You are on page 1of 7

Nama : Fikih Diah Kusumasari

NIM

: 22020111130098

Ruang : ICU RSUD Kraton Pekalongan

1. Hal-hal yang perlu dikaji


a. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi
pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
e) Sianosis
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
a) Muntahan
b) Perdarahan
c) Gigi lepas atau hilang
d) Gigi palsu
e) Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.

5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
a) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
b) Chin lift/jaw thrust
c) Lakukan suction (jika tersedia)
d) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
e) Lakukan intubasi
Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan breathing menggunakan teknik L
(look), L (listen) dan F (feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo waktu
yang singkat (lihat materi pengkajian ABC).
b. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema,

perkusi

berguna

untuk

diagnosis

haemothorax

dan

pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.

5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan


6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.
Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-tanda gangguan pernafasan
dengan metode LLF dan telah dilakukan pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada
pernafasan.
c. Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain
yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac
tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola
dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya

b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)


c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Gangguan sirkulasi dikaji dengan meraba arteri besar seperti arteri femoralis dan
arteri karotis. Perabaan arteri karotis sering dipakai untuk mengkaji secara cepat. Juga
melihat tanda-tanda lain seperti kulit pucat, dingin dan CRT (capillary refill time) > 2
detik. Gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung. Henti
jantung mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan terhenti dan menyebabkan
kematian dengan segera.
Henti jantung ditandai dengan :
1) Hilang kesadaran
2) Apneu atau gasping
3) Sianosis dan pucat
4) Tidak ada pulse (pada karotis atau femoralis)
5) Dilatasi pupil (bila henti sirkulasi > 1 menit

2. Penatalaksanan
a. Airway
1) Tanpa Alat
a) Membuka jalan nafas dengan metode
- Head Tilt (dorong kepala ke belakang)
- Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)
- Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)
Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dan kepala hanya
dilakukan Jaw Thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
b) Membersihkan jalan nafas
- Finger Sweep (sapuan jari)

Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam
rongga mulut belakang atau hipofaring (gumpalan darah, muntahan, benda
asing lainnya) dan hembusan napas hilang.
- Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen)
- Chest Thrust (Pijatan Dada)
- Back Blow (Tepukan Pada Punggung)
2) Dengan Alat
a) Pemasangan Pipa (Tube)
- Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa
orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan
pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan
napas terutama pada pasien-pasien tidak sadar.
- Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik,
dilakukan pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube).
Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan.
b) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)
- Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan
penghisapan (suctioning). Penghisapan dilakukan dengan menggunakan
alat bantu pengisap (penghisap manual portabel, pengisap dengan sumber
listrik).
- Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas: Bila pasien tidak
sadar dan terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tidak
mungkin diambil dengan sapuan jari, maka digunakan alat bantuan berupa
laringoskop, alat penghisap (suction) dan alat penjepit (forceps)
c) Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi
- Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin dilakukan, maka dipilih
tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih
dan trampil, dapat dilakukan krikotirotomi dengan pisau .
b. Breathing
1) Tanpa Alat

Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung
sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan diselingi ekshalasi.
2) Dengan Alat
a) Memberikan pernafasan buatan dengan alat Ambu Bag (self inflating bag).
Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat
pula diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik.
b) Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen dengan menggunakan masker,
pipa bersayap, balon otomatis (self inflating bag dan valve device) atau
ventilator mekanik
c. Circulation
Tindakan untuk mengembalikan sirkulasi darah dilakukan dengan eksternal chest
compression (pijat jantung) untuk mengadakan sirkulasi sistemik dan paru. Sirkulasi
buatan (artificial circulation) dapat dihasilkan dengan intermitten chest compression.
Eksternal chest compression menekan sternum ke bawah sehingga jantung tertekan
antara sternum dan vertebrae menimbulkan heart pump mechanism, dampaknya
jantung memompa darah ke sirkulasi dan pada saat tekanan dilepas jantung melebar
sehingga darah masuk ke jantung.

3. Diagnosa yang muncul


a. Ineffective airway clearance (bersihan jalan nafas tidak efektif)
b. Risk for aspiration (risiko aspirasi)
c. Ineffetive breathing pattern (pola nafas tidak efektif)
d. Impaired gas exchange (gangguan pertukaran gas)
e. Risk for suffocation
f. Impaired spontaneous ventilation (gangguan ventilasi spontan)
g. Dysfungsional ventilatory weaning response
a. Airway
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Resiko aspirasi
b. Breathing
1) Pola nafas tidak efektif

2) Gangguan pertukaran gas


c. Circulation
1) Resiko infeksi
2) Gangguan ventilasi spontan
4. Contoh kasus
Ny.S datang ke rumah sakit Panti Wilasa Citarum pada tanggal 4 Juli 2011, pasien masuk
melalui IGD dengan keluhan mual, muntah, tidak bisa makan 2 hari. Dengan kondisi
pasien yang lemah, kemudian Ny. S dirawat di ICU. Pasien terpasang ventilator setting
spontan dan terpasang DC ukuran 16. Pasien terpasang ETT sehingga menyebabkan
pasien tidak bisa berbicara.
a. Airway
DS : DO : Terdapat bunyi stidor, batuk efektif, sputum : banyak, warna putih keruh, tidak
kental, RR 31x/mnt, HR 100x/mnt, Saturasi O2 96.3%,
Masalah keperawatan : bersihan jalan napas tidak efektif
b. Breathing
DS : DO : Pasien terpasang ventilator setting spontan, FiO2 40 %, Presure support 7, peak
flow/peep 6, dispnea, perubahan irama dan frekuensi pernapasan, pH 7,487,
PCO227,1 mmHg, PO2 134,3 mmHg, Saturasi O2 96.3%, HR 100x/mnt, RR 31x/mnt,
Tipe pernapasan : perut dengan menggunakan ventilator
Masalah keperawatan : gangguan pertukaran gas
c. Circulation
DS : DO : pasien sudah terpasang DC,terpasang infuse RL 20 tpm, TD 140/77 mmHg,
suhu 38,9 C
Masalah keperawatan : resiko infeksi

You might also like