You are on page 1of 16

9

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia,
termasuk dalam investasi asing atau penanaman modal asing. Liberalisasi
dibidang penanaman modal asing mengalir seperti air mengikuti arus membidik
atau mencari daerah sasaran yang paling menguntungkan. Globalisasi ekonomi
dunia telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara
menjadi tanpa batas (boarderless). 1
Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus
informasi begitu cepat sampai di tangan masyarakat. Jadi tidaklah mengherankan,
jika berbagai pihak khususnya di kalangan pebisnis berlomba memburu informasi,
sebab siapa yang mampu menguasai informasi dengan cepat, maka dialah yang
terdepan. Demikian juga halnya dengan arus transportasi dari satu negara ke
negara lain dapat begitu cepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini semua
tentu berkat dukungan teknologi yang terus digunakan dan dikembangkan oleh
para ahlinya. Dengan semakin dekatnya batas negara antara satu negara dengan
negara lain peluang untuk berinvestasi, terlebih lagi hampir semua negara dewasa
ini sudah membuka diri bagi investor asing sangat terbuka luas. Oleh karena itu,
tidaklah

berlebihan

jika

pakar

ekonomi

Dorodjatun

Kuntjoro-Jakti

mengemukakan:
Meningkatnya perekonomian di banyak negara ini, sebagai akibatnya
adalah interdepedensi pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan
ekonomi yang semakin tinggi di dunia, yang terlihat bukan hanya pada
1

Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal Indonesia dalam Menghadapi Era


Global, Pustaka Jaya, Jakarta, 1998, hal 1.

Universitas Sumatera Utara

10
arus peningkatan barang tapi juga pada arus jasa serta arus uang dan
modal. Pada gilirannya arus investasi di dunia semakin mengikuti
perkembangan keterbukaan ini, sehingga dewasa ini peningkayan arus
investasi itulah yang memacu arus perdagangan di dunia. 2
Untuk itu, cukup beralasan jika setiap negara saling bersaing untuk
menarik calon investor khususnya investor asing (Foreign Direct Investment/FDI)
untuk menanamkan modal di negaranya. Dalam suasana seperti ini peluang yang
begitu terbuka di era globalisasi agaknya perlu disikapi secara positif. Namun
apapun alasannya, terjadinya globalisasi dalam berbagai hal termasuk dalam
penanaman modal suatu hal yang sulit dihindari. Satu hal yang pasti bahwa
transformasi, penetrasi, modernisasi dan investasi merupakan bagian dari banyak
hal yang akan memberi ciri sebuah dunia global yang tidak lagi mengenal batasbatas teritorial. Dalam suasana seperti ini penting untuk disadari bahwa memasuki
arena pasar global, tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi
terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing. 3
Kehadiran investor asing dalam suatu negara yang berdaulat memang
dapat menimbulkan berbagai pendapat dengan argumentasi masing-masing.
Pendapat tersebut antara lain ada yang mengemukakan, kehadiran investor asing
dapat mengancam industri dalam negeri sendiri dan bahkan mungkin mengancam
kedaulatan negara. Permasalahan semacam ini, bukannya tidak disadari oleh
negara penerima modal (host country). Perhatikan misalnya apa yang
dikemukakan oleh B. Napitupulu :
kebijakan Pemerintah RI dalam menghadapi modal asing menunjukkan
suatu keinginan untuk memberikan proporsi yang wajar sebagai potensi

Yanto Bashri (ed), Mau Kemana Pembangunan Ekonomi Indonesia. Prisma


Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Jakarta: Predna Media, 2003, hal. 12-13.
3
Freddy Roeroe, dkk., Batam Komitmen Setengah Hati. Jakarta: Aksara Karunia, 2003,
hal. 108.

Universitas Sumatera Utara

11
ekonomi negara-negara asing melalui sistem seleksi dan pengarahan yang
adequate dengan kedaulatan tungal yang dimiliki. 4
Pendapat senada diungkapkan oleh Rusdin :
Salah satu kritik terhadap globalisasi adalah meningkatnya
ketergantungan antara ekonomi global, kekuatan ekonomi yang
menggantikan dominasi pemerintah dan memfokuskan kearah organisasi
perdagangan bebas (WTO). Ketika dunia ini menjadi satu pasar berakibat
pada semakin kuatnya interdepedensi atau ketergantungan antara satu
negara dengan negara lainnya yang sama-sama mempunyai kedaulatan
nasional. Jadi, yang sebenarnya terjadi bukanlah satu negara tergantung
pada negara lainnya melainkan suatu situasi dan kondisi di mana
semuanya saling memerlukan untuk mempertahankan keseimbangan
politis, ekonomis dan tentu pula dalam rangka pemenuhan kepentingan
masing-masing negara. 5
Penanaman modal berkembang sejalan dengan kebutuhan suatu negara
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakatnya. Selain itu kegiatan penanaman modal juga
terjadi sebagai konsekuensi dari berkembangnya kegiatan ekonomi dan
perdagangan. 6 Penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan penting bagi
suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi, namun juga
merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri.
Setelah menanti cukup lama akhirnya ketentuan investasi yang selama
empat puluh tahun diatur dalam dua undang-undang yakni pertama, UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan yang
kedua, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Undang-undang penanaman modal

B. Napitupulu, Joint Ventures di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1975, hal. 30.


Rusdin, Bisnis Internasional dalam Pendekatan Praktik. Jilid 1. Bandung: Alfabeta,
2002, hal. 34.
6
Ibid, hal 5
5

Universitas Sumatera Utara

12
dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007.
Hal yang menarik dalam UUPM adalah dicantumkannya sejumlah asas
yang menjiwai norma yang ada dalam undang-undang penanaman modal.
Tampaknya pembentuk undang-undang berupaya untuk menangkap nilai-nilai
yang hidup dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional maupun
di dunia internasional. Artinya dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
forum internasional, maka berbagai nilai yang dianggap telah menjadi norma
universal diakomodasikan ke dalam hukum nasional, satu diantaranya adalah
akuntabilitas. 7
Akuntabilitas

sebagai

salah

satu

prinsip

good

corporate

governance berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan


hasil yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam
pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Prinsip akuntabilitas
digunakan untuk menciptakan sistem kontrol yang efektif berdasarkan distribusi
kekuasaan pemegang saham, direksi dan komisaris.
Prinsip akuntabilitas menuntut 2 (dua) hal, yaitu : 1) kemampuan
menjawab dan 2) konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang bermula dari
responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk
menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber
daya telah digunakan dan apa yang telah tercapai dengan menggunakan sumber
daya tersebut.

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi. Bandung: Nuansa Aulia, 2007, hal. 202.

Universitas Sumatera Utara

13
Makna atau pengertian akuntabilitas dilihat dari aspek manajemen
pemerintah adalah sebagai berikut :
Menurut Mardiasmo, mengemukakan bahwa :
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. 8
Sedangkan menurut Tim Studi Akuntansi Keuangan Pemerintah BPKP
seperti yang dikutip Rosjidi, makna akuntabilitas adalah sebagai berikut :
Akuntabilitas
adalah
perwujudan
kewajiban-kewajiban
untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan atas pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik. 9
Kewajiban-kewajiban dimaksud, terutama dengan aktivitas birokrasi
dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi atas hak-haknya yang telah
dipungut langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. Hal ini berarti
menyangkut kelayakan atau ketidaklayakan keberhasilan atau kegagalan kinerja di
bidang pelayanan publik yang merupakan aktivitas utama. Karena itu, perlu
pertanggungjawaban melalui media yang disusun berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak internal ataupun eksternal
(publik) sebagai keharusan hukum bukan semata-mata karena kesukarelaan.
Aspek yang terkandung dalam pengertian akuntabilitas adalah bahwa
publik mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pihak yang mereka beri kepercayaan. Media pertanggungjawaban dalam konsep
akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi

Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta : Andi, 2002, hal. 20.


Rosjidi, Akuntansi Sektor Publik Pemerintah. Kerangka, Standar dan Metode,
Puslitbangwas BPKP, 2001, hal. 144.
9

Universitas Sumatera Utara

14
mencakup juga praktek-praktek kemudahan si pemberi mandat mendapatkan
informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan.
Dengan demikian, akuntabilitas akan tumbuh subur pada lingkungan yang
mengutamakan keterbukaan sebagai landasan penting dan dalam suasana yang
transparan dan demokrasi serta kebebasan dalam mengemukakan pendapat.
Akuntabilitas sebagai salah satu prasyarat dari penyelenggaraan negara
yang baru, didasarkan pada konsep organisasi dalam manajemen, yang
menyangkut :
1. Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of control) organisasi.
2. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable) pada level manajemen
atau tingkat kekuasaan tertentu.
Pengendalian sebagai bagian penting dari masyarakat yang baik saling
menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa
pengendalian tidak dapat berjalan dengan efesien dan efektif bila tidak ditunjang
dengan mekanisme akuntabilitas yang baik, demikian pula sebaliknya.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan
perwujudan

kewajiban

seseorang

atau

unit

organisasi

untuk

mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan


pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik.
Sumber daya ini merupakan masukan bagi individu maupun unit organisasi yang
seharusnya dapat diukur dan diidentifikasikan secara jelas.
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari karyawan

Universitas Sumatera Utara

15
organisasi sehingga tercapai kelancaran dan keterpautan dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
Kebijakan liberalisasi perdagangan (dan investasi) juga dilihat sebagai
cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Peningkatan daya saing suatu
ekonomi bisa dilakukan melalui berbagai cara. Ada pemikiran yang mengatakan
bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi
masing-masing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat
perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi
strategis (strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak
dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai
bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara
(ekonomi) untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan
penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/
FTA) seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di
antara pesertanya. 10
Di lain pihak, dengan semakin terbukanya arus komunikasi maka
hubungan antarnegara pun semakin dipererat melalui perjanjian internasional,
baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United
Nations, World Bank yang melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan
langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selain
itu bisa juga terjadi, para pemimpin negara tersebut melahirkan berbagai
kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu
10

Hadi Susastro, Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi,


Regionalisasi dan Semua Itu. CSIS Working Papers Series, Jakarta: 2004, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

16
perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade
terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih
dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko) pada
tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang
bisnis yakni dengan munculnya era liberalisasi perdagangan atau era perdagangan
bebas (free trade).
Akibat yang muncul dari adanya era liberalisasi perdagangan adalah para
pemilik modal akan mendapatkan berbagai kemudahan atau minimal tidak ada
lagi perbedaan perlakuan sesama pebisnis yang berada di bawah payung anggota
WTO dalam menjalankan bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki oleh
pebisnis tersebut. Untuk itu, berbagai negara pun mencoba menangkap peluang ini
dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif khususnya di bidang investasi di
negaranya secara sungguh-sungguh. Langkah yang ditempuh dalam menciptakan
kondisi investasi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang
lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Dengan cara ini, diharapkan ada
standar minimum yang dapat dijadikan pegangan bahwa ketentuan investasi di
negara tersebut

mempunyai kualifikasi internasional. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh C.F.G. Sunaryati Hartono, sebagai akibat globalisasi dan


peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturanperaturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke
dalam perundang-undangan nasional. Terutama kaedah-kaedah hukum yang
bersifat transnasional, lebih cepat akan diterima sebagai Hukum Nasional, karena

Universitas Sumatera Utara

17
kaedah-kaedah hukum transnasional itu merupakan aturan permainan dalam
komunikasi dan perekonomian internasional dan global. 11
Begitu juga halnya dengan undang-undang penanaman modal, dimana
konsep akuntabilitas secara global pada prinsipnya telah dilaksanakan secara
bertahap dalam lingkungan pemerintahan. Dukungan peraturan-peraturan yang
berhubungan langsung dengan keharusan penerapan akuntabilitas di setiap
instansi pemerintah menunjukan keseriusan pemerintah dalam upaya melakukan
reformasi birokrasi. Namun demikian, masih terdapat beberapa hambatan dalam
implementasi akuntabilitas seperti masih rendahnya kesejahteraan pegawai, faktor
budaya, dan lemahnya penerapan hukum di Indonesia. 12
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk Skripsi dengan judul Aspek Globalisasi Prinsip Akuntabilitas
dalam Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

B. Perumusan Masalah
Permasalahan merupakan kenyataan yang dihadapi dalam proses penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka
akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal yang diluar
permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:


1. Bagaimana penerapan prinsip akuntabilitas menurut Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?
2. Bagaimana pelaksanaan prinsip akuntabilitas dalam penanaman modal
kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas?
11

C.F.G. Sunaryati Hartono, Sistem Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.
Bandung: Alumni, 1991, hal. 74.
12
R.A. Supriyono, Akuntansi Biaya : Perncanaan dan Pengendalian Biaya serta
Pembuatan Keputusan, Edisi 2. Yogyakarta: Penerbit FE-UGM, 2001, hal. 83.

Universitas Sumatera Utara

18
3. Bagaimana aspek globalisasi prinsip akuntabilitas dalam kegiatan penanaman
modal di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui penerapan prinsip akuntabilitas menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip akuntabilitas dalam penanaman
modal kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
c. Untuk mengetahui aspek globalisasi prinsip akuntabilitas dalam
kegiatan penanaman modal di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah :
a. Secara Teoretis
Penulisan skripsi ini diharapkan berguna untuk mengembangkan
khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya di bidang hukum
perdata BW.
b. Secara Praktis
1) Agar masyarakat mengetahui tentang prinsip akuntabilitas dalam
penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007.

Universitas Sumatera Utara

19
2) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan pengetahuan tentang aspek globalisasi prinsip akuntabilitas
dalam penanaman modal di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah aspek globalisasi prinsip akuntabilitas
dalam penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama
sehingga tulisan ini asli atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan
mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan
Akuntabilitas sebagai salah satu asas dalam penanaman
mengandung

pengertian

bahwa

setiap

kegiatan

dan

hasil

akhir

modal
dari

penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada


masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13
Accountability menurut Oxford Advance Learner's Dictionary 14 adalah
required or expected to give an explanation for one's action. Sementara menurut
Kamus Inggris Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadly, 15
accountability adalah keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan dapat
13
14

Pasal 3 ayat (1) UUPM beserta penjelasannya.


Manser, Martin H, Oxford Advance Learner's Dictionary, Oxford University Press,

1989.
15

John M. Echols dan Hassan Shadly, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, IndonesiaInggris, PT Gramedia Jakarta, cetakan XIV, 1986.

Universitas Sumatera Utara

20
dimintai pertanggungjawaban. Dapat dipahami bahwa dalam akuntabilitas
terkandung kewajiban seseorang atau organisasi untuk menyajikan dan
melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di bidang administrasi
keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasan. Dalam hal ini terminologi
akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian
tujuan.
Akuntabilitas ditujukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang
mana, dan bagaimana. Dengan demikian pertanyaan yang memerlukan jawaban
tersebut antara lain : apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa
pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban
diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan
dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan
kewenangan dan sebagainya. Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum
memadai, oleh karena itu harus diikuti dengan jiwa intrepreneurship pada pihakpihak yang melaksanakan akuntabilitas.
Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan
accoutability yang diartikan sebagai yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun
demikian pengertian accountable tidak dapat disamakan dengan responsibilitas
walaupun seringkali diartikan sama, padahal maknanya jelas sangat berbeda.
Beberapa

ahli

menjelaskan

bahwa

dalam

kaitannya

dengan

birokrasi,

responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

21
suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk
menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. 16
Akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut
dua hal yaitu :
1. kemampuan menjawab (answerability), dan
2. konsekuensi (consequences).
Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah
berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik
setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka
menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan
apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Miriam

Budiardjo

mendefinisikan

akuntabilitas

sebagai

pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka


yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan
kondisi saling mengawasi (check and balance system). Lembaga pemerintahan
yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya),
yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). 17

F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan

16

Abdul Halim, Dasar-dasar Akuntabilitas, Edisi 4, FE-UGM, Yogyakarta, 2001, hal 12.
Miriam Budiardjo, Peran Akuntabilitas dalam Pemerintahan. Yogyakarta: Penerbit
Graha Ilmu, 2004, hal. 64.
17

Universitas Sumatera Utara

22
Dalam penulisan Skripsi ini, agar tujuan lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan, dipergunakan metode penelitian hukum normatif
atau penelitian yuridis normatif.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui penelitian
kepustakaan (library research) 18
3. Data dan Sumber Data
Sebagaimana umumnya penelitian hukum normatif, maka dalam penelitian
ini sebagai data primer diperoleh dari bahan-bahan hukum baik yang
berasal dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a. bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan;
b. bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel, koran, dan majalah
serta bahan hukum tertier, seperti kamus yang relevan dengan skripsi
ini
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut diatas dianalisis
secara kualitatif, ini ditujukan untuk mengungkapkan secara mendalam
tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara
komprehensif untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah
dirumuskan dalam skripsi ini.

18

Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004,

hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

23
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dimana tiap-tiap bab terbagi atas
beberapa sub-sub bab, dan untuk mempermudah dalam memaparkan materi dalam
skripsi ini, dapat digambarkan sebagai berikut, yaitu :
BAB I

Pendahuluan, dimana bab ini merupakan gambaran umum yang


berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penulisan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

Tinjauan Umum tentang Akuntabilitas dan Globalisasi. Dimana


dalam bab ini berisi tentang pengertian akuntabilitas, bentukbentuk akuntabilitas, prinsip-prinsip akuntabilitas di Indonesia,
pengertian globalisasi, dan prinsip-prinsip globalisasi hukum dan
bisnis.

BAB III

Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2007. Bab ini berisikan tentang pengertian penanaman modal, asasasas penanaman

modal, tujuan penanaman modal, perlakuan

terhadap penanaman modal, hak, kewajiban dan tanggung jawab


penanam modal dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal.
BAB IV

Aspek Globalisasi Prinsip Akuntabilitas dalam Penanaman Modal.


Bab ini berisi tentang bagaimana penerapan prinsip akuntabilitas
menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang

Penanaman Modal, bagaimana pelaksanaan prinsip akuntabilitas


dalam penanaman modal kaitannya dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan bagaimana

Universitas Sumatera Utara

24
aspek globalisasi prinsip akuntabilitas dalam kegiatan penanaman
modal di Indonesia.
BAB V

: Penutup. Merupakan bab yang berisikan kesimpulan dari seluruh


rangkaian bab-bab sebelumnya, yang dilengkapi dengan saransaran.

Universitas Sumatera Utara

You might also like