Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia,
termasuk dalam investasi asing atau penanaman modal asing. Liberalisasi
dibidang penanaman modal asing mengalir seperti air mengikuti arus membidik
atau mencari daerah sasaran yang paling menguntungkan. Globalisasi ekonomi
dunia telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara
menjadi tanpa batas (boarderless). 1
Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus
informasi begitu cepat sampai di tangan masyarakat. Jadi tidaklah mengherankan,
jika berbagai pihak khususnya di kalangan pebisnis berlomba memburu informasi,
sebab siapa yang mampu menguasai informasi dengan cepat, maka dialah yang
terdepan. Demikian juga halnya dengan arus transportasi dari satu negara ke
negara lain dapat begitu cepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini semua
tentu berkat dukungan teknologi yang terus digunakan dan dikembangkan oleh
para ahlinya. Dengan semakin dekatnya batas negara antara satu negara dengan
negara lain peluang untuk berinvestasi, terlebih lagi hampir semua negara dewasa
ini sudah membuka diri bagi investor asing sangat terbuka luas. Oleh karena itu,
tidaklah
berlebihan
jika
pakar
ekonomi
Dorodjatun
Kuntjoro-Jakti
mengemukakan:
Meningkatnya perekonomian di banyak negara ini, sebagai akibatnya
adalah interdepedensi pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan
ekonomi yang semakin tinggi di dunia, yang terlihat bukan hanya pada
1
10
arus peningkatan barang tapi juga pada arus jasa serta arus uang dan
modal. Pada gilirannya arus investasi di dunia semakin mengikuti
perkembangan keterbukaan ini, sehingga dewasa ini peningkayan arus
investasi itulah yang memacu arus perdagangan di dunia. 2
Untuk itu, cukup beralasan jika setiap negara saling bersaing untuk
menarik calon investor khususnya investor asing (Foreign Direct Investment/FDI)
untuk menanamkan modal di negaranya. Dalam suasana seperti ini peluang yang
begitu terbuka di era globalisasi agaknya perlu disikapi secara positif. Namun
apapun alasannya, terjadinya globalisasi dalam berbagai hal termasuk dalam
penanaman modal suatu hal yang sulit dihindari. Satu hal yang pasti bahwa
transformasi, penetrasi, modernisasi dan investasi merupakan bagian dari banyak
hal yang akan memberi ciri sebuah dunia global yang tidak lagi mengenal batasbatas teritorial. Dalam suasana seperti ini penting untuk disadari bahwa memasuki
arena pasar global, tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi
terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing. 3
Kehadiran investor asing dalam suatu negara yang berdaulat memang
dapat menimbulkan berbagai pendapat dengan argumentasi masing-masing.
Pendapat tersebut antara lain ada yang mengemukakan, kehadiran investor asing
dapat mengancam industri dalam negeri sendiri dan bahkan mungkin mengancam
kedaulatan negara. Permasalahan semacam ini, bukannya tidak disadari oleh
negara penerima modal (host country). Perhatikan misalnya apa yang
dikemukakan oleh B. Napitupulu :
kebijakan Pemerintah RI dalam menghadapi modal asing menunjukkan
suatu keinginan untuk memberikan proporsi yang wajar sebagai potensi
11
ekonomi negara-negara asing melalui sistem seleksi dan pengarahan yang
adequate dengan kedaulatan tungal yang dimiliki. 4
Pendapat senada diungkapkan oleh Rusdin :
Salah satu kritik terhadap globalisasi adalah meningkatnya
ketergantungan antara ekonomi global, kekuatan ekonomi yang
menggantikan dominasi pemerintah dan memfokuskan kearah organisasi
perdagangan bebas (WTO). Ketika dunia ini menjadi satu pasar berakibat
pada semakin kuatnya interdepedensi atau ketergantungan antara satu
negara dengan negara lainnya yang sama-sama mempunyai kedaulatan
nasional. Jadi, yang sebenarnya terjadi bukanlah satu negara tergantung
pada negara lainnya melainkan suatu situasi dan kondisi di mana
semuanya saling memerlukan untuk mempertahankan keseimbangan
politis, ekonomis dan tentu pula dalam rangka pemenuhan kepentingan
masing-masing negara. 5
Penanaman modal berkembang sejalan dengan kebutuhan suatu negara
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakatnya. Selain itu kegiatan penanaman modal juga
terjadi sebagai konsekuensi dari berkembangnya kegiatan ekonomi dan
perdagangan. 6 Penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan penting bagi
suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi, namun juga
merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri.
Setelah menanti cukup lama akhirnya ketentuan investasi yang selama
empat puluh tahun diatur dalam dua undang-undang yakni pertama, UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan yang
kedua, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Undang-undang penanaman modal
12
dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007.
