Professional Documents
Culture Documents
1. Definisi
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir
diatas 1000 gram.1
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu
atau lebih.2 Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD.3
2. Etiologi
Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar
25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta.1
a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah
Rh positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif,
yang
berakibat
antara
ibu
dan
janin
akan
mengalami
yang
terjadi
pada
ibu
hamil
sehingga
oksigen
untuk
menghadapi
keadaan
seperti
1,3
b. Pre-eklamsi
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengalami hipertensi.1.2
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan
ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat
janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death
(IUFD).2 IUFD akibat hipertensi gestasional terjadi sekitar
10,6%.17
1,2,3
2,3
kalsifikasi
intrakranial,
retardasi
mental
dan
hidrosefalus
atau
7,8
b. Rubella
Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%),
kematian janin dalam kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang
berat.8Infeksi rubella pada janin dapat menghambat pertumbuhan intra
uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus, dan kelainan
kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam
kandungan yang berdampak pada kematian janin7,8.
c. Cytomegalovirus
Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal,
dengan insidens mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada
janin dapat menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi,
hepatosplenomegali, hidrosefalus, mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus
sehingga mengganggu kesejahteraan janin dalam kandungan yang
berdampak pada kematian janin
d. Herpes Simplex Virus
Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan
lahir. Virus kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban
pecah. Hampir separuh dari neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan
resiko infeksi mereka tersebut berhubungan dengan jenis infeksi maternal
primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi maternal
primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.5,7Dari suatu
penelitian dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan
terhadap virus rekurens pada saat persalinan yang terinfeksi. Hal ini
diduga terjadi karna inocuum virus yang lebih kecil dan terdapat antibodi
yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan insidens dan beratnya
penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki luaran
yang baik.7
e. Malaria
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra
uteri dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di
paru
adalah
suatu
penyakit
menular
yang
2,3
dikarenakan
fungsi
tubuh
yang
seharusnya
menopang
b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika
terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
suplai
yang
dibutuhkan
janin
tidak
terpenuhi,
sehingga
berlebihan
sehingga
sirkulasi
plasenta
juga
tidak
lancar.
Jika
3. Patologi Anatomi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam
waktu 24 jam dari kematian janin.1,3 Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut1
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan
jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin
mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
Terjadi setelah 48 jam janin mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
4.
5.
ditegakkan.2,3 Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah
terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas
dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam.3
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen
bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi
pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan
lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe
plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak
merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko
berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang.1
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti
oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria).1,5 Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The
10
11
kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan
pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai
lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada
midtrimester.1,3 Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya
retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 g pada interval satu dan satu
sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.
Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya
kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan
terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan
pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari
karena resiko rupture uterin.1
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun
cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat
dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah
disebutkan, harus dilakukan.1 Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah
koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki
persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat
dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi
penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari
bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat
persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.
Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah
lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari
perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.
Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan
persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.
Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total
pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,
karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.1,3
12
13
Penanganan Khusus
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
-
14
Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebih 4 dosis.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati.
Hitung trombosit
Kadar fibrinogen
Waktu protrombin (PT)
Partial Thromboplastin Time
(PTT)
Produk Degrdasi Fibrin (FDP)
Ultrasonografi
15
16
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. X
Umur
: 40 tahun
I.
Anamnesis
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan
:-
Durasi
Kuantitas
Haid pertama dari haid terakhir tanggal 2 Agustus 2012 selama 4 hari,
sebanyak + 120cc, sehingga perhitungan partus adalah tanggal 9 Mei
2013.
17
6. Riwayat Perkawinan :
Perkawinan pertama, dengan suami sekarang sudah 10 tahun.
7. Riwayat kehamilan, kelahiran nifas yang sudah-sudah
I.
II.
III.
Abortus
IV.
Ini
: disangkal
II.
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,90 C
Berat badan
: 65kg
Tinggi badan
: 156cm
BMI
: 26,6 metric
Mata
18
Telinga
Hidung
-/-, secret-/
Mulut
Tonsil
Faring
: tidak hiperemis
Leher
Mammae
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
wheezing -/-,
Bunyi jantung I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genitalia
Flek
:-
Fluour
:-
2. PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
19
Leopold I
: TFU 35cm,
Bagian teratas janin teraba bulat, lunak,
Leopold IV
9/4/13 5.30
TFU
Letak pres.
