Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang, sekitar 25 50% kematian di Negara tersebut disebabkan oleh hal yang
berkaitan
dengan
kehamilan.
Tahun
1999
WHO
(World
Health
Organization)
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin.
Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan
dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya.
(Saifuddin dkk, 2002).
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai
keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia
masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di
Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 20.000 kematian ibu
tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 10% disebabkan
oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta
previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul
yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin (Manuaba, 1998). Plasenta
previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada kira-kira 1 dari 200 kehamilan dan
merupakan salah satu penyebab utama perdarahan pervaginam pada trimester ke 2 dan ke 3
(Getahun D, 2006).
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau
sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira
dengan frekuensi 0,3 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar
antara 1 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa
antara 4781 persalinan (Saifuddin dkk, 2002).
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa
disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi
endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima
implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat plasenta previa.
Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada
ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada usia
diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta
previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu
kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan
deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009).
2.
Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
3.
Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan kuretase
atau aborsi medisinalis.
4.
Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita
yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali hamil
atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan.
Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta
sebelumnya.
5.
Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1
dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih
dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa.
6.
7.
Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8.
9.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).
2.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui secara
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi
di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan
mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Chalik, 2009).
2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan
yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk
lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30
minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan
lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica urinaria dan rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
5
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala 3 karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri
lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).
2.7 Penatalaksanaan
Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam
kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio plasenta telah
ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB yang tercantum dalam Standar
Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.
Perawatan konservatif
2.
Perawatan aktif
Perawatan konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan syarat
denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan konservatif
gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia kehamilan
< 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah baring
selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita dipulangkan
dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
7
Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :
-
Perdarahan aktif
Gawat janin
Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram (Doddy, A.
K., et al. 2008.)
Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati ostium
uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur kehamilan 18-24
minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta pada trimester ke 3.
Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar kemungkinannya untuk
megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20
mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG
sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala
klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat memungkinkan.
Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat
besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta
pada USG transvaginal setelah umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk
menentukan persiapan rute kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI,
maka dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi.
Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan
seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada
keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan lebih
dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L,
2007b)
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post partum,
malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).
2.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG,
disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah
sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih
belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena
intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari
sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000
persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%.
Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum
terbukti (Chalik, 2009).
Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan plasenta previa
memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat meningkatkan resiko perdarahan pada
trimeseter tiga dan kelahiran preterm (Cunningham FG et al. 2003).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
: Ny. H
Usia
: 31 tahun
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Suku
: Sasak
Alamat
3.2 Anamnesis
07.00 WITA (09/10/2014)
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Kronologis :
14.00 WITA (08/10/2014)
S : Pasien Hamil 9 bulan mengeluh keluar darah segar sejak kemarin
O : - Keadaan umum : Baik
- DJJ : 147x/menit
- Suhu : 36,5oC
- TFU : 27 cm
10
Teraba bokong di fundus, punggung kanan, kepala belum masuk PAP, DJJ (+)
140x/m
-
VT : tidak dilakukan
A : G3P2A002 UK 37 mgg T/H/IU Preskep K/U ibu dan janin baik dengan plasenta
previa marginalis
P : - Infus RL 20 tpm
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Sosial :
Suami pasien merupakan seorang perokok aktif, suami pasien dapat mengabiskan 6
batang perhari
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Laki-laki/14 tahun/ Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
2. Laki-laki/8 tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
3. Ini
11
Riwayat Kontrasepsi :
Suntik 3 bulan
HPHT
Taksiran Persalinan
:-
Riwayat ANC
: 7x kali di Posyandu
: 23/04/2014
ANC terakhir
: 08/10/2014
Riwayat USG
BPD
: 38W5D
AC
: 35W3D
FL
: 34W0D
EFW
: 2933 gr
AFI
: Cukup, jernih
Saran : SC Elektif
: E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah
: 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi
: 72 x/menit
- Frekuensi napas
: 18 x/menit
- Suhu
: 36,7oC
- Jantung
- Paru
- Abdomen
- Ekstremitas
: edema - -
akral hangat
+ +
+ +
: 54 kg
Tinggi badan
: 158 cm
BMI
: 21
: kepala
L2
L3
: bokong
L4
: 5/5
TFU
: 30 cm
TBJ
: 2790 gram
HIS
: (-)
DJJ
: Tidak dilakukan
13
Hb
: 10.9 g/dl
RBC
: 3.51 x 106/L
HCT
: 32.5 %
WBC
: 11.05 x 103/L
PLT
: 198 x 103/L
HbsAg
: (-)
MCV
: 92.6 fL
MCH
: 31.1 pg
MCHC
: 33.5 g/dL
3.6 DIAGNOSIS
G3P2A0H2 A/T/H/IU preskep dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa
marginalis
3.7 TINDAKAN
- Observasi kesejahteraan ibu dan janin
- Observasi Perdarahan Per Vaginam
- Rencana SC Elektif 10/10/2014
- KIE keluarga pasien
- Mempersiapkan SC : Pasang DC, Tes sensitifitas Ampisilin, Injeksi Ampisilin 2 gr IV
14
Penemuan intraoperasi :
- Temuan intra operasi : Plasenta berimplantasi di SBR depan meluas sampai pinggir
OUI
: Seksio Sesarea
Indikasi
Jenis kelamin
: Laki-laki
APGAR Score
: 7-9
Lahir
: Hidup
Berat
: 2800 gram
Panjang
: 49 cm
Kelainan kongenital
: (-)
Anus
: (+)
: Baik
- Pernapasan : 38 x/menit
- Nadi
: 120 x/menit
- Suhu
: 36,7 C
3.9 PLASENTA
Lahir
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 88 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,9C
Kontraksi uterus
: baik
TFU
Lochia rubra
: (+)
Urine Output
: 200cc/jam
15
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 72 x/menit
Frekuensi napas
: 18 x/menit
Suhu
: 36,7C
Kontraksi uterus
: Baik
TFU
Lochia rubra
: (+)
Urine Output
: 200cc/jam
16
TIME
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: E4V5M6
Presentasi
Tanda Vital
Kepala
dengan
Plasenta
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 72 x/menit
Frekuensi napas
: 18 x/menit
Suhu
: 36,7oC
G3P2A0H2
A/T/H/IU
preskep dengan
Tekanan darah
ASSESSMENT
Antepartum
Bleeding e.c
PLANNING
- Observasi
kesejahteraan ibu dan
janin
- Observasi Perdarahan
Per Vaginam
plasenta previa
marginalis
- Rencana SC Elektif
10/10/2014
Mata
pembalut.
Jantung
- Mempersiapkan
Pasien
mengaku
masih
SC
gallop (-)
Paru
dioperasi)
Abdomen
DC,
Tes
sensitifitas
gravidarum (+)
Ampisilin,
Injeksi
Ampisilin 2 gr IV
17
Pasang
STATUS OBSTETRI
L1
: kepala
Rencana KB : IUD
L2
L3
: bokong
L4
: 5/5
Riwayat Obstetri :
1. Laki-laki/14 tahun/
Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
2. Laki-laki/8
tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
3. Ini
TFU : 30 cm
TBJ : 2790 gram
HIS : (-)
DJJ : 12-11-12 (140) x/menit
Inspekulo : (-), Fluksus (+), flour (-)
Vagina: rugae (+), erosi (-)
OUE: perdarahan aktif (-)
Porsio: ukuran normal, licin, warna
kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-),
cavum douglas menonjol (-)
VT : Tidak dilakukan
Hb
: 10,9 g/dl
RBC
: 3,51 x 106/L
HCT
: 32,5 %
18
WBC
: 11,05 x 103/L
PLT
: 198 x 103/L
HbSAg : (-)
MCV
: 92.6 fL
MCH
: 31.1 pg
MCHC
: 33.5 g/dL
10/10/2014
09.10
Temuan intra
09.17
lahir,
hidup
operasi :
Plasenta
berimplantasi di
19
- Bayi
(+),
congenital
SBR depan
anomali (-).
SC selesai
09.40
11.40
lengkap.
2 jam post SC
Nadi : 88 x/menit
- Observasi perdarahan
RR : 20 x/menit
pervaginam
Suhu : 36,9oC
- Infus RL 20 tpm
jam
- Asam
mefenamat
3x500 mg
11/10/2014 Nyeri pada luka operasi
07.00
KU : Baik
1 hari post SC
Kesadaran : E4V5M6
TD : 120/80 mmHg
ibu
untuk
Nadi : 72 x/menit
RR : 18 x/menit
minum, medikasi.
- Menyusui
Suhu : 36,7oC
20
secara
teratur.
UO : 200cc/jam
Bayi Rawat Gabung
Keadaan umum : Baik
HR : 120x/menit
RR : 38xmenit
T : 36,6oC
12/10/2014
07.00
KU : Baik
2 hari post SC
Kesadaran : E4V5M6
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
pervaginam
RR : 18 x/menit
- KIE
Suhu : 36,6oC
ibu
untuk
21
- Menyusui
teratur
secara
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita usia 31 tahun yang
kemudian didiagnosa dengan G3P2A0H2 aterm, tunggal, hidup, intrauterine, dengan
Antepartum Bleeding e.c Plasenta Previa Marginalis. Selanjutnya yang akan dibahas pada
kasus ini yaitu :
1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat ?
G3P2A0H2 aterm, tunggal, hidup, intrauterine, dengan Antepartum Bleeding e.c.
Plasenta Previa Marginalis. Pasien didiagnosa hamil karena memenuhi beberapa kriteria
kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu : amenorrhea, perut
membesar, pigmentasi kulit pada areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen.
Dan adanya tanda pasti kehamilan yaitu : adanya gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang
dapat meraba bagian besar dan kecil janin, balottement (+), tedapat denyut jantung janin dan
terdapat janin pada pemeriksaan penunjang (USG). Sedangkan untuk usia kehamilan, tidak
dapat ditentukan dengan pasti, karena pasien lupa kapan hari pertama haid terakhirnya.
Pada pasien ini, tidak dapat dipastikan berapa umur kehamilan sebenarnya, dikarenakan
pasien lupa tanggal HPHT-nya. Pasien hanya mengingat bahwa HPHT-nya berkisar pada
awal bulan februari 2014. Seharusnya pada trimester pertama dilakukan pemeriksaan USG.
Pada saat ANC pertama kali tanggal 23/04/2014, pasien sudah dianjurkan oleh petugas ANC
untuk segera melakukan pemeriksaan USG, namun karena jarak yang jauh, pasien tidk
menghiraukan anjuran dari petugas kesehatan tersebut. Setelah ditanya lebih lanjut mengenai
pemeriksaan ANC yang dilakukan, pasien mengaku hanya diberitahu oleh petugas kesehatan
mengenai keharusan pasien untuk pemeriksaan USG kehamilan. Seharusnya dari petugas
kesehatan juga diberitahukan mengenai masalah yang mungkin timbul di kemudian hari
dikarenakan tidak dilakukannya USG pada trimester pertama sehingga bisa memberikan
pemahaman pada pasien mengenai pentingnya pemeriksaan tersebut.
Diagnosa aterm yang dicantumkan disini diperoleh dari pemeriksaan USG teraakhir
kali (09/10/2014) di RSUP NTB didapatkan bahwa plasenta sudah mencapai grade III,
dimana plasenta grade III merupakan salah satu tanda telah cukupnya umur kehamilan.
Pemeriksaan tinggi fundus uteri 30 cm dengan taksiran berat janin 2790 gram dengan
menggunakan Formula Johnson. Janin tunggal hidup dinilai dari pemeriksaan Leopold yang
22
memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur dimana teraba bokong di bagian
fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri, serta kepala berada di
bagian bawah ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh
perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari
kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis yang
dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio plasenta.
Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan warna darah
merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah perdarahan
sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, dan
kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan USG
ditemukan adanya implantasi plasenta pada Segmen Bawah Rahim bagian depan, meluas
sampai pada pinggir ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi pada pasien ini dikatakan
tidak aktif karena pada pemeriksaan inspekulo di rumah sakit, tidak didapatkan adanya darah
yang keluar dari ostium uteri internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan
antepartum e.c plasenta previa marginalis.
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?
Pada pasien ini dilakukan penanganan aktif dengan terminasi persalinan secara Seksio
Sesarea. Karena usia kehamilan yang sudah aterm dan taksiran berat janin sudah > 2500
gram. Jadi penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
Setelah dilakukan operasi Seksio Sesarea, keadaan umum dan tanda vital pasien terus di
pantau. Setelah 2 hari perawatan Post SC, keadaan umum pasien dan tanda vital pasien baik,
tidak didapatkan adanya perdarahan, infeksi dan komplikasi lainnya. Keadaan bayi juga baik
dan telah di rawat gabung dengan ibuya. Sebelum pulang pasien di edukasi untuk selalu
memberikan ASI eksklusif pada bayinya, makan makanan yang bergizi, dan istirahat yang
cukup.
Pada pasien ini yang menjadi masalah adalah ketidaktahuan pasien mengenai tanda
bahaya yang timbul pada diri pasien yaitu pada saat keluar darah, walaupun pada pagi
harinya sudah berhenti, seharusnya pasien segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan
terdekat, tetapi pasien tidak memeriksakan diri dengan alasan perdarahan yang terjadi pada
malam harinya sudah tidak ada lagi pada pagi harinya.
23
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR REFERENSI
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin, AB,
Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503
Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America: The
McGraw-Hill Companies inc.
Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.
Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott Williams
& Wilkins. New York
Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.
Hanafiah,
TM.
2004.
Plasenta
Previa.
USU
Digital
Library.
Available
at
26