Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
untuk para perencana projek agar bisa memulai dengan diskusi yang detail tentang
tujuan mereka dan definisi partisipasi bagi mereka sendiri sebelum membuat
konsep ke lapangan.1
Frits Muller, seorang aktivis dan teoris yang dihormati di Amerika Latin,
mengembangkan diskusi tentang partisipasi melewati isu definisional sampai
herarki kekuatan di Amerika Latin. Dia tidak menyetujui bahwa partisipasi
memerlukan inisiasi dari pihak luar, melainkan kesadaran diri dari masyarakat
akan masalahnya sendiri. Masalah kesehatan yang buruk di Amerika Latin
berperan akan marginalisasi dari sector tertentu di populasi. Hanya sekitar 15%
dari populasi yang dapat membayar biaya kesehatan pribadi, 15% menikmati
insuransi privat, dan 70% harus mengandalkan pelayanan kesehatan pemerintah.
Dari 70 % populasi tersebut, setengahnya tidak memiliki akses untuk keadaan
darurat. Dia mengatakan bahwa partisipasi disini bukan merupakan usaha dari
Negara melainkan reaksi lokal untuk memperbaiki kondisi hidup: jenis
partisipasi ini membentuk strategi survival untuk orang yang terpinggirkan,
diungkapkan dengan pelayanan kesehatan tradisional dan permintaan untuk
pelayanan yang layak pada Perdana Menteri Kesehatan. Hal lainnya adalah dapur
umum, program segelas susu, makan siang sekolah, grup ibu dan tetangga dan
organisasi kesehatan petani; Hal inimerupakan manifestasi spesifik untuk
komunitas-komunitas yang tidak sama statusnya. (Muller 1991). Jika kita melihat
perspektif Muller yang ditawarkan oleh World Bank, sebagai contoh kita masih
bisa melihat perbedaan besar dari setiap orang untuk mendefinisikan partisipasi
dan prakteknya, bahkan 25 tahun setelah optimism yang diajukan pada Konferensi
Alma Ata.1
dibatasi
waktu;
melainkan,
partisipasi
seharusnya
berkelanjutan,
tantangan
dipertimbangkan.
tentang
operasional,
pengukuran
dan
penilaian
tetap
sebagai
bagian
dari
strategi
pelayanan
kesehatan
primer,
dan
perencana
pembangunan
biasanya
dibawah
tekanan
untuk
efeknya. Ulasan penuh pada pendekatan ini melebihi ruang lingkup paper ini, tapi
penting untuk disebutkan adalah diperlukan proliferasi yang cepat untuk teknik
penilaian dan metodologi aksi partisipatif. 1
Melihat perpecahan yang terjadi didalam dan diluar pada pembangunan,
siapapun yang melihat debat untuk proses partisipasi masyarakat pada tahun
1980-an dapat memprediksikan bahwa situasi tersebut masih sama pada tahun
1990-an. Sama seperti masyarakat bukanlah entitas monolitik, tidak juga
dengan pembentukan pengembangan, yang mana cenderung untuk menstandarkan
dan beradaptasi akan keadaan lokal. Lebih lanjut, pekerjaan tersebut menyediakan
ilmuwan sosial dengan reaksi antusias untuk melakukan penelitian metodologi
partisipasi dengan meninjau perspektif ilmu ssosial, teori-teori, ideology, dan
politik. 1
Sebagai contoh, donator biasanya menekan partisipasi komunitas , bahkan
mereka mengenali bahwa proses partisipasi tidak mengikuti structural, dan arahan
yang telah ditentukan. Paartisipan bukan hanya sebagai input untuk projek, tapi
sebagai principal operasional penting yang mendukung semua aktivitas projek.
Mereka mengakui adanya paradox tambahan: evaluasi dari program partisipasi
biasanya kekurangan partisipan dari masyarakat. Berdasarkan pengalaman,
bahkan pada projek yang sukses, tidak ada garansi bahwa cara kerja pada projek
tersebut akan berhasil untuk projek lainnya, ataupun akan berhasil untuk masa
yang akan datang. Yang unik dari setiap projek parsitipatif adalah penolakan akan
persyaratan sistematis dari operasionalisasi dan evaluasi. 1
Namun, Rikin dkk (1988) menunjukkan bahwa professional yang mengatur
alokasi sumber daya belum tentu akan mendukung inisiatif parsitipatif, kecuali
adanya bukti bahwa hal tersebut akan menguntungkan bagi mereka. Acuan
mereka untuk mengukur partisipasi, bermanfaat untuk langkah pertama untuk
meyakinkan orang yang skeptical terhadap utilitas partisipasi. 1
adalah konsep yang ambisius karena hal tersebut tidak bisa didefinisikan dari luar
konteks sosial. Konteks yang dimaksud dari perspektif antropologi adalah
hubungan sosial dimana dapat mempengaruhi partisipasi komunitas. Kultur juga
berperan penting untuk praktek dari partisipasi, diluar lingkaran, sistem politik
formal dan struktur institusional. Antropologis tidak melihat kultur dan politik
sebagai konten yang berbeda, tapi sebagai simultan dan aspek terikat dari realitas
sosial. Mereka mencatat bahwa partisipasi biasanya terlibat akan sejumlah
keinginan material (redistribusi sumber daya), maka akan terjadi kompetisi baik
secara sosial maupun retorik. Antropologis seing tidak tergabung dengan
perencanaan, implementasi dan evaluasi dari usaha parsitipatif karena kemampuan
observasional mereka dan teknik mereka mampu memperoleh arti yang multipel
dimana berhubungan dengan intisiatif pembangunan tertentu. Oleh karena itu,
mereka ditunjuk sebagai ahli analisis multi komunitas dari partisipasi komunitas. 1
Terdapat banyak alasan mengapa pemahaman akan kultur sulit dimengerti.
Stone menyebutkan bahwa hubungan antara ilmu kedokteran modern dan
tradisional lebih kompleks dan beradaptasi daripada yang diprediksi dan
masyarakat menganggap pelayanan kesehatan primer sebagai pelayanan kuratif,
yang tidak diprediksi sebelumnya. Ugalde dan Morgan, menunjukkan bahwa
partisipasi komunitas ada Amerika Latin pada awal 1980-an sering dimotivasi
faktor ideology dan politik yang mana meningkatkan sedikit tingkat kesehatan.
Selanjutnya, program partisipasi sering memiliki sikap merendahkan terhadap
komunitas lokal, dimana mereka menganggap bahwa komunitas lokal pasif dan
tidak mampu mengatur diri mereka sendiri. Stone menyatakan bahwa tekanan ini
penting karena hal tersebut mendorong dibuatnya kerangka kerja pada setiap level
sistem kesehatan agar bisa secara bersamaan dilakukan, membiarkan integrasi
makro dan mikro analisis. Ilmuwan sosial mulai mempelajari arti partisipasi
diantara ahli nasional dan internasional, konsultan, agensi dan institusi, serta pada
masyarakat miskin dan rural. Mereka telah menunjukkan bahwa agensi kesehatan
internasional memiliki pendekatan hegemonic untuk kontrol masalah kesehatan
dan solusinya secara sedunia. 1
10
Secara bersamaan, antropologis mulai melihat efek etnik dan gender pada
inisiatif partisipatif. Mereka memperluas kritik antropologikal tradisional yang
seharusnya monolitik komunitas untuk melihat efek stratifikasi institusional dan
diskriminasi dalam membiarkan orang-orang tertentu untuk tidak terlibat, bahkan
jika ada yang menginginkan untuk berpatisipasi. 1
Jika konteks adalah segalanya, maka format studi kasus penting untuk
dipaparkan, dianalisa, dan dibandingkan dengan pengalaman setiap Negara dan
bagian. Studi kasus dapat menyediakan pelajaran penting akan jarak dari faktor
yang dapat mempengaruhi partisipasi, tapi jika konteks adalah segalanya makan
studi kasus seharusnya tidak bisa memprediksi apa yang mungkin terjadi untuk
setiap konteks yang berbeda. Namun, studi kasus adalah vital untuk variasi alasan.
Mereka mengizinkan ide-ide baru untuk dicoba dan hasilnya perlu dibandingkan
dan disebarluaskan. Ide-ide tersebut dapat bermanfaat bagi orang lain untuk
merancang program mereka sendiri karena terdapat cara antisipasi masalah dan
implementasi prosedur yang berhasil ditempat lain. 1
Epidemiologis dan pembuat kebijakan/peraturan yang bekerja pada level
internasional tidak puas dengan hanya studi kasus, oleh karena mereka
membutuhkan untuk merumuskan atau memperoleh prinsip-prinsip partisipasi
komunitas yang dapat digeneralisasi dan diaplikasikan untuk berbagai lingkungan
nasional dan politik. Untuk memenuhi tujuan ini, mereka harus meramalkan
kemungkinan dari kasus individual, daan meringkaskan hasilnya. Tugas ini telah
dipenuhi untuk literatur pengembangan masyarakat rural pada dua volume terbaru
dari Khrisna dkk dan Uphoff dkk. Volume pertama memuat studi kasus dari
berbagai projek rural, menekankan emic atau partisipan, perspektif pada suatu
kejadian. Volume kedua memuat ticatau analis, evaluasi suatu kejadian,
berfokus pada faktor yang bersifat kondusif untuk berhasil dan kolaborasi antara
actor komunitas dan bagian eksternal. 1
Studi kasus yang dilakukan oleh Zakus pada partisipasi komunitas untuk
kesehatan di Oaxaca, Mexico, selama 1980-an, menyediakan perspektif teoretikal
yang berguna untuk menganalisa dan membandingkan partisipasi antar konteks
nasional. Zakus memanfaatkan resource dependency model untuk berdebat
11
2.7.Perhubungan Intersektoral
12
layanan
kesehatan
pedesaan
dan
meningkatkan
kemerdekaan pada tahun 1957 dan juga pengenalan program tertentu untuk
menurunkan angka kematian ibu di negara ini. Pada tahun 1957 hanya ada 66
rumah sakit (10 rumah sakit umum dan 56 rumah sakit kabupaten) di negara dan
tidak ada pusat- pusat kesehatan. Di kedua Rencana Pengembangan Malaya
13
kesehatan
ini
memberikan
akses
langsung
ke
pelayanan
KIA
untuk
penduduk pedesaan yang sekitar 75% pada tahun 1957. Perencanaan infrastruktur
pedesaan termasuk sistem 3-tier yang meliputi pusat kesehatan utama, kesehatan
sub-pusat dan klinik bidan. Kemudian pada tahun 1980 ini diubah menjadi sistem
2-tier yang meliputi pusat kesehatan dan klinik perawat komunitas. Tujuan dari
infrastruktur kesehatan pedesaan tidak hanya untuk mengurangi jumlah kematian
dan kejadian oleh penyakit tetapi juga pencapaian kesehatan yang optimal oleh
semua orang. 2
Menurut Depkes pada tahun 2010 terdapat 2.833 klinik kesehatan di negara
dengan 165 klinik berjalan dan 131 rumah sakit dan 13 stasiun dokter terbang di
Malaysia
disediakannya
aksesibilitas perawatan KIA. Juga peningkatan dalam jumlah pusat kesehatan dan
klinik bidan untuk penduduk pedesaan disediakan preventif, promotif perawatan
kesehatan untuk penduduk pedesaan. Peningkatan jumlah tenaga terampil untuk
menghadiri pengiriman juga membantu untuk mengurangi jumlah kmeatian ibu.
Salah satu temuan penting lainnya
adalah pengenalan program yang berfokus pada kesehatan ibu dan perawatan
kesehatan
anak.
Ini
termasuk
pengenalan
ibu
dan
perawatan
signifikan (78,6%) dengan pengenalan kepada Ibu baru dan Program Kesehatan
Anak. Kemudian pada tahun 1978 ketika Pendekatan Risiko Tinggi Kematian Ibu
Anak (KIA) diperkenalkan setelah studi percontohan di Kecamatan Krian di
Perak, ada pengurangan lebih lanjut dari jumlah kematian ibu hingga 50% sampai
pada tahun 1990. Pada tahun 1990, Confidential Enquiry into Maternal Deaths
(CEMD) diperkenalkan. Program ini lebih lanjut membantu untuk menurunkan
jumlah kematian ibu menjadi sekitar 37%.2
14
2.10.
kematian ibu. Di Malaysia Total fertility rate (TFR) adalah 6,3 pada tahun 1960
dan sekitar 3,3 pada tahun 2010. Tidak signifikannya penurunan tingkat
kesuburan telah dilihat di Malaysia sebelum tahun 1960 dan oleh karena itu
penurunan angka kematian ibu tidak dapat dikaitkan dengan Total Fertility Rate
(TFR). 2
15
2.11.
16