You are on page 1of 194
en dr. Jan Tambayong BS = ya aes ii aha POIONSIOIOG) : OSU aril ee EGC 1314 PATOFISIOLOGI UNTUK KEI Oleh: dr. Jan Tambayong Editor: Monica Ester, S Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC © 1999 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276/Jakarta 10042 Telepon: 6530 6283 Anggota IKAPL Desain kulit muka: Samson P. Barus Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Cetakan I : 2000 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KD) ‘Tambayong, Jan Patofisiologi untuk keperawatan / Jan Tambayong ; editor, Monica Ester. — Jakarta : EGC, 2000. viii, 211 hm. ; 15,5 x 24cm. ISBN 979-448-518-7 1. Fisiologi patologis. I. Judul. II. Ester, Monica 616.07 Isi é luartanggung jawab percetakan Bab 7* Neoplasma Definisi, 65 Kilasifikasi neoplasma, 66. Neoplasma benigna, 67 Neoplasma maligna, 67 Stadium neoplasma, 68 Teori penyebab neoplasma ganas, 69 Faktor lain dalam karsinogenesis, 70 Manifestasi klinis neoplasma, 72 Bab 8* Perubahan Fungsi Sistem Hematologis Karakteristik fisik umum darah, 73. Hematopoiesis, 74 Entiropoiesis, 75 Anemia, Leukopoiesis, 78 Gangguan sel darah putih maligna, 80 Pembekuan darah, 82: Gangguan pembekuan darah, 83 Bab 9* Gangguan Sistem Kardiovaskular Gangal jantung, 86 Syok kardiogenik, 89 Penyakitarteri koroner, 89 Angina pektoris atau iskemia miokard, 90 Infarkmiokard, 90 Hipertensi, 94 Bab 10 * Gangguan Fungsi Pernapasan Penyakit obstruksi jalan napas akut, 97 Penyakit paru obstruksi menahun, 99 Penyakit paru restriktif, 105 Penyakitinfeksi saluran napas, 109 Bab 11 * Gangguan Fungsi Perkemihan Infeksi saluran urogenital, 112 Penyakit glomerular, 114 Obstruksi saluran perkemihan, 115 Gagalginjal, 118 Bab 12 * Gangguan Fungsi Muskuloskeletal Masalah pada otot tubuh, 123 Fraktur, 124 Gangguan perkembangan jaringan ikat, 126 Gangguan metabolik dan nutrisitulang, 126 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 1 Pendahuluan Definisi patofisiologi Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan fisiologis yang diakibatkan oleh proses patologis. Gangguan dalam proses seluler normal mengakibatkan terjadinya perubahan adaptif atau letal. Perbedaan antara sel yang sanggup beradaptasi dan sel yang cedera adalah pada dapat atau tidaknya sel itu “mengikuti” dan mengatasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah dan merusak itu. Sel cedera menun- jukkan perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh dan ber- manifestasi sebagai penyakit. Mikrofilamen Silia dengan mikrotubul Nukleus: rows Membran nuklear Inti nuklear Kromatin — Membr Nukleolus eaten ea Sitoplasma Retikulum | endoplasma Refikuum > kasar endoplasma \Q) : Z | halus Aparatus Golgi Ribosom bebas Mitokondria Vesikel sekretorius ‘Sentriol Gambar 1-1. Struktur umum sel dengan organel-organelnya (Barbara L. Bullock. Pathophy- siology: Adaptations and Alternations in Function (4th ed. J. Philadelphia: J.B. Lippincott, 1996). 1 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 1/Pendahuluan 5 limfonodus jaringan paru, yang menghasilkan penampilan kehitaman pada paru yang disebut anthracosis. Pigmentasi disebabkan penimbunan pigmen di dalam sel. Pigmentasi lipofuscin pada kulit umum terjadi pada lansia. Juga pada otak, hati, jantung, dan ovarium. Pigmen ini agaknya tidak mengganggu fungsi. Pigmen melanin dihasilkan melanosit kulit. Pada penyakit Addison terdapat hiperpigmentasi kulit, Pada lansia, melanosit berkurang, sehingga kulit pada orang ini tampak lebih pucat. Pigmen hemosiderin, turunan hemo- globin, adalah pigmen yang dibentuk karena akumulasi timbunan besi yang berlebihan. Dalam organ disebut hemosiderosis. Umumnya tidak sampai mengganggu fungsi. Perkapuran Perkapuran patologik dapat timbul di kulit, jaringan lunak, pembuluh darah, jantung, dan ginjal. Normainya perkapuran hanya terjadi di tulang dan gigi. Perkapuran dapat juga terjadi di daerah radang menahun atau dacrah jaringan mati atau yang berdegenerasi; perkapuran di daerah penyembuhan yang terganggu disebut kalsifikasi distrofik. Bila ada kelebihan kalsium (Ca) yang beredar, diseriai adanya gangguan keseimbangan Ca- Fosfor, dapat terjadi kalsifikasi metastatik (dalam ginjal, pembuluh darah, jaringan ikat). Infiltrasi hialin Kata hialin adalah istilah untuk menunjukkan perubahan khas di dalam sel atau ruang ektraselular, yang pada sediaan histologis tampak homogen, seperti kaca, dan merah muda, Karena hialin tidak menunjukkan pola akumulasi khusus, mekanisme pembentuk- an intraselular dan ekstraselular berbeda. Perubahan hialin intraselular dapat mencakup kelebihan jumlah protein, kumpulan imunoglobulin, nukleoprotein viral, dan substansi lain, Hialin ekstraselular menunjukkan adanya protein plasma yang mengendap dan protein lain yang melewati dinding membran. Perubahan ini terlihat paling baik pada dan di sekitar arteriol dan glomerulus ginjal Perubahan selular akibat stimulus berbahaya Pada beberapa keadaan, sel mengalami perubahan nyata untuk beradaptasi pada agens berbahaya. Perubahan ini sering dimanifestasikan sebagai atrofi, displasia, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia serta displasia. Adaptasi ini adalah metode yang digunakan oleh sel-sel untuk tetap hidup dan menyesuaikan beban kerja dengan kebutuhan. Atrofi Atrofi menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat kurang aktif, terputusnya saraf pemasok, pengurangan pasokan darah, kekurangan nutrisi, atau hilangnya rangsangan hormonal. Secara fisiologis terjadi akibat proses penuaan pada banyak tempat. Con- toh atrofi fisiologis terlihat pada timus pada masa remaja dan uterus sesudah meno- pause. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab1/Pendahuluan 9 Nekrosis Istilah nekrosis mengacu pada kematian jaringan yang dikarakteristikan oleh bukti ke- matian struktural. Nekrosis umumnya dikategorikan sebagai nekrosis koagulatif, nekro- sis likuefaktif, tipe khusus, dan apoptosis. Nekrosis koagulatif biasanya diakibatkan oleh kekurangan suplai darah pada suatu area, Nekrosis koagulatif ini adalah pola nekrosis paling umum. Nekrosis ini sering terjadi sebagai akibat infark pada organ seperti jantung atau ginjal, tetapi juga dapat diakibatkan oleh cedera kimiawi. Nekrosis kaseosa dianggap mempunyai hubungan dengan tuberkulosis, tetapi mungkin saja ada pada kondisi lain. Nekrosis likuefaktif paling sering terjadi pada jaringan otak dan disebabkan oleh cedera fatal pada neuron. Kerusakan neuron menyebabkan pelepasan lisosom dan konstituen lain ke dalam area sekitar. Lisosom menyebabkan likuefaksi sel dan sel sekitarnya, debris, dan struktur seperi kista. Nekrosis likuefaktif sering terlihat pada infark otak tetapi juga dapat terlihat padalesi bakterial yang disebabkan pelepasan bakteri dan enzim leukositik. Likuefaksi dapat terjadi pada area nekrosis koagulatif sebagai suatu perubahan sekunder. Kematian somatik Kematian tubuh terjadi bila fungsi respirasi dan jantung berhenti. Setelah kematian tubuh aktual terjadi, sel-sel individual tetap hidup selama wakw yang berbeda-beda. Perubahan yang tidak dapat pulih kemudian terjadi pada sel dan organ, kadang-kadang sulit untuk membedakan masalah patologis premortem yang pasti. Perubahan posmor- tem mencakup rigor mortis (menjadi kaku), livor mortis (becak biru kemerahan), algor mortis (tubuh menjadi dingin), bekuan intravaskular, autolisis (oleh enzim-enzim pencer- naan), dan putrefaksi (pembusukan). Rigor mortis Rigor mortis terjadi karena penipisan ATP pada otot, yang dimulai pada otot-otot involun- ter; dalam 2 sampai 4 jam, mempengaruhi otot volunter. Akibatnya adalah kekakuan otot, dan awitan serta hilangnya kekakuan ini berbeda antara satu individu dengan individu lain, Livor mortis Livor mortis adalah perubahan warna biru-kemerahan pada wbuh yang diakibatkan oleh penumpukan darah oleh gravitasi. Algor mortis Algor mortis adalah istilah yang digunakan untuk pendinginan tubuh yang terjadi setelah kematian. Derajat pendinginan bergantung pada suhu tubuh sebelum kematian dan suhu lingkungan posmortem. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 2/ Konsep Stres dan Penyakit 13 yakinan dan harapan seseorang telah dipelajari pada pasien dengan kanker, dan ternya- ta berdampak positif terhadap hasil pengobatannya, meskipun yang disuntikkan padanya hanya aquadest. Displasia serviks pada wanita yang putus asa lebih sering berkembang menjadi kanker, dibanding pada wanita yang penuh harapan akan sembuh. Kelompok berkepribadian tipe A (yang disebut “hurry sickness”) lebih banyak yang menderita hipertensi dan hiperkolesterolemia. ‘Tabel 2-1. Klasifikasi penyukit akibat sires menurut Selye 1. Hipertensi 2. Penyakit jantung dan pembuluh darah 3. Penyakitginjal 4, Eklampsia 5. Artritis 6. Radang kulitdan mata 7, Infeksi 8. Penyakit alergi dan hipersensitivitas 9, Penyakit saraf dan jiwa (mental) 10. _ Penyimpangan seksual 11. Penyakit pencemaan 12. Penyakit metabolik 13. Kanker 14. Penyakit ketahanan Penyakit akibat stres Selye mengacu pada penimbul penyakit sebagai maladaptasi dan mengkategorikan penyakit akibat stres seperti pada Tabel 2-1. Hubungan stres terhadap kardiovaskular, defisiensi imun, penyakit pencernaan, kanker, dan kondisi lain dijelaskan berikutini. Penyakit kardiovaskular Telah lama diketahui bahwa stres termasuk etiologi dari penyakit jantung koroner. Stres inj bisa emosional, berkaitan dengan pekerjaan, sosial, kultural, herediter, dan stresor fisik. Berbagai teori patogenesis penyakit jantung koroner berasal dari studi yang men- cari hubungan antara diet tinggi-lemak, situasi kehidupan penuh stres, dan perkembangan penyakit. Orang dengan hiperkolesterolemia mempunyai risiko lebih tinggi menderita penyakit jantung aterosklerotik daripada orang dengan kadar normal. Sebaliknya, hasil studi menunjang adanya sifat protektif dari lipoprotein tertentu yang disebut high- density lipoprotein (HDL), yang ternyata dapat menghambat atau mencegah perkem- bangan aterosklerosis. Kadar HDL serum wanita lebih tinggi dari kadar pada pria, se- suai dengan hasil studi yang menunjukkan bahwa estrogen berfungsi menaikkan HDL, sementara androgen cenderung menurunkan HDL. Selama tres, kadar kolesterol serum meningkat. Ada penelitian yang menunjukkan hubungan antara stres menahun dengan aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 3/ Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit 17 ———— kan kehidupan pada orang dewasa sekitar 1500 ml/hari (rata-rata yang masuk adalah 2000 m\/hari). Masukan air harus diimbangi dengan haluarannya, Jumlah urine minimal adalah 300-500 ml per 24 jam. Selain oleh ginjal, air jugadikeluarkan melalui paru, kulit, dan tinja. Ini yang disebut “insensible water loss” (kehilangan air tidak kasatmata). Air berfungsi sebagai bantalan, pelindung, dan pembentuk tampilan kulit dari tubuh. Pengaturan keseimbangan cairan Pengaturan keseimbangan air terjadi melalui rasa haus, ADH, aldosteron, prostaglan- din, dan glukokortikoid. Rasa haus Rasa haus didefinisikan sebagai keinginan secara sadar terhadap air, adalah prinsip pengatur masukan air. Rasa haus biasanya terjadi pertama kali bila osmolalitas plasma mencapai kira-kira 295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus di hipotalamus sensitif terhadap perubahan osmolalitas cairan ekstrasel ini. Bila osmolali- tas meningkat, sel mengkerut dan sensasi rasa haus dialami sebagai akibat dari dehidra- si. Keadaan ini merangsang rasa haus melalui mekanisme sebagai berikut: a. Penurunan perfusi ginjal merangsang penglepasan renin, yang akhirnya menimbul- kan produksi angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus untuk me- Jepaskan substrat neural yang bertanggung jawab untuk meneruskan sensasi haus. b. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan meng- aktivasi jaras saraf yang mengakibatkan sensasi rasa haus. c. Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan lokal dari mulut pada status hiperosmo- lar, atau ini dapat terjadi untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman. yang diakibatkan oleh penurunan saliva. Hormon antidiuretik (ADH) ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari hipofisis poste- rior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel. Sekresi dapat juga terjadi pada stres. trauma, pembedahan, nyeri, dan beberapa anestetik dan obat-obatan. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian menghemat air untuk memperbaiki osmolalitas dan menyimpan volume cairan ekstrasel. Disebut juga vasopresin, ADH mempunyai efek vasokonstriktif minor pada arteriol yang dapat meningkatkan tekanan darah, Penurunan bermakna pada sekresi ADH sekunder akibat lesi atau trauma traktus hipofisis mengakibatkan diabetes insipidus, yang dikarakteristikkan oleh peningkatan masif haluaran urine. Penipisan volume darah tidak mengakibatkan diabetes insipidus selama mekanisme rasa haus masih utuh. Pening- katan sckresi ADH, yang dirangsang oleh hipersekresi hipofisis atau olch tumor hipofi- sis, mengakibatkan penurunan nyata pada osmolalitas serum, peningkatan volume darah dan penurunan haluaran urine. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 21 Bab 3/ Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit (6661 ‘noomddry a'r mycapmrug pa yo] uoneuTuMxg [waIskyg Or 9pIND y “g ‘s8Dg) “12f}sad pulape quqacuad ndv1agag “]-£ 10qUIPD buepey-Buepey epy unwn unin 6uepey-fuepey (se1ey) eny jpefuew UeeWe|oy ewe} ‘veueya) eped Bunyeo 4eUN] aeinayea epunjoid even (aeles yep ewepe) prey Isuaredwoyu neve sjuox4 ISyNSGO. infuey deyey neles epe YePLL epe FePLL epe YePLL PPR EPL Ip yews} ueuNquiuad smuny pyey Sues nieies py py pe HELL pe EPL Buerep pe YEPLL ereAN pe HEPLL Gunyduou uep ses0y 1p weuey9y -eluaw! ‘yeun} eXujemy euarey Gunyeo "4eUN] ewe; UIpIEg NEYE UNE JUL ISAISAO, dnpnp euarey eWlEpa pyey ueyeyBuequieg pyey ueyeyBuequiag Bund Sunyd epe yep Sumid epe xeplL Buinted SINOY VN3A vwidadi1 vwa0374Nn SLLWLSOLYO IS NISHNSNI vwad3 SVLNVYSLV1Ia DIVY NVLVEIH3L3y ISVLNSWD id isvuasTn ALINY NW TWESN3d- wns LvsIS ‘s3S0Ud aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 3 / Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit_ 25 kehilangan cairan, tetapi kehilangan protein plasma melalui permukaan yang terbakar. Kehilangan protein plasma secara bermakna menurunkan tekanan osmotik koloid. Dalam upaya untuk menurunkan ekuilibrium tekanan koloid dan hidrostatik, air meninggalkan ruang vaskular dan memasuki interstitium. Akibatnya, volume intravaskular menurun, aliran balik menurun, curah jantung tidak adekuat, dan tekanan darah turun. Syok akibat luka bakar mungkin juga disebabkan oleh hemoragi dan sepsis yang menyertai. Permukaan luka bakar meningkatkan agregasi trombosit dan aktivasi faktor XI, yang menimbulkan pembentukan bekuan intravaskular lokal. Bekuan lokal ini dapat merusak mikrosirkulasi, mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan, dan dapat mengkonsumsi faktor pembekuan, yang menyebabkan koagulasi intravaskular disemi- nata (DIC). Sepsis dapat diakibatkan oleh luka bakar luas karena kehilangan atau kerusak- an barier alamiah, yaitu kulit, terhadap invasi bakteri. Selain itu, permukaan yang terba- kar melepaskan toksin ke dalam sirkulasi sistemik yang dapat mencederai kapiler usus, dengan demikian melepaskan bakteri usus dan endotoksin ke dalam sirkulai sistemik. Trauma, Trauma, dalam bentuk cedera remuk pada otot dan tulang, luka tembak, dan penetrasi pada pembuluh darah, visera, atau organ vital lain oleh pisau atau alat tajam lain, yang menimbulkan status syok terutama melalui kehilangan darah tibz-tiba dan hebat. Jumlah kehilangan darah yang tidak terduga karena trauma dapat tersembunyi dalam jaringan, organ, dan “ruang ketiga” selama variabel waktu sebelum gejala syok terlihat. Sebagai contoh, otot paha dapat menahan sampai 1000 mL darah akibat fraktur femur atau robekan pada pembuluh darah femoralis tanpa terlihat peningkatan diameter paha. Kehilangan darah 1 liter menunjukkan hemoragi serius, khusunya bila berlang- sung tanpa terdeteksi dan tidak diperbaiki. Karena kehilangan darah masif biasanya dihubungkan dengan trauma hebat, syok traumatik hampir serupa dengan syok hemora- gik dalam hal mekanisme patologis dan respons adaptifnya. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 3 / Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit 29 progresif, dan ireversibel; dini, hipoperfusi jaringan, dan cedera sel dan organ; dan terkompensasi, dckompensasi, dan syok ireversibel. Meskipun banyak istilah yang digunakan, pada dasarnya individu yang mengalami syok berjalan sepanjang fase yang dapat dibedakan dari kompensasi sampai berbagai keadaan atau derajat dekom- pensasi. Syok terkompensasi. Syok terkompensasi terlihat pada awal atau fase dini dimana mekanisme kompensasi fisiologis diaktivasi. Sering kali bila mekanisme ini berlang- sung penuh, mekanisme ini dapat mengkompensasi keadaan syok, bergantung pada luasnya cedera. Selama fase dini ini, curah jantung, tahanan perifer total, atau kedua- nya menurun sebagai akibat cedera awal, tanpa memperhatikan asal atau sifatnya. Penurunan ini mengakibatkan penurunan regangan atau tegangan pada dinding arteri mayor. Baroreseptor yang terletak di dinding arteri ini, khususnya pada arkus aorta dan sinus karotis, mendeteksi penurunan regangan dan mengaktivasi respons sistem saraf autonomik. Gejala yang menonjol pada tahap awal ini secara langsung dihubungkan pada aktivi- tas kompensasi. Individu biasanya sadar dan waspada tetapi kadang-kadang cemas. Frekuensi jantung meningkat dengan tekanan darah rendah sampai normal. Kulit bi- asanya pucat, lembab, dan dingin. Dilatasi pupil karena stimulasi sistem saraf simpatis mungkin terlihat. Kadar hematokrit menjadi turun bila kondisi berkaitan dengan hemoragi, karena cairan interstisial diabsorpsi ke dalam pembuluh darah dan mengencerkan darah. Pernapasan mungkin dangkal, dan frekuensinya meningkat pada respons terhadap ketidakadekuatan pengiriman oksigen jaringan. Haluaran urine sedikit berkurang, dan individu biasanya mengeluh haus. Bising usus mungkin hipoaktif, berhubungan de- ngan vasokonstriksi kompensasi dan penurunan pengiriman darah ke usus. Kelemahan otot dan refleks hipoaktif mungkin terjadi. Syok ini biasanya teratasi dalam beberapa jam, selama kejadian awal tidak berat dan mekanisme kompensasi utuh dan berfungsi. Sebaliknya, syok berlanjut ke tahap lebih lanjut bila mekanisme kompensasi yang sesungguhnya tidak mampu memperbaiki te- kanan darah. Syok dekompensasi (progresif). Syok dekompensasi menunjukkan suatu kondisi dimana respons kompensasi gagal untuk memperbaiki tekanan darah dan perfusi jaringan. Efek mengganggu dari hipoperfusi jaringan dan organ dalam waktu lama dengan akibat penyimpangan iskemik mulai menambah buruknya gambaran klinis. Selama tahap ini, komplikasi syok yang sangat mengganggu biasanya terjadi. Pada tahap dekompensasi, efek iskemia pada organ yang menimbulkan respons kompensasi mulai jelas. Terjadi kelelahan kompensasi. Integritas ginjal menurun relatif awal pada tahap syok ini. Ginjal sensitif pada penu- runan tekanan perfusi dan berespons secara cepat pada penurunan filtrasi glomerulus. Ginjal, seperti juga sistem gastrointestinal, kulit, dan organ dalam, adalah organ sasaran yang tidak penting dan penurunan selanjutnya oleh vasokonstriksi selektif ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Organ yang lebih penting, otak, dan jantung, tidak dipengaruhi oleh vasokonstriksi simpatis. Hipoperfusi, iskemia, dan vasokontriksi sclektif juga mempengaruhi organ lain, Jaring- an paru mengalami iskemik, mengakibatkan sindrom distres pemapasan dewasa, atau syok paru. Saluran gastrointestinal iskemik mengalami perubahan nekrotik dan me- lepaskan endotoksin, yang adalah substansi vasodilatasi, selanjutnya memperberat aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 3/ Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit_ 33 an masukan kalium dapat juga menyebabkan hiperkalemia. Pseudohiperkalemia terjadi bila sampel darah dibiarkan mengalami hemolisis. Hiperkalemia terutama mempengaruhi sistem kardiovaskular. Penurunan potensial membran menyebabkan penurunan pada intensitas potensial aksi, yang mengakibat- kan jantung dilatasi atau flaksid. Berbagai bentuk defek konduksi dapat terlihat bersa- maan dengan disritmia ektopik. Pada sistem gastrointestinal, mual, muntah, dan diare umum terjadi. Kepekaan rangsang awal dari otot skelet menimbulkan kelemahan dan paralisis flaksid, dapat dirasakan adanya kebas jari dan kesemutan. Kalsium Kalsium ada dalam tubuh dalam bentuk garam kalsium dan sebagai ionisasi dan kalsium ikatan-protein. Sembilan puluh sembilan persen adalah dalam tulang dan gigi dalam bentuk kristalin, yang memberi struktur keras. Dari 1% yang bersirkulasi, kira-kira 40% terikat pada protein plasma, khususnya albumin. Vitamin D mempengaruhi absorpsi kalsium serta deposisi tulang dan reabsorpsi. Vitamin D dihasilkan dalam kulit melalui kerja sinar ultraviolet. Kalsium menstabilisasi membran sel dan memblok transpor natrium ke dalam sel. Karenanya, penurunan kadar kalsium meningkatkan eksitabilitas sel, dan peningkatan kadar kalsium menurunkan eksitabilitas sel. Hubungan kalsium dengan fosfat Fosfat adalah anion yang juga diatur oleh hormon paratiroid dan vitamin D yang diak- tivasi. Normalnya, peningkatan konsentrasi kalsium dan fosfat adalah konstan: bila kadar kalsium meningkat, kadar fosfat menurun. Kalsium bersama dengan fosfat mem- bentuk kalsium fosfat (CaHPO,). Bila kelebihan jumlah CaHPO, terbentuk, bentuk ini tidak dapat diionisasi, dan terjadi hipokalsemia. Hipokalsemia Bila kadar kalsium menurun, efek pemblokan dari kalsium terhadap natrium juga menurun. Sebagai akibat, depolarisasi sel yang dapat dirangsang terjadi lebih cepat bila natrium bergerak masuk. Karenanya, bila kadar kalsium rendah, meningkatkan eksi- tabilitas sistem saraf pusat dan terjadi spasme otot. Konvulsi dan tetani dapat terjadi. Akibat dari hipokalsemia adalah spasme dan tetani, peningkatan motilitas gastrointes- tinal, masalah kardiovaskular, dan osteoporosis. Tetani otot merupakan keadaan yang umum sekaligus berbahaya, khususnya bila melibatkan spasme laring. Masalah jan- tung akibat hipokalsemia dalah penurunan kontraktilitas jantung, dan kadang-kadang gejala gagal jantung. Hiperkalsemia Kadar kalsium yang berlebihan meningkatkan penghambatan efek pada natrium dalam otot skelet. Hal ini menimbulkan penurunan eksitabilitas baik pada otot dan saraf, yang aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 4 / Perubahan Keseimbangan Asam dan Basa_37 berionisasi dalam air murni. Asam lemah berionisasi sebagian dalam air dan karenanya tidak menyebarkan ion hidrogen seperti asam knat. Keasaman suatu larutan bergan- tung pada seberapa banyak asam berdisosiasi. Suatu basa adalah substansi yang dapat mengikat ion hidrogen. Suatu alkali ada- lah substansi yang mengandung basa. Basa kuat mengikat ion hidrogen. Hidroksida seperti natrium hidroksida (NaOH) mengandung ion hidroksil (OH), suatu basa kuat. Basa lemah mengikat sedikit ion hidrogen. Narium bikarbonat adalah alkali lemah yang mengandung ion bikarbonat, suatu basa lemah. Bila natrium bikarbonat (NaHCO;) ditambahkan pada air, akan berdisosiasi lengkap. lon bikarbonat mengikat ion hidrogen dan membantu asam bikarbonat (HCO; +H’ 5 H,CO)). Karena suatu basa adalah akseptor ion hidrogen, tambahan basa pada larutan yang mengandung ion hidrogen menurunkan konsentrasi ion hidrogen; sebaliknya terjadi bila suatu asam ditambahkan. pH dan ion hidrogen pH adalah logaritme negatif dari ion hidrogen (H’) dalam larutan. Satu liter air mengan- dung 1/10" ion H. Arti praktisnya adalah bahwa pH air netral adalah 7. Makin banyak ion H’, makin asam larutan itu; pH-nya berkisar antara 0-7. Larutan basa mempunyai pH antara 7-14. Tabel 4-1. Nilai pH cairan tubuh Asam lambung Cairan vaginal Urine Saliva Darah (arteri) Semen Cairan serebrospinal Getah pankreas Empedu pH cairan tubuh adalah antara 7,35-7,45. Jadi bila kurang dari 7,35 disebut asidosis, dan di atas 7,45 disebut alkalosis. Perubahan konsentrasi ion H* mengganggu fungsi sistem enzim dan hormon. Misalnya asidosis menghambat fungsi epinefrin. Konsentra~ si ion H* juga mempengaruhi fungsi neurologis dan distribusi ion-ion lain. Metabolisme asam volatil dan non-volatil Dalam proses metabolisme selular, asam secara kontinu dibentuk. Kelebihan hidrogen yang diproduksi harus dikeluarkan dari tubuh untuk mempertahankan status mantap. ‘Asam yang dibentuk ini sering digambarkan sebagai asam volatil, asam yang dapat diekskresikan oleh paru-paru dan asam non-volatil, asam yang diekskresikan oleh gin- ial. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 4/ Perubahan Keseimbangan Asam dan Basa 41 Sistem pernapasan normalnya mengubah aktivitasnya untuk meminimalkan pergeser- an pH. Aktivitas pernapasan berespons dengan cepat terhadap tekanan asam-basa dan pergeseran pH darah ke arah normal dalam beberapa menit. Individu yang mengalami hipoventilasi mulai mengakumulasi karbon dioksida dengan cepat dan, sebagai suatu refleks, meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan untuk memperbaiki pH darah, Sebaliknya, kecepatan pernapasan diperlambat bila pH meningkat yang menyebabkan pH ini mendekati normal. Peningkatan ventilasi alveolar dua kali dari normal dapat meningkatkan pH darah 0,23 unit pH. Sebaliknya, penekanan ventilasi sampai seperempat dari normal menurunkan pH 0,4 unit pH. Ekskresi hidrogen ginjal Peran utama dari ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa adalah meng- hemat simpanan bikarbonat sirkulasi dan mengeksresikan ion-ion hidrogen. Ginjal mem- pertahankan pH CES dengan 1) meningkatkan ekskresi ion hidrogen urine dan menghe- mat bikarbonat plasma bila darah terlalu asam dan 2) meningkatkan ekskresi bikarbonat urine dan menurunkan ekskresi ion hidrogen urine bila darah terlalu alkalin. Mekanisme ginjal untuk regulasi ion-ion hidrogen lebih lambat (memerlukan beberapa jam sampai beberapa hari) daripada bufer kimia atau mekanisme pernapasan. Kompen- sasi ginjal untuk gangguan asam-basa mungkin lengkap, namun, Karena ginjal secara aktual mengekskresikan ion hidrogen dan mengeluarkannya dari cairan tubuh. Mekanis- me pernapasan tersebut tidak dapat mengeluarkan ion hidrogen yang dari tubuh yang dihasilkan metabolisme jaringan. Kontrol ginjal terhadap keseimbangan asam-basa melibatkan tiga proses yang terjadi secara simultan sepanjang nefron-nefron ginjal: 1) reabsorpsi bikarbonat terfiltrasi, 2) ekskresi asam yang dapat dititrasi, dan 3) ekskresi amonia. Ketiga mekanisme ini melibatkan sekresi ion-ion hidrogen ke dalam urine dan pengembalian bikarbonat ke plasma, Perubahan keseimbangan asam-basa Karena konsentrasi ion hidrogen darah akhimya mempengaruhi konsentrasi ion hidro- gen cairan tubuh dan karena darah mudah diambil untuk analisis kimia, darah arteri digunakan sebagai contoh cairan tubuh dalam mengkaji keseimbangan asam-basa. Eva- luasi klinis terhadap status asam-basa individu mencakup penentukan pH darah arteri, PCO,, dan HCO;. Asidosis dan alkalosis Asidosis dalam cairan tubuh mengacu pada peningkatan konsentrasi H* di atas normal atau penurunan pada HCO, di bawah normal, yang mengakibatkan penurunan pH cairan tubuh sampai 7,35. Sumber kelebihan ion hidrogen atau perubahan rasio H,CO;:HCO, dapat berupa pemapasan (volati!) atau metabolik (non-pernapasan atau non-volatil). Asidemia didefinisikan sebagai kondisi keasamaan darah yang ditandai dengan nilai pH darah kurang dari 7,35. Proses fisiologis yang menyebabkan asidemia didefinisikan sebagai asidosis. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 4/Perubahan Keseimbangan Asam dan Basa 45 HCO; plasma sering terlihat pada asidosis respiratori kronis sebagai kompensasi untuk mempertahankan pH pada atau kira-kira nilai normal (bagan 4-4). Salah satu penyebab alkalosis metabolik adalah mencerna sejumlah besar basa (mis., BaHCO,, atau soda kue) untuk mengatasi ulkus lambung dan rasa kembung. Mani- festasi klinis dari alkalosis metabolik mencakup apatis, kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. Beberapa gambaran klinis dihubungkan dengan hipokalemia atau hipokalsemia. Gejala neurologis mencakup parestesia dan sakit kepala. dengan hak cipta aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 5/Peradangan 49 Radang akut Tahap vaskular Bila terjadi cedera jaringan, sejumlah besar substansi kimia kuat dibebaskan ke dalam jaringan. Substansi ini membentuk “dinding kimiawi” yang disebut gradien kemotak- tik, yang menarik cairan dan sel-sel. Reaksi awal terhadap cedera adalah refleks neural yang berakibat vasokonstriksi, untuk mengurangi aliran darah (mengurangi perdarah- an). Tidak lama kemudian diikuti dilatasi arteriol dan venula, agar lebih banyak cairan dapat memasuki celah-celah jaringan, termasuk fibrinogen. Cairan ini berfungsi mengen- cerkan agens kimiawi yang merusak, serta membawa komplemen, antibodi, dan zat-zat lain ke daerah tersebut. Tahap selular Komponen dari eksudat cairan menimbulkan respons khas oleh leukosit, yang umum- nya dikatakan sebagai marginasi dan “pavementing,” emigrasi terarah, agregasi, penge- nalan, dan fagositosis. Gambar 5-2, Aliran darah dan fenomena seluler pada inflamasi akut. Normalnya, A, terbentuk elemen-elemen darah, khususnya terlihat leukosit, yang dibawa dalam aliran darah utama. Sesuai dengan melambainya sirkulasi. B, terjadi marginasi leukosit. Ini mencetuskan emigrasi leukosit di antara sel-sel endotel, C. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 5/Peradangan 53 pirogen sering menyebabkan peningkatan pada jumlah neutrofil, sedangkan infeksi helmintik dapat menyebabkan eosinofilia. Peningkatan dalam jumlah limfosit sirkulasi umumnya terjadi pada infeksi virus. Pada infeksi berat dapat terjadi neutropenia. Peni- pisan neutrofil ini menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak mampu meningkatkan pertahanan adekuat. Resolusi peradangan Benda asing penyebab radang perlu disingkirkan atau dikucilkan, Hal ini terlaksana melalui 1) resolusi sederhana, 2) regenerasi, dan/atau 3) penggantian oleh jaringan ikat parut. Resolusi sederhana Jenis resolusi ini hanya bisa terjadi bila tidak ada kerusakan pada jaringan normalnya. Agens penyebabnya dinetralisasi dan dihancurkan, Permeabilitas pembuluh darah kembali normal dan kelebihan cairan diserap. Regenerasi Jaringan yang hilang dan nekrotik diganti oleh jaringan yang sama. Syarat regenerasi adalah 1) sebagian struktur asli tetap terpelihara dan 2) kerangka dasar jaringan tetap terpelihara, Perbaikan dan penyembuhan Perbaikan dan penyembuhan adalah proses penggantian sel-sel mati dengan sel-sel yang berbeda dari sel asalnya. Sel-sel baru membentuk jaringan granulasi, yang nanti- nya menjadi jaringan parut fibrosa, Penyembuhan luka dimulai dengan proses pera- dangan. Kemudian terjadi pembersihan daerah itu dari debris sel, organisme dan jaring- an mati, dan bekuan darah oleh makrofag dan sedikit oleh neutrofil. Kemudian terben- tukjaringan granulasi (organisasi). Jaringan granulasi muda berwama merah, halus dan mudah berdarah. Secara berangsur diletakkan kolagen dalam jaringan ini, sehingga berangsur menjadi jaringan fibrosa. Nantinya kolagen ini berkerut dan jaringan ini men- jadi jaringan parut (sikatriks). Penyembuhan intensi pertama Penyembuhan intensi pertama adalah pembentukan jaringan parut pada luka bersih yang tepinya berdekatan satu sama lain. Tepian itu disumbat oleh bekuan darah yang mengering untuk melindungi dan menutupi luka. Contohnya luka irisan bedah yang dijahit. Dalam 24 jam pertama terjadi reaksi radang akut, dengan infiltrasi neutrofil. Pada hari ketiga, makrofag sudah masuk dan membersihkan daerah itu, dan fibroblas mulai aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 5/Peradangan 58 Jahitan Insisi dengan bekuan Kelenjar sebasea Folikel rambut Kelenjar keringat Sel-sellemak Dilatasi pombuluh darah Gambar 5-5. Tahap awal dari penyembuhan intensi pertama. Pus Batasan hiperemik A Pembentukan jaringan granulasi B Gambar 5-6. Penyembuh- Kontraksi tuka dan an intensi kedua. A, batas Jaringan parut hiperemik di sekitar are terinfeksi. B, pembentukan jaringan granulasi. C, kontraksi luka dan jaring- an parut. 