Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
1.
pangan, pemukiman dan pendidikan, karena hanya dalam keadaan sehat manusia
dapat hidup, tumbuh dan berkarya lebih. Setiap orang berhak atas kesehatan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal
4. Sehat sebagai bagian dari hak hidup yang merupakan inderogable right yaitu
hak yang tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun. Pelayanan kesehatan
merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Salah satu kegiatan pokok dalam menunjang upaya
kesehatan adalah pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian pada era globalisasi ini telah bergeser orientasinya
dari obat ke pasien (patient oriented). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Menurut Keputusan Menkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek
adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Untuk melihat
dan mengetahui manajemen apotek dan peran apoteker dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian di apotek, maka Jurusan Farmasi Universitas Jenderal
Soedirman menyelenggarakan Praktek Belajar Lapangan (PBL) bagi mahasiswa
Program Pendidikan S1. Penulis melaksanakan PBL di Klinik dan Apotek
Anugrah yang berada di jalan Jendral Sudirman Timur 79 Berkoh Purwokerto.
2.
3.
B. Tinjauan Umum
1.
Apotek
Menurut Keputusan Menkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek
b.
Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
b.
Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
c.
adalah Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). Untuk memperoleh SIPA sesuai
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Obat
Obat adalah semua bahan tunggal / campuran yang dipergunakan oleh
semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun luar, guna mencegah,
meringankan ataupun menyembuhkan penyakit. Menurut keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 2380/4/SK/UI/83 obat digolongkan menjadi :
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter
dan tidak membahayakan bagi pemakai dan diberi tanda lingkaran bulat
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Obat Keras
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda G singkatan dari
Gevaarlijk artinya berbahaya, adalah :
2. Obat yang mempunyai takaran maksimum atau yang tercantum dalam obat
keras.
3. Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah
3.
Aspek manajerial
Aspek manajerial di apotek meliputi :
1) Administrasi
a) Administrasi Pembukuan
Administrasi pembukuan di apotek meliputi :
perencanaan
pola
pengadaan
penyakit,
sediaan
kemampuan
farmasi
masyarakat,
perlu
budaya
kualitas
pelayanan
kefarmasian
(Kepmenkes
No.
di bidang farmasi
1) Pelayanan resep
a) Skrining resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan
atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni,
2007).
Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :
Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
hewan.
Tanggal penulisan resep (inscriptio).
Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
Nama setiap obat dan komposisinya (praescription / ordonatio).
Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (subscriptio).
Nama pasien, umur, serta alamat (Pro).
Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan
Tanda seru dan/atau paraf dokter untuk resep yang mengandung obat
yang jumlahnya melebihi dosis maksimal (Anief, 2006).
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
b) Penyiapan Obat
Penyiapan obat meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang
diserahkan, penyerahan obat, informasi obat, konseling, dan monitoring
penggunaan obat.
2) Promosi dan Edukasi
Apoteker ikut membantu memberikan informasi, antara lain dnegan
penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3) Pelayanan residensial (Home Care)
Apoteker diharapkan dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang
bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
dengan penyakit kronis lainnya.
5.
: Apotek Anugrah
Alamat
SIPA
Dokter
: dr. Nur Patria, dr. Vidya Dewantara, dr. Hana, dr. Neni,
dr. Lita, dr. Uut
Personalia
Tata Ruang
:
1. Etalase bagian depan
2. Ruang peracikan dan penyiapan obat
3. Ruang penyimpanan obat
4. Ruang tunggu pasien
5. Ruang periksa I
6. Ruang periksa II
7. Ruang administrasi
8. Toilet dan mushola
Visi Apotek
10
Misi Apotek
Moto
11
Bidang Administrasi
a.
dan
farmakologi).
Skrining
administrasi
meliputi
skrining
kelengkapan resep. Resep di klinik dan apotek Anugrah memuat hal-hal sebagai
berikut :
Nama dokter.
Nama setiap obat, jumlah setiap obat, cara pembuatan, dan aturan pakai.
Paraf dokter
Gambar 1. Resep
12
Namun, di dalam resep tidak terdapat nomor izin praktek dokter, jam buka
praktek, alamat pasien, dan terkadang tidak terdapat tandatangan atau paraf
dokter. Di klinik Anugrah sudah terdaftar nama dokter yang praktek sehingga
tidak perlu mencantumkan nomor SIP pada resep. Jika pasien yang berobat sudah
terdaftar di klinik Anugrah dan memiliki nomor keanggotaan maka tidak perlu
mencantumkan alamat pasien tersebut di resep karena sudah ada di rekam medik
pasien. Nomor keanggotaan tersebut berlaku untuk satu keluarga (family folder).
