You are on page 1of 16

Case Report Session

Sindrom Nefrotik

Oleh:

Laura Kosasi
No. BP. 0910312125

Preseptor:
dr. Eva Chundrayetti, Sp.A.(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Definisi Sindrom Nefrotik


Sindrom nefrotik (SN) ditandai dengan proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan

hiperlipidemia, terkadang juga disertai hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.1,3
SN adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
dan edema.3
SN pada anak dapat disimpulkan bahwa status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein

urinaris

yang

massif,

dengan

karakteristik

proteinuria,

hipoalbuminemia,

hiperlipidemia, disertai atau tidaknya edema dan hiperkolesterolemia.


Batasan:
a. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
b. Relaps: proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu
c. Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau
kurang dari 4 x per tahun pengamatan
d. Relaps sering (frequent relaps): relaps 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau 4 x dalam periode 1 tahun
e. Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
f. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full
dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
g. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4
minggu

1.2.

Etiologi Sindrom Nefrotik


Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti

penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein,
dan lain lain.

a. kongenital (bawaan); diturunkan sebagai resesif autosomal/ reaksi maternofetal,


resisten terhadap semua pengobatan. gejala: edema pada masa neonates.
b. idiopatik/ sindrom nefrotik primer; sekitar 90% SN pada anak penyebabnya belum
diketahui. Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan elektron, diduga ada hubungan genetik,
imunologik, dan alergi.
c. SN sekunder; SN yang timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab seperti efek samping obat, seperti:

malaria kuartana atau parasit lain

penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purpura anafilaktoid

glomerulonefritis akut/ kronik, trombosis vena renalis

bahan kimia seperti, trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan


lebah, air raksa.

amiloidosis,

penyakit

sel

sabit,

hiperprolinemia,

nefritis

membrano

proliferative, hipokomplementemik.
-

Pernyakit lesi minimal ditemukan pada 85 % kasus.

Proliferasi mesangium pada 5 %

Sklerosis setempat pada 10 %

SN juga dapat disebabkan oleh obat-obatan yang merupkan racun bagi ginjal dan
penyakit, diantaranya:
-

obat-obatan, seperti obt pereda nyeri seperti aspirin, senyawa emas, heroin
intavena, penisilamin.

penyakit seperti, amiloidosis, kanker, diabetes, glomerulopati, infeksi HIV,


leukemia, limfoma, gemopati monoklonal, dan SLE.

1.3.

Epidemiologi Sindrom Nefrotik


SN pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens

SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per
100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun
pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.2

1.4.

Patofisiologi Sindrom Nefrotik


Kelainan patogenik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat dari

kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Proteinuria (albuminuria) massif


merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik. Penyebab dari kenaikan
permeabilitas dinding kapiler ini belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan dapat
terjadi akibat hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Hipoproteinemia
pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum
turun di bawah 2,5 g/dL. Proteinuria yang umumnya bersifat massif yakni protein > 50
mg/kgBB/hari atau > 40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +3 sampai +4.1,2,3
Edema terjadi karena adanya hipoalbuminemia yang menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang
interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal, karena
terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, maka ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang rennin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan
sekresi aldosteron yang mengakibatkan terjadi retensi natrium dan air, dengan retensi natrium
dan air akan menyebabkan edema.2,3
Pada SN, terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam
hati yang timbul oleh kompensasi hilangnya protein, dan lemak yang banyak dalam urin
(lipiduria). Pada SN juga disertai dengan gejala menurunnya respon imun karena sel imun
tertekan, kemungkinan disebabkan oleh hipoalbumin.1,2
1.5.

Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik


-

proteinuria

edema, dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting) dan umumnya ditemukan
disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan
ekstremitas bawah.

penurunan jumlah urine, urine gelap, berbusa

hematuria

nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein


mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien resisten-steroid.

gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit SN. Diare


sering dialami pasien dengan edema massif yang disebabkan edema mukosa usus.
hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema, atau
keduanya. nyeri perut kadang terjadi pada pasien karena edema dinding perut atau
pembengkakan hati.

asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernafasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjad gawat. keadaan ini
dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

pucat

gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian


International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%
pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolic lebih dari 90 persentil
umur.

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan
disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala
infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International
Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.2
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi
anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%,
glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM)
1,5%.5,6,7 Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami
remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).
1.6.

Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom Nefrotik


Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, tungkai, atau

seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. keluhan lain dapat berupa urin
kemerahan. pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya edema dikedua kelopak mata, tungkai,
atau asites dan edema skrotum/ labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.
5

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
a. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)
b. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
c. Edema Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
Diagnosis banding:

1.7.

edema non-renal, gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.

glomerulonefritis.

lupus sistemik eritematosus.

Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik

1.7.1. Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4.
Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa memakai reagen Esbach). Pada
sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks eritrosit.
1.7.2. Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N: 6,2-8,1 gr/dL), albumin
menurun (N: 4-5,8 gr/dL), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), ureum kretinin dan
klirens normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju
endap darah yang meningkat.
1.7.3. Pemeriksaan histologik yaitu biopsi ginjal, namun bersifat invasive, maka hanya
dilakukan atas indikasi tertentu dan persetujuan orang tua dan anak.

1.8.

Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik


Pada episoden SN, anak dapat diraway inap untuk menentukan diagnosis, pendidikan,

dan terapeutik. Jika timbul edema, intake natrium dikurangi dengan memulai diet tidak
ditambah garam. Pembatasan garam dihentikan bila edema membaik. Jika edema tidak
berat, masukan cairan tidak dibatasi. Edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah
dengan klorotiazid 10-40 mg/kgBB/24 jam dalam 2 dosis terbagi. Bila terjadi hipokalemia,
dapat diberikan kalium clorida/ spironolakton 3-5 mg/kgBB/24 jam dibagi dalam 4 dosis
perhari. Pada edema yang berat hingga terjadi kegawatan pernafasan akibat efusi pleura yang
masif dan asites, anak perlu dirawat di rumah sakit.
Edema yang berat dapat diobati dengan pemberian furosamid oral (1-2 mg/kg setiap
4jam) bersama dengan metolazon (0,2-0,4 mg/kg/24 jam dalam 2 dosis terbagi). Setelah
diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat, patofisiologi dan
6

pengobatan SN ditinjau lagi bersama-sama dengan keluarganya untuk meningkatkan


pengertian mereka tentang penyakit anaknya. Remisi kemudian diinduksi dengan pemberian
prednison dan kortikosteroid dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum dosis 60 mg per
hari) dibagi menjadi 3 atau 4 dosis selama sehari. Waktu yang dibutuhkan untuk berespon
terhadap prednison rata-rata 2 minggu, respon ditetapkan pada saat urin menjadi bebas
protein. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (+2 atau lebih) setelah 1 bulan mendapat
prednison dosis terbagi yang terus menerus setiap hari, SN seperti ini disebut resisten steroid
dan biopsi ginjal terindikasi untuk menentukan penyebab penyakitnya yang tepat.
Lima hari setelah urin bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau +1 pada dipstick)
dosis prednison diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan selang sehari
sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Regimen selang sehari ini diteruskan
selama 3-6 bulan. Tujuan terapi selang sehari ini untuk mempertahankan remisi dengan dosis
yang relatif nontoksik, sehingga dapat menghindari seringnya kekambuhan dan toksisitas
kumulatif akibat dari pemberian kortikosteroid setiap hari. Setelah dosis selang sehari ini
selesai, terapi prednison dapat dihentikan secara mendadak.

1.9.

Prognosis Sindrom Nefrotik


Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya

4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.3

BAB 2
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama

:R

MR

: 871941

Umur

: 2 9/12 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki


Alamat

: Padang

B. Anamnesis
Keluhan Utama: Tampak sembab sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
-

Demam 20 hari yang lalu selama 1 hari, tidak tinggi, tidak menggigil, demam
hilang denagn meminum obat penurun panas

Sembab sejak 3 hari yang lalu, awalnya sembab tampak di kedua kelopak mata,
makin lama sembab bertambah sampai keseluruhan tubuh

Batuk sejak 1 hari ini, tidak berdahak, tidak berdarah

Muntah tidak ada

Nyeri perut tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Riwayat minum obat-obatan dan jamu-jamuan tidak ada

Riwayat buang air kecil seperti air cucian daging tidak ada

Riwayat buang air kecil nyeri dan berpasir tidak ada

Riwayat nyeri kepala tidak ada

Riwayat nyeri menelan tidak ada

Nafsu makan biasa

Buang air kecil warna kuning jernih, jumlah biasa

Buang air besar warna dan konsistensi biasa.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Anak tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien meninggal saat pasien berusia 1 bulan, dirawat di RS swasta selama 1
minggu dengan keluhan sembab pada kaki dan perut tampak membuncit, buang air
kecil jumlah sedikit, dilakukan pengeluaran cairan dari perut (abdominal tab) karena
tidak ada perubahan keluarga meminta pulang atas permintaan sendiri dan meninggal
setelah di rumah selama 1 minggu.

E. Riwayat sosial, ekonomi, dan keluarga


Anak tunggal, lahir spontan, cukup bulan, ditolong dokter, BBL 2400 gram, PB 49cm,
langsung menangis.
Riwayat imunisasi dasar tidak pernah diberikan.
Riwayat pertumbuhan terganggu dan perkembangan dalam batas normal.
Higiene dan sanitasi lingkungan cukup.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Umum

Keadaan umum

: sedang

Kesadaran

: sadar

Nadi

: 110 x/ menit

Pernafasan

: 32 x/ menit

Suhu

: 36,80C

Berat badan

:14 kg

Tinggi badan

: 88 cm

Status gizi

BB/U : 70 %

TB/U : 93,1 %

BB/TB : 76,5 %

Kesan : Gizi kurang

2. Kulit

: teraba hangat

3. Kelenjar getah bening

: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

4. Kepala

: bulat, simetris

5. Rambut

: hitam, tidak mudah rontok

6. Mata

: edema palpebra +/+, konjungtiva tidak anemis,


Sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2mm/2mm
Refleks cahaya +/+ normal
9

7. Telinga

: tidak ditemukan kelainan

8. Hidung

: tidak ditemukan kelainan

9. Tenggorokan

: tonsil T3-T3, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

10. Gigi dan mulut

: mukosa bibir dan mulut basah, oral trash tidak ada

11. Leher

: JVP 5-2 cmH2O

12. Dada

: Paru : Inspeksi

: normochest, simetris kiri dan kanan

Palpasi

: fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung

: Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung atas; RIC II, kanan; LSD, kiri 1


jari medial LMCS RIC V

Auskultasi
13. Abdomen : inspeksi
Palpasi

: irama teratur, bising tidak ada

: distensi tidak ada


: undulasi +, hepar dan lien sukar dinilai,
Lingkar perut 54 cm

Perkusi

: shifting dullness +

Auskultasi

: bising usus + normal

14. Punggung

: tidak ditemukan kelainan

15. Alat kelamin

: edema skrotum +/+, edema penis +, status pubertas A1P1G1

16. Anus

: colok dubur tidak dilakukan

17. Anggota gerak

: akral hangat, perfusi baik, edema pretibia +/+, refleks fisiologis +/+,
refleks patologis -/-

G. Pemeriksaan Laboratorium
Hb

: 11,6

urine: warna kuning

Leukosit

: 17700/mm3

albumin ++

LED

: 40 mm/ jam

sedimen: leukosit: 1-2/ LPB

Hitung jenis

: 0/5/2/65/26/1

eritrosit: 0-1/ LPB

Trombosit

: 659000/ mm3

urobilinogen +

reduksin -

Bilirubin -

10

H. Diagnosis Kerja
1. Susp. Sindrom nefrotik
2. Hipertensi grade II
3. Tonsilitis kronik
4. Gizi Kurang
5. Imunisasi dasar tidak ada

I. Diagnosis Banding
Glomerulonefritis.

J. Rencana Pemeriksaan
-

Ureum, creatinin

Na, K , Ca

Albumin

Protein total

Kolesterol

Esbach

Kultur urin

K. Penatalaksanaan
a. Preventif
Ajari ibu untuk dapat menghitung balance cairan, agar dapat mengontrol banyak
cairan yang masuk dan keluar, sehingga keseimbangan cairan dapat terjaga. Atur diet
anak untuk dapat memenuhi semua kebutuhan gizi sesuai dengan umur dan
perkembangan dan pertumbuhan tubuhnya. Cukupkan pemberian imunisasi sesuai usia
anak.
b. Kuratif
Captopril 3 x 3,125 mg PO
Lasix 1 x 10 mg PO
Prednison 1-2-1

11

c. Promotif
Pengobatan suportif sangat penting bagi pasien yang tidak memberi respon terhadap
pengobatan imunosupresif sehingga mudah terjadi komplikasi dari sindrom nefrotik yang
dapat berlangsung lama.
-

Terapi dietetik
Intake garam dibatasi 2 gram/hari untuk mengurangi keseimbangan natrium yang

positif. MB nefrotik 1000 kkal denagn garam 1 gr/ hari, protein 10 gr/ hari. Diet tinggi
kalori, protein dibatasi 1-2 gram/kgBB/hari. Diet vegetarian yang mengandung
kedelai lebih efektif menurunkan hiperlipidemia.
-

Pengobatan terhadap edema


Istirahat hingga edema berkurang. Dengan pemberian diuretic tiazid ditambah

dengan obat penahan kalium (spironolakton, trimteren). Bila tidak ada respon dapat
diberikan furosemid, asam etekrinat, atau bumetamid.
d. Rehabilitatif
Untuk menghindari relaps atau kekambuhan yang progresif dapat dilakukan kontrol
kesehatan anak. Terapi psikologis perlu diberikan untuk anak dan orang tua karena
penyakit ini dapat berulang dan bersifat kronik. Selama pengobatan perlu juga
diperhatikan adanya efek samping obat.

Follow Up
1. Selasa, 17 Juni 2014
Hasil pemeriksaan laboratorium
Na: 145 mmol/L
K: 4,1 mmol/L
Ca: 7,5 mmol/L hipokalsemia, koreksi
Ureum: 10
Creatinin: 0,3
Total protein: 4,1
Albumin: 1,6 hipoalbuminemia
Globulin: 2,5
Kolesterol total: 419 hiperkolesterolemia
Kolesterol LDL: 321,4
Kolesterol HDL: 42
12

Trigliserida: 278
Kesan: sesuai dengan sindrom nefrotik

2. Rabu, 18 Juni 2014


S/ sembab di seluruh tubuh
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Demam tidak ada, kejang tidak ada
Batuk dan pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
BAB biasa
O/ sakit sedang, sadar, nadi 100 x/ menit, nafas 20 x/ menit, suhu: 370C
Mata: konjungtiva tidak annemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra +/+
Thoraks: retraksi tidak ada, cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU + normal
Extremitas: akral hangat, perfusi baik, edema +/+
S/ MB nefrotik 1000 kkal
Garam 1 gr/ hari
Protein 10 gr/ hari
Captopril 3 x 3,125 mg PO
Lasix 1 x 10 mg PO
Prednison 1-2-1
Kontrol balans cairan / 24 jam

3. Kamis, 19 Juni 2014


S/ sembab di seluruh tubuh
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Demam tidak ada, kejang tidak ada
Batuk dan pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
BAB biasa
O/ sakit sedang, sadar, nadi 110 x/ menit, nafas 28 x/ menit, suhu: 36,80C
Mata: konjungtiva tidak annemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra +/+
13

Thoraks: retraksi tidak ada, cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU + normal
Extremitas: akral hangat, perfusi baik, edema +/+
S/ MB nefrotik 1000 kkal
Garam 1 gr/ hari
Protein 10 gr/ hari
Captopril 3 x 3,125 mg PO
Lasix 1 x 10 mg PO
Prednison 1-2-1
Kontrol balans cairan / 24 jam
4. Jumat, 20 Juni 2014
S/ sembab di tubuh berkurang
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Demam tidak ada, kejang tidak ada
Batuk dan pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
BAB biasa
O/ sakit sedang, sadar, nadi 96 x/ menit, nafas 22 x/ menit, suhu: 36,70C
Mata: konjungtiva tidak annemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra +/+
Thoraks: retraksi tidak ada, cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU + normal
Extremitas: akral hangat, perfusi baik, edema +/+
S/ MB nefrotik 1000 kkal
Garam 1 gr/ hari
Protein 10 gr/ hari
Captopril 3 x 3,125 mg PO
Lasix 1 x 10 mg PO
Prednison 1-2-1
Kontrol balans cairan / 24 jam

14

BAB 3
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 2 tahun 9 bulan dirawat di bangsal
anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis kerja Sindrom Nefrotik, Hipertensi
grade 2, tonsilitis kronik dan gizi kurang. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis didapatkan demam 20 hari yang lalu
selama 1 hari, tidak tinggi, tidak menggigil, demam hilang denagn meminum obat penurun
panas. Sembab sejak 3 hari yang lalu, awalnya sembab tampak di kedua kelopak mata, makin
lama sembab bertambah sampai keseluruhan tubuh. Batuk sejak 1 hari ini, tidak berdahak.
Pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra dan pretibia serta adanya shifting
dullness pada pemeriksaan abdomen. Dari hasil pemeriksaan labor didapatkan temuan yang
sesuai dengan sindrom nefrotik.
Pada pasien diberikan MB nefrotik 1000 kkal, Garam 1 gr/ hari, Protein 10 gr/ hari,
Captopril 3 x 3,125 mg PO, Lasix 1 x 10 mg PO, Prednison 1-2-1.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman dan Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC; 2000:
1828-31.
2. Trihono PP,Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tatalaksana sindrom
nefrotik idiopatik pada anak. Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia; 2012.
3. Garna H, Nataprawira HMD (ed). Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak
edisi ketiga. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas
padjadjaran; 2005: 538-41.

16

You might also like