mean

SD

MinimumMaksimum

Usia

39,33

18,815

13-79

Usia rata-rata responden berdasarkan tabel 1


yaitu 39,33 tahun, sedangkan usia minimum dan
maksimum responden adalah 13 dan 79 tahun.
Karakteristik responden yang meliputi jenis
kelamin, agama, suku, pekerjaan, pendidikan,
dan status pernikahan. dapat dilihat pada tabel
2.
Tabel 2 Distribusi responden menurut jenis
kelamin, status pernikahan, pendidikan
terakhir dan pekerjaan di wilayah kerja
Puskesmas Jenggawah

Karakteristik
Responden

Jumlah
(orang)

Presentase
(%)

Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan

16
20

44,4
55,6

Total

36

100

Status Pernikahan
a. Belum Kawin
b. Kawin

7
29

19,4
80,6

Total

36

100

Pendidikan
Terakhir
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA

2
5
4
25

5,6
13,9
11,1
69,4

Total

36

100

Pekerjaan
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

a. Tidak Bekerja
b. Bekerja

18
18

50,0
50,0

Total

36

100

Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah responden


perempuan (55,6%) lebih banyak daripada
responden laki-laki (44,4%). Sebagian besar
responden berstatus menikah yaitu sebanyak 29
orang (80,6%) dan berpendidikan SMA yaitu
sebanyak 25 orang (69,4%). Dalam hal
pekerjaan, jumlah responden yang bekerja dan
tidak bekerja adalah sama yaitu masing-masing
18 orang (50%).
Gambaran Tingkat Kecacatan Penderita
Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Jember
Tabel 3 Distribusi responden menurut tingkat
kecacatan penderita kusta di wilayah
Puskesmas Jenggawah

Tingkat
Kecacatan

Frekuensi

Presentase
(%)

Tingkat Cacat 0
Tingkat Cacat 1
Tingkat Cacat 2

18
10
8

50,0
27,8
22,2

Total

36

100

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar


responden termasuk dalam cacat 0 dengan
jumlah 18 orang (50,0%). Jumlah responden
dengan tingkat kecacatan 1 yaitu sebanyak 10
orang (27,8%) dan tingkat cacat 2 sebanyak 8
orang (22,2%).
Gambaran Tingkat Depresi Penderita Kusta
di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah
Jember
Tabel 4 Distribusi responden menurut tingkat
depresi
di
wilayah
Puskesmas
Jenggawah
Tingkat Depresi

Frekuensi

Persentase
(%)

Normal

15

41,7

Tingkat Depresi
Ringan
Tingkat Depresi

11

30,6

22,2

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...

Sedang
Tingkat Depresi
Berat

Total

5,6

36

100

Tabel 4 menguraikan distribusi data tingkat


depresi penderita kusta. Sebagian besar berada
dalam kategori normal yaitu sebanyak 15 orang
(41,7%). Jumlah responden dengan tingkat
depresi ringan yaitu sebanyak 11 orang (30,6%),
dengan tingkat depresi sedang yaitu sebanyak 8
orang (22,2%) dan tingkat depresi berat yaitu
sebanyak 2 orang (5.6%).
Hubungan
Tingkat
Kecacatan
dengan
Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Jenggawah Jember
Analisis hubungan tingkat kecacatan
dengan tingkat depresi penderita kusta di
wilayah kerja Puskesmas Jenggawah dapat
dilihat pada tabel 5. Hasil analisis bivariat
dengan uji Chi Square pada tabel 4. diketahui
bahwa nilai p-value sebesar 0,002 kurang dari
(0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara tingkat kecacatan dengan
Tabel

5 Distribusi Responden berdasarkan


hubungan tingkat kecacatan dan tingkat depresi
penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas
Jenggawah Kabupaten Jember

