You are on page 1of 12

DEFISIENSI VITAMIN A

Sebelum ditemukan vitamin yang larut dalam lemak, orang menduga bahwa
lemak hanya berfungsi sebagai sumber energi. Vitamin yang larut dalam lemak biasanya
ditimbun dalam tubuh dan karenanya tidak perlu disediakan setiap hari dalam makanan.
Absorbsi vitamin larut lemak yang normal ditentukan oleh absorbsi normal dari
lemak. Gangguan absorbsi lemak yang disebabkan oleh gangguan sistim empedu akan
menyababkan gangguan absorbsi vitaminvitamin yang larut lemak. Setelah diabsorbsi,
vitamin ini dibawa ke hepar dalam bentuk kilomikron dan disimpan di hepar atau dalam
jaringan lemak. Di dalam darah, vitamin larut lemak diangkut oleh lipoprotein atau
protein pengikat spesifik (Spesific Binding Protein), dan karena tidal larut dalam air,
maka ekskresinya lewat empedu, yang dikeluarkan bersama-sama feses.
2.1. Provitamin A
Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekusor (provitamin).
Provitamin A terdiri dari , , dan - karoten. karoten merupakan pigmen kuning dan
salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi reaksi
berantai radikal bebas dalam jaringan. Struktur kimia karoten ditunjukkan pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur kimia karoten

2.2. Struktur Kimia Vitamin A


Vitamin A terdiri dari 3 biomolekul aktif, yaitu retinol, retinal (retinaldehyde) dan
retinoic acid (Gambar 2.2)

Gambar 2.2. Tiga biomolekul aktif vitamin A


2. 3. Sifat-sifat Vitamin A
Tumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan hewan
mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup merubah karotenoid provitamin
A menjadi vitamin A. Dikenal bentuk-bentuk vitamin A, yaitu bentuk alkohol, dikenal
sebagai retinol, bentuk aldehid disebut retinal, dan berbentuk asam, yaitu asam retinoat.
Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas
dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak/minyak yang
tengik. Retinol tidak akan berubah dalam gelap, sehingga bisa disimpan dalam bentuk
ampul, di tempat gelap, pada suhu di bawah nol. Retinol juga sukar berubah, jika
disimpan dalam tempat tertutup rapat, apalagi disediakan antioksidan yang cocok.
Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding bentuk
alkohol maupun aldehid.
Secara kimia, penambahan vitamin E dan antioksidan alami dari tanaman bisa
melindungi vitamin A dalam bahan makanan. Leguminosa tertentu, terutama kacang
kedele dan alfafa, mengandung enzim lipoksigenase yang bisa merusak karoten, xantofil,

bahkan vitamin A, melalui tahapan-tahapan oksidasi dengan asam lemak tidak jenuh.
Melalui pemanasan yang sempurna pada kacang kedele dan pengeringan pada alfafa akan
merusak enzim tersebut.
Di dalam praktek, terutama dalam penyimpanan, vitamin A bersifat tidak stabil.
Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara
kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan melapisi tetesantetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiranbutiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari
kontak langsung dengan oksigen.
2.4. Manfaat Vitamin A
Vitamin A essensial untuk pertumbuhan, karena merupakan senyawa penting yang
menciptakan tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan epithel berfungsi
normal. Jaringan epithel yang dimaksud adalah terutama pada mata, alat pernapasan, alat
pencernaan, alat reproduksi, syaraf dan sistem pembuangan urine.
Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata yang normal, perlu mendapat
perhatian khusus. Vitamin A berperan dalam sintesis stereoisomer dari retinal yang
disebut retinen, yang berkombinasi dengan protein membentuk grup prostetik yang
disebut visual purple, yang lebih dikenal dengan istilah rodopsin. Jadi vitamin A
diperlukan untuk mensintesis rodopsin, yang selalu pecah atau dirusak oleh proses
fotokimiawi sebagai salah satu proses fisiologis dalam sistem melihat. Apabila vitamin A
pada suatu saat kurang dalam tubuh, maka sintesis visual purple akan terganggu,
sehingga terjadi kelainan-kelainan melihat.
Vitamin A berperan dalam berbagai proses tubuh, antara lain, stereoisomer dari
retinal yang disebut retinen, memainkan peranan penting dalam penglihatan. Vitamin A
diperlukan juga dalam pencegahan ataxia, pertumbuhan dan perkembangan sel,
pemeliharaan kesempurnaan selaput lendir (mukosa), reproduksi, pertumbuhan tulang
rawan yang baik dan cairan serebrospinal yang norma, mampu meningkatkan sistem
imun, berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan terbukti bisa melawan
ketuaan.

Secara metabolik, vitamin A berperan dalam memacu sintesis kortikosteroid, yaitu


pada proses hidroksilasi pregnenolon menjadi progesteron, memacu perubahan
mevalonat menjadi squalen, yang selanjutnya dirubah menjadi kolesterol dan sebagai
pengemban (carrier) pada sintesis glikoprotein membran.

2.5. Sumber Vitamin A


Vitamin A banyak terkandung dalam minyak ikan. Vitamin A1 (retinal), terutama
banyak terkandung dalam hati ikan laut. Vitamin A2 (retinol) atau 3-dehidro retinol,
terutama terkandung dalam hati ikan tawar. Vitamin A yang berasal dari minyak ikan,
sebagian besar ada dalam bentuk ester.
Vitamin A juga terkandung dalam bahan pangan, seperti mentega (lemak susu),
kuning telur, keju, hati, hijauan dan wortel. Warna hijau tumbuh-tumbuhan merupakan
petunjuk yang baik tingginya kadar karoten. Buah-buahan berwarna merah dan kuning,
seperti cabe merah, wortel, pisang, pepaya, banyak mengandung provitamin A, -karoten.
Untuk makanan, biasanya vitamin A terdapat dalam makanan yang sudah difortifikasi
(ditambahkan nilai gizinya).
2.6. Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dan -karoten diserap dari usus halus dan sebagian besar disimpan di
dalam hati. Bentuk karoten dalam tumbuhan selain

, adalah , -karoten serta

kriptosantin. Setelah dilepaskan dari bahan pangan dalam proses pencernaan, senyawa
tersebut diserap oleh usus halus dengan bantuan asam empedu (pembentukan micelle).
Vitamin A dan karoten diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif,
kemudian digabungkan dengan kilomikron dan diserap melalui saluran limfatik,
kemudian bergabung dengan saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Di hati, vitamin
A digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil-palmitat. Bila
diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat diikat oleh protein pengikat retinol (PPR)
atau retinol-binding protein (RBP), yang disintesis dalam hati. Selanjutnya ditransfer ke
protein lain, yaitu transthyretin untuk diangkut ke sel-sel jaringan.
Vitamin A yang tidak digunakan oleh sel-sel tubuh diikat oleh protein pengikat
retinol seluler (celluler retinol binding protein), sebagian diangkut ke hati dan bergabung
dengan asam empedu, yang selanjutnya diekskresikan ke usus halus, kemudian
dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Sebagian lagi diangkut ke ginjal dan diekskresikan
melalui urine dalam bentuk asam retinoat.
Karoten diserap oleh usus seperti halnya vitamin A, sebagian dikonversi menjadi
retinol dan metabolismenya seperti di atas. Sebagian kecil karoten disimpan dalam

jaringan adiposa dan yang tidak digunakan oleh tubuh diekskresikan bersama asam
empedu melalui feses.
Pada diet nabati, di lumen usus, oleh enzim - karoten 15,15-deoksigenase, karoten tersebut dipecah menjadi retinal (retinaldehid), yang kemudian direduksi
menjadi retinol oleh enzim retinaldehid reduktase. Pada diet hewani, retinol ester
dihidrolisis oleh esterase dari pankreas, selanjutnya diabsorbsi dalam bentuk retinol,
sehingga diperlukan garam empedu.
Proses di atas sangat terkontrol, sehingga tidak dimungkinkan produksi vitamin A
dari karoten secara berlebihan. Tidak seluruh karoten dapat dikonversi menjadi vitamin
A, sebagian diserap utuh dan masuk ke dalam sirkulasi, hal ini akan digunakan tubuh
sebagai antioksidan. Beberapa hal yang menyebabkan karoten gagal dikonversi menjadi
vitamin A, antara lain (1) penyerapan tidak sempurna ; (2) konversi tidak 100%, salah
satu sebab adalah diantara karoten lolos ke saluran limfe, dan (3) pemecahan yang kurang
efisien.
2.7. Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun
defisiensi vitamin A tingkat berat (Xerophthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi defisiensi
vitamin A tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih
menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. Defisiensi vitamin A tingkat
subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di
laboratorium.
Defisiensi vitamin A dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es yaitu masalah
Xerophthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan
Xeropthalmia

DVA Subklinis

Xerophthalmia merupakan Puncak Gunung Es


Padahal, defisiensi vitamin A subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar
vitamin A dalam darah masih merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian.
Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka
penyakit infeksi dan kematian pada balita.
Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A, antara lain
rabun senja (night blindness)), katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya
tahan tubuh, keratinisasi (sel epithel kering), kulit yang tidak sehat, bersisik dan
mengelupas.
2.8. Hipervitaminosis A
Terutama pada anak-anak, kelebihan vitamin A ditandai dengan kemunculan
gejala-gejala, antara lain hilangnya napsu makan, mual, berat badan menurun, pusing,
luka di sudut mulut, bibir pecah-pecah, rambut rontok dan nyeri tulang.
2.9. Pencegahan Defisiensi Vitamin A
Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi defisinsi vitamin A adalah
menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu, perbaikan kesehatan secara
umum turut pula memegang peranan.
Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh
kebijaksanaan sebagai berikut:

Meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan

Menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan


sasaran secara luas (fortifikasi)

Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala.

Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses


komunikasi-informasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman dan langgeng.
Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain
itu kegiatan fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan defisinsi vitamin A saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul
vitamin A dosis tinggi.
2.10. Cara pemberian
2.10. 1. Sasaran
1. Bayi
Kapsul vitamin A 100.000 SI diberikan kepada semua anak bayi (umur 6-11
bulan) baik sehat maupun sakit.
2. Anak Balita
Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada semua anak balita (umur 1-5
tahun) baik sehat maupun sakit.
3. Ibu Nifas
Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada ibu yang baru melahirkan
(nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui
ASI.
Catatan :
Untuk keamanan, kapsul vitamin A 200.000 SI tidak diberikan kepada bayi (6-11
bulan) dan ibu hamil karena merupakan kontra indikasi.

2.10.2. Dosis Vitamin A


1. Secara Periodik
a. Bayi umur 6-11 bulan
Satu kapsul vitamin A 100.000 SI tiap 6 bulan, diberikan secara serentak
pada bulan Februari atau Agustus
b. Anak Balita umur 1-5 tahun

Satu kapsul vitamin A 200.000 SI tiap bulan, diberikan secara serentak


pada bulan Februari dan Agustus
c. Ibu Nifas
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI dalam masa nifas. Kapsul vitamin A
diberikan paling lambat

30 hari setelah melahirkan.

2.10.3. Kejadian Tertentu


a. Xerophthalmia:
Bila ditemukan seseorang dengan salah satu tanda xerophthalmia seperti:
buta senja, bercak putih (bercak bitot), mata keruh atau kering:

Saat ditemukan:
Segera diberi 1 (satu) kapsul vitamin A

200.000 SI

Hari berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI

Empat minggu berikutnya:


1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI

b. Campak
Anak yang menderita campak, segera diberi satu kapsul vitamin A 200.000
SI. Untuk bayi diberi satu kapsul vitamin A 100.000 SI.
Catatan:
Bila di suatu desa terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) campak, maka
sebaiknya seluruh anak balita di desa tersebut masing-masing diberi satu
kapsul vitamin A 200.000 SI dan seluruh bayi diberi kapsul vitamin A
100.000 SI.
2.10.4. Periode Pemberian

a. Bulan Kapsul
Untuk tujuan pencegahan, pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan
kepada bayi dan anak balita secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan
setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus; dan untuk anak balita enam
bulan sekali, dan secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus.
Pemberian secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus mempunyai
beberapa keuntungan:

Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk


pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak mempunyai jadwal
pemberian yang sama.

Memudahkan dalam upaya penggerakkan masyarakat, karena kampanye


dapat dilakukan secara nasional di samping secara spesifik daerah.

Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan (spot TV, spot


radio, barang-barang cetak) terutama yang dikembangkan, diproduksi dan
disebarluaskan oleh tingkat Pusat/Propinsi.

Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak kegiatankegiatan yang dapat digunakan untuk promosi kesehatan, termasuk
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.

Bulan Februari dan Agustus merupakan bulan pemantauan garam


beryodium di tingkat masyarakat, sehingga kegiatan tersebut dapat
diintegrasikan di tingkat Puskesmas.

b. Sweeping/Kunjungan Rumah
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemberian
kapsul vitamin A.

Bila masih ada bayi dan anak balita yang belum mendapat kapsul vitamin
A pada hari pemberian yang telah ditentukan, perlu dilakukan Sweeping
yaitu melacak/mencari bayi dan anak balita tersebut untuk diberi kapsul
vitamin A, dengan melakukan kunjungan rumah. Diharapkan dengan
kegiatan bulan kapsul dan sweeping semua bayi (6-11 bulan) dan anak

10

balita (1-5 tahun) dapat dicakup 100% dengan pemberian kapsul vitamin
A.

Sweeping/kunjungan rumah sebaiknya dilakukan segera setelah hari


pemberian dan paling lambat sebulan setelahnya. Untuk memudahkan
pencatatan dan pelaporan, akhir minggu ketiga bulan Maret (untuk periode
Februari) dan akhir minggu ketiga bulan September (untuk periode
Agustus) seluruh kegiatan Sweeping hendaknya sudah selesai.

Bila setelah Sweeping masih ada anak yang belum mendapat kapsul,
maka agar diupayakan lagi meskipun sudah diluar periode pemberian.
Ini perlu dicatat tersendiri dan dilaporkan sebagai cakupan periode
berikutnya (lihat Pencatatan dan Pelaporan).

c. Ibu Nifas
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada ibu pada masa nifas dapat
diberikan:

Segera setelah melahirkan, atau

Pada kunjungan pertama neonatal, atau

Pada kunjungan kedua neonatal.

11

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah,A.1994, analisa Kuantitatif Beberapa Senyawa Farmasi, Universitas


Sumatera Utara Press, Medan.
Dirjen POM Departemen Kesehatan RI,1984, Farmakope Indonesia, Edisi III,
Jakarta.
Dirjen POM Departemen Kesehatan RI,1995, Farmakope Indonesia ,Edisi IV,
Jakarta.
Arief,H.C.1989, Ilmu Meracik Obat Teori Praktek, Gajah Mada, Universitas
Press, Yogyakarta.
Rohardja,K.dan Tyay,TH.2007,Obat-obat Penting, Edisi VI,Alex Media, Jakarta.

12

You might also like