You are on page 1of 18
BABII TINJAUAN PUSTAKA. Wilayah pesisir merupaken batas antara darat dan laut. Pesisir merupakan suatu wilayah yang memiliki beragam potensi, terbukti sebagian besar masyarakat Indonesia tersebar didalamnya. Secara fisik wilayah pesisir berlangsung berbagai macam proses interaksi yang saling ketergantungan antara satu dengan lainnya, sehingga wilayah pesisir perlu ditinjau sebagai suatu system yang mengalami suatu interaksi antara parameter darat, perairan dangkal, perairan laut dalam, atmosfer, serta aktifitas bawah laut, dan setiap parameter tersebut merupakan suatu sub-sistem yang saling terkait, Proses interaksi laut atmosfer dipengaruhi oleh parameter fisis atmosfer yyaituangin, temperatur, tekanan udara, dan curah hujan. Untuk parameter oseanografis yang mempengaruhi ialah temperatur, pasang-surut, salinitas, angin, arus dan gelombang. Parameter fisis darat yang berlangsung terhadap karakteristik pesisir adalah aliran sungai dan sedimen. Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi fisik atmosfer kian tidak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang, anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang berdampak pada naiknya muka laut yang berpengaruh kepada perubahan garis pantai. 24. Tinjauan Umum Krakteristik Wilayah Pesisir Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian laut yang, masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat_seperti sediments +i dan aliran air tawar, maupun yang discbabkan oleh kegiatan manusia i darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Dahuti dkk., 1996) Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kawasan pesisir adalah suatu kawasan yang mudah mengalami perubahan. Peubahan ini dikarenakan wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan, dimana gatis pertemuan tersebut dinamakan dengan garis pantai, 2.1.1 Pantai dan Perubahan Garis Pantai Pantai dan pesisir merupakan dua istilah berbeda akan tetapi keduenya saling berkaitan dan tidak dapat dipisabkan Karena sama-sama berhubungan dengan laut, Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dengan jarak ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupater/kota (KEPMEN no 10 tahun 2002 tentang Pedoman ‘Umum Perecanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu). Pantai merupaken sebuah bentuk geografis yang terditi dari pasir dan terdapat di daerah pesisir laut atau bagian daratan yang terdekat dengan laut. Pesisir memiliki panjang yang sama dengan pantai, hal ini dikarenakan pada saat air pasang daerah pesisir tertutup oleh air laut, dan pada saat surut maka terlihat daratan (Yuliati dan Anggita 2010). Menurut Hang Tuah pada tahun 1991 dalam Winarso dk, tahun 2009 menerangkan bahwa garis pantai (shoreline) adalah garis imaginer yang. terbentuk dan merupakan betas air laut dan daratan yang mana garis ini berubah sesuai dengan. kondisi pasang surut air laut, Garis ini selalu berubah-ubah, baik perubehan sementara, maupun permanen dalam jangka waktu tertentu akibat adanya abrasi dan akresi. Garis pantai adalah batas air laut pada waktu pasang. tertinggi telah sampai kedarat. Perubahan garis pantai ini banyak disebabkan oleh, aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan sedimen yang berlebihan. Garis pantai bersifat dinamis dan hampir pada umumnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan alam, seperti adanya aktivitas gelombang, angin, pasang surut dan arus, serta sedimer i daerah delta sungai. Banyak faktor yang dapat merubah garis pantai, salah satunya adalah abrasi atau erosi pantai, yaitu pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan Perubahan garis pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistem pantai seperti pembuatan tanggul dan kanal serta bangunan-bangunan yang ada di sckitar pantai, Hutan bakau sebagai penyangga pantai banyak dirubah fungsinya dan dijadikan sebagai daerah pertambakan, pemukiman, industri dan daerah reklamasi yang mengokibatkan terjadinya perubahan gatis pantai ‘Terjadinya perubahan garis pantai juga dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi pada daerah sekitar pantai (nearshore process), pantai_selalu betadaptasi dengan