You are on page 1of 17

Fermentasi

http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/06/fermentasi.htm
l

2.1 Tipe-tipe Fermentasi dan Reaksinya


Fermentasi adalah
proses
produksi
energi
dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron
eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi
adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga
dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang
umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan
minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang
keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk
fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam
laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.
Adapun tipe-tipe fermentasi dan reaksinya adalah sebagai berikut:
1. Fermentasi Alkohol
Beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol dan CO2 dalam
proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses ini sama dengan glikolisis
sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim berikutnya adalah reaksi
perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi reduksi asetaldehida menjadi
alkohol. Dalam reaksi pertama piruvat didekarboksilasi diubah menjadi asetaldehida dan
CO2 oleh piruvat dekarboksilase, suatu enzim yang tidak terdapat dalam hewan. Reaksi
dekarboksilase ini merupakan reaksi yang tak reversible, membutuhkan ion Mg2+ dan
koenzim tiamin pirofosfat. Reksi berlangsung melalui beberapa senyawa antara yang terikat
secara kovalen pada koenzim. Dalam reaksi terakhir, asetaldehida direduksi oleh NADH
dengan enzim alkohol dehidrogenase, menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan
CO2 merupakan hasil akhir fermentasi alkohol, dan jumlah energi yang dihasilkan sama
dengan glikolisis anaerob, yaitu 2 ATP.
2. Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat banyak dilakukan oleh fungi dan bakteri tertentu digunakan dalam
industri susu untuk membuat keju dan yoghurt. Aseton dan methanol merupakan beberapa
produk samping fermentasi mikroba jenis lain yang penting secara komersil. Dalam
fermentasi asam laktat, piruvat direduksi langsung oleh NADH untuk membentuk laktat
sebagai produk limbahnya, tanpa melepaskan CO2. Pada sel otot manusia, fermentasi asam
laktat dilakukan apabila suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang terakumulasi sebagai
produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh
darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
Bakteri asam laktat mampu mengebah glukosa menjadi asam laktat. Bakeri tersebut
adalah Laktobbacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Bifidobacterium. Ada

2 kelompok fermentasi asam laktat, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.


Homofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur EMP dan heterofermentatif
menggunakan glikolisis melalui jalur HMP.

a. Fermentasi Asam Laktat Homofermentatif


Bakteri asam laktat homofermentatif menghasilkan mayoritas asam laktat dengan sedikit
produk samping, yaitu gliserol, etanol, asetat, format dan CO2. Bakteri asam laktat
homofermentatif mengoksidasi glukosa menjadi 2 asam piruvat melalui jalur EMP. Pada jalur
itu menghasilkan 2 ATP. NADH yang dihasilkan pada jalur itu dipakai untuk mereduksi
piruvat menjadi asam laktat. Reaksi keseluruhan sebagai berikut.

Adanya produk samping, karena bakteri asam laktat homofermentatif mempunyai berbagai
enzim yang dapat mengubah piruvat menjadi etanol dan CO2, asetat, format, serta laktat. Jika
piruvat tidak segera diubah menjadi produk di atas, NADH dipakai untuk mereduksi
dihidroksi aseton fosfat menjadi gliserol.
b. Fermentasi asam laktat Heterofermentatif
Pada fermentasi asam laktat heterofermentatif bakteri yang dikibatkan adalah bakteri gram
positif yang tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk
menghasilkan asam laktat, yakni umumnya menggunakan bakteri Leuconostoc dan
Streptococcus. Bakteri asam laktat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga
menghasilakn CO2, etanol (umumnya), dan asam asetat. Hal tersebut disebabkan karena
mereka mengoksidasi glukosa menjadi asam piruvat dan asetil fosfat melalui HMP. Piruvat
kemudian direduksi menjadi asam laktat, sedangkan asetil fosfat kemudian direduksi menjadi
etanol. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa isomerase tetapi menggunakan
enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan
menggunakan heksosa (golongan karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui
jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat Pada jalur berikut menghasilkan 1 ATP. Reaksi
keseluruhannya sebagai berikut. (Anonim, 2011)
Urutan reaksi pada jalur tersebut yaitu pertama-tama glukosa akan difosforilasi menjadi
Glukosa 6-fosfat dengan bantuan heksokinase. Glukosa 6-fosfat menjadi 6Fosfoglukonolakton dengan bantuan 6-fosfat dehidrogenase (terjadi pembentukan NADPH).
6-Fosfoglukonolakton direduksi (didehidrasi) menjadi 6-fosfoglukonat dengan bantuan
laktanase. 6-Fosfoglukonat didekarboksilasi menjadi Ribulosa 5-fosfat yang dibantu oleh 6Fosfoglukonat dehidrogenase (terjadi pembentukan NADPH). Kemudian, Ribulosa 5-fosfat
diisomerasi menjadi Xilulosa 5-fosfat dengan bantuan Ribulosa 5-fosfat epimerase. Xilulosa
5-fosfat dipecah menjadi Gliseraldehid 3-fosfat dan Asetil fosfat yang dibantu oleh
fosfoketolase. Pada Gliseraldehid 3-fosfat akan diubah menjadi piruvat kemudian akan
menjadi asam laktat yang dibantu oleh laktat dehidrogenase, sedangkan pada Asetil fosfat
akan dipecah menjadi Asetaldehid dan Asetat (jarang terjadi). Pada Asetaldehid fosfat akan
kembali dipecah menjadi Etanol.

Bakteri Streptococcus mutans mempunyai kemampuan dalam memfermentasi glukosa


menjadi asam laktat (heterofermentatif) dalam suasana aerob. Pada kondisi aerob NADH
dioksidasi menjadi NAD+ dengan bantuan oksigen dan NADH oksidase. Oleh karena itu,