35cm
HIS
BJJ
&turunnya Frek
Lama
Kekua-tanRelak
Preskep
20
kuat
3x
Edem
Umur
Eks.
kehamilan
35 mgg
WIB
Pemeriksaan Dalam
a. Inspekulo
: tidak dilakukan
b. Vagina Toucher
Keadaan porsio dan pembukaan : Porsio axis
posterior, lunak, pembukaan (-)
Ketuban
: (+)
Stasion
: Hodge I
Posisi
: Presentasi kepala
III.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb
Leukosit
: 8,8 gr/dL
: 12600/uL
Hematokrit : 27%
Trombosit
: 368000/uL
20
Hemostasis:
Masa perdarahan
: 1.30 menit
Masa pembekuan
: 12.30 menit
Masa protrombin
: - Kontrol
: 13 detik
- Pasien
: 15 detik
Hit. Jenis
:-
Gol. Darah
:-
WR/Khan/VDRL
:-
: 80mg/dl
Imunologi
Urine : Protein
:-
Diagnosis
Sedimen
:-
Reduksi
:-
Ibu
suspek IUFD
Fetus : Janin tunggal, susp. IUFD
Prognosis
Ibu
: Dubia ad bonam
1. Rawat inap
2. Observasi Keadaan umum, tanda-tanda vital,kontraksi, dan DJJ
3. Periska H2TL, MP3, GDS, dan HbsAg
4. Rencana USG Kehamilan
5. Diet : Puasa sementara
6. IVFD : I Dextrose 5% + Bricasma ( 16 tetes/menit )
7. Menjelaskan kepada pasien tentang keadaan kehamilan dan
rencana perawatan.
21
FOLLOW UP
9 April 2013
S : perut mulas-mulas,
PH : 1
Kesadaran : Composmentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Status Generalis :
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis.
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill
time <2, tidak terdapat edem pada
ekstremitas atas dan bawah
Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri -/,retraksi -/Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/Abdomen : perut tambak buncit sesuai
masa kehamilan, linea nigra (+), supel,
defense muscular (-), nyeri tekan (-),
kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus
(+),3x/menit
Leopold I
22
: tangan pemeriksa
23
10 April 2013
PH : 2
PO : 1
24
BAB (-),
PH : 3
PO : 2
25
26
PH : 4
PO : 3
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,30C
Status Generalis :
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis.
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill
time <2, tidak terdapat edem pada
ekstremitas atas dan bawah
Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri -/,retraksi -/Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/Abdomen : perut tampak datar, luka bekas
operasi tertutup verban, darah (-), pus (-),
supel, defense muscular (-), nyeri tekan (+),
kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus (+),
3x/menit
Genitalia : Lokhia sanguilenta (+), Fluor :
sulit dinilai
A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie
bilateral a.i IUFD + cukup anak
P : Diet : Biasa
IVFD : MM : Amoxan 3 x 500mg
Becom C 1 x 1tab
Laxadin 2 x 1C
Parlodel 3 x 2,5mg
Mefinal 3 x 500mg
27
Gambaran USG
28
29
30
DISKUSI
Menurut WHO,IUFD (Intra Uterine Fetal Death ) merupakan kematian
janin dalam kandungan yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dengan berat
badan janin lebih dari 1000gr.
Dalam laporan kasus ini, diagnosis IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Kematian janin yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor ibu (5-10%), faktor
janin (25-40%), dan faktor plasenta (25-35%).
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien umur 40 tahun dengan G4P2A1,
hamil 35 minggu, datang dengan keluhan perut mulas-mulas sejak 10 jam SMRS.
Keluar flek dan darah dari kemaluan disangkal. Selain itu pasien juga mengatakan
bahwa ia sudah tidak merasakan gerakan janin sejak 1 hari SMRS. Keadaan ini
sesuai dengan salah satu dasar diagnosis IUFD secara subjektif.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, dari palpasi pemeriksa
tidak menemukan adanya gerakan janin. Dan pada auskultasi menggunakan
doppler, tidak terdengar bunyi jantung janin. Dari pemeriksaan penunjang USG
ditemukan gambaran tulang-tulang cranial saling tumpang-tindih (tanda
Spalding). Hal ini turut membuktikan adanya kematian janin intra uteri.
Menurut literatur, usia ibu > 5 tahun pada saat hamil sangat mempengaruhi
kesejahteraan ibu dan janin. Pada kasus ini pasien berumur 40 tahun dimana usia
tersebut sangat rentan untuk mengandung karena dapat menyebabkan resiko yang
besar bagi ibu maupun janin.
Menurut literatur, ketidakcocokan rhesus antara ibu dan janin akan
mempengaruhi kondisi janin tersebut. Pada kasus ini ketidakcocokan rhesus
antara ibu dan janin dapat disingkirkan karena ibu dan suami memiliki rhesus
darah yang sama.
Menurut literatur berbagai macam penyakit sistemik pada ibu hamil seperti
diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan kematian janin. Pada kasus ini
kematian janin akibat penyakit sistemik dapat disingkirkan karena ibu tidak
memiliki riwayat diabetes, hipertensi, dan penyakit sistemik lainnya.
31
32
multiple, dan IUGR ( Intra Uterine Growth Restriction ) yang menurut literatur
dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.
Menurut literatur kematian janin dalam kandungan juga dapat disebabkan
oleh faktor plasenta dan tali pusat seperti solusio plasenta, plasenta previa, dan
lilitan tali pusat. Dalam kasus ini etiologi tersebut dapat disingkirkan karena pada
antenatal care tidak ditemukan adanya kelainan plasenta dan lilitan tali pusat. Hal
ini terbukti juga pada saat janin lahir tidak ditemukan adanya kelainan tersebut.
Menurut literatur penatalaksanaan pada kasus IUFD dilakukan terminasi
dengan cara induksi dan diharapkan agar janin lahir spontan. Dalam kasus ini
dilakukan terminasi kehamilan dengan tindakan sectio caesarea atas dasar
permintaan pasien sekaligus dilakukan sterilisasi. Janin lahir mati, jenis kelamin
perempuan, berat badan 2000gr , panjang badan 39 cm. Kematian janin dapat
diperkirakan sudah terjadi lebih dari 2 minggu (stadium maserasi 3) karena dari
pemeriksaan fisik badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat
longgar serta terdapat edema di bawah kulit.
33
KESIMPULAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uteri (IUFD)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu
faktor usia ibu dan infeksi TORCH.
SARAN
Pemeriksaan
darah
khususnya
pemeriksaan
fibrinogen
sebaiknya
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth
JC,Wenstrom KD. Williams Obstetrics 23rd Ed. New York : McGraw-Hill
2001
2. Edlow et al. Intrauterine fetal demise and maternal morbidity. J ACOG
2011;117:307-16.
3. Wiknjosarto,H. 2002. IlmuKebidanan. Jakarta:YayasanBinaPustaka
4. J Bar et al. The placental vascular component in early and late
interauterine fetal death. Thrombosis Research 2012;130:901-905.
5. Geels YP, de Gouberville MC, Visser L, van Asten HA. Comparing
vaginal and sublingual administration of misoprostol for labour induction
in women with intra-uterine fetal death. Tropical doctor 2010;40:77-80.
6. Silingardi E, Santunione AL, Rivasi F, Gasser B, Zago S, Garagnani L.
Unexpected intrauterine fetal death in parvovirus B19 fetal. Am J forensic
med pathol 2010;30:394-397.
7. Sen MR, Shukla BN, Banerjee T. Prevalence of serum antibodies to
TORCH infection in and around Varanasi, northern india. J clin and diag
res 2011;6:1483-85
8. Subramanya S, Patham B, Kupesic SP. Recognizing TORCH group of
infections on fetal sonography. Donald school J of ultrasound in obs and
gyn 2009;3(4):47-50
9. Gravensteen IK, Helgadottir LB, Jacobsen EM. Long-term impact of
intrauterine fetal death on quality of life and depression: a case-control.
BMC pregnancy and childbirth 2012;12:43
10. Pilliod RA, Cheng YW, Snowden JM, et al. The risk of intrauterine fetal
death
in
the
small-for-gestational-age
fetus.
Am
Obstet
Gynecol2012;207:318.e1-6.
11. Atsumi H et al. The role of care-seeking delays in intrauterine fetal deaths
among near miss woman.Paediatric and Perinatal Epidemiology, 2012,
26, 388397
35
12. Salihu HM, Ibrahimou B, Dagne GA. Intra-uterine exposure to dual fetal
programming sequences among surviving co-twins.The Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, 2011; 24(1): 96103
13. L.B. Helgadottir et al. The association of antiphospholipid antibodies with
intrauterine
fetal
death:
casecontrol
study.
Thrombosis
Research;130(2012):3237
14. Anami et al.Antenatally diagnosed congenital orbital teratoma inwhich
rupture was associated with intrauterinefetal death. J. Obstet. Gynaecol.
Res. Vol. 38, No. 3: 578581, March 2012
15. Enders et al. Risk of fetal hydrops and non-hydropic late intrauterine fetal
death after gestational parvovirus B19 infection. Journal of Clinical
Virology 2010;49:163168
16. Grimes DA. Estimation of pregnancy-related mortality risk by pregnancy
outcome, United States, 1991 to 1999. Am J Obstet Gynecol
2006;194:924.
17. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by
Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-3
36