56 _Putofisiologi untuk Keperawatan Jama, dan jaringan granulasi yang terbentuk jauh lebih banyak. Terbentuk banyak jaring- an parut yang akan berkontraksi. Jenis penyembuhan ini diperlukan pada luka bakar derajat ketiga. Struktur yang normal terdapat di daerah ini tidak diganti baru, seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan sel-sel penghasil-melanin Faktor yang memperlambat penyembuhan Iuka Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan luka. De- fisiensi oksigen, malnutrisi, dan ketidakseimbangan elektrolit adalah contoh-contoh dari kondisi yang secara nyata mempengaruhiefisiensi mekanisme pertahanan normal. Supresi imun dan defisiensi pembekuan juga dapat mengganggu penutupan permu- kaan luka. Efek-efek stres tubuh sistemik ini karena cedera dan penyakit menghasilkan supresi imun, yang mengakibatkan pelambatan penyembuhan ‘Tabel 5-3. Faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan luka Faktor umum Faktor lokal Usia Devitalisasi jaringan Status nutrisi Kerusakan jaringan pada saat cedera Defisiensi vitamin—terutama A, D, C,K, tiamin, riboflavin, dan asam totenat Penipisan protein Ketidakseimbangan cairan-elektrohit Dehidrasi, kondisi edema, atau keduanya Obat-obatan, seperti imunosupresif, glukokortikoid, dan antikoagulan Penyakit, seperti diabetes melitus, dankeadaan sakit lain si, Ketidakseimbangan cairan-elektrolit, atau metode pengobatan menurunkan progresi normal penyembuhan luka Destruksi jaringan oleh desikasi sebelum. penutupan Cedera seluler karena penggunaan antiseptik kuat berlebihan Penurunan jaringan yang diubah menjadi stutus avaskuler, seperti oleh balutan restriktif berlebiban atau hematoma luas Seroma atau hematoma, yang memberikan kondisi baik untuk pertumbuhan bakteri Infeksi bakteri Tertahunnya benda asing, termasuk materi yang terbenam dalam jahitan Kegagalan untuk menutup ruang kosong (dead. space) Penutupan di bawah tegangan Penyatuan tepi luka yang tidak tepat Dari Bames, H.Y. Clinical Medicine, Chicago: Yearbook, 1988:103. Penyembuhan aberans Aberans berarti menyimpang dari normalnya. Pada luka menyembuh, penyimpangan dari normalnya dapat berakibat komplikasi, deformitas, dan penurunan fungsi dari jaringan yang cedera itu. Akibat penyembuhan aberans tergantung lokasi luka, derajat penyim- pangan, dan faktor individual lain. Penyembuhan aberans terjadi karena adanya kelain- an dalam mekanisme penyembuhan yang berakibat terbentuknya jaringan parut berlebih- an dan keloid, kontraktur, konstriksi, atau adhesi. Bab 5/Peradangan 57 Granulasi berlebihan dan keloid Keadaan ini adalah terbentuknya jaringan granulasi atau parut berlebihan atau keloid, sehingga menonjol dari permukaan kulit. Keloid dapat terjadi pada setiap luka, namun paling sering terdapat di daerah wajah, leher, dan bahu. Orang berkulit-berwarna gelap lebih banyak membentuk keloid; juga yang berumur kurang dari 30 tahun. Keloid cen- derung kambuh setelah dibuang. Kontraktur Kontraktur terjadi pada setiap penyembuhan luka, namun bila parutnya besar, apalagi terdapat pada daerah dekat sendi atau organ lain yang bergerak (kepala, paru), dapat mengganggu fungsi gerak bagian yang bersangkutan. Konstriksi dan stenosis Konstriksi dan stenosis terjadi bila parut itu terbentuk pada atau sekitar daerah tubular, seperti uretra atau esofagus. Adhesi Adhesi dapat terjadi setelah peradangan pada membran serosa atau mukosa menyem- buh, yang melekatkannya pada permukaan berdekatan. Adhesi biasanya terjadi di dalam rongga peritoneum, di antara lengkung-lengkurig usus dengan dinding visera abdo- men, terutama setelah mengalami bedah dalam rongga perut. Adhesi ini dapat berakibat obstruksi parsial atau total dari usus. Adhesi rongga pleura sering terjadi setelah pleu- ritis, yang dapat mengganggu pernapasan. Dehisens dan eviserasi Dehisens (dehiscence) adalah kerusakan permukaan yang mengakibatkan terbukanya luka yang sebelumnya tertutup. Ini dapat terjadi sebagai akibat dari pemberhentian penyembuhan primer atau sekunder. Dehisens terjadi bila kekuatan kerangka kerja kolagen tidak adekuat melawan kekuatan yang ditimbulkan pada luka. Sintesis kolagen yang buruk sering dihubungkan dengan sirkulasi yang burak. Eviserasi mengacu pada organ internal yang berpindah melalui suatu dehisens. Ini paling sering terjadi pada organ abdomen, tetapi organ lain juga dapat mengalami hal yang sama. Bab 6 Perubahan Imunitas Imunodefisiensi Terbentuknya sistem imunokompeten penting untuk melindungi organisme tubuh ter- hadap invasi dari luar. Karenanya setiap defisiensi pada salah satu komponen dari sistem imun itu dapat mengganggu aktivitas seluruh sistem pertahanan tubuh. Perubahan patologis dari fungsi imunologis pada awalnya dikelompokan sebagai 1) reaksi hiper- sensitivitas di mana stimuli imunogenik kecil menimbulkan respons imun besar; 2) penya- kit autoimun di mana kemampuan untuk membedakan diri sendiri dari bukan-diri sendiri, hilang; 3) sindrom imunodefisiensi di mana kemampuan untuk memberikan respons imun efisien dirusak atau tidak ada, Dari sudut pandang ctiologis, sindrom imunodefisiensi dapat diklasifikasikan se- bagai primer dan sekunder. Sindrom imunodefisiensi kongenital atau primer diakibat- kan paling sering oleh abnormalitas yang ditentukan secara genetik yang merusak respons humoral dan/atau selular. Sindrom imunodefisiensi didapat atau sekunder adalah kondisi yang terjadi sebagai akibat dari keadaan penyakit (keganasan, malnutri- si, infeksi virus) atau akibat tindakan medis (khususnya obat imunosupresif). Sedangkan dari sudut pandang patogenesis, imunodefisiensi dapat diklasifikasikan menurut komponen respons imun yang terlibat, seperti 1) sel-B, atau imunitas selular- antibodi, 2) imunitas selular sel-T, 3) imunitas yang dimediasi oleh kerja sel fagosit; dan 4) imunitas yang dihubungkan dengan aktivasi komplemen Imunodefisiensi primer Kelainan atau defek primer dalam sistem imun diakibatkan dari kegagalan bagian esen- sial dari sistem imun untuk berkembang. Defek ini dapat terjadi pada titik manapun se- Jama masa perkembangan sistem imun dan dapat melibatkan defek organ atau selular. Imunodefisiensi sekunder terjadi akibat hilangnya sistem imun yang sebelumnya efektif, yang mencakup setiap gangguan yang menunjukkan hilangnya imunokompe- tensi sebagai akibat kondisi lain. Klasifikasi luasnya meneakup imunodefisiensi akibat stres, proses penuaan, obat imunosupresif, infeksi sistemik, kanker, malnutrisi, penya- kit ginjal, dan terapi radiasi. Kondisi ini dapat menimbulkan kehilangan imunoglobulin, ketidakadekuatan sintesis imunoglobulin, kehilangan limfosit spesifik yang bertang- 58 Bab 6/Perubahan Imunitas 59 Tabel 6-1. Klasifikasi kelainan imunodefisiensi Penyakit imunodefisiensi antibodi (sel-B) Hipogammaglobulinemia kongenital Hipogammaglobulinemia yang didapat Defisiensi IgA, IgM. IgG selektif Penyakit imunodefisiensi seluler (sel-T) Aplasia timus kongenital (sindrom Di George) Kandidiasis mukokutaneus menahun Penyakit imunodefisiensi kombinasi antibodi-seluler Disfungsi fagositik Defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G 6-PD) Penyakit imunodefisiensi dan kelainan komplemen Imunodefisiensi sekunder gung jawab terhadap imunitas selular, kehilangan sel inflamasi fagositik, atau kombina- si dari semua ini. Meskipun penurunan keefektifan sistem imun sering tidak mengancam hidup, ini sering mengakibatkan penurunan kemampuan organisme untuk melawan res- pons inflamasi atau imun. Karenanya, kerentanan terhadap infeksi oleh bakeri, virus, fungi, atau lainnya meningkat. Pada beberapa kasus, kehilangan imunokompetensi menyebabkan perubahan yang cukup pada pertahanan hospes untuk meningkatkan morbiditas dan morialitas. Tabel 6-2. Kondisi yang menyebabkan imunodefisiensi sekunder ‘Terapi imunosupresif Kortikosteroid Antibiotika Terapi radiasi Kanker Stres Proses penuaan Infeksi sistemik Malnutri Penyakit ginjal Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) AIDS disebabkan oleh HIV (Human Immune Deficiency Virus); jadi untuk menjadi sakit, orang harus dijangkiti virus itu, Setelah terjangkiti HIV, masih diperlukan bertahun- tahun agar dapat berkembang menjadi AIDS, tergantung daya tahan tubuh. AIDS muncul, setelah benteng pertahanan tubuh, yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit, runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel-sel limfosit T (sel-T). Karena kekurangan sel-T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan 60 _Patofisiologi untuk Keperawatan kanker yang sederhana sckali pun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS-nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya. HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap vi- rus itu, dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim atau vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka atau lecet. Hubungan seks melalui dubur berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga melalui vagina dan oral. HIV dapat juga ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/ produk darah, ibu hamil ke bayi saat melahirkan, pisau cukur, dan sikat gigi. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabatan tangan, mencium, gelas bekas dipakai penderita, handuk, atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh. Banyak gejala AIDS yang mirip gejala penyakit biasa seperti pilek, bronkitis, dan influensa, Bedanya, ia berlangsung lebih lama, lebih parah, sukar hilang, dan sering kambuh. Rasa Iclah yang berkepanjangan tanpa sebab, demam berminggu lamanya, diare berkepanjangan, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau lipat paha, beratbadan menurun, batuk-batuk. Gejala-gejala ini perlu diwaspadai jika kemuncul- annya tidak dapat dijelaskan, apalagi jika terdapat pada orang yang termasuk kelompok berisiko tinggi terkena AIDS. Kelompok berisiko tinggi terhadap HIV-AIDS adalah homoseks, pecandu obat narkotika suntik, hemofilia, transfusi darah, anak dari ibu HIV (+), perawat, karyawan di laboratorium klinik, dan wanita tunasusila (WTS). Untuk menilai apakah seseorang telah terkena HIV maka diadakan uji antibodi HIV. Hasil positif berarti bahwa ybs telah terinfeksi HIV, dan berpotensi menularkan virus itu kepada orang lain. Hasil negatif biasanya berarti bebas dari infeksi. Namun harus di- ingat, bahwa sampai mempunyai antibodi diperlukan waktu (sampai beberapa bulan). Jadi jika seseorang diperiksa terhadap antibodi segera setelah terinfeksi, hasiInya nega- tif. Sebaiknya diulangi 3 sampai 6 bulan kemudian. Sampai sekarang belum ada obat maupun vaksin untuk mengobati atau mencegah infeksi oleh HIV. Walaupun ada obat tertentu yang dapat memperlambat perjalanan penyakit, tidak satu pun yang telah teruji mampu menyembuhkan AIDS. ‘Tabel 6-3, Hal yang periu dipethatikan untuk mencegah perluasan AIDS 1. Penderita HIV positif tidak menunjukkan gejala apapun untuk 5-10 tahun. 2. Periu keterbukaan berbicara tentang AIDS maupun perilaku seksual 3, Perlu menganjurkan praktik hubungan seksual yang aman (menggunakan kondom). 4, Jangan mengucilkan penderita AIDS Hipersensitivitas dan reaksi autoimun Gangguan imun yang merusak jaringan diklasifikasikan dalam berbagai cara untuk mem- perjelas dasar patofisiologisnya. Empat mekanisme gangguan yang dimediasi secara imunologis telah digambarkan sesuai dengan cara terjadinya cedera jaringan. Beberapa kondisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai reaksi autoimun. Bab 6/Perubahan Imunitas 61 Istilah klasik untuk reaksi yang merusak jaringan imunologis adalah reaksi hiper- Sensitivitas, yang mengacu pada respons sistem imun yang berlebihan pada antigen. Antigen ini yang menimbulkan respons disebut alergen. Alergen menimbulkan re- spons berbeda, bergantung pada predisposisi genetik seseorang terhadap respons yang berlebihan. Pada beberapa kasus, antigen menghasilkan respons ini tanpa diketa- hui. Klasifikasi cedera jaringan akibat hipersensitivitas Jenis reaksi hipersensitivitas dibahas berdasarkan mekanisme patofisiologisnya dan bagaimana reaksi ini memanifestasikan diri dalam berbagai penyakit atau keadaan, Tipe I: Hipersensitivitas imediat: anafilaksis atau atopi Anafilaksis mengacu pada reaksi akut yang biasanya dihubungkan dengan tipe reaksi kulit berupa bentol dan merah serta vasodilatasi yang dapat mencetuskan syok sirkula- si. Atopi, yang diakibatkan oleh mekanisme yang sama, terjadi secara menahun pada respons yang bergantung pada antigen, frekuensi kontak, rute kontak, dan sensitivitas sistem organ pada antigen. Atopi adalah reaksi hipersensitivitas paling umum. Reaksi ini, umumnya disebut alergi, terjadi pada organ yang terpajan pada antigen lingkungan. Karenanya, saluran pernapasan, kulit, dan sistem gastrointestinal secara khusus terkena. Banyak tipe anti- gen atau alergen dapat menimbulkan status hipersensitivitas pada individu rentan. ‘Yang paling umum dari ini adalah alergen lingkungan, seperti serbuk sari, rontokan rambut atau bulu, makanan, gigitan serangga, dan agens pembersih rumah. Reaksi sensitivitas obat dapat mempengaruhi respons yang sama. Status penyakit lain yang diklasifikasikan dalam kelompok ini mencakup demam jerami (hay fever), urtikaria (hives), ‘asma, dan ekzema atopik. Kerentanan terhadap alergi ditentukan oleh faktor genetik dan oleh faktor lain yang memungkinkan pemajanan pada alergen. Tipe Il: Hipersensitivitas sitotoksik Pada respons hipersensitivitas tipe H, suatu antibodi sirkulasi biasanya IgG, bereaksi dengan antigen pada permukaan sel. Karena individu secara normal mempunyai antibo- di terhadap antigen dari golongan darah ABO yang tidak ada pada membran mereka sendiri, antigen ini dapat menjadi komponen normal dari membran. Bisa juga suatu benda asing seperti agens farmakologis, yang melekat pada permukaan sel hospes itu sendiri. Antibodi yang diproduksi pada sel darah merah hospes sendiri dapat menim- bulkan anemia hemolitik autoimun. Sel ini dirusak oleh reaksi pada permukaannya baik oleh fagosit atau lisis. Efeknya pada hospes bergantung pada jumlah dan tipe sel-sel yang dirusak. Contoh dari respons hipersensitivitas ini mencakup reaksi hemolitik, seperti anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis, dan kerusakan sel sasaran spesifik 62__Paiofisiologi untuk Keperawatan Tipe Ill: Penyakit kompleks imun Penyakit kompleks imun mengakibatkan pembentukan kompleks antigen-antibodi yang mengaktivasi berbagai faktor serum, khususnya komplemen. Ini mengakibatkan pengen- dapan kompleks dalam area yang rentan, yang menimbulkan inflamasi sebagai akibat aktivasi komplemen, Akibat akhimnya adalah proses inflamasi intravaskular, sinovial, endokardial, dan proses inflamasi membran lain yang mempengaruhi kerentanan organ. ‘Tabel 6-4. Patogenesis reaksi tipe HI . Bentuk kompleks antigen (endogen atau eksogen)-antibodi i ee kompleks dalam pembuluh darah, sering di area sendi s inflamesi Komplemen ntuk sel dan eksudat Inflamasi dengan pembengkakan, panas, dan nyeri pada sendi dan jaringan , Infiltrasi area ini dengan leukosit polimorfonuklear dan jaringan Kerusakan dan destruksi jaringan , Inflamasi dan deposisi berlanjut , Pembentukan jaringan parut dan deposisi kolage! atau jaringan POSE dapat menyebabkan deformitas sendi Tipe IV: Hipersensitivitas selular Respons tipe IV adalah akibat dari limfosit T yang disensitisasi secara khusus tanpa partisipasi antibodi. Aktivasi menyebabkan respons tipe-tertunda, Respons hipersen- sitivitas tertunda dihubungkan dengan interaksi khusus sel-T dengan antigen. Sel-T bereaksi dengan antigen dan melepaskan limfokin yang menarik makrofag ke dalam area tersebut. Makrofag melepaskan monokin. Zat ini meningkatkan respons inflamasi yang menghancurkan benda asing. Respons tuberkulin adalah contoh paling baik dari re- spons hipersensitivitas tertunda dan digunakan untuk menentukan apakah seseorang telah tersensitisasi terhadap penyakit ini. Respons hipersensitivitas granulomatosa adalah bentuk paling penting dari hipersensitivitas tertunda, karena ini adalah akibat dari pembentukan granuloma dalam area tubuh yang lain. Granuloma dikelilingi oleh fibrosis, dan bahan nekrosis dapat terkandung