terdapat perubahan produk, etanol diubah menjadi asetil KoA dan kemudian menjadi asetat.
Perubahan asetil KoA menjadi asam asetat menghasilkan ATP. Jamur Rhizopus oryzae juga
mempunyai kemampuan memfermentasi karbohidrat (pati dan glukosa) menjadi etanol dan
asam laktat secara aerob. (Purwoko, 2007)
3. Fermentasi Propionat
Propionat merupakan produk akhir fermentasi gula dan pati. Sebagian besar energi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi laktosa diperoleh dari propionat. Bahan dengan
kandungan karbohidrat mudah terfermentasi sehingga menghasilkan propionat dan butirat
relatif lebih tinggi daripada asetat. Propionat dianggap lebih efisien sebagai sumber energi
karena fermentasi dalam produksi propionat menghasilkan lebih sedikit gas metan dan
karbondioksida. Propionat, asetat, dan karbon dioksida merupakan produk utama dari
fermentasi laktat, glukosa dan gliserol oleh Propionibacterium, Veillonella, Bacteroides, dan
beberapa Clostridium spp. Hipotesis awal menyatakan bahwa langkah awal fermentasi
propionat adalah dehidrasi laktat menjadi akrilat. Akrilat kemudian diredukasi menjadi
propionat. Rute tersebut teramati pada Clostridium propionicum, Bacteroides rumocola, dan
Peptostreptococcus. Pada Propionibacterium dan Veillonella pembentukan propionat melalui
rute yang lebih kompleks. (Purwoko, 2007)
a. Pada Clostridium propionicum
Clostridium propionicum mampu memfermentasi asam laktat menjasi asetat (melalui jalur
asetil KoA) dan propionat (memlalui jalur akrilil KoA) dan menghasilkan 1 ATP. Satu
molekul laktat didehidrogenasi menjasi piruvat oleh laktat dehidrogenase. Piruvat
didehidrogesi dan dekarboksilasi menjadi asetil KoA oleh piruvatferedoksin
oksidoreduktaase. Gugus fosfat menggantikan gugus KoA oleh fosfotransasetilase, sehingga
Asetil KoA diubah menjadi asetil fosfat. Asetil fosfat didefosforilasi (dikopling dengan
sintesis ATP) menjadi asetat oleh asetatkinase. Pada jalur tersebut menghasilkan 1 ATP, 1
CO2, dan 4 elektron. Empat elektron dipakai untuk mereduksi 2 molekul laktat menjadi 2
molekul propionat. Gugus KoA (berasal dari propionil KoA) ditransfer ke laktat oleh KoA
transferase, sehingga menjadi laktil KoA. Laktil KoA terdehidrasi menjadi akrilil KoA.
Reaksi itu dikatalis oleh akrililase. Akrilil KoA direduksi menjadi propionil KoA oleh
pripionil KoA dehidrogenase. Propionil KoA diubah menjadi propionat.
b. Pada Propionibacterium
Propionibacterium memfermentasi laktat, triosa, dan heksana menjadi propionat (jalur
suksinat propionat), asetat (jalur asetil KoA), dan karbon dioksida. Tiga molekul laktat
diubah menjadi tiga molekul piruvat oleh laktat dehidrogenase. Satu molekul piruvat diubah
menjadi satu molekul asetat sama seperti C. propionicum. Fermentasi laktat menjadi asetat
menghasilkan 2 elektron dan perubahan 2 molekul laktat menjadi 2 molekul piruvat
menghasilkan 6 elektron. Delapan electron tersebut dipakai untuk mereduksi piruvat menjadi
propionat. Piruvat dikarboksilasi (berasal dari dekarboksilasi metilmalonil KoA) menjadi
oksaloasetat oleh transkarboksilase. Reduksi oksaloasetat menjadi malat oleh malat
dehidrogenase. Malat dihidrasi menjadi fumarat oleh fumarase. Fumarat direduksi menjadi
suksinat oleh fumarat reduktase. Transfer gugus KoA (berasal dari propionil KoA) ke
suksinat, sehingga menjadi suksinil KoA. Reaksi itu dikatalis oleh suksinil KoA transferase.
Rearansemen suksinil KoA menjadi metal malonil KoA oleh transkarboksilase, sehingga
menjadi propionil KoA. Propionil KoA diubah menjadi propionat. Secara teoritis rasio
Tampak bahwa reduksi piruvat menjadi suksinil KoA merupakan rute pada jalur reduktifasam sitrat. Jadi, boleh dikatakan bahwa fermentasi propionat pada Propionibacterium

melalui jalur reduktif-asam sitrat. Produksi propionat dan asetat dapat ditingkatkan, jika gas
CO2 diturunkan.
4. Fermentasi Butirat
Fermentasi butirat dilakukan oleh Clostridium sp. yang merupakan bakteri penghasil
spora heterogenus sebagai sakarolitik dan proteolitik. Tergolong bakteri anaerob. Berbentuk
batang lurus atau agak bengkok dengan ujung bulat, herukuran 0,7 mikron x 5,0 terpisahpisah, berpasangan dalam rantai pendek; kadang-kadang membentuk filamen pajang, dapat
bergerak secara aktif. Spora berbentuk bulat telur, eksentrik atau sub-terminal membentuk
clostridium. Bersifat gram positif yang dapat berubah menjadi gram negatif. Mengubah susu
lakmus menjadi asam, cepat menggumpal dan kehilangan warna. Tumbuh baik pada suhu
antara 30 dan 37 C. Dapat dikucilkan dan keju, susu yang asam, bahan-bahan nabati berpati
yang mengalami fermentasi Asam butirat dan dan tanah. Dalam fermentasi menghasilkan
asam butirat, asam cukak, butanol dan isopropanol.
Clostridium proteolitik sangat penting untuk mendekomposisi anaerob yang disebut
putrefaction. Clostridium butyricum mampu memfermentasi karbohidrat menjadi butirat
dengan produk lain seperti gas hidrogen, karbon dioksida, dan sedikit asetat.