Hal yang menarik dalam UUPM adalah dicantumkannya sejumlah asas
yang menjiwai norma yang ada dalam undang-undang penanaman modal.
Tampaknya pembentuk undang-undang berupaya untuk menangkap nilai-nilai
yang hidup dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional maupun
di dunia internasional. Artinya dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
forum internasional, maka berbagai nilai yang dianggap telah menjadi norma
universal diakomodasikan ke dalam hukum nasional, satu diantaranya adalah
akuntabilitas. 7
Akuntabilitas
sebagai
salah
satu
prinsip
good
corporate
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi. Bandung: Nuansa Aulia, 2007, hal. 202.
13
Makna atau pengertian akuntabilitas dilihat dari aspek manajemen
pemerintah adalah sebagai berikut :
Menurut Mardiasmo, mengemukakan bahwa :
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. 8
Sedangkan menurut Tim Studi Akuntansi Keuangan Pemerintah BPKP
seperti yang dikutip Rosjidi, makna akuntabilitas adalah sebagai berikut :
Akuntabilitas
adalah
perwujudan
kewajiban-kewajiban
untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan atas pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik. 9
Kewajiban-kewajiban dimaksud, terutama dengan aktivitas birokrasi
dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi atas hak-haknya yang telah
dipungut langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. Hal ini berarti
menyangkut kelayakan atau ketidaklayakan keberhasilan atau kegagalan kinerja di
bidang pelayanan publik yang merupakan aktivitas utama. Karena itu, perlu
pertanggungjawaban melalui media yang disusun berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak internal ataupun eksternal
(publik) sebagai keharusan hukum bukan semata-mata karena kesukarelaan.
Aspek yang terkandung dalam pengertian akuntabilitas adalah bahwa
publik mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pihak yang mereka beri kepercayaan. Media pertanggungjawaban dalam konsep
akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi
14
mencakup juga praktek-praktek kemudahan si pemberi mandat mendapatkan
informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan.
Dengan demikian, akuntabilitas akan tumbuh subur pada lingkungan yang
mengutamakan keterbukaan sebagai landasan penting dan dalam suasana yang
transparan dan demokrasi serta kebebasan dalam mengemukakan pendapat.
Akuntabilitas sebagai salah satu prasyarat dari penyelenggaraan negara
yang baru, didasarkan pada konsep organisasi dalam manajemen, yang
menyangkut :
1. Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of control) organisasi.
2. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable) pada level manajemen
atau tingkat kekuasaan tertentu.
Pengendalian sebagai bagian penting dari masyarakat yang baik saling
menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa
pengendalian tidak dapat berjalan dengan efesien dan efektif bila tidak ditunjang
dengan mekanisme akuntabilitas yang baik, demikian pula sebaliknya.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan
perwujudan
kewajiban
seseorang
atau
unit
organisasi
untuk
15
organisasi sehingga tercapai kelancaran dan keterpautan dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
Kebijakan liberalisasi perdagangan (dan investasi) juga dilihat sebagai
cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Peningkatan daya saing suatu
ekonomi bisa dilakukan melalui berbagai cara. Ada pemikiran yang mengatakan
bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi
masing-masing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat
perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi
strategis (strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak
dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai
bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara
(ekonomi) untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan
penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/
FTA) seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di
antara pesertanya. 10
Di lain pihak, dengan semakin terbukanya arus komunikasi maka
hubungan antarnegara pun semakin dipererat melalui perjanjian internasional,
baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United
Nations, World Bank yang melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan
langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selain
itu bisa juga terjadi, para pemimpin negara tersebut melahirkan berbagai
kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu
10
16
perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade
terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih
dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko) pada
tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang
bisnis yakni dengan munculnya era liberalisasi perdagangan atau era perdagangan
bebas (free trade).