Variabel

Tingkat
Kecacatan
Penderita Kusta

Tingkat
Cacat 0 dan
Tingkat
Cacat 1

Odd Ratio sebesar 18,00 (CI 95%; 2,642122,617) dapat disimpulkan bahwa apabila
pengendalian tingkat kecacatan dilakukan maka
akan mencegah 18,00 kali tingkat depresi
penderita kusta.
Pembahasan
Tingkat Kecacatan Penderita Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah
Jember
Gambaran tingkat kecacatan penderita kusta di
Kabupaten Jember terutama di wilayah kerja
Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember
mayoritas berada pada tingkat cacat 0 dengan
jumlah 18 responden (50,0%), tingkat cacat 1
dengan jumlah 10 responden (27,8%) dan
tingkat cacat 2 dengan jumlah 8 responden
(22,2%).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa
sebagian besar responden penelitian mengalami
tingkat cacat 0. Hal ini disebabkan ada
beberapa penderita kusta yang memang sudah
Release From Treatment (RFT) dan juga ada
beberapa
penderita
yang
masih
baru
terdiagnosis kusta. Hal ini didukung oleh data
puskesmas Jenggawah yang menunjukkan
bahwa angka penemuan kasus (Case Detection
Rate) penderita kusta sudah mengalami
penurunan.

Jumlah responden yang mengalami tingkat


cacat 1 adalah 10 responden (27,8%) dan
tingkat cacat 2 dengan jumlah 8 responden
Tingkat Depresi Penderita Kusta
(22,2%). Hal ini disebabkan beberapa penderita
kusta masih kurang patuh terhadap pengobatan
kusta. Program kunjungan rumah yang tidak
Normal dan
berjalan maksimal juga merupakan penyebab
Depresi Ringan
masih adanya penderita kusta yang mengalami
tingkat cacat 2.
f
Tingkat Kecacatan penderita kusta pada
(Jumlah
%
penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
)
faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin,

24

66,7%

Tingkat
2
5,6%
Cacat 2
tingkat depresi pada penderita kusta. Nilai (OR)
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

pekerjaan, dan pendidikan. Angka kecacatan


meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Dengan bertambahnya usia, berarti penderita
makin lama menderita kusta, dan makin besar
kemungkinan mengalami kecacatan[7]. Hasil
penelitian terkait jenis kelamin bertolak belakang
dengan penelitian yang menyatakan bahwa
tingkat kecacatan cenderung lebih tinggi terjadi
pada laki-laki dibanding dengan perempuan
dikarenakan laki-laki memiliki aktifitas lebih

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
banyak diluar rumah, sehingga meningkatkan
resiko laki-laki kecacatan lebih tinggi daripada
perempuan[8]. Perbedaan hasil penelitian ini
dapat disebabkan karena perempuan di wilayah
kerja Puskesmas Jenggawah sebagian besar
bekerja di luar rumah. Perempuan diwilayah
kerja Puskesmas Jenggawah sebagian besar
bekerja sebagai buruh tani, dimana pekerjaan
tersebut merupakan pekerjaan yang kasar dan
memerlukan aktivitas fisik yang lebih. Hasil
penelitian
terkait
pendidikan,
peneliti
menyimpulkan kemungkinan besar penderita
kusta di wilayah kerja Puskesmas Jenggawah
walaupun berpendidikan tinggi namun tingkat
kesadarannya terkait penyakit kusta masih
kurang. Penderita kusta yang tidak bekerja akan
mengalami masalah ekonomi dalam proses
pengobatan sehingga akan meningkatkan
tingkat kecacatan penderita kusta. Penderita
kusta yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi
daripada penderita kusta yang tidak bekerja. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan
bahwa pekerjaan yang berat dan kasar dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan kulit dan
saraf semakin parah [9].

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan


hasil
penelitian
Susanto
(2010)
yang
mendapatkan hasil bahwa penderita kusta
merasa sedih dan kecewa pada diri sendiri saat
mendapatkan diagnosa kusta. Perasaan sedih
dan kecewa tersebut merupakan respon
terhadap depresi yang sedang dialami yang
ditunjukkan dengan sikap putus asa, menarik diri
dan kesedihan yang mendalam [10]. Masyarakat
beranggapan bahwa penyakit kusta merupakan
penyakit menular yang berbahaya, penyakit
keturunan,
penyakit
kutukan,
sehingga
masyarakat merasa jijik dan takut pada
penderita kusta terutama yang mengalami
kecacatan [11]. Tingginya jumlah pasien kusta
yang mengalami depresi merupakan akibat
adanya penolakan sosial masyarakat dan juga
penderita kusta yang tidak bisa menerima
keadaan cacat tubuhnya sehingga penderita
kusta mengalami kecemasan, keputusasaan dan
perasaan depresi [12].

Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah


Kerja Puskesmas Jenggawah Jember

Hubungan
Tingkat
Kecacatan
dengan
Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Jember

Gambaran tingkat depresi penderita kusta


di Kabupaten Jember terutama di wilayah kerja
Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember
mayoritas berada pada kategori normal dengan
jumlah 15 responden (41,7%), tingkat depresi
ringan dengan jumlah 11 responden (27,8%),
tingkat depresi sedang dengan jumlah 8
responden (22,2%) dan tingkat depresi berat
dengan jumlah 2 responden (8,3%). Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa penderita kusta
di wilayah kerja Puskesmas Jenggawah
sebagian besar memiliki kategori normal karena
jumlah responden terbanyak penderita kusta
dalam penelitian ini berada pada tingkat cacat 0.
Penderita kusta yang mengalami tingkat cacat 0
masih belum menunjukkan adanya kecacatan
yang dapat terlihat. Penderita kusta di wilayah
kerja Puskesmas Jenggawah yang mengalami
tingkat cacat 0 sebagian besar memiliki
karakteristik tidak menunjukan gejala depresi
meskipun telah terdiagnosa kusta karena
memang kecacatannya masih belum terlihat.
Penderita kusta akan menunjukan gejala depresi
ketika penderita telah memiliki kecacatan.
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

Hasil penelitian
didapatkan bahwa
hubungan tingkat kecacatan dengan tingkat
depresi memiliki hubungan yang bermakna dan
berpola positif yang berarti apabila pengendalian
tingkat kecacatan dilakukan maka akan
mencegah tingkat depresi penderita kusta.
Peneliti
menemukan bahwa penderita
kusta dapat mengalami depresi. Depresi dapat
disebabkan oleh keparahan tingkat kecacatan
penderita kusta. Selain itu, kurangnya dukungan
keluarga dalam proses penyembuhan kusta juga
dapat menyebabkan depresi pada penderita
kusta. Stigma negatif dari masyarakat juga
dapat meningkatkan angka kejadian depresi
pada penderita kusta. Depresi pada penderita
kusta menyebabkan gangguan terhadap aktifitas
sehari- hari, sosialisai dan harapan hidup
penderita kusta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Leprosy Review yang menyatakan
bahwa berbagai masalah kecacatan yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit kusta (Biomedical

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Course) mempengaruhi masalah psikologis
penderita kusta yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pula faktor sosial yang ada di
masyrakat itu sendiri (Social Course)[13].
Kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit
kusta memberi tekanan psikologis yang sangat
besar bagi penderita yang mengalaminya. Hal
ini dikarenakan pada awalnya ia memiliki fisik
yang normal, mampu beraktivitas dengan baik,
tidak ada hambatan fisik dan hambatan social
tiba-tiba dihadapkan pada kondisi cacat yang
membuat individu menjadi terbatas untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, mengurus diri
sendiri, bekerja, bersosialisasi dan lain-lain [14].
Dampak depresi pada penderita kusta
akan mempengaruhi proses penyembuhannya
dan menurunkan kualitas hidup penderita kusta.
Kualitas hidup penderita kusta di pengaruhi oleh
tingkat
depresi.
Penderita
kusta
yang
mengalami depresi lebih cenderung menarik diri
dan memiliki rasa putus asa, sehingga banyak
penderita
kusta
yang
memilih
untuk
menghentikan dan bahkan tidak melakukan
pengobatan sama sekali.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Tingkat kecacatan penderita kusta di
wilayah kerja Puskesmas Jenggawah yaitu
sebanyak 36 penderita kusta yang terdiri dari 8
penderita kusta dengan tingkat kecacatan
tingkat 2, 10 penderita kusta dengan tingkat
kecacatan 1 dan 18 penderita dengan tingkat
kecacatan 0. Tingkat depresi penderita kusta
sebanyak 15 orang dalam kategori normal, 11
orang dalam kategori tingkat depresi ringan, 8
orang dalam kategori tingkat depresi sedang dan
2 orang dalam kategori tingkat depresi berat.
Hasil
penelitian
didapatkan
bahwa
hubungan tingkat kecacatan dengan tingkat
depresi penderita kusta memiliki hubungan yang
bermakna dan berpola positif yang berarti
apabila
pengendalian
tingkat
kecacatan
dilakukan maka akan mencegah tingkat depresi
penderita kusta. Nilai (OR) Odd Ratio sebesar
18,00
(CI 95%; 2,642- 122,617) dapat
disimpulkan bahwa apabila pengendalian tingkat
kecacatan dilakukan maka akan mencegah
18,00 kali tingkat depresi penderita kusta.
Saran
Saran bagi penderita kusta diharapkan
berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti
program pengendalian dan pengobatan kusta
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