di dalamnya. Suatu reaksi kulit alergis umum, dermatitis kontak tampak menjadi respons sel-T dengan reaksi tertunda. Ini terjadi pada kontak dengan kimia rumah tangga umum, kosmetik, dan toksin tanaman. Area kontak menjadi merah dan menonjol. Autoimunitas Penelitian tentang autoimunitas telah dipacu oleh penemuan antibodi yang mengarah pada sel spesifik pada orang tertentu. Banyak orang menunjukkan auto-antibodi serum tetapi tidak menunjukkan adanya penyakit. Terutama ini terjadi pada lansia, dan banyak riset berhubungan dengan kehilangan toleransi diri ‘a proses penuaan sedang berjalan. Bahkan pada orang yang menderita infark miokardia dapat menunjukkan au- Bab 6/ Perubahan Imunitas 63 toantibodi miokardial tetapi tidak menunjukkan gangguan miokardial lanjut. Pada dia- betes melitus, autoantibodi pada sel-sel pulau Langerhans pankreas sering terlihat, yang memunculkan teori bahwa beberapa bentuk diabetes melitus dapat diakibatkan dari serangan autoimun pada sel-sel ini. Respons luas dari autoimun telah dibagi secara klinis ke dalam penyakit non-organ- spesifik dan organ-spesifik. Hubungan reaksi autoimun destruktif ditunjukkan secara jelas pada miastenia gravis, penyakit Grave, artritis reumatoid (AR), sistemik lupus eritematosus (SLE), dan lain-lain. Observasi terhadap fenomena autoimun telah menimbulkan generalisasi ini: 1. Fenomena autoimun spesifik terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada keluar- gatertentu, yang menunjukkan gangguan genetik yang dihubungkan dengan gang- guan dasar kontrol imun timik. 2. Penyakit autoimun lebih amum pada wanita daripada pria, yang menunjukkan hu- bungan antara hormon seks dan respons imun. 3. Individu lansia mempunyai prevalensi autoantibodi yang lebih besar, yang mung- kin hasil dari kesalahan genetik karena kelelahan sistem imun sepanjang proses penuaan. Bahan dengan hak cipta 64 _Patofisiologi untuk Keperawatan Penyakit spesifik organ Penyakit spesifik non-organ (SLE, AR) sindrom Sjogren oe Endokarditis segs Miokaraitis Miksedema primer Sendi: Tirotoksikosis Antriis reumatoid Ginjal: SLE Lambung: Anemia pernisiosa Adrenal: Penyakit Adcison Kulit: Skleroderma Pankreas: Diabetes melitus tergantung- Otot: insulin Dermatomiositis Gambar 6-1. Penyakit autoimun telah diklasifikasikan sebabgai spesifik organ dan spesifiknon- organ. Penyakit spesifik organ hanya mempengaruhi organ tertentu. 4, Virus dapat memainkan peran dalam kekambuhan autoimunitas karena kemampuan- nya untuk mengganggu sistem imun pada suatu tingkatan mana pun. 5. Jaringan asing (protein dan jaringan yang tidak secara normal kontak dengan sel T dan sel B) dapat dipajankan pada sel ini melalui penyakit atau gangguan. 6 Jaringan antigen-sendiri (self-antigen) diubah oleh penyakit atau cedera, sehingga hospes tidak lagi mengelainya sebagai diri sendiri (self). Bab 7 — Neoplasma Definisi Neoplasia didefinisikan sebagai perkembangan massa jaringan abnormal yang tidak responsif terhadap mekanisme kontrol pertumbuhan normal. Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun sel neoplastik. Istilah ini biasanya sinonim dengan tumor. Istilah neoplasma benigna mengacu pada sel-sel neoplastik yang tidak menginvasi jaringan sekitar dan tidak bermetastasis. Metastasis didefinisikan sebagai kemampuan sel kan- ker untuk menyusup dan membangun pertumbuhan pada area tubuh lain yang jauh dari asalnya. Istilah neoplasma maligna mengacu pada sel-sel neoplastik yang tumbuh de- ngan menginvasi jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan untuk bermetastasis pada jaringan reseptif. Semua neoplasma maligna diklasifikasikan sebagai kanker dan kemudian digambarkan sesuai dengan asal jaringannya. Suatu tumor bisa benigna atau maligna. ‘Tabel 7-1. Istilah yang digunakan dalam diskusi neoplasia Istilah Definisi Neoplasma Pertumbuhan baru, reproduksi selular abnormal Pertumbuhan selular Perubahan dalam pertumbuhan selular normal menyimpang ‘Tumor Suatu pertumbuhan sel neoplastik yang dikelompokkkan bersama; mungkin benigna atau maligna Benigna Dikarakteristikkan oleh pembelahan sel abnormal tetapi tidak bermetastasis atau menginvasijaringan sekitar Maligna Pembelahan sel abnormal dengan kemampuan untuk menerang, metastasis, dan terjadi berulang Kanker Pertumbuhan maligna disertai dengan pembelahan sel abnor- mal, invasi jaringan sekitar, dan metastasis ke sisi yang jauh Karsinogenesis Produksi atau originasi Suatu kanker Karsinoma Pertumbuhan maligna yang berasal dari jaringan epitel Sarkoma Pertumbuhan maligna yang berasal dari jaringan mesoderm. yang membentuk jaringan penyambung, pembuluh darah, organ limfatik Metastasis Kemampuan untuk membangun pertumbuhan tumor sekunder pada lokasi baru jauh dari tumor primernya (Diambil dari: Barbara. L. Bullock: Parhophysiol: phia: Lippineot, 1996) Adaptations and Alterations in Function, 4th ed. Philadel- 65 Klasifikasi neoplasma Neoplasma biasanya diklasifikasikan menurut asal selnya dan apakah sel itu benigna atau maligna. Terminologi ini menempatkan sel atau tipe jaringan asal sebagai bagian pertama dari nama, dan sufiks “-oma” (tumor) membentuk bagian akhir. Bahan dengan hak cipta Bab 7/Neoplasma_67 Neoplasma benigna Neoplasma benigna terdiri dari sel-sel yang serupa dengan struktur pada sel asalnya. Sel-sel neoplasma benigna ini lebih kohesif daripada pada neoplasma maligna. Pertum- buhan terjadi dari bagian tengah massa benigna, biasanya mengakibatkan batas tegas. Tumor benigna menimbulkan efek-efeknya berupa obstruksi, tekanan, dan sekresi. Tumor benigna di dalam ruang tertutup seperti tengkorak dapat menimbulkan gang- guan serius yang dapat menimbulkan kematian. Obstruksi usus dapat diakibatkan dari pertumbuhan tumor benigna dalam lokasi tersebut. Neoplasma Gambar 7-1. Neoplasma benigna terbungkus (dalam kapsul). Anak panah menunjukkan eks- pansi seimbang dari bagian tengah. Neoplasma maligna Neoplasma maligna mempunyai struktur selular atipikal, dengan pembelahan dan kro- mosom nuklear abnormal. Sel maligna kehilangan diferensiasinya atau menyerupai sel asalnya. Sel tumor tidak kohesif, dan, akibatnya, pola pertumbuhan tidak teratur; tidak ada kapsul yang terbentuk, dan perbedaan separasi dari jaringan sekitar sulit terlihat. Tabel 7-3. Perbedaan neoplasma jinak dan ganas. Jinak Ganas Serupasel asal Tidak sama dengan sel asal Tepian licin (bersimpai) Tepian tid Menekan Menyusup Tumbuh p Sedikit vaskul Jarang timbul ulang Jarangnekrosis dan ulserasi Umumnya nekrosis dan ulserasi Jarangefek sistemik kecuali Umumnya efek sistemik sma endokrin 68 _Patofisiologi untuk Keperawatan Sel maligna Neoplasma maligna Gambar 7-2. Neoplasma maligna dengan batas tidak teratur dan tidak jelas dari jaringan sekitar. Sel maligna menginvasi sel-sel di dekatnya daripada mendorongnya. Tumor ini mempu- nyai laju pertumbuhan dan mengembangkan pembuluh darah lebih banyak daripada jaringan normal atau neoplasma benigna. Tanda dari neoplasma malignaadalah kemam- puannya untuk bermetastasis atau menyebar ke sisi yang jauh Stadium neoplasma Neoplasma dapat pula digolongkan berdasarkan stadium perkembangannya. Stadium itu adalah usaha menjelaskan seberapa jauh penyakit ini telah berkembang pada saat itu. Manfaat pentahapan itu adalah menunjukkan pengobatan, menilai “survival rate,” menentukan cara pengobatan, dan memudahkan pertukaran informasi antar pusat pe- ngobatan. Tabel 7-4. Klasifikasi TNM Tahap 1 TiNoMy Massa terbatas pada organ Lesi operabel, resectable Kemungkinan hidup 70-90% Tahap 2 T,N\M, ‘Massa telah menyebar ke jaringan sekitar dan Jimfonodus regional Lesioperabel, resectable Kemungkinan hidup 45-55% Tahap 3 Massa luas, melekat pada dasarnya Penyebaran ke liinfonodus dan tulang Lesi operabel, tidak resectable Kemungkinan hidup 15-25% Tahap 4 TsNsM, Tanda metastasis jauh Lesiinoperabel Kemungkinan hidup 0-5% Bab7/Neoplasma_69 Klasifikasi TNM: T (tumor atau lesi primer dan luasnya), N (limfonodus regional dan keadaannya), M (metastasis jauh). Istilah lain yang ditemui pada klasifikasi stadium neoplasma: TIS (tumor in situ, tumor setempat), penyebaran