berbagai kondisi yang terjadi (Munoz-Perez et al. 2001) Proses ini berlangsung sangat Kompleks, dimana dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kombinas gelombang dan arus, transpor sedimen, dan konfigurasi pantai tersebut, yang saling mempengaruhi satu sama lain, Karakteristik perubahan masing-masing faktor tersebut bervariasi secara spasial dan temporal yang Derlangsung dalam waktu yang lama (Ivanovig et al. 2011). Secara sederhana proses perubahan garis pantai disebabkan oleh angin dan air yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain yang mengikis tanah kemudian diendapkan pada suatu tempat dan hal ini terjadi secara Kontinu, Proses pergerakan gelombang datang pada pantai secara esensial berupa osilasi. Angin yang menuju ke pantai secara bersamaan gerak gelombang yang menuju pantai berpasir secara tidak langsung mengakibatkan pergesekan antara gelombang dan dasar laut, sehingga terjadi gelombang pecah dan membentuk turbulensi yang. kemudian membawa material disekitar pantai termasuk yang mengakibatkan pengikisan pada daerah sekitar pantai (Yunas 2010), Menurut ‘Triatmojo pada tahun 1991 dalam Yunas tahun 2010 menerangkan bahwa pada dasamya proses perubahan pantai meliputi proses abrasi dan akresi. Abrasi disekitar pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang keluar ataupun yang pindeh meninggalkan suatu dacrah lebih besar dibandingkan dengan angkutan sedimen yang masuk, apabila terjadi sebaliknya maka yang terjadi adalah sedimentasi, Abrasi merupakan salah satu penyebab 10 terjadinya perubahan garis pantai dan menjadi salah satu permasalahan penting di wilayah Pantai Utara Pulau Jawa. Pantai abrasi di wilayah pesisir pada umumnya memiliki dampak negatif, karena mengakibatkan Iahan menjadi berkurang, sedangkan pantai akresi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif, adalah semakin bertambahnya lahan tambak dan lahan pertanian di daerah tersebut. Dampak negatif adalah terjadinya pendangkalan alur sungai yang mengakibatkan kapal- kapal nelayan kesulitan untuk memasuki sungai. Pendangkalan juga terjadi di laut yyaitu di sekitar dermaga atau pelabuhan yang dapat menggenggu kegiatan kapal nelayan keluar masuk pelabuhan. Perubahan garis pantai di pantai utara pada saat ini telah mencapai titik itis dimana perubahan yang terjadi telah menycbabkan berbagai macam, kerugian dan bahaya bagi kepentingan masyarakat, kepentingan ekonomi yang selalu diutamakan tanpa adanya pemahaman interaksi antara material di pantai dan dekat pantai (nearshore) dengan proses-proses gelombang, pasang surut, dan arus, maka dapat mengakibatkan pemicu terjadinya al kemudian hari (Istanto dkk, 2007), i ataupun akresi pantai di 2.1.2 Pasang Surut Pasang surut ialah proses naik turunnya muka air laut secara teratur, yang disebabkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari, Posisi bulan dan matahari terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur, maka besamya Kisaran pasang surut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut (Diposaptono 2001). Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama, Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai dacrah dapat dibedakan empat tipe, yaity pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran. a. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) merupakan tipe pasang surut yang dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara u teratur, Tipe pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit, Pasang surut jenis ini terdapat di selat Malaka sampai laut Andaman. b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) merupakan tipe pasang sur ang dalam satu hati terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat Karimata, Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevelailing semidiurnal tide) merupakan tipe pasang surut yang dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur. 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevelailing diurnal tide). Pada tipe ini, dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda, Pasang surut jenis ini terdapat selat Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat. Walaupun secara umum pergerakan pasang dan surut ini dapat dipengaruhi oleh posisi bulan dan matahari, namun karakter perairan pantai seperti wilayah kepulauan dan kedalaman juga memberikan pengaruh terhadap sifet pasut secara lokal. Kompleksitas faktor fisik ini menyebabkan perubahan sifat pasut yang bervariasi dari wilayah satu ke wilayah lainnya, Paling tidak pengaruh posisi bulan dapat dicirikan dengan adanya pasang purnama dan pasang perbani, sedangkan karakteristik pantai akan mempengaruhi tipe pasut seperti sifat diurnal, semidiurnal, dan campuran (baik yang mengarah ke diurnal atau ke diurnal atau ke bentuk semidiurnal). Berdasarkan data prakiraan dari dua stasiun (Tanjung Priok dan Cirebon), tipe pasut di wilayah pantai Jawa Barat bagian utara termasuk kategori campuran mengarah ke semidiurnal. Kisaran maksimum tinggi pasang dan surut terbesar adalah 1 meter dan kisaran tinggi pasang dan surut kedua adalah 0,5 - 0,7 meter (Dishidros-Angkatan Laut 2000). 12 2.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pada penelitian ini, lokasi kajian yang dipilih mencakup wilayah pesisir Subang sampai Indramayu. Pemilihan kawasan pesisit Subang sampai Indramayu didasarkan pada letaknya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa serta berada di jalur transportasi darat, dan pada kecendrungan pertumbuhan pesisir Subang sampai Indramayu yang memiliki potensi sebagai kawasan_utama penggerak ekonomi wilayah Pantura Jawa Barat, Aktifitasnya sebagai daerah penyangga kawasan industri yang mempunyai sumberdaya alam dan jalur infrastraktur transportasi utama yang diketahui banyak mengalami degradasi lingkungen yang mengakibatkan adanya perubahan garis pantai dari waktu ke waktu yang perlu dikaji Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada 107°52'-108°36" dan 6°15°-6°40" LS dengan garis pantai sepanjang 114,1 km. Kabupaten Indramayu terbagi atas 31 kecamatan dan 205 desa, Kabupaten Subang terletak antara 107° 31° — 107°54” BT dan 6°11” — 6°30" LS. Kabupaten Subang terdiri dari 22 kecamatan dan 243 desa (Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1999) serta memiliki panjang garis pantai 48,20 km (Bapeda Provinsi Jabar 2007). 2.2.1 Kondisi Umum Pesisir Indramayu Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Indramayu terletak pada :2'-108°36" dan 6°15’-6°40" LS, Iuas wileyabnya adalah 204.011 Ha. Kabupaten Indramayu terbagi atas 31 kecamatan dan 205 pedesaan. 10 Batas wilayah Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut Timur Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon Barat Kabupaten Subang Utara : Laut Jawa Selatan Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Cirebon (Bapeda Provinsi Jabar 2007), Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rataerata 0-2 %, Keadaan ini berpengaruh tethadap drainase, apabila curah hujan cukup tinggi, maka di daerah - daerah, tertentu akan tetjadi genangan air, Letak Kabupaten Indramayu yang membentang, 13 sepanjang pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat suhu udara cukup tinggi berkisar antara 22.9°- 30°C Secara umum wilayah Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang datar dan tidak terdapat dataran tinggi atau pegunungan. Sebelah utara Kabupaten, Indramayu merupakan daerah pantai, Berdasarkan tinjauan sumber daya lehan oleh Bakosurtanal tahun 1990, sebagian besar wilayah Indramayu bagian utara ‘mempunyai Klasifikasi agroklimatik seasonally dry (kering musiman) 5-8 bulan pertahun dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm/bulan, sedangkan agian selatan permanently moist (tetap basah) selama 0-4 bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm, Air tanah yang terkandung di sebagian besar wilayah Indramayu (bagian utara) umumnya air tanah dangkal, sedangkan di agian selatan air tanah menengah, Ditinjau dari fisiologinya wilayah Indramayu bagian utara bertipe daratan aluvial sedangkan sebelah selatan dataran_non- aluvial, 2.2.2 Kondisi Umum Pesisir Subang Kabupaten Subang terletak antara 107° 31° — 107°54° BY dan 6°11" — 6°30" Ls Secara administratif wilayah Kabupaten Subang terdiri dari 22 kecamatan dan 243 desa dengan batas wilayah sebagai berikut Utera : Laut Jawa Timur Kabupaten Indramayu dan