Resep dari luar klinik yang masuk ke apotek Anugrah tidak tercantum alamat
pasien sehingga perlu menanyakan alamat pasien untuk kelengkapan resep.
Skrining farmakologi meliputi pemeriksaan terapi atau obat yag
diresepkan sesuai dengan kondisi penyakit pasien atau tidak, ada interaksi atau
tidak, dan pemeriksaan kondisi lain seperti alergi. Sedangkan skrining farmasetik
meliputi pemeriksaan inkompatibilitas fisik dan kimia, bentuk sediaan, dan dosis
dengan disesuaikan umur serta kondisi pasien. Saat pelaksanaan PBL terjadi
perubahan dosis dan bentuk sediaan.
Resep yang diterima oleh apoteker juga harus diskrining apakah pasien
tersebut masuk, askes, jamsostek, In Helath, atau lainnya. Kemudian juga
diskrining ketersediaan obat di apotek. Jika obat yang diresepkan tidak tersedia /
habis maka bisa mengganti dengan obat yang kandungannya sama atau membuat
copy resep untuk ditebus di apotek lain. Tidak boleh mengganti obat generik
dengan obat paten, namun jika sebaliknya dibolehkan. Tiap obat dalam resep
harus ditentukan harganya dan dijumlah total biayanya. Resep yang diterima oleh
apoteker ada 6 macam :
1. Askes
4. Nasmoco
2. In Health
3. Jamsostek
6. Bank Muamalat
13
Surat pesanan
Surat pesanan di Apotek Anugrah memuat hal-hal berikut :
Keterangan
Tandatangan apoteker
14
Rayon
Nomor SP
15
Nama dokter
Penulisan R/
16
17
18
c.
Pembuatan Etiket
Etiket yang digunakan di Apotek Anugrah memuat hal-hal berikut :
Gambar 5. Etiket
Contoh tanda lain di etiket diantaranya:
dahulu,
ataupun untuk obat luar seperti salep ditulis dioles tipis pada bagian yang
sakit, bedak tabur ditulis obat gatal.
19
GOM atau borax Glycerine 10% ditulis oleskan pada bagian yang sakit.
GOM adalah obat sariawan, gomen, pencegah infeksi.
Tetes telinga diberi keterangan sesuai aturan pakai dan ditulis tetes untuk
telinga.
situs
sipnap.binfar.depkes.go.id
(sistem
pelaporan
narkotika
&
2.
Bidang Manajemen
a.
Penerimaan obat
Pemesanan obat dilakukan sesuai dengan barang / obat yang dibutuhkan
yang dapat dilihat di buku kekosongan stok barang / obat. Pemesanan dilakukan
ke sales PBF yang datang ke apotek yang menyediakan barang / obat yang kosong
20
tersebut.
Setelah
barang
datang
dilakukan
pengecekan
faktur
dengan
Nama PBF
2.
Alamat PBF
9. Jumlah barang
3.
10. Harga
4.
5.
6.
Tanggal jatuh tempo dan tanggal tagih 13. Penerima barang/ obat
7.
NPWP
Harga yang tertera di dalam faktur ada yang sudah termasuk PPN dan ada
yang belum. Diskon tiap PBF berbeda-beda dan disesuaikan dengan jumlah
pembelian. Faktur yang mengandung obat narkotika & psikotropika disimpan
aslinya jika ada rangkap 2 dari PBF atau di kopi jika tidak ada. Faktur tersebut
disimpan di lemari narkotika & psikotropika. Penerimaan obat narkotik dan
psikotropik harus diterima langsung oleh apoteker.
Berikut adalah contoh nama PBF dan barang / obat yang diterima oleh
apotek Anugrah :
1. Tanggal 1 Februari 2013 menerima barang / obat dari :
PT. Anugrah Argon Medica (AAM) yaitu dexanta suspension 100 mL,
stimuno syrup, dan vometa syrup.
PT. Tempo yaitu zevit grow, contrexyn, bodrex migra, bodrex flu &
batuk, bodrexin tablet, dan ericaf.
PT. Kebayoran Pharma yaitu inpepsa syrup, coredryl kaplet, dan
coredryl syrup.
2. Tanggal 4 Februari 2013 menerima barang / obat dari PT. MPI (Millenium
Pharmacon International) yaitu Polysilane 100 mL.
21
ke
Indofarma,
Piroxicam
tablet
pemesanannya
22
penjual. Apotek membayar sesuai dengan barang yang terjual. Obat titipan tidak
ada faktur.
b. Pencatatan Obat
Obat yang stoknya habis atau hampir habis dicatat di buku defekta barang
meliputi nama barang, dosis, satuan, dan jumlah yang dibutuhkan. Obat bebas di
etalase depan yang terjual maupun swamedikasi dicatat di nota penjualan obat.
Pencatatan faktur yang diterima dilakukan di buku penerimaan barang / obat,
kemudian diberikan ke bagian administrasi untuk dicatat di komputer. Pencatatan
faktur di buku penerimaan mencantumkan nama PBF, tanggal faktur, nama obat,
jumlah obat, harga satuan, total harga, diskon, PPN, jumlah akhir, tanggal jatuh
tempo.
Pencatatan obat narkotika / psikotropika dilakukan di buku khusus dan tiap
bulan dilakukan pencatatan. Pencatatan obat narkotika dipisah dengan
psikotropika. Buku catatan penggunaan narkotika / psikotropika berisi :
1. Nomor
2. Nama obat
3. Satuan
4. Persediaan awal, berdasarkan sisa di bulan sebelumnya
5. Pemasukan (tanggal, dari, dan jumlah)
6. Jumlah keseluruhan
7. Pengeluaran, untuk pembuatan dan lain-lain, serta jumlahnya
8. Persediaan untuk awal bulan
9. Keterangan
c.
Penataan obat
Penataan obat di etalase depan berdasarkan produk atau bentuk sediaan,
tidak diurutkan secara alfabetis. Contoh : produk susu disatukan dengan produk
susu, minyak kayu putih dengan kayu putih lainnya. Obat yang ditata di etalase
depan ada yang berlogo hijau (obat bebas), berlogo biru (bebas terbatas), dan
beberapa obat berlogo merah (obat keras), serta ada barang konsinensi atau
titipan. Contoh obat atau alat kesehatan di etalase depan :
23
stabilitas serta diurutkan secara alfabetis. Obat di ruang peracikan hanya 1 box per
jenis obat dan disimpan di keranjang kecil. Jika obat di ruang peracikan habis atau
sedikit dapat mengambil di ruang penyimpanan. Sedangkan penataan obat di
ruang penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan secara alfabetis,
serta obat bebas ditata terpisah.
Penataan mengikuti sistem FIFO (First in first out) dan FEFO (first expire
first out) yaitu obat yang masuk lebih awal dikeluarkan lebih dahulu dan obat
yang tanggal kadaluarsanya lebih awal dikeluarkan lebih dahulu. Penataan obat
dimaksudkan agar memudahkan pencarian jika dibutuhkan. Obat di ruang
penyimpanan digunakan sebagai stok obat di etalase depan maupun ruang
peracikan. Obat yang baru datang disimpan di ruang penyimpanan, tetapi jika obat
bebas untuk etalase depan dapat langsung ditata di etalase setelah diberi harga.
d. Penyimpanan Obat
Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitas. Misalnya
suppositoria (Kaltofen, dulcolax, antihemoroid), dan Lacto-B disimpan di lemari
es; tablet, kapsul, sirup, salep, tetes mata, obat injeksi disimpan di rak kayu.
Sedangkan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari penyimpanan (kayu)
berpintu ganda berukuran 40 x 80 x 100 cm. Lemari terdiri atas 4 loker dengan 2
loker atas untuk penyimpanan obat dan 2 loker bawah untuk tempat dokumen.
Lemari narkotika dan psikotropika berpintu ganda untuk mencegah pencurian.
Tiap pintu memiliki kunci yang berbeda.
Obat narkotika yang tersedia di apotek adalah codein, sedangkan obat
psikotropika adalah danalgin, diazepam, fenobarbital, dan lain-lain. Jika obat
sudah ED dapat diberi label dengan keterangan ED agar tidak digunakan lagi.
24
3.
Bidang Pelayanan
a.
25
Puyer dimasukkan plastik dan diberi etiket warna putih dengan ketentuan
3x sehari satu bungkus sesudah makan.
Sebaiknya serbuk ditimbang terlebih dahulu kemudian dibagi menjadi 2
bagian besar dan dibagi menjadi bagian-bagian kecil.
Peracikan serbuk ke dalam sirup
R/ Anataon
Dexteem plus
Saat penyiapan obat, stok obat anaton tidak tersedia sehingga diganti
coparcetin dan ditambahkan DMP karena di dalam coparcetin tidak ada DMP.
Dexteem plus juga diganti grafachlor yang kandungannya sama, penggantian
tersebut dikarenakan pasien jamsostek atau askes sehingga apoteker mencari obat
yang masuk kapitasi. Cara pembuatannya adalah :
1. DMP sebanyak 5 tablet dan grafachlor 4 tablet dimasukkan ke dalam
mortir dan digerus hingga halus dan homogen
2. Coparcetin sirup dimasukkan ke dalam mortir yang berisi DMP dan
grafachlor sedikit demi sedikit dan diaduk
3. Dimasukkan kembali ke dalam botol sirup
Sebaiknya
sirup
tidak
dikeluarkan
dari
botol
karena
ditakutkan
26
27
X/2.1
Ambroxol
X/3.1
Cetirizine
X/3.1
Demacolin
X/3.1
Amlodipine
X/1.1
X/2.1
Neuromec
X/3.1
Ranitidin
X/2.1
Diazepam
IV/1.1
V/1.1
Pct
X/3.1
Spasmal
VI/2.1
28
XX/4.1
Acyclovir zalf
III/u.e
PK
II
Swamedikasi
Kasus 1 :Pasien membeli obat imodium 1 tablet. Apoteker menanyakan :
untuk siapa (untuk anaknya usia 13 tahun), sudah berapa hari, sehari berapa kali,
diarenya setengah cair masih ada ampas atau sudah cair.
Pasien diberi diaform 2 tablet tiap diare jika diarenya setengah cair, jika sudah
cair bisa menggunakan antibiotik cotromoksazole dan diaform/imodium. Namun
pasien tersebut tetap membeli imodium
Kasus 2 : Seorang ibu mengeluhkan greges, batuk dan pusing sedikit.
Apoteker menanyakan : sudah berapa lama sakitnya (baru pagi), batuknya
berdahak / kering (kering). Pasien diberi tuzalos karena pasien minta tablet.
Kasus 3 : pasien meminta vitamin C yang juga ada vitamin B nya, apoteker
menyarankan Cebex yang isinya ada vitamin B dan vitamin C.
29
X/ 2.1
Neuromec
X/ 3.1
Piroxicam
X/ 3.1
Kasus 2 :
R/ Cefadroxyl 250 mL I/ 2.1 C pc
Pct II
30
Asmef III
Neuromec III
Diaz III
Danalgin
Luminal II
Vit C VIII
B . Comp VIII
m.f.pulv dtd X / S.3.dd.1
Berdasarkan resep tersebut digunakan asmef, danalgin yang keduanya
digunakan untuk analgesik kuat dan menyebabkan iritasi lambung. Luminal
digunakan untuk antikejang. Sebenarnya untuk mencegah kejang karena demam
dapat dengan mengkombinasikan parasetamol dan ibuprofen. Kedua obat tersebut
memiliki indikasi antipiretik dan analgesik. Dengan mengkombinasikan obat
tersebut diharapkan demamnya cepat turun dan tidak terjadi kejang. Atau bisa
juga dikombinasikan parasetamol dan Luminal. Asmef dan danalgin tidak
diberikan.
Kasus 3 :
R/ Cefadroxyl syr No. I
s.3.dd.1/2
DMP 2
Ambroxol 3
Dexteem plus 3
Demacolin 2
Kalk 4
Pro : An. Firly (8 bulan)
Berdasarkan resep tersebut, dokter meresepkan DMP dan ambroxol yang
indikasinya berbeda. DMP / dextromethropan digunakan untuk batuk kering,
sedangkan ambroxol untuk batuk berdahak. Sebaiknya cukup salah satu saja
dengan menanyakan pada orangtuanya. Pemakaian antibiotika cefadroxyl untuk
anak usia 8 bulan tetap digunakan karena kemungkinan pasien tersebut sudah
diberi antibiotika dibawah cefadroxyl namun tidak sembuh. Kalk di resep tersebut
digunakan untuk vitamin tulang. Kalk diberikan sesuai dengan permintaan
orangtua pasien yang meminta vitamin untuk anaknya. Anak dengan usia 8 bulan
31
32
Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Belajar Lapangan (PBL) di Apotek Anugrah
Berkoh dapat di simpulkan bahwa:
a.
b.
c.
Hubungan antar karyawan, dokter, dan APA sudah terjain dengan baik
sehingga pengadaan dan pelayanan obat pada pasien dapat berjalan
secara efektif dan efisien.
2.
Saran
Kerjasama antara Apotek Anugrah dengan Jurusan Farmasi Universitas
Jenderal Soedirman terus dikembangkan dan dipertahankan untuk tahuntahun selanjutnya
33
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2006. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Syamsuni, A, 2006, Ilmu Resep, EGC, Jakarta
Umar, M, 2004, Manajemen Apotek Praktis, cetakan I penerbiat Ar Rahman,
Solo.
34
35
LAMPIRAN 2. RESEP
36
37
38