Akibat yang muncul dari adanya era liberalisasi perdagangan adalah para
pemilik modal akan mendapatkan berbagai kemudahan atau minimal tidak ada
lagi perbedaan perlakuan sesama pebisnis yang berada di bawah payung anggota
WTO dalam menjalankan bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki oleh
pebisnis tersebut. Untuk itu, berbagai negara pun mencoba menangkap peluang ini
dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif khususnya di bidang investasi di
negaranya secara sungguh-sungguh. Langkah yang ditempuh dalam menciptakan
kondisi investasi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang
lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Dengan cara ini, diharapkan ada
standar minimum yang dapat dijadikan pegangan bahwa ketentuan investasi di
negara tersebut
17
kaedah-kaedah hukum transnasional itu merupakan aturan permainan dalam
komunikasi dan perekonomian internasional dan global. 11
Begitu juga halnya dengan undang-undang penanaman modal, dimana
konsep akuntabilitas secara global pada prinsipnya telah dilaksanakan secara
bertahap dalam lingkungan pemerintahan. Dukungan peraturan-peraturan yang
berhubungan langsung dengan keharusan penerapan akuntabilitas di setiap
instansi pemerintah menunjukan keseriusan pemerintah dalam upaya melakukan
reformasi birokrasi. Namun demikian, masih terdapat beberapa hambatan dalam
implementasi akuntabilitas seperti masih rendahnya kesejahteraan pegawai, faktor
budaya, dan lemahnya penerapan hukum di Indonesia. 12
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk Skripsi dengan judul Aspek Globalisasi Prinsip Akuntabilitas
dalam Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan merupakan kenyataan yang dihadapi dalam proses penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka
akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal yang diluar
permasalahan.
C.F.G. Sunaryati Hartono, Sistem Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.
Bandung: Alumni, 1991, hal. 74.
12
R.A. Supriyono, Akuntansi Biaya : Perncanaan dan Pengendalian Biaya serta
Pembuatan Keputusan, Edisi 2. Yogyakarta: Penerbit FE-UGM, 2001, hal. 83.
18
3. Bagaimana aspek globalisasi prinsip akuntabilitas dalam kegiatan penanaman
modal di Indonesia?
19
2) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan pengetahuan tentang aspek globalisasi prinsip akuntabilitas
dalam penanaman modal di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah aspek globalisasi prinsip akuntabilitas
dalam penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama
sehingga tulisan ini asli atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan
mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Akuntabilitas sebagai salah satu asas dalam penanaman
mengandung
pengertian
bahwa
setiap
kegiatan
dan
hasil
akhir
modal
dari
1989.
15
John M. Echols dan Hassan Shadly, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, IndonesiaInggris, PT Gramedia Jakarta, cetakan XIV, 1986.
20
dimintai pertanggungjawaban. Dapat dipahami bahwa dalam akuntabilitas
terkandung kewajiban seseorang atau organisasi untuk menyajikan dan
melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di bidang administrasi
keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasan. Dalam hal ini terminologi
akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian
tujuan.
Akuntabilitas ditujukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang
mana, dan bagaimana. Dengan demikian pertanyaan yang memerlukan jawaban
tersebut antara lain : apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa
pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban
diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan
dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan
kewenangan dan sebagainya. Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum
memadai, oleh karena itu harus diikuti dengan jiwa intrepreneurship pada pihakpihak yang melaksanakan akuntabilitas.
Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan
accoutability yang diartikan sebagai yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun
demikian pengertian accountable tidak dapat disamakan dengan responsibilitas
walaupun seringkali diartikan sama, padahal maknanya jelas sangat berbeda.
Beberapa
ahli
menjelaskan
bahwa
dalam
kaitannya
dengan
birokrasi,
21
suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk
menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. 16
Akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut
dua hal yaitu :
1. kemampuan menjawab (answerability), dan
2. konsekuensi (consequences).
Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah
berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik
setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka
menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan
apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Miriam
Budiardjo
mendefinisikan
akuntabilitas
sebagai
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
16
Abdul Halim, Dasar-dasar Akuntabilitas, Edisi 4, FE-UGM, Yogyakarta, 2001, hal 12.
Miriam Budiardjo, Peran Akuntabilitas dalam Pemerintahan. Yogyakarta: Penerbit
Graha Ilmu, 2004, hal. 64.
17
22
Dalam penulisan Skripsi ini, agar tujuan lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan, dipergunakan metode penelitian hukum normatif
atau penelitian yuridis normatif.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui penelitian
kepustakaan (library research) 18
3. Data dan Sumber Data
Sebagaimana umumnya penelitian hukum normatif, maka dalam penelitian
ini sebagai data primer diperoleh dari bahan-bahan hukum baik yang
berasal dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a. bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan;
b. bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel, koran, dan majalah
serta bahan hukum tertier, seperti kamus yang relevan dengan skripsi
ini
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut diatas dianalisis
secara kualitatif, ini ditujukan untuk mengungkapkan secara mendalam
tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara
komprehensif untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah
dirumuskan dalam skripsi ini.
18
Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004,
hal. 24.
23
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dimana tiap-tiap bab terbagi atas
beberapa sub-sub bab, dan untuk mempermudah dalam memaparkan materi dalam
skripsi ini, dapat digambarkan sebagai berikut, yaitu :
BAB I
BAB II
BAB III
2007 tentang
24
aspek globalisasi prinsip akuntabilitas dalam kegiatan penanaman
modal di Indonesia.
BAB V