untuk meningkatkan kualitas hidup penderita


dan mencegah kusta. Bagi keluarga penderita
kusta dalam mencegah meningkatnya tingkat
kecacatan dan tingkat depresi penderita kusta
dengan memberikan dukungan sosial. Bagi
instansi kesehatan khususnya perawat keluarga
untuk memprogramkan terapi modifikasi perilaku
bagi setiap keluarga dan penderita kusta agar
dapat mencegah dan mengobati penyakit kusta.
Daftar Pustaka
[1]

Indonesia. Pedoman Nasional Program


Pengendalian Penyakit Kusta. Kemenkes
RI. [internet]; 2012. [cited 2014 Pebruary
21].
Available
from
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstr
eam//123456789/1791/2/BK2012-406.pdf.
[2]
World Health Organization (WHO).
Leprosy.
[internet]; 2006. [cited 2014
Pebruary
21].
Available
from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/f
s101/en/index.html.
[3] Superzeki, Fadilah : Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Depresi Penderita Kusta
di Dua Wilayah Tertinggi di Kabupaten
Jember. Jember: Program Studi Ilmu
Keperawatan. Universitas Jember.;2013.
[4] Putra SE. Pengaruh Penggunaan Panduan
Perawatan Mata, Tangan, dan Kaki
Terhadap Kualitas Hidup Penderita Kusta Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ajung Kabupaten
Jember. Jember: Universitas Jember; 2008.
[5] Joko K. Faktor faktor Resiko yang
Berhubungan
dengan
Kecacatann
Penderita Kusta di Kabupaten Tegal.
Program Pasca Sarjana UNDIP Semarang;
2002.
[6] Iyus Y. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama; 2009.
[7] Srinivasan H. The Problem and Challenge
of Disability and Rehabilitation in Leprosy.
Asia
Pasific Disability Rehabilitation
Journal: vol 9; 1998.
[8] Nandakumar G, Thomas S, Muhammed
K, : Disability Rate in Leprosy. Indian J
Dermatol Venereol Leprol, Volume 70 (5).
Pp. 314-316; 2004.
[9] Schubert, P, Thomas, S, Hitchkock, J,:
Community Health Nursing: Caring in
Action. New York: Delmar Publishers; 1999.
[10] Tantut S. Pengalaman Klien Dewasa
Menjalani Perawatan Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Jenggawah Kabupaten
Jember Jawa Timur: Studi Fenomenologi.
Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas

Khuluqi et al, Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi Penderita Kusta di Wilayah ...
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
2010.
[11] Indonesia.
Buku
Pedoman
Nasional
Pemberantasan
Penyakit
Kusta.
Departeman Kesehatan R.I. Jakarta:
Departemen Kesehatan R.I; 2006.
[12] Siagian, Marchira, Siswati. The influence of
Stigma and Depresion on Quality of Life on
Leprosy Patient. [internet]; 2009. [cited
2014 Pebruary 22]. Available from
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/411093
340.pdf
[13] Kafiluddin, Moh. Erfan.
Memberantas
Penyakit Kusta/Lepra. [internet]; 2010.
[cited 2014 Pebruary 18]. Available from
http://kesehatan.kompasiana.com/2010/02/
02/memberantas-penyakit-kustalepra/
[14] Burns, et al: Rooks Textbook of
Dermatology. Eight Edition: United Kingdom.
Wiley-Blackwell.; 2010

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

You might also like