Glukosa dipecah menjadi piruvat melalui EMP (menghasilkan 4 elektron dan 2 ATP).
Piruvat didekarboksilasi oleh piruvatferedoksi eksidoreduktase menjadi asetil KoA dan CO2 .
H2 diperoleh dari aktivitas oksidasi hidrogenase terhadap feredoksin. Dua molekul asetil
KoA dan CO2 berkondensasi menghasilkan asetoasetil KoA dengan bantuan asetil KoA
asetiltransferase. Asetoasetil KoA direduksi menjadi Beta-hidroksibutiril KoA oleh
dehidrogenase. Beta-Hidroksibutiril KoA didehidrasi menjadi krotonil KoA oleh krotonase.
Krotonil KoA direduksi menjaadi butiril KoA oleh butiril KoA dehidrogenase. Penggantiaan
gugus KoA oleh fosfat mengakibatkan butiril KoA menjadi butiril fosfat. Reaksi tersebut
dikatalisis oleh fosfotransbutirilase. Butiril fosfat didefosforilasi menjadi butirat oleh butirat
kinase.
Clostridium tyrobutyricum mampu memproduksi butirat dan asetat dari glukosa. Untuk
menurunkan produksi asetat, gen pta yang mengkode aseta kinase dapat dihilangkan.
Meskipun gen pta dihilangkan tetapi Clostridium tyrobutyricummasih mampu menghasilkan
asetat.
Bakteri rumen Butyrivibrio fibrisolvens mampu memfermentasi glukosa menjadi butirat.
Fermentasi glukosa menjadi butirat oleh Butyrivibrio fibrisolvensmelalui jalur yang sama
dengan Clostridium. Pada fase pertumbuhan tinggi (fase eksponensial) glukosa difermentasi
menjadi butirat, asetat, H2, dan CO2 . Asetat merupakan produk samping dan diperoleh dari
fosforilasi asetil KoA menjadi asetil fosfat oleh fosfotransasetilase. Asetil fosfat kemudian
didefosforilasi menjadi asetat oleh asetat kinase.
Ketika sel masuk ke fase statis dan kandungan butirat tinggi, terjadi fermentasi glukosa
dan pentosa menjadi aseton. Selain itu, terjadi konsumsi butirat asetaat menjadi butanol dan
etanol.
Glukosa dan pentosa diglikolisis menjadi piruvat yang kemudian didekarboksilasi
menjadi asetil KoA oleh piruvatferedoksin oksidoreduktase. Kondensasi 2 molekul asetil
KoA menjadi asetoasetil KoA oleh transasetilase. Asetoasetat dipecah menjadi aseton dan
CO2 oleh asetoasetat dekarboksilase. Gugus KoA dari asetoasetil KoA ditransfer ke butirat
atau asetat, sehingga menjadi butiril KoA atau asetil KoA. Reaksi tersebut dikatalisis oleh
asetoasetil KoA-butirat atau asetat-KoA transferase. Butiril KoA direduksi menjadi
butiraldehid oleh butiraldehid dehidrogenase, kemuadian direduksi menjadi butanol oleh

butanol dehidrogenase. Sedangkan asetil KoA direduksi menjadi asetildehid oleh asetildehid
dehidrogenase, kemudian direduksi menjadi etanol.
Peran Fermentasi Butirat untuk menghambat pertumbuhan kanker kolorektal. Kolon (usus
besar) merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan yang terletak setelah usus halus,
terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon
transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon desenden). Rektum merupakan saluran diatas
dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus disebut caecum, sedangkan bagian
kolon yang berhubungan dengan rektum disebut kolon sigmoid. Kolon berbentuk sebuah
tabung (lumen) yang dilapisi oleh sel-sel khusus yang disebut sel-sel epitel kolonik. Sel-sel
ini selalu membelah diri secara teratur, dan kanker kolon mungkin terjadi jika proses
pembelahan sel-sel epithelial mengalami penyimpangan. Kanker yang menyerang kolon
disebut kanker kolon dan kanker yang menyerang rectum disebut kanker rectum (rectal).
Kanker yang menyerang kedua bagian ini disebut kanker kolorektal. Seperti kanker lainnya,
kanker kolorektal tumbuh relatif cepat, dapat menyusup (infiltrasi) dan merusak jaringan
disekitarnya serta menyebar (metastasis) ke organ yang lebih jauh dari tempat asal
tumbuhnya melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah. Penanganan yang tidak
tepat pada akhirnya akan menyebabkan kematian. Di Amerika Serikat, kanker kolorektal
menempati urutan ke-4 dari kanker yang paling sering menyerang pria setelah kanker kulit,
prostat dan paru-paru. Pada wanita, kanker kolorektal juga menempati urutan ke-4 setelah
kanker kulit, payudara dan kanker paru-paru (National Cancer Institute NCI, 2006).
Fermentasi prebiotik oleh mikroflora di dalam saluran pencernaan akan menghasilkan
berbagai komponen yang bermanfaat terhadap kesehatan inangnya. Salah satu dari komponen
tersebut adalah asam butirat, yang masuk dalam kelompok asam lemak rantai pendek (short
chain fatty acid SCFA).
Butirat menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker kolorektal.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa butirat dapat menghambat pertumbuhan sel-sel
kanker kolorektal dengan cara menghambat proliferasi sel, serta meningkatkan kemampuan
diferensiasi dan apoptosis sel. Jenis karbohidrat akan mempengaruhi jumlah produksi SCFA.
Secara in vitro diketahui bahwa peningkatan konsumsi pangan kaya serat seperti fraksi kulit
atau sekam (bran) dari gandum, oat, barley, jagung dan beras, serat kedelai ekstrak sayuran,
dan serat pea akan meningkatkan produksi SCFA pada fekal manusia. Kemampuan
fermentasi (tingkat dan kecepatan fermentasi karbohidrat sangat beragam). Sebagai contoh,
pektin dilaporkan tingkat fermentasi pektin mencapai 97% sementara tingkat fermentasi
selulosa dan kulit (sekam, bran) maizena hanya 6-7%. Komponen wheat bran yang
terfermentasi kurang dari 50%, sementara psyllium berkisar antara 20 50% dan oat bran
mencapai 96%. Makin besar (sempurna) tingkat fermentasi dari suatu polisakarida, maka
jumlah SCFA yang dihasilkan akan semakin besar. Inkubasi fluida yang mengandung 30 mg
glukosa, pectin dan selulosa/ml akan menghasilkan total SCFA berturut-turut sebesar 220,
172, dan 23 mmol/l. Selain itu, tingkat fermentasi yang tinggi biasanya memiliki waktu
fermentasi yang lebih cepat.
5. Fermentasi Asam Campuran
Enterobacteriaceae (Escherichia, Enterobacter, Salmonella, Klebsiella, dan Shigella)
memfermentasikan glukosa menjadi campuran asam asetat, format, suksinat, etanol, CO2,
dan H2. Semua produk diperoleh dari fosfoenol piruvat (PEP) atau lebih tepatnya suksinat
dari PEP, sedang yang lainnya dari piruvat (piruvat diperoleh dari PEP).
Suksinat diperoleh dari karboksilasi PEP melalui jalur reduktif-asam sitrat (jalur
suksinat). PEP diubah menjadi oksaloasetat oleh PEP karboksilase. Perubahan oksaloasetat
menjadi suksinat melalui rute dan melibatkan enzim yang sama seperti pada perubahan
oksaloasetat menjadi pada fermentasi propionat untuk bakteri Propionibacterium. Laktat

diperoleh langsung dari reduksi piruvat oleh laktat dehidrogenase. Format diperoleh dari
pemecahan piruvat (hasil lain adalah asetil KoA), kemudian dapat diubah menjadi CO2 dan
H2. Asetil KoA dapat diubah menjadi etanol maupun asetat.
Lactobacillus helveticus memfermentasi sitrat dan laktosa menjadi laktat. Akan tetapi,
jika laktosa ditiadakan, terjadi perubahan produk fermentasi, yaitu menghasilkan asetat dan
suksinat, bukan laktat. Asetoin dan diasetil tidak terdektesi pada produk fermentasi
Lactobacillus helveticus. Produksi asetat dari piruvat (hasil konversi sitrat) diperantai oleh
NADH oksidase, bukan asetat kinase.
6. Fermentasi Anaerob
Dalam keadaan normal, respirasi seluler organisme dilakukan melalui proses fosforilasi
oksidatif yang memerlukan oksigen bebas. Sehingga hasil ATP respirasi sangat tergantung
pada pasokan oksigen yang cukup bagi selnya. Tanpa oksigen elektronegatif untuk menarik
elektron pada rantai transport elektron, fosforilasi oksidatif akan terhenti. Akan tetapi,
fermentasi memberikan suatu mekanisme sehingga sebagian sel dapat mengoksidasi makanan
dan menghasilkan ATP tanpa bantuan oksigen. Misalnya, pada tumbuhan darat yang
tanahnya tergenang air sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar
oksigen dalam rongga tanah sangat rendah.
Secara prosedural, fermentasi merupakan suatu perluasan glikolisis yang dapat
menghasilkan ATP hanya dengan fosforilasi tingkat substrat sepanjang terdapat pasokan
NAD+ yang cukup untuk menerima elektron selama langkah oksidasi dalam glikolisis.
Mekanisme fermentasi tidak dapat mendaur ulang NAD+ dari NADH karena tidak
mempunyai agen pengoksidasi (kondisi anaerob). Sehingga yang terjadi adalah NADH
melakukan transfer elektron ke piruvat atau turunan piruvat. Berikut bahasan terhadap dua
macam fermentasi yang umum yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
a. Fermentasi alkohol
Fermentasi alkohol biasanya dilakukan oleh ragi dan bakteri yang banyak digunakan
dalam pembuatan bir dan anggur. Pada Fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi etanol
dalam dua langkah. Langkah pertama menghidrolisis piruvat dengan molekul air sehingga
melepaskan karbondioksida dari piruvat dan mengubahnya menjadi asetaldehida berkarbon
dua. Dalam langkah kedua, asetaldehida direduksi oleh NADH menjadi etanol sehingga
meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan untuk glikolisis.
b. Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat banyak dilakukan oleh fungi dan bakteri tertentu digunakan dalam
industri susu untuk membuat keju dan yogurt. Aseton dan methanol merupakan beberapa
produk samping fermentasi mikroba jenis lain yang penting secara komersil. Dalam
fermentasi asam laktat, piruvat direduksi langsung oleh NADH untuk membentuk laktat
sebagai produk limbahnya, tanpa melepaskan CO2. Pada sel otot manusia, fermentasi asam
laktat dilakukan apabila suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang terakumulasi sebagai
produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh
darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
2.2 Penerapan Fermentasi Dalam Bidang Bioteknologi
2.2.1 Penerapan Fermentasi Dalam Bidang Pangan
Fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik
yang berlangsung karena aksi katalisator biokimiawi yaitu enzim yang dihasilkan oleh
mikroba-mikroba hidup tertentu (Tjokroadikoesoemo, 1993). Fermentasi sering diganti
dengan peragian. Ragi-ragi tersebut mempunyai persamaan yaitu manghasilkan fermen atau
enzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan

berupa energi. Proses fermentasi dapat dimanfaatkan dalam bidang industri pangan, baik
yang dibuat melalui proses produksi yang sangat sederhana (tradisional/konvensional)
maupun yang modern. Pemanfaatan mikroba dalam bidang bioteknologi telah memberikan
dapak yang positif bagi kelangsungan hidup manusia, salah satunya untuk
pengolahan makanan. Namun, tidak semua mikroba tersebut dapat digunakan untuk
pengolahan makanan. Adapun beberapa jenis mikroba yang bermanfaat untuk pengolahan
makanan, yaitu: jenis bakteri dan jenis jamur. Mikroba jenis bakteri yang digunakan dalam
pemanfaatan berbagai macam produk adalah: Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus
cerevisiae, Acetobacter. Pada mikroba jenis fungi yang digunakan dalam pemanfaatan
berbagai macam produk adalah jamur Rhyzopus oryzae, Neurospora sitophila, Aspergillus
wentii dan Aspergillus oryzae, Saccharomyces cerevisiae.
Adapun contoh yang konvensional misalnya bisa dilihat dalam proses pembuatan tape,
tempe, dan tuak. Contoh yang modern misalnya pembuatan yougurt, keju, wine. Semua
proses pembuatan pangan ini memerlukan bantuan mikroorganisme. Berikut merupakan
beberapa produk olahan yang menggunakan bantuan mikroba tersebut.
A. Fermentasi Konvensional/Tradisional
1. Tape
Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang
dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong
dan ketan. Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai
singkong. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih, hasilnya disebut "tapai pulut"
atau "tapai ketan". Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme
seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp.,
Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain. Namun yang lebih sering
digunakan oleh masyarakat adalah Saccharomyces cerevisiae. Tapai hasil fermentasi dari S.
cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan
memiliki tekstur lengket. Umumnya, tapai diproduksi oleh industri kecil dan menengah
sebagai kudapan atau hidangan pencuci mulut.
Adapun Klasifikasi ilmiah Saccaromyces cerevisiae adalah sebagai berikut :

Gambar 8. Saccharomyces cerevisiae


Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies
: Saccharomyces cerevisiae
Pembuatan tape termasuk dalam bioteknologi konvensional (tradisional) karena masih
menggunakan cara-cara yang terbatas. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk
membuat tape. Pada proses pembuatan tape, jamur ragi akan memakan glukosa yang ada di
dalam singkong sebagai makanan untuk pertumbuhannya, sehingga singkong akan menjadi
lunak, jamur tersebut akan merubah glukosa menjadi alkohol. Dalam pembuatan tape, ragi

(Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yang dapat memecah karbohidrat pada


singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena itu, tape terasa manis apabila sudah
matang walaupun tanpa diberi gula sebelumnya. Kegagalan dalam pembuatan tape biasanya
dikarenakan enzim pada ragi Saccharomyces cereviceae tidak pecah apabila terdapat udara
yang mengganggu proses pemecahan enzim tersebut. oleh karena itu pembuatan tapai
memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi
lunak sehingga proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik. Agar pembuatan tape
berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari
lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa
menyebabkan kegagalan fermentasi. Air yang digunakan juga harus bersih menggunakan air
hujan bisa mengakibatkan tapai tidak berhasil dibuat.
2. Tuak
Gambar 9. Tuak
Tuak telah dikenal di Indonesia sejak zaman dahulu. Tuak mengandung alkohol (etil
alkohol), sehingga kalau diminum terlalu banyak dapat menyebabkan mabuk. Tuak di Bali
selain sebagai minuman, tuak juga tidak lepas dari upacara keagamaan. Tuak sering/biasanya
digunakan sebagai sajian yaitu sebuah persembahan tabuhan bersama dengan minuman lain
seperti arak dan berem. Proses pembuatannya melibatkan mikroorganisme yaitu
Saccaromyces tuac. Adapun klasifikasi ilmiahnya adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies
: Saccharomyces tuac
Didaerah Bali minuman tuak ini di produksi hampir diseluruh kabupaten yang memiliki
pohon enau atau pohon kelapa. Salah satu produsen tuak di kabupaten Karangasem adalah di
Desa Tenganan. Tuak dari Desa Tenganan dibuat dari nira enau yang dibiarkan secara alami.
Pohon enau yang menghasilkan air, lazimnya telah berumur dua tahun. Cabang yang
produktif, dapat menghasilkan air selama enam bulan terus menerus. Ketika mencapai umur
tiga tahun, biasanya pohon enau tidak lagi produktif. Pada saat penampungan dipohon
enaunya, wadah tempat menampung nira diisi dengan lau yaitu suatu bahan yang dibuat dari
sabut kelapa kering dan kulit kayu kutat. Dengan pemberian lau ini warna tuak menjadi
kemerahan. Lau juga berperanan sebagai zat pengawet terutama dapat mencegah terjadinya
proses fermentasi pada tuak, sehingga tuak tidak cepat menjadi masam, karena tuak yang
lama diperam akan terus mengalami fermentasi dan menghasilkan asam tuak yang dikenal
dengan nama cuka. Tuak di Bali digunakan sebagai sajian yaitu sebagai tabuhan bersamasama dengan minuman lainnya yaitu arak dan brem pada upacara keagamaan. Disamping itu
tuak digunakan sebagai minuman terutama setelah makan nasi dengan lauk pauk seperti
lawar, pada saat upacara keagaman dan upacara adat. Tuak ini biasanya diminum oleh orang
dewasa dan wisatawan ditambah dengan es batu.
Cara Pembuatan tuak :
Nira enau yang dihasilkan dari penyadapan tangkai bunga enau, tidak banyak mengalami
proses sampai menjadi minuman tuak, nira yang ada pada wadah penampung yang sudah
diisi dengan lau, dikumpulkan dengan cara menuangkannya kedalam wadah tertentu
misalnya ember plastik atau jerigen. Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang ada pada nira. Nira yang bersih ini selanjutnya

dibotolkan dan didiamkan sekitar 5-6 jam, selanjutnya baru siap dikonsumsi sebagai
minuman tuak.
Pembuatan tuak tidak terlepas dari proses fermentasi. Dalam keadaan anaerob asam
piruvat tidak dirubah menjadi Asetil-KoA tetapi dirubah menjadi etanol (etil alkohol) dalam
dua langkah. Langkah pertama dengan melepas CO2 dari piruvat, yang diubah menjadi
senyawa asetal dehida berkarbon 2. Dalam langkah kedua asetal dehida di reduksi oleh
NADH menjadi etanol. Hal ini bertujuan untuk meregenerasi pasokan NAD+ yang
dibutuhkan dalam glikolisis. Enzim yang mengkatalisis adalah karboksilase dan
dehidrogenase. Proses fermentasi glukosa menjadi etanol hanya menghasilkan 2 ATP.
Reaksi Fermentasi proses pembuatan tuak :
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
(Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Rasa manis pada tuak disebabkan karena adanya gula-gula reduksi seperti dextrose,
fructose, dan sucrose. Rasa manis dari tuak lama kelamaan akan hilang atau berkurang
bahkan rasa tak menjadi keras karena gula reduksi yang terdapat pada tuak ini akan
mengalami fermentasi oleh mikroorganisme menjadi asam cuka dan air, organisme yang
berperan adalah Acetobacter.
Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
C2H5OH + O2

CH3COOH + H2O

B. Fermentasi Modern
1. Wine
Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang
difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur, menyebabkan
buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzyme, ataupun nutrisi lain.
Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari tipe
tertentu. Yeast tersebut akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah anggur dan
mengubahnya menjadi alkohol. Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang
digunakan, tergantung pada tipe dari wine yang akan diproduksi.
- Jenis-jenis Wine
Minuman anggur atau wine dapat dibedakan menjadi enam kelompok, yaitu Red Wine,
White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Sweet Wine, dan Fortified Wine.
1. Red Wine
Red Wine adalah wine yang dibuat dari anggur merah (red grapes). Beberapa jenis anggur
merah yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah merlot, cabernet
sauvignon, syrah/shiraz, dan pinot noir.
2. White Wine
White Wine adalah wine yang dibuat dari anggur putih (white grape). Beberapa jenis anggur
hijau yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah chardonnay, sauvignon
blanc, semillon, riesling, dan chenin blanc.
3. Rose Wine
Rose Wine adalah wine yang berwarna merah muda atau merah jambu yang dibuat dari
anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat dibandingkan dengan
proses pembuatan Red Wine. Di daerah Champagne, kata Rose Wine mengacu pada
campuran antara White Wine dan Red Wine.
4. Sparkling Wine

Sparkling Wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbon dioksida di
dalamnya. Sparkling Wine yang paling terkenal adalah Champagne dari Prancis. Hanya
Sparkling Wine yang dibuat dari anggur yang tumbuh di desa Champagne dan diproduksi di
desa Champagne yang boleh disebut dan diberi label Champagne.
5. Sweet Wine
Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi (residual
sugar) sehingga membuat rasanya menjadi manis.
6. Fortified Wine
Fortified Wine adalah wine yang mengandung alkohol lebih tinggi dibandingkan dengan
wine biasa (antara 15% hingga 20.5%). Kadar alkohol yang tinggi ini adalah hasil dari
penambahan spirit pada proses pembuatannya.
- Jenis Mikroba
Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah adalah dari
golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus
Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati.
Yeast/khamir yang biasanya dan banyak digunakan untuk fermentasi buah anggur adalah
Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae varietas
ellipsoideus. Yeast akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah dan
mengubahnya menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cereviceae biasa digunakan untuk
fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini mempunyai sifat yang dapat mengadakan
fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30C. Selain itu dapat menghasilkan alkohol
cukup tinggi yaitu 18 20 %. Khamir jenis ini juga mampu memfermentasi beberapa macam
gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa.
Fermentasi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 5 dengan
temperatur 27 35C, proses ini dapat berlangsung 35 60 jam. Berikut merupakan gambar
dan taksonomi Saccharomyces cerevisiae.
Gambar 10. Saccharomyces cerevisiae
Kingdom
Divisio
Class
Ordo
Family
Genus
Species

: Plantae
: Eumycophyta
: Ascomycetes
: Sacharomycetales
: Sacharomycetaceae
: Sacharomyces
: Sacharomyces cerevisiae

- Proses Pembuatan Wine


Secara umum, proses pembuatan wine melalui beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut
adalah sebagai berikut :
a) Penghilangan batang (Destemming)
Destemming adalah proses pemisahan batang dari buah anggur yang digunakan dalam
pembuatan wine. Berdasarkan proses pembuatan wine, penghilangan batang dilakukan
sebelum penghancuran (crushing) dan fermentasi, misalnya pada pembuatan red wine.
Namun ada juga yang dilakukan bersamaan dengan penghancuran. Bahkan ada destemming
yang tidak dilakukan seperti pada pembuatan white wine. Tujuan dilakukan penghilangan
batang untuk menurunkan tanin dan flavor vegetal pada produk wine yang dihasilkan.
b) Penghancuran buah (Crushing)

Penghancuran merupakan proses perusakan kulit, pembebasan isi yang berada di dalam
buah. Untuk white wine kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan red wine dihancurkan
beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 10C dalam waktu 24 48
jam. Pada penghancuran buah, terdapat enzim pektinase untuk menghancurkan material
anggur. Secara alami, pektin terkandung dalam daging buah yang ditemukan di antara
dinding sel. Enzim lain yang berperan dalam crushing adalah selulose dan hemiselulose.
c) Fermentasi
Fermentasi wine adalah proses dimana mash anggur bersama-sama dengan diubah secara
reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah
gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari
campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula
buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya
fermentasi telah selesai atau dihentikan. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine
adalah 5 10 hari, white wine 10 15 hari. Pada umumnya yeast terdapat dalam buah
anggur. Namun penambahan yeast dilakukan untuk menghindari hasil yang tidak diharapkan
pada produk akhir wine. Selama fermentasi, yeast mengkonsumsi substrat gula dari mash
anggur sehingga dihasilkan alkohol dan karbondioksida. Suhu selama fermentasi dapat
mempengaruhi rasa pada produk wine. Pada red wine 22 25C dan pada white wine 15
18C. Setiap gram gula yang diubah menghasilkan setengah gram alkohol. Enzim yang
berperan dalam proses fermentasi antara lain glukosidase, protease, dan ? glukanase. Berikut
merupakan reaksi kimia dan proses fermentasi dalam pembuatan wine.
d) Penjernihan (Clarifying)
Penjernihan dilakukan untuk menghilangkan partikel yang mengganggu kenampakan
wine. Proses klarifikasi ini terdiri dari penghilangan partikel kasar yang berukuran 5 10
mikrometer dan penghilangan partikel yang berukuran 1 4 untuk menjernihkan wine. Pada
proses ini dibantu oleh enzim pektinase. Partikel pada must anggur memiliki pektin secara
alami maupun yang ditambahkan, menjadikan muatannya negatif. Karena pektinase
mendegradasi ikatan pada must, sehingga partikelnya ada yang bermuatan positif. Partikel
yang muatannya berlawanan dapat bergabung dan terjadilah flokulasi. Partikel yang berat
molekulnya lebih besar akan mengendap di bagian bawah sehingga memudahkan untuk
menjernihkan wine.
e) Penuaan (Aging)
Penuaan merupakan tahap penyimpanan wine yang akan mempengaruhi cita rasa wine.
Hal yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah pengeluaran
oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25 ?g/ml
sebagai antimikrobia dan antioksidan. Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka
waktu yang lama setelah fermentasi alkohol. Pada wine merah yang sudah tua antara 1
sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak).
f) Pengemasan (Packaging)
Setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu maka wine biasanya dikemas dalam botol
dengan berbagai bentuk. Kemudian, wine siap untuk dikonsumsi. Biasanya wine dikomsumsi
dengan wadah gelas yang berkaki. Secara umum tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar
dan grafik alir dibawah ini.
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Wine
Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Spesies sel khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan
sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan

Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari whey menggunakan Candida


pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu
tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu menghasilkan
alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut.
b. Jumlah sel khamir
Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi. Tipe dan
kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan critical factor yang
mempengaruhi (wood, 1998). Menurut Soeharto (1986), jumlah starter optimum pada
fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah khamir yang harus tersedia dalam jumlah yang
cukup dengan jumlah sel berkisar 2-5 . 106 sel per ml.
c. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi
etanol adalah 4,5 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Sedangkan menurut Daulay dan Rahman
(1992), pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada
pH 3,5 6,0.
d. Suhu
Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pembentukan selnya,
optimum untuk khamir adalah 25 30 oC serta khamir dapat tumbuh secara efesien pada
suhu 28 35 oC. Peningkatan suhu sampai 40 oC dapat mempertinggi kecepatan awal
produksi etanol, tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena
meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir.
e. Oksigen
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu sekitar 0,05-0,10
mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk biosintesa lemak tak jenuh dan
lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga
produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah. Menurut Daulay dan Rahman (1992),
persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan
permulaan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob.
- Kerusakan Wine
Menurut Handoyo (2007), Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari warna,
rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik,
penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine yang disimpan pada temperatur tinggi dapat
menyebabkan wine terasa seperti dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya
sudah hilang dan aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan
kerusakan karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia
oksigenyang cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena sumbat botol (cork) yang dipakai
mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga memungkinkan udara masuk kedalam
botol.
Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine adalah :
Bau sayuran busuk
Bau belerang
Bau apel busuk
Bau telur busuk
Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL)
dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat
memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa
senyawa yang menyebabkan pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara
alami akan terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi ini
mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar

keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Setelah proses MLF selesai, maka
kehidupan dari BAL tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine ditangani. Jika
wine memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh
dan merusak wine atau penyebab kebusukan.
2. Yoghurt
Yoghurt merupakan minuman hasil kerjasama dengan mikroorganisme. Tidak
sembarangan mikroorganisme yang dapat membantu proses pembuatan yogurt, terdapat dua
bakteri utama yang membantu proses fermentasi yogurt diantaranya adalah Streptococcus
thermophilus dan Lactobicillus bulgaricus. Pada dasarnya kerja kedua bakteri ini yaitu
menghasilkan asam laktat sehingga rasa dari yogurt tersebut menjadi asam. Asam laktat ini
dapat membantu menjaga keseimbangan mikroflora pada usus. Tingkat keasaman yang
dihasilkan mampu menghambat bakteri penyebab penyakit yang pada umumnya tidak tahan
terhadap asam. Streptococcus thermophilus merupakan bakteri gram-positif yang bersifat
anaerob. S.thermophilus merupakan bakteri yang paling komersial dari semua bakteri yang
penghasil asam laktat. S.thermophilus banyak digunakan pada pembuatan keju, fermentasi
makanan. S.thermophilus memiliki peran sebagai probiotik, mengurangi gejala intoleransi
laktosa dan gangguan gastrointestinal lainnya. Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri yang
membantu dalam proses fermentasi yoghurt. Bakteri ini pertamakali diidentifikasi oleh
seorang dokter yang bernama Stamen grigorov pada tahun 1905 asal Bulgaria. Bakteri ini
mengubah laktosa menjadi asam laktat. Asam ini sekaligus dapat mengawetkan susu dan
mendegradasi laktosa sehingga orang yang toleran terhadap susu murni dapat mengkonsumsi
yogurt tanpa mendapat masalah kesehatan. Berikut merupakan taksonomi dari kedua jenis
akteri tersebut.
Adapun sistematika dari bakteri Streptococcus thermophilus menurut Schleifer et al.
(1995) dalam thefreedictionary (2007), dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Division
: Firmicutes
Class
: Cocci
Ordo
: Lactobacillales
Famili
: Streptococcaceae
Genus
: Streptococcus
Species
: Streptococcus salivarius
Subspecies
: Streptococcus salivarius Subsp. thermophilus
Adapun sistematika dari bakteri Lactobacillus bulgaricus menurut Weiss et al. (1984)
dalam thefreedictionary (2007), dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Division
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Ordo
: Lactobacillales
Famili
: Lactobacillaceae
Genus
: Lactobacillus
Species
: Lactobacillus delbrueckii
Subspecies
: Lactobacillus delbrueckii Subsp. Bulgaricus
- Proses Pembuatan Yoghurt
a)
Siapkan susu yang sudah dicairkan dengan air matang sebanyak 1 liter lalu
tambahkan susu krim sebanyak 15%.

b)
Masak dengan api kecil sambil diaduk terus selama 30 menit tetapi jangan sampai
mendidih. Hal ini hanya bertujuan untuk menguapkan air sehingga nantinya akan terbentuk
gumpalan atau solid yoghurt.
c)
Jika sudah, solid yoghurt lalu diangkat dan didinginkan kira-kira sampai hangathangat kuku baru kemudian ditambahkan bibit yoghurt sebanyak 2 5% dari jumlah yoghurt
yang sudah mengental tadi. Bibit yoghurt memang tidak dijual di pasaran secara bebas tetapi
dapat anda peroleh disalah satu toko. Atau secara sederhananya kita dapat menggunakan
yogurt yang plain (tanpa rasa tambahan), tanpa gula dan tanpa aroma sebagai bibit yoghurt.
d)
Diamkan selama 24 jam dalam wadah tertutup untuk menghasilkan rasa asam dan
bentuk yang kental .
e)
Semakin tinggi total solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin sedikit, dan
yoghurt yang dihasilkan semakin bagus. Solid yoghurt yang belum diberikan tambahan rasa
ini dapat juga dijadikan bibit yoghurt untuk pembuatan selanjutnya.
f)
Setelah berbentuk yoghurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang tidak kuat
asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan seperti rasa jeruk,
strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di apotek-apotek. Yoghurt dapat disajikan tidak
hanya sebagai minuman, tetapi juga dapat disajikan bersama salad buah sebagai sausnya
ataupun sebagai bahan campuran es buah.
g)
Yoghurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca. Kalaupun
kita ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal, akan tetapi bila ingin
menyimpan yoghurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya menggunakan wadah kaca.
Secara umum tahapan tersebut dapat dilihat pada grafik alir dibawah ini.
- Fermentasi Yoghurt
Fermentasi adalah proses yang berlangsung dalam keadaan anaerob, dimana dalam proses
ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang dikatalisis oleh enzim yang terdapat
dalam membran sel. Pada umumnya pemecahan karbohidrat berlangsung melalui suatu
degradasi dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat. Selain menghasilkan
asam piruvat sebagai produk akhir juga dihasilkan 2 molekul NHDH yang harus dioksidasi.
Tergantung pada tipe mikroorganisemenya asam piruvat (CH3COCOOH) dimetabolismekan
lebih lanjut untuk menghasilkan produk akhir fermentasi. Produk akhir fermentasi tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroba yaitu dengan cara melihat hasil-hasilnya
dari pemecahan glukosa. Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus menghasilkan produk
akhir fermentasi berupa asam laktat sehingga keduanya sering disebut bakteri asam laktat
(lactic acid bacteria). Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus mengurai laktosa (gula susu)
menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih berperan
pada pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada pembentukan
citarasa. Pada mikroba yang menjalankan fermentasi, energi yang dihasilkan sedikit sekali
karena elektron yang terbentuk tidak diubah menjadi energi tetapi ditangkap oleh asam
piruvat sehingga terbentuk asam laktat. Pemecahan asam piruvat menjadi asam laktat sering
disebut fermentasi asam laktat, seperti terlihat pada reaksi di bawah ini:
2.2.2 Penerapan Fermentasi Di Bidang Pertanian
Di bidang pertanian, pemanfaatan fermentasi oleh mikroba sangatlah menguntungkan.
Salah satunya adalah dalam hal pembuatan pupuk bokashi. Bokashi adalah hasil fermentasi
bahan-bahan organik seperti sekam, serbuk gergajian, jerami, kotoran hewan dan lain-lain.
Bahan-bahan tersebut difermentasikan dengan bantuan mikroorganisme aktivator yang
mempercepat proses fermentasi. Teknologi EM yang sudah mulai akrab dengan masyarakat
adalah Effective Microorganisms-4 biasa disingkat EM-4 adalah suatu kultur campuran

beberapa mikroba yang dapat digunakan sebagai inokulan mikroba yang berfungsi sebagai
alat pengendali biologis. Pupuk kompos yang dibuat dengan teknologi EM-4 disebut
Bokashi. Dalam EM terdapat sekitar 80 genus mikroba fermentor. Mikroba ini dipilih yang
dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Secara umum, mikroba
utama yang terdapat dalam EM yaitu Lactobacillus sp., bakteri fotosintetik, Streptomyces sp.,
Actinomycetes, ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan jamur pengurai selulosa, untuk
memfermentasi bahan organik tanah menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar
tanaman.
Lactobacillus sp. memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat
lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Asam laktat ini merupakan bahan
sterilisasi yang dapat menekan mikroba berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik
seperti lignin dan selulosa yang merupakan struktur kompleks karbohidrat dengan cepat.
Bakteri fotosintetik yang dimanfaatkan dalam teknologi EM yaitu Rhodopseudomonas
palustris dan Rhodobacter sphaeroides merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis
senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolisme yang diproduksi
dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk
perkembangbiakan mikroba yang menguntungkan. Streptomycetes sp. menghasilkan
streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan. Ragi
(Saccharomyces cerevisiae) memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara
fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan
pembelahan akar. Ragi ini juga berperan dalam perkembangan atau pembelahan mikroba
menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat. Actinomycetes
mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya
menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya
dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esensial untuk pertumbuhannya. Actinomycetes
juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroba lain. Jamur
fermentasi (Aspergillus dan Penicilium) menguraikan bahan secara cepat untuk menghasilkan
alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan
bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara menghilangkan
penyediaan makanannya. Tiap spesies mikroba mempunyai fungsi masing-masing tetapi yang
terpenting adalah bakteri fotosintetik yang disamping mendukung kegiatan mikroba lainnya,
ia juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan mikroba tersebut.
a. Prinsip Dasar Pembuatan Pupuk Organik (Bokashi)
Semakin bervariasi bahan baku, semakin kecil ukuran bahan, kondisi yang masih segar dan
kering akan membuat kualitas bokashi yang dihasilkan semakin baik. Bahan utama yang
digunakan untuk membuat bokashi disesuaikan dengan kapasitas limbah organic yang ada
pada suatu lokasi tertentu. Misalnya bungkil kelapa, sampah organik di perkotaan, jerami,
kotoran ternak , daun-daunan dll. Untuk meningkatkan kualitas bokashi, di samping bahan
baku utama, perlu ditambahkan bahan-bahan seperti enceng gondok, humus, tepung ikan,
cucian beras pertama, gunanya untuk menetralisir logam-logam berat yang mungkin
terkandung dalam limbah organic yang disediakan.
b. Proses Pembuatan
Disamping bahan baku yang telah dipilih, dalam proses pembuatan bokashi, ada beberapa
faktor penting yang perlu kita ketahui adalah keberadaan dan aktivitas mikroorganisme
sebagai pelaku utama pembuatan bokashi. Proses ini disebut dengan istilah masak dengan
pengertian sebagai berikut :
a. Mikroorganisme ; yaitu dibutuhkan mikroorganisme untuk melakukan fermentasi atau
peragian. Dimana semakin bertambahnya jenis atau jumlah mikroorganisme maka semakin
cepat proses fermentasi dan kualitas bokashi yang dihasilkan semakin bagus.

b. Air ; yaitu dalam pembuatan bokashi dibutuhkan kelembaban yang diperoleh dari air.
Biasanya kelembaban yang dibutuhkan yaitu 30 40 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar
mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Jika kelembaban terlalu rendah atau tinggi
dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.
c. Suhu : Dalam proses fermentasi ini dibutuhkan suhu (temperatur) optimal 30 50 derajat
Celcius (hangat). Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme kurang efektif bekerja. Bila suhu
terlalu rendah, mikroorganisme tidak dapat bekerja. Proses pembuatan bokashi sebaiknya
ditempat yang teduh, terlindung dari sinar matahari dan hujan secara langsung.
d. Angin : Untuk mengatur suhu dan kelembaban proses pembuatan bokashi ini, peranan
angin (udara) sangat diperlukan untuk menetralisir kelembaban dan suhu dengan cara
pembalikan bahan yang sudah difermentasi.
e. Komposisi ; Untuk pembuatan bokashi, bahan bakunya dapat disesuaikan dengan
bahan-bahan yang tersedia disekitar lingkungan kita.
Pembuatan Bokashi Jerami Padi
a. Bahan-bahan untuk ukuran 1000 kg bokashi :
1.
Jerami padi yang telah dihaluskan
=
500 kg
2.
Pupuk kotoran hewan/pupuk kandang
=
300 kg
3.
Dedak halus
=
100 kg
4.
Sekam/Arang Sekam/Arang Kelapa
=
100 kg
5.
Molase/Gula pasir/merah
=
1 liter/250 gr
6.
EM-4
=
1 liter
7.
Air secukupnya
b. Cara Pembuatannya:
Membuat larutan gula dan EM-4
1. Sediakan air dalam ember sebanyak 1 liter
2. Masukan gula putih/merah sebanyak 250 gr kemudian aduk sampai rata
3. Masukan EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam larutan tadi kemudian aduk hingga rata.
Membuat pupuk bokashi

1. Bahan-bahan tadi dicampur (jerami, pupuk kandang, arang sekam dan dedak) dan aduk
sampai merata
2. Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan (campuran bahan organik) secara
merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %
3. Bila adonan dikepal dengan tangan air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas
maka adonan masih tampak menggumpal
4. Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20 cm
5. Kemudian ditutup dengan karung berpori (karung goni) selama 3-4 hari
6. Agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik perhatikan agar suhu tidak
melebihi 500 C, bila suhunya lebih dari 500 C turunkan suhunya dengan cara membolak
balik
7. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses
pembusukan
8. Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk
organik.
Penambahan EM-4 dalam proses dekomposisi bahan organik yang terdapat di tanah
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses dekomposisi yang terjadi secara
alami di alam maupun teknik pembuatan kompos tradisional yang selama ini dilakukan
petani. Pupuk kompos yang dibuat dengan teknik EM-4 (Bokashi) dapat memperbaiki sifat
biologis, fisik dan kimia tanah, meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan
produksi, memfermentasi bahan organik tanah dan mempercepat proses dekomposisi,
menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian berwawasan lingkungan, serta
meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah.

You might also like