Sumedang Selatan Kabupaten Bandung Barat : Kabupaten Purwakarta dan Karawang (Bapeda Provinsi Jabar 2007) Dilihat dati topografinya, dengan range ketinggian tempat antara 0 - 1500m dpldiatas permukaan laut, Kabupaten Subang terbagi dalam 3 zona/klasifikasi daetah, yaitu Daerah pegunungan dengan ketinggian antara 500 ~ 1500 m dpl dengan luas +41.035,09 Ha atau 20% yang meliputi wilayah Kecamatan: Serangpanjang, Sagalaherang, Ciater, Cisalak, Tanjungsiang, sebagian Kasomalang dan Jalancagak 14 Daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian antara SO - 500m dpl dengan luas +71.502,16 Ha atau 34,85% yang meliputi wilayah Kecamatan: Gijambe, Cibogo, Subang, Dawuan, Kalijati, Cipeundeuy, sebagian Keeamatan Cikaum dan Purwadadi ©. Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-50 m dpl dengan luas +92.639,7 Ha atau 45,15% yang meliputi wilayah Kecamatan: Blanakan, Legonkulon, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Sukasari, Ciasem, Patokbeusi, Pabuaran, Tambakdahan, Binong, Pagaden, Pagaden Baral, Cipunagara, Compreng, serta sebagian dari Kecamatan Cikaum dan Purwadadi Suhu perairan Kabupaten Subang berkisar antara 27,5°C- 28,7°C, suhu tertinggi terjadi pada musim peralihan bulan Mei dan November, adapun sub terendah terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak Musim Timur dan Barat) Rataerata salinitas perairan berkisar antara 31,5 ppt — 33,7 ppt. Perairan Pantai Kab, Subang memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yakni rata rata Kurang dari 20m. Morfologi daratan pantainya terdiri dati pentai bercampur lumpur dan bahan organik, dengan jenis tanah gleisol hidrik. 2.3 Kenaikan Muka Air Laut Perubahan iklim mengakibatkan perpecahan siklus hidrologi wilayah yang berarti, yaitu mengubah evaporasi, transpirasi, run-off air tanah, dan presipitasi Hal tersebut mengekibatkan intensitas air hujan yang meningkat, yang dalam periode tertentu dapat mengakibatkan musim hujan yang berkepanjangan sehingga bahaya akan banjir juga semakin meningkat. Pemanasan global yang berdampak pada kenaikan suhu dan mengakibatken pencairan gletser yang dapat ‘mempengaruhi terjadinya kenaikan permukaan air laut. Perubahan elevasi air laut ini tentu saja dapat mengganggu kehidupan Karena dapat_mengakibatkan genangan di wilayah pesisir dan daratan perkotaan yang lebih rendah, bahkan mampu menenggelamkan pulau-pulau kecil, Wilayah pesisir dalam perspektif oseanografi merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap tekanan lingkungan, baik yang berasal dari darat maupun 15 dari laut, Salah satu tekanan lingkungan yang mengancam keberlangsungan wilayah pesisir di seluruh dunia adalah perubahan iklim global yang, menyebabkan adanya kenaikan muka air laut, Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari pemanasan global. Naiknya suhu permukaan global menyebabkan mencaimya es di kutub utara dan selatan bumi, sehingga terjadilah kenaikan muka air laut (Wirasatrya dkk 2006), Kenaikan muka laut atau sea level rise (SLR) merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh negara-negara pantai atau negara kepulavan di dunia. Fenomena alam ini perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir, karena dapat berdampak langsung pada pemunduran garis pantai_serta dapat_mengganggu aset-aset_ penduduk, mengganggu perkembangan ekonomi penduduk bahkan menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk yang mendiami wilayah-wilayah rentan di sepanjang pesisir (Sutrisno dkk 2005), Fenomena naikny: muka laut dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian termal sehingga volume air laut bertambah. Kenaikan muka laut global sendiri disebabkan oleh meningkatnya suhu global akibat peningkatan gas-gas rumah kaca dan bahan perusak ozon schingga suhu yang semakin panas tersebut mencairkan es di kutub dan menambah volume air laut di seluruh dunia, Salah satu kemungkinan dampak negatif yang dapat dirasakan langsung dari fenomena kenaikan muka laut di antaranya erosi garis pantai, penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem, wilayah pesisir. Dampak lain akibat kenaikan muka laut adalah terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas banjir. Hal tersebut dikarenakan efek pembendungan oleh adanya kenaikan muka laut. Pembendungan ini mengakibatkan kecepatan berkurang dan laju sedimentasi di muara akan bertambah yang berarti mengurangi luas tampang basah sungai di muara, Pendangkalan muara akan menimbulkan juga efek pembendungan yang cukup 16 signifikan yang pada gilirannya akan meningkatkan frekuensi banjir karena kapasitas tampang sungai yang terlampaui oleh debit sungai. Intrusi air laut ke darat merupakan masalsh serius bagi kote-kota pantai Adanya pemanfaatan air tanah yang tidak memperhitungkan keseimbangan mengakibatkan turunnya permukaan air tanah yang selanjutnya memberikan tingkat kemudzhan bagi terjadinya interusi air laut ke darat, Dengan adanya kenaikan muka laut juga dapat mengakibatkan volume air laut yang mendesak ke dalam sungai akan semakin besar. Air laut yang mendesak masuk jauh ke darat melalui sungai ini merupakan masalah bagi kota-kotapantai_ yang menggantungkan air bakunya dari sungai. Fenomena kenaikan muka laut juga berdampak terhadap keamanan bangunan pantai yang ada, Dengan adanya kenaikan muka laut akan menyebabkan peningkatan tinggi gelombang. Kenaikan muka laut juga akan meningkatkan frekuensi overtopping bangunan tersebut, sehingga tingkat keamanan bangunan berkurang, selain dampak-dampak tersebut, masih banyak pengaruh kenaikan muka laut yang dapat terjadi antara lain dampak tethadap lingkungan biotik. Dengan adanya kenaiken muka laut, lingkungan biotik akan terpengaruh karena perubahan karakeristik fisik dan kimia akan sangat berdampak pada struktur ekologis lingkungan perairan, terutama di daerah rawa dan perairan payau. 24 — Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis (Geographic Information System) yang disingkat menjadi SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografis (Paryono 1994). Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Data masukan SIG dapat diperoleh dati tiga, sumber yaitu 1. Data Tapangan. Data ini diperoleh Tangsung dari pengukuran lapangan secara langsung, 2. Data Peta. Informasi yang telah terekam pada peta kertas atau film, dikonversikan dalam bentuk digital 7 Data citra penginderaan jauh, Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara dapat diinterpretasi terlebih dahulu sebelum dikonversi_ kedalam bentuk digital, Citra yang diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk digital dapat langsung digunakan setelah diadakan koreksi seperlunya, Data keruangan (spasial) dapat disajikan dalam dua model, yaitu model raster (grid atau kisi), dan model vektor. Pada model raster, semua obyek disajikan dalam bentuk sel-sel yang disebut piksel (picture element), sedangkan pada model vektor, obyck disajikan sebagai titik atau segmen-segmen gars, Metode analisis yang sering dilakukan pada beberapa macam peta, dikenal sebagai metode tumpang tindih (overlay method). Dari fungsi-fungsi analisis yang, dapat dilakukan oleh SIG diinginkan, pengguna dapat memperoleh informasi yang 2.8 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan cara memperoleh informasi atau pengukuran dari obyek dengan menggunakan lat pencatat, tanpa ads hubungan dengan obyek tertentu, Sistem ini didasarkan pada prinsip pemanfoatan gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan oleh obyek. Alat penginderaan jauh ditempatkan pada suatu wahana yang dioperasikan pada suatu ketinggian tertenta yang discbut sebagai platfrom. Ketinggian platform tersebut dapat berupa ketinggian pesawat terbang, balon udara atau satelit. Secara umum proses dan elemen yang terkait dalam sistem penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data Menurut Lillesand dan Kiefer pada tahun 1992 menjelaskan bahwe penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaity pengumpulan data dan analisa data, Elemen proses pengumpulan data meliputi : a) sumber energi, b) perjalanan energi melalui atmosfer, ¢) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, e) hasil pembentukan data dalam pembentukan dat dalam bentuk piktoral danvatau bentuk numerik. Singkatnya, sensor digunakan untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis 18 data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktoral, dan komputer untuk menganalisis, data sensor numerik dengan dibantu oleh data rajukan tentang sumberdaya yang, dipelajari. Sistem penginderaan jauh dibedakan atas sistem fotografik dan non fotografik (sistem elektronik), Sistem fotografik memiliki keunggulan yaitu memiliki sistem yang sederhana, tidak mahal, memiliki kualitas baik, serta memiliki integritas radiometric yang baik. Sistem elektronik kelebihannya dalam penggunaan spektrum elektromagnetik yang lebih Iuas serta memiliki kemampuan yang lebih besar dan lebih pasti dalam membedakan karakteristik spektral obyek dan proses analisisnya cepat karena menggunakan komputer. Sistem penginderaan jauh dengan menggunakan satelit sangat menguntungkan, karena dengan wilayah yang sangat Iuas dan sulit dijangkau dapat diliput. Perekaman data penginderaan jjauh dari satelit dapat berlangsung secar terus menerus selama waktu tertentu, peliputan suatu lokasi tertentu di permukaan bumi dapat dilakukan berulang-ulang dengan periode tertentu. Oleh karena itu data penginderaan jauh dari satelit dapat digunakan untuk memantau suatu daerah, Pengamatan muka bumi, samudera, atmosfir dan interaksi ketiganya dengan satelit berlangsung secra kontiyu, cepat dan selalu dapat diperbaharui dengan segera, Saat ini, setidaknya empat jenis satelit pengindera bumi yang sudah beroperasi yaitu satelit cuaca / lingkungan, satelit sumber daya alam, satelit pengamatan samudera dan satelit pengamatan sifat-sifat fisika / geofisika bumi (Soesilo 1994 dalam Susanto 2003). ‘Terdapat empat komponen fisik yang terlibat dalam sistem penginderaan jauh, Keempat komponen fisik tersebut yaitu (Butler et al. 1988) = Matahari sebagai sumber energi yang berupa radiasi elektromagnetik, = Atmosfer sebagai media perantara dari energi elektromagnetik = Objek yang akan diteiti = Sensor yang mendeteksi radiasi clektromagnetik dari suatu objek dan ‘merubahnya menjadi bentuk signal yang. sel direkam. jutnya dapat diproses dan 19 2.6 Interpretasi Citra Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto 1994). Ada tiga hal penting yang, perlu dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis, Deteksicitra merupakan pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat perairan, Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunkan keterangan yang cukup. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu spretasi secara manual dan interpretasi secara digital, Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan, Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra piksel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Pengklasifikasian citra secara digital mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara otomatis setiap piksel yang mempunyai informasi spektral dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan (spasial) tertentu, 2.6.1. Data Spasial Data spasial adalah satu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi yang di dalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan, kelautan, dan bawah atmosfir. Data spasial dan informasi turunannya digunakan untuk menentukan posisi dari identifika dalam Gumelar 2007). suatu elemen di permukaan bumi (Radjabidfard 2001 20 2.6.2 Sumber Data Spasial Data spasial dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber, diantaranya adalah : 1. Citra Satelit, data ini menggunakan satelit sebagai wahananya. Satelit tersebut menggunakan sensor untuk dapat merekam kondisi atau gambaran ari permukaan bumi 2. Peta Analog, jenis data ini merupakan versi awal dari data spasial, yang membedakonnya hanya dalam bentuk penyimpanannya saja, data itampitkan dalam bentuk kertas atau film. 3. Foto Udara (Aerial Photographs), merupakan salah satu sumber data yang banyak digunakan untuk menghasilkan data spasial selain dari citra satelit. Perbedaannya dengan citra satelit adalah hanya pada wahana dan cakupan wilayahnya, Biasanya foto udara menggunakan pesawat udara, 4. Data Tabular, d ta ini berfungsi sebagai atribut bagi data spasial. Data ini umumnya berbentuk tabel, Salah satu contoh; data sensus penduduk, data sosial, data ekonomi, dan lain — lain, 5. Data Survei (Pengamatan atau pengukuran dilapangan), data ini dihasilkan ari hasil survei atau pengamatan dilapangan. Contoh: pengukuran persil Jaban dengan menggunakan metode survei terestris. ‘Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor, Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, dalam pemanfaatan dina fa tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan Ikan. Model data tersebut_ merupakan representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer. 2.6.3. Model Data Raster Model data raster mempunyai struktur data yang tersusun dalam bentuk matriks atau piksel dan membentuk grid. Setiap pikse! memiliki nilai tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat yang unik. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi. Model data ini biasanya digunakan dalam remote sensing yang, berbasiskan citra satelit maupun pesawat terbang (www.ilmukomputer.org). 2 Model raster memberikan informasi spasial tethadap permukaan di bumi dalam bentuk gambaran yang di generalisasi. Representasi dunia nyata disajikan sebagai elemen matriks atau piksel yang membentuk grid yang homogen, Pada setiap piksel mewakili setiap obyek yang terekam dan ditandai dengan nilai-nilai tertentu. Karakteristik utama data raster adalah bahwa dalam setiap sel/piksel mempunyai nilai. Nilai sel/piksel_merepresentasikan fenomena atau. gambaran dari suatu kategori yang memiliki nilai positif atau negotif, integer, dan floating ‘point untuk dapat merepresentasikan nilai cofinuous. Data raster disimpan dalam suatu urutan nilai selipiksel. Sebagai contoh, 80, 74, 45, 45, 34, dan seterusnya seperti yang terlihat pada Gambar 1. Cell 4 2 4 4 \ \ \ Gambar 1. Struktur Model Data Raster (Sumber: www.ilmukomputer.org 2007). 2.7 Penginderaan Jauh Untuk Perubahan Garis Pantai Data penginderaan jauh dari satelit yang dapat digunakan untuk melihat perubahan garis pantai salah satunya adalah data penginderaan jauh dari satelit Landsat TM dan Landsat 7/BTM. Dengan pengenalan ini dapat dilakukan pemetaan, inventarisasi, pemantauan serta evaluasi tentang kerusakan Tingkungan untuk membentu dalam penanggulangan, pengelolaan, serta perencanaan masa depan dari wilayah pantai tersebut Purwadhi 1987), Landsat merupakan salah satu wahana yang digunakan dalam sistem penginderaan jauh, Terdapat tujuh buah satelit Landsat yang telah diluncurkan karakteristiknya masing-masing, diantaranys yang digunakan untuk pengamatan 22 M, Proses pembuatan citra adalah suatu teknik yang dilakukan untuk perubahan pantai adalah Landsat $ dan Landsat 7/E memisahkan antara tubuh darat dari tubuh air (laut) atau sebaliknya yang dikenal dengan istilah masking. Masking merupakan suatu tahap penting yang perlu dilakukan pada proses pengolahan citra di wilayah pesisir. Masking terutama dilakukan untuk menghilangkan adanya gangguan awan, disamping juga untuk menghilangkan obyek daratan, Prinsip dari teknik ini adalah menggunakan logika Boolean. Secara teknis, masking ini dapat dilakukan secara digital atau manual Untuk teknik digital dalam melakukan masking daratan dilihat berdasarkan pembagian nilai piksel antara band inframerah dekat atau tengah dengan band biru, hijau, atau merah (Wulan 2006). 2.8 Sabuk Hijau (Green Belt) Hutan mangrove selalu identik dengan perairan, Sebagai sebuah komunitas yang membentuk ekosistem perairan tentunya keberadaan mangrove tidak dapat dimarginalkan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat komplek ra fisik, ckosistem ing tidak bisa tergantikan oleh ekosistem lain. S mangrove berfungsi sebagai penstabil lahan (land stabilizer) yaitu berperan dalam, mengakumulasi substrat lumpur oleh perakaran bakau sehingga mampu menahan abrasi air laut serta mampu menghadang intrusi air laut ke daratan, Lebar sabuk hijau dalam hal ini adalah hutan mangrove yang memiliki peranan penting dalam ckosistem pesisir. Berdasarkan data BPLHD Provinsi Jawa Barat pada tahun 2004 abrasi di pantura sccara umum disebabkan oleh ulah manusia seperti perubahan peruntukan lahan dari hutan bakau yang dijadikan areal tambak, dan berakibat pada pantai yang akan terkena dampak langsung energigelombang Karena hutan bakau yang merupakan energi penahan gelombang alamiah telah di tebang. Berdasarkan fungsi biologisnya sebagai nursery ground, ekosistem mangrove sering kali dikonversi penduduk setempat sebagai Kawasan tambak, Sistem pengelolaan tambak yang berasosiasi dengan hutan mangrove mulai dikembangkan dan dikenal dengan istilah silvofishery. Silvofishery adalah sebuah 23 bentuk terintegrasi antara budidaya tanaman mangrove dengan tambak air payau. Hubungan tersebut diharapkan mampu membentuk suatu keseimbangan ckologis, schingga tambak yang secara ekologis mempunyai kekurangan elemen produsen ‘yang harus disuplai melalui pemberian pakan, akan tersuplai oleh adanya subsidi produsen (biota laut) dari hutan mangrove (Fitzgerald 1997). Kawasan mangrove di pesisir utara Subang sampai Indramayu keadaannya telah terganggu dan tidak mampu lagi mendukung keseimbangan lingkungan. Ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai penyangga sempadan pantai sudah tidak lagi efektif peranan dan fungsinya Karena ketebalannya terbatas dengan kondisi kerapatan jarang. Berkurangnya populasi mangrove juga berakibat pada meningkatnya laju abrasi daerah pantai, meningkatnya laju intrusi air laut serta berkurangnya masukan unsur hara bagi biota perairan (Soraya 2012). Keterkaitan penurunan luasan ekosistem bhutan mangrove dengan perubshan garis pantai yang terjadi di kecamatan Blanakan adalah sebesar 41%, dalam hal ini berarti kondisi luasan ekosistem mangrove memiliki pengaruh kuat tethadap Keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir, khususnya dalam pengaruhnya terhadap perubahan garis pantai di wilayah Kabupaten Subang, dan dalam penelitiannya pun menyebutkan bahwa terdapat 59% faktor lain yang ‘mempengaruhi perubahan garis pantai yang terjadi di kecamatan Blanakan antara lain arus, gelombang, pasang surut, transport sedimen, serta bentuk topografi wilayah tersebut (Soraya 2012). 2.8.1 Kondisi Keberadaan Hutan Mangrove di Kabupaten Subang Hutan mangrove di Kabupaten Subang merupakan hutan bakau di bawah pengelolaan Perum Perhutani BKPH Ciasem-Pamanukan, Informasi yang diperoleh dari pemerintah setempat (BPLHD Jawa Barat, 2007) menerangkan bahwa berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yakni pada periode 1988-1992 hutan mangrove di kawasan Kabupaten Subang mengalami pengurangan luasan, yakni pada tahun 1988 scluas 2.074,3 ha menjadi 958,2 ha pada tahun 1992, Hal ini disebabkan karena adanya perluasan area tambak sehingga hutan mangrove mengalami konversi menjadi lahan tambak. Pada 24 periode 1992-1995 dilakukan penggalakan program perhutanan sosial melalui program tambak tumpang sari, dan Hutan Mangrove di Kabupaten Indramayu mengalami perluasan menjadi 3.074 ha. Rupanya upaya mereboisasi mangrove telah sering dilakukan banyak pihak guna mengantisipasi penurunan Iuasan Jahan ckosistem mangrove yang sangat signifikan, namun percepatan konvers tambak sejak tahun 2000 menyebabkan reboisasi mangrove tidak lagi efektif dalam merehabilitasi kawasan mangrove pesisir. Pengikisan kawasan pesisir yang terlampau tinggi schingga terjadi erosi, dan upaya reboisasi yang diupayakan beberapa pihak berakhir tanpa hasil disebabkan olch gelombang yang masuk ke dalam kawasan ekosistem mangrove cukup tinggi, Ombak menggerus kawasan mangrove yang mengakibatkan propagul mangrove yang disemai tidak dapat bertahan lama, 2.8.2 Kondisi Keberadaan Hutan Mangrove di Kabupaten Indramayu ‘Area mangrove yang terdapat di Kabupaten Indramayu relative lebih sedikit, Beberapa Kecamatan di Kabupaten Indramayu memiliki luasan mangrove yang cukup Luas diantaranya Kecamatan Losarang, Kandanghaur, dan Sindang, daerah ini memiliki area luasan hutan mangrove yang lebih luas dibandingkan dengan Kecamatan Eretan, Di sepanjang Pesisir Kabupaten Indramayu merupakan wilayah lahan terbuka dan tidak ada kawasan mangrove di sepanjang wilayah pesisir Pantai Indramayu, Hal tersebut mengakibatkan di beberapa wilayah, muas area jalan Pantura jaraknya menjadi lebih dekat dengan bibir pantai akibat Abrasi, Menurut penelitian BPLHD pada tahun 2007 menyebutkan bahwa luas lahan kawasan mangrove di Kabupaten Indramayu mencapai 8.023,55 hektar, dan 60% diantaranya telah menjadi lahan tambak bahkan pemukiman penduduk,

You might also like