keganasan ke limfonodus regional disebut (N,: sedikit, Nj: banyak), tidak ada metastasis jauh (MO), ada metasta- sis jauh (M, atau M, atau M,) Teori penyebab neoplasma ganas Teori mutasi somatik Kelainan dalam gen timbul akibat perubahan mutasi, yang mungkin diinduksi oleh zat karsinogenik, dan adanya faktor herediter. Ada bukti bahwa orang dengan kelainan kromosom tertentu mudah terkena neoplasma tertentu. Misalnya kasus leukemia lebih sering pada orang dengan trisomi, khususnya trisomi 21. Retinoblastoma banyak terda- pat pada orang dengan sindrom delesi-D (pada sebagian kromosom 13). Orang dengan leukemia mielositik menahun memiliki kromosom Philadelphia (translokasi kromosom 22) sampai lebih dari 90%. Teori diferensiasi aberans atau epigenetik Kelainan timbul akibat adanya gangguan pengaturan dari gen normal. Insidens neo- plasma maligna meningkat selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Kista der- moid, hamartoma, dan teratoma adalah neoplasma yang timbul akibat adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan embrional. Teori virus Virus disebut sebagai kemungkinan penyebab neoplasma ganas pada manusia. Mereka disebut virus onkogenik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa virus mengubah genom sel yang terinfeksi, yang kemudian mengubah turunan dari selnya. Dua virus onko- genik adalah virus DNA dan virus RNA. ‘Tabel 7-5. Beberapa virus penyebab keganasan Virus Keganasan Virus RNA tipe-C Leukemia Virus RNA tipe-B Kanker payudara Virus Herpes IL Kanker serviks Virus Epstein-Barr Limfoma Burkit, kanker nasofarings Teori seleksi sel Menurut teori ini, neoplasma berkembang tahap demi tahap, melalui proses mutasi. Proses ini dapat berhenti dan reversibel (bila stimulusnya tak ada lagi). Imunodefisiensi meningkatkan risiko pertumbuhan neoplastik. 70 Patofisiologi untuk Keperawatan Karsinogen Substansi yang dapat menginduksi pertumbuhan neoplastik. Ada dua golongan karsi- nogen: kimiawi dan fisis. Karsinogen kimiawi meliputi hidrokarbon aromatik polisiklik, amine aromatik, agens pengkelat (alkilasi), nitrosamin, senyawa nitroso lain. Hidrokarbon aromatik polisiklik termasuk karsinogen yang paling kuat. Hidrokarbon ini terdapat dalam asap rokok, dan asap mobil. Dapat menyebabkan karsinoma bibir, lidah, rongga mulut, kepala, leher, larings, paru, kandung kemih. Amine aromatik termasuk karsinogen yang cukup pet ting. Amine aromatik terdapat pada makanan tertentu, naftalen (kamper), dan insekti da tertentu. Zat ini dapat menyebabkan karsinoma kandung kemih. Sedangkan obat- ‘obatan yang bersifat karsinogenik: griseofulvin (anti jamur), metronidazol (anti proto z0a), asbes, kadmium, kromium, nikel, yang dapat menyebabkan karsinoma paru dan prostat. Karsinogen fisis meliputi radiasi yang dapat menyebabkan karsinoma payu- dara, tiroid, dan leukemia dan sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan karsinoma kulit. Faktor lain dalam karsinogenesis Kebiasaan hidup dan budaya Karsinoma lambung lebih banyak terjadi di Jepang daripada di Amerika Serikat. Sedang- kan karsinoma usus, payudara, prostat terjadi lebih sedikit di Jepang daripada di Ameri- ka Serikat. Namun setelah orang Jepang tinggal di Amerika, perbedaan ini hilang! Diet Kebiasaan diet rendah serat dapat menimbulkan karsinoma kolon dan mengkonsumsi makanan yang diawetkan dapat mencetuskan karsinoma lambung. Kehidupan seks Karsinoma serviks lebih sering terjadi pada wanita yang sudah mengadakan hubungan seks sejak muda, apalagi berganti-ganti pasangan. Karsinoma payudara lebih sering pada wanita yang tidak mempunyai anak, yang lebih muda pada saat mendapat men- struasi pertama, atau menopause terlambat. Kebiasaan Kebiasaan minum alkohol dapat mencetuskan karsinoma esofagus, Kebiasaan merokok mencetuskan terjadinya karsinoma paru; 9-10 batang/hari mempunyai kemungkinan 4x lebih besar dan >20 batang/hari mempunyai kemungkinan 10x lebih besar. Bab7/Neoplasma 71 Hormon Bila kadar hormon tertentu meningkat selama waktu lama dapat mencetuskan karsinoma payudara, endometrium, vagina, prostat, atau tiroid. Metastasis Metastasis adalah kemampuan neoplasma maligna untuk menyebar jauh. Ada lima ta- hap dalam proses metastasis: invasi, pemisahan sel, diseminasi, penetapan awal dan proliferasi. Invasi Untuk menginvasi sel normal di dekatnya, sel-sel maligna tumbuh ke luar dari lokasi asalnya ke area sekitarnya, Uniuk menginfiltrasi rongga tubuh atau pembuluh darah, sel-sel maligna harus menembus membran sel dasar. Pemisahan sel Setelah menginvasi jaringan di dekatnyz, rongga tubuh, dan pembuluh darah, sel-sel maligna memisahkan diri dari neoplasma primer dan menembus pembuluh limfatik atau pembuluh darah. Sel-sel tumor kurang memiliki sifat perlekatan normal dan dapat de- ngan mudah terlepas ke dalam jaringan sekitar, darah, dan limfe. Diseminasi Rute paling sering dimana sel maligna mencapai sisi paling jauh dari néoplasma primer adalah melalui pembuluh darah dan limfatik, Sel maligna bergerak dari pembuluh limfatik ke pembuluh darah dan sebaliknya. Neoplasma maligna yang cuma beberapa gram dapat menyebarkan beberapa juta ke dalam sirkulasi setiap hari, Untuk bertahan hidup dalam sistem sirkulasi dan untuk mempengaruhi penetapan awal pada endotelium, sel- sel maligna menjalani berbagai interaksi selular yang melibatkan imunitas dan perlekat- an, Penetapan awal dan proliferasi Setelah terperangkap dalam pembuluh darah kecil arteri atau vena, rumpunan aberans dari sel-sel maligna harus menembus melalui pembuluh darah ke dalam ruang interstisial untuk terus bertumbuh. Ruang bebas sel pada lapisan endotel kapiler tampaknya dima- sukan oleh sel-sel maligna, suatu proses yang melibatkan perubahan perlekatan selular dan sebagai akibatnya retraksi sel-sel endotel, Lingkungan kondusif baru untuk per- tumbuhan selular harus tercipta setelah sel-sel maligna memasuki ruang interstisial. Kapiler-kapiler baru tumbuh dan akhirnya menembus sel-sel maligna, yang mencipta- 72_ Patofi logi untuk Keperawatan kan suplai darah di mana sel maligna mendapatkan nutrisi dan memungkinkan produk sisanya dibuang. Pembentukan dan proliferasi sel-sel ini juga bergantung pada imunolo- gis dan sifat membran sel luar. Sel maligna ini menyesuaikan lingkungannya untuk pertumbuhan selanjutnya. Manifestasi klinis neoplasma Pada tahap awal perkembangan, neoplasma benigna dan maligna adalah asimtomatik. Massa sel secara sederhana tidak cukup besar untuk mempengaruhi fungsi tubuh mana pun. Sesuai dengan peningkatan ukuran tumor, terjadi perubahan lokal pada fungsi. Saat neoplasma maligna bertumbuh dan bermetastasis, neoplasma ini mempengaruhi fungsi tempat yang jauh dan mengganggu kescimbangan biokimia dan nutrisi tubuh. Manifestasi lokal Sifat dan perkembangan simtomatologi lokal bergantung pada lokasi neoplasma dan ukuran serta kemampuannya memenuhi ruangan yang dikenainya. Misalnya neoplas- ma dalam rongga abdomen dapat tumbuh cukup besar tanpa memberi gejala. Tetapi neoplasma di atap tengkorak, biar pun baru sebesar kacang, sudah dapat memberi gejala nyata, Massa tumor primer atau metastasis membesar dan menekan jaringan sckitar maupun pendarahannya. Gejala yang timbul bisa akibat gangguan fungsi, gang- guan pendarahan atau akibat respons imun. Gangguan fungsi bergantung pada organ yang terkait. Karsinoma paru yang menyumbat bronkus dapat berakibat atelektasis, pembentukan abses, bronkiektasis, atau pneumonitis bagian distal. Dan individu yang mengalami ini akan batuk, dengan tanda-tanda infeksi. Karsinoma kolon dapat menghambat defekasi. Jika sumbatan tidak sempurna, maka dapat timbul konstipasi, dan kolik. Gangguan pendarahan mengham- bat oksigenasi dan pasokan nutrien, berakibat iskemia dan nekrosis. Produk limbah tidak dikeluarkan, dan asam laktat tertimbun. Manifestasi sistemik Neoplasma mempunyai efek sistemik seperti juga lokal. Gejala sistemik mungkin indika- si pertama bahwa seseorang menderita neoplasma atau dapat. menyertai penyakit me- tastasis yang lebih lanjut. Gejala ini (sindrom paraneoplastik) meliputi 75% kasus: mual dan anