You are on page 1of 93

IMMUNODIAGNOSTIK

dr. Endah Purnamasari, SpPK

Figure 1-23

The immune system


Immune system
Innate (natural/non-specific)
immunity

Adaptive (acquired/specific)
immunity

Anatomic barriers (Skin, epitel,


mucous membranes)

Antigen specificity

Physiological & chemical barriers


(temperature, pH, komplemen,
sitokin)

Immunological memory

Phagocytic Barriers (cells that eat


invaders neutrofil, monosit,
makrofag)
Inflammatory barriers (redness,
swelling, heat and pain)

Diversity

Self/nonself recognition
Self limition

Figure 1-12

Aktivasi komplemen jalur alternatif

Aktivasi komplemen jalur klasik

Langkah akhir aktivasi komplemen

Fungsi Komplemen

Humoral and cellular immunity


(antibody mediated or cellular)

18

Antigen Presenting Cell (APC)


Figure 1-22
part 1 of 3

Figure 1-28 part 1 of 2

Figure 1-28 part 2 of 2

Figure 1-30

Figure 1-29 part 1 of 2

Figure 1-31 part 1 of 2

Figure 1-29 part 2 of 2

Figure 1-31 part 2 of 2

Humoral Response to T Dependent Antigens

Overview of the Immune Response

DASAR PEMERIKSAAN
LABORATORIUM IMUNOLOGI
SECARA UMUM
Macam :
1.Uji respon imunologik non spesifik
2.Uji respon imunologik spesifik

1. Uji respon imunologik non spesifik


Respon tubuh thd benda asing secar anon-spesifik

(inflamasi, fagositosis)
Kuantitatif:
pe atau pe jumlah leukosit, hitung jenis leukosit (limfopenia,
eosinofilia), LED cepat.
Kualitatif :
uji fungsi fagositosis, uji kemampuan metabolisme oksidatif sel.
Penetapan reaksi inflamasi:
Kadar CRP (C-Reactive Protein; protein fase akut)
meningkat >100x pada infeksi, kerusakan jaringan.
Kadar Komplemen t.u C3 dan C4
menurun karena terpakai dalam proses inflamasi.

2. Uji respon imunologik spesifik

Indikasi:
penyakit autoimun dan imunodefisiensi
kelainan imunoproliferatif
tumor ganas
seleksi donor untuk transplantasi organ
dugaan reaksi penolakan jaringan transplantasi

A. Uji respon imun seluler


B. Uji respon imun humoral

A. Uji respon imun seluler


A1. Uji Kuantitatif:
- Hitung jumlah limfosit dan subset nya
- Subset limfosit mengekspresikan CD
(cluster of differentiation) dihitung
dengan flowsitometri.
Type of cell

CD markers

stem cells

CD34+, CD31-

all leukocyte groups

CD45+

Granulocyte

CD45+, CD15+, CD24+,


CD114+, CD182+[6]

Monocyte

CD45+, CD14+, CD114+,


CD11a, CD91+[7]

T lymphocyte

CD45+, CD3+

T helper cell

CD45+, CD3+, CD4+

Cytotoxic T cell

CD45+, CD3+, CD8+

B lymphocyte
Thrombocyte
Natural killer cell

CD45+, CD19+ or CD45+,


CD20+, CD24+
CD45+, CD61+
CD16+, CD56+, CD3-, CD31,
CD30

Lymphocyte
Mature T Cells (CD3)
Helper T Cells (CD4)
Suppressor T Cells
(CD8)
CD4:8 ratio

Absolute Count
(cells/uL)
650 - 3036
310 - 2112
80 - 1353

Relative
%
65 - 92%
31 - 64%
8 - 41%

1.0 - 5.5

CD4< 400 sel/L progresif AIDS dalam 4 tahun


Rasio CD4/CD8 menurun

Rasio CD4/CD8 meningkat

AIDS

Artritis reumatoid

SLE dengan kelainan ginjal

IDDM tipe 1

Infeksi CMV akut

SLE tanpa kelainan ginjal

Luka bakar

Dermatitis atopik

MDS

Psoriasis

LLA dalam remisi

Hepatitis autoimun kronik

A2. Uji Kualitatif (uji fungsi)


Uji transformasi blast:
Limfosit T mampu memberikan respon terhadap stimulasi d
engan antigen phytohaemaglutinin (PHA) dan concovalen A
(Con A)
Uji kemampuan produksi sitokin:
Limfosit Th1 menghasilkan IL-2, IFN-, TNF-/
Limfosit Th2 menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13
B. Uji respon imun humoral
Pengukuran kadar imunoglobulin
Menguji fungsi sel B untuk membentuk Ig.
Cara: imunoelektroforesis, imunonefelometri, imunodifusi radial
dll.

Pemeriksaan Laboratorium
pada Imunodefisiensi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA HIV

1. Evaluasi awal.
2. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pasti.
3. Pemeriksaan untuk monitoring terapi, progresifitas
penyakit, dan memperkirakan prognosis.

1. Evaluasi awal
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium:
- Hematologi lengkap + gambaran darah tepi.
- Urinalisis + tes fungsi ginjal (ureum, kreatinin).
- Tes fungsi hati (SGOT, SGPT, LDH, Alkali Pospatase, bilirubin).
- Pemeriksaan feses lengkap.
Hasil laboratorium bervariasi sesuai keadaan klinis

pasien.

2. Diagnosis pasti
a. Tes langsung
- Menemukan adanya virus HIV.
- Sensitif dan spesifik.
- Rumit dan mahal.
- Window period: 12 hari
- Cara: Nucleic acid based-Test (NAT)
Reverse Transcriptase-RNA (RT-PCR)

b. Tes tidak langsung


- Menemukan antigen atau antibodi terhadap
virus HIV.
- Lebih murah, lebih cepat, mempunyai spesifisitas
yang setara dengan tes langsung.
- window period:
16 hari (antigen)
3 minggu 6 bulan (antibodi)

Tabel penggunaan strategi


pemeriksaan HIV
Tujuan pemeriksaan

Prevalensi infeksi
HIV

Keamanan transfusi dan


transplantasi

Semua prevalensi

> 10%

10%

II

> 30%

30%

II

> 10%

II

10%

III

Surveilan
Diagnosis:
Bergejala infeksi
HIV/AIDS

Tanpa gejala

Strategi
pemeriksaan

Terduga infeksi HIV simptomatik


tes inisial (rapid test) A1

Antibodi HIV (+)?

tes ulang A2

Ulang A1 dan A2

Antibodi HIV (+)?

adakah gejala klinik?

Antibodi HIV (+) pada kedua tes?

Antibodi HIV (+) pada salah satu tes?

Tes konfirmasi A3

A1+, A2+, A3+ ?


A1+ dan A2/A3 +?
Apakah risiko tinggi?
Anggap (-)

A1+, A2 dan A3 (-) ?

Anggap indeterminate

Diagnosis pasti (+)

DIAGNOSIS HIV
A1: Untuk pemeriksaan pertama, biasanya digunakan rapid test
untuk uji saring. Tes dipilih yang memiliki sensitifitas paling
tinggi.
A2: Bila hasil A1(+) --> periksa ulang dengan tes yang memilliki
prinsip dasar tes yang berbeda dan / menggunakan preparasi
antigen yang berbeda dari tes pertama.
Biasanya dengan cara Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA)
atau rapid test yang mempunyai spesifisitas lebih tinggi daripada tes
pertama.

A3: Tes konfirmasi dapat menggunakan Western Blot (WB), Radio


Immunoprecipitation Assay (RIPA), atau Immunofluorescense assay
(IFA)

Faktor Risiko epidemiologis:


1. Perilaku berisiko (sekarang atau masa lalu)
hubungan seks dgn mitra seks risiko tinggi tanpa
kondom.
pecandu narkotika suntikan
hubungan seks tidak aman:
memiliki banyak mitra seks
mitra seks adalah pasien HIV/AIDS
mitra seks dari daerah dgn prevalensi HIV/AIDS tinggi
homoseks

2. Pekerja dan pelanggan tempat hiburan, seperti


panti pijat, diskotik, karaoke atau tempat prostitusi
terselubung.
3. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
4. Riwayat menerima transfusi darah berulang.
5. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi
dengan alat yang tidak steril.

Hasil tes indeterminate (meragukan):


Dapat terjadi pada stadium awal serokonversi.
Harus diperiksa kembali 14 hari kemudian, lebih baik bila
dilakukan dengan cara WB.
Bila hasil tetap sama, harus periksa lab secara serial
setiap 3 bulan selama sedikitnya 6 bulan.
Bila dgn tes WB terus menghasilkan indeterminate
selama 6 bulan tanpa faktor risiko epidemiologi atau
tanpa gejala klinis maka dapat dianggap negatif
dan dilakukan pemeriksaan polymerase chain reaction
(PCR).

Rapid Testing for AIDS


with Dot Methods

Klatt, 2005

3. Pemeriksaan untuk monitoring


dan prognosis
a. Memantau jumlah CD4 atau limfosit total
- Dilaporkan dalam bentuk jumlah total atau persentase.

CD4
Total

Persentase

500 / ml
200 499 / ml
< 200 / ml

29 %
14 28 %
< 14 %

b. Memantau viral load


- Jumlah partikel virus HIV per mililiter darah
- makin banyak viral load makin rendah CD4
prognosis makin buruk.
- Cara : RT-PCR

T Lymphocyte Infected by HIV.


Photograph by Lennart Nilsson, M.D., Stockholm, Sweden, 1985.

DEFINISI KASUS DEWASA


Seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila
menunjukkan tes HIV (+) dengan strategi pemeriksaan
yang sesuai dengan sekurang-kurangnya 2 gejala mayor
dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.

Gejala mayor:
Berat badan turun drastis lebih dari 10% dalam 1 bulan.
Diare kronis lebih dari 1 bulan.
Demam kronis lebih dari 1 bulan.
Penurunan kesaadaran dan gangguan neurologis.
Demensia/HIV ensefalopati.

Gejala minor:
Batuk kronis lebih dari 1 bulan.
Dermatitis generalisata.
Herpes zoster multisegmental / berulang.
Kandidiasis orofaringeal.
Herpes simpleks kronis progresif.
Limfadenopati generalisata.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
Retinitis virus (CMV)

DEFINISI KASUS ANAK


a. Anak umur > 18 bulan, menunjukkan tes HIV (+) dengan
ibu HIV (+), didapatkan minimal 2 gejala mayor dan 2
gejala minor, dan gejala tersebut bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
b. Anak umur 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor yang
berkaitan dan 2 gejala minor dengan ibu HIV (+). Gejala
tersebut bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.

Bayi yang dilahirkan dari ibu HIV (+):


1. Tes HIV (+) pada bayi 18 bulan
- Karena antibodi HIV (IgG) dari ibunya ditransfer
melalui plasenta.
- Ulangi tes tiap 3 bulan sampai usia 18 bulan.
diharapkan IgG dari ibu sudah menghilang
dan tes menjadi (-).
- Bila hasil tetap (+) berarti bayi terinfeksi HIV.

2. Tes konfirmasi infeksi HIV pada bayi < 18 bulan:


- Deteksi virus dengan metode PCR.
- Deteksi antibodi IgA (tidak menembus plasenta).
- Pemeriksaan antigen p24.

Pemeriksaan Laboratorium
pada penyakit autoimun

PENYAKIT AUTOIMUN
Normal : sistim imun dapat membedakan antigen self
dan non-self.
Apabila gagal, timbul respon imun terhadap jaringan
tubuh sendiri.
Ditandai adanya antibodi terhadap jaringan tubuh
sendiri (disebut: AUTOANTIBODI)

DIAGNOSIS LABORATORIUM
PENYAKIT AUTOIMUN
Berdasarkan adanya reaksi inflamasi dan kelainan
fungsi organ terkait.
Berdasarkan adanya autoantibodi, baik yang spesifik
organ maupun non spesifik organ.
Dapat digunakan untuk mendiagnosis, memantau
aktifitas penyakit, dan memantau hasil terapi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA PENYAKIT


AUTOIMUN

1. Pemeriksaan Laboratorium Awal.


2. Pemeriksaan Penanda Inflamasi.
3. Pemeriksaan Autoantibodi dan Imunologi

1. Pemeriksaan Laboratorium Awal.


a. Hematologi
- Anemia.
- Peningkatan atau penurunan jumlah leukosit
dan atau trombosit.
b. Hemostasis
- pemanjangan waktu pembekuan (PT dan APTT)
pada penyakit Antiphospholipid syndrome
ada inhibitor terhadap faktor pembekuan.

c. Kimia
- Kelainan kadar enzim yang dihasilkan organ tertentu
atau kelainan proses metabolisme tertentu.
mis:
* Hepatitis autoimun AST, ALT, bilirubin
* Sarcoidosis hiperkalsemia
* Autoimmune inflammatory myopathies
Creatinine kinase (CK), AST, ALT
d. Urinalisis
* proteinuria, hematuria, silinder granula

2. Pemeriksaan Penanda inflamasi


(= acute phase reactant)
- Merupakan protein serum yang dihasilkan terutama
oleh hati sebagai respon terhadap inflamasi, infeksi,
keganasan, dan penyakit autoimun.

a. Laju endap darah (LED)


* Mengukur kecepatan
pengendapan eritrosit
di dalam plasma.
waktu : 1 jam
* Dipengaruhi berbagai faktor (jumlah dan bentuk
eritrosit, protein plasma terutama fibrinogen
& globulin, dan faktor teknis).
* Untuk memonitor aktivitas penyakit dan respon terapi.
* Nilai normal: < 10 mm
< 15 mm

b. C- Reactive Protein (CRP)


high sensitive CRP (hs-CRP)
* Protein yang mempunyai aktivitas terhadap
C- Polysaccharide dinding sel S. Pneumoniae
* Berperan dalam imunitas innate
meningkatkan opsonisasi, fagositosis,
aktivasi komplemen.
* Sintesis CRP diatur oleh sitokin pro-inflamasi
(IL-1, IL-6, TNF-)

Bila ada inflamasi, perubahan kadar CRP/hs-CRP


lebih cepat daripada LED dan waktu pemeriksaan
lebih cepat (< 1 jam)
lebih baik sebagai penanda inflamasi akut daripada
LED.
* Nilai normal: < 0,2 mg/dL.
> 1,0 mg/dL inflamasi/infeksi

c. Ferritin
- Protein cadangan besi tubuh.
- Sintesis diatur oleh besi intrasel, sitokin pro-inflamasi,
dan faktor pertumbuhan.
- Kadar meningkat pada sepsis akut/kronik, inflamasi,
keganasan.
- Nilai normal : 15 200 ng/mL
30 300 ng/mL
d. Penanda lain:
- Fibrinogen, albumin, haptoglobin.

3. Pemeriksaan Autoantibodi dan Imunologi


a. Autoantibodi non spesifik organ.
b. Autoantibodi spesifik organ.

a. Autoantibodi non spesifik organ


a1. Anti-nuclear antibody (ANA)
Antibodi terhadap komponen inti sel, mis. DNA, RNA,
histon dan centromer.
Dapat dilakukan dengan cara IFA atau ELISA.
ANA sensitif tapi tidak spesifik, dapat ditemukan pada
beberapa penyakit autoimun (SLE, RA, hepatitis autoimun)
Titer rendah dapat ditemukan pada orang normal, tu wanita
> 60 thn, peny. infeksi (hepatitis virus, lepra), keganasan
(leukemia, limfoma), sirosis bilier.
Titer ANA tidak berhubungan dengan aktifitas penyakit,
tidak dianjurkan untuk menilai beratnya penyakit.
Terdiri dari berbagai pola: homogen, perifer, speckled,
nukleolar, centromer

ANA (+) pada beberapa penyakit autoimun


PENYAKIT

PERSENTASE ANA (+)

SLE

90 100 %

Sindroma Sjogren

50 85 %

Scleroderma
Rheumatoid Artrhitis
Mixed Connective Tissue Disease

88 %
25 55 %
> 95 %

a2. Anti Neutrofil Cytoplasmic (ANCA)


Antibodi terhadap antigen sitoplasma neutrofil.
Ada 2 tipe: cytoplasmic (c-ANCA) dan perinuclear
(p-ANCA).
Dapat dijumpai pada Wegener's granulomatosis,
polyartritis nodosa, crescentic glomerulonephritis,
Crohn's disease, ulcerative colitis, primary sclerosing
cholangitis

a3. Antifosfolipid
Ada 2 jenis: anti-cardiolipin (ACA) dan lupus antikoagulan (LA).
ACA:
Paling sensitif untuk sindroma antifosfolipid, tapi tidak spesifik
Faktor risiko terjadinya trombosis.
LA:
Erat hubungannya dengan trombosis.

b. Autoantibodi spesifik organ


b1. Autoantibodi tiroid

Anti tiroperoksidase (anti-TPO)


paling sensitif untuk deteksi penyakit tiroid autoimun
Anti reseptor TSH (TRAb)
TSH reseptor stimulating antibody (TSAb)
menyebabkan efek stimulasi shg tjd hipertiroid
TSH reseptor blocking antibody (TBAb)
menyebabkan efek hambatan shg tjd hipotiroid
Anti tiroglobulin (anti-Tg)
berguna untuk deteksi penyakit tiroid autoimun pd
penderita dgn goiter noduler.
untuk memantau terapi yodium pd goiter endemik.

b2. Autoantibodi hati


Anti smooth muscle (SMA)
Sensitif untuk deteksi hepatitis autoimun, tapi tidak
spesifik krn dapat dijumpai pada beberapa penyakit
hepar dan non-hepar.
Anti actin.
Lebih spesifik untuk hepatitis autoimun
Dapat digunakan untuk menentukan prognosis.
Anti mitochondrial antibodies (AMA)
Spesifik untuk sirosis bilier primer

SISTEMIC LUPUS ERYTEMATOSUS


(SLE)

Material
apoptotik

APC

Sel T

Sel B

antibodi

ANA

Sangat sensitif untuk SLE, ditemukan pada 90-100% penderita.


Bila ANA (+) dan gejala klinik khas, tidak diperlukan pemeriksaan
tambahan.
Bila ANA (+) tapi gejala klinik tidak khas, diperlukan minimal 2
pemeriksaan tambahan (anti ds-DNA dan anti Sm).
Bila ANA (-) dan gejala klinik khas, diperlukan minimal 2
pemeriksaan tambahan (anti ds-DNA dan anti Sm).

Pola Homogen

Pola sitoplasma

Pola speckeld)

Anti ds-DNA

Cukup sensitif untuk SLE, ditemukan pada 60-70%


penderita.
Sangat spesifik untuk SLE terutama pada titer tinggi.
Bila titer rendah atau sedang, menunjang diagnosis
SLE harus dikonfirmasi dengan pem. lain.
Dapat digunakan untuk menentukan aktifitas penyakit
dan adanya lupus nefritis harus diperiksa serial.

Anti Sm

Cukup spesifik untuk SLE, terutama bila titer tinggi.


Kurang sensitif, hanya dijumpai pada 20-40% penderita

SEL LE
Sel neutrofil yang memfagositosis
material inti sel lain.
Bisa dilihat di sedian hapus
sumsum tulang.
Sekarang sudah digantikan dengan
teknik ANA dan ds-DNA.

Komplemen

Adanya kompleks imun akan meningkatkan aktivasi


komplemen komplemen terpakai
penurunan kadar komplemen terutama
C3 dan C4.
Dapat digunakan untuk memantau aktifitas penyakit
harus diperiksa serial

Kelainan ginjal

proteinuria > 0,5 g/hari atau >3+


silinder granula, atau eritrosit dalam sedimen urin.

Kelainan hematologi

Anemia normositik normokrom akibat penekanan


sumtul. Kadang dijumpai anemia hemolitik autoimun.
Retikulositosis
Leukopenia < 4000/ul
Limfopenia < 1500/ul
Trombositopenia <100.000/ul
Laju Endap Darah (LED) cepat, karena kadar
immunoglobulin yang tinggi dalam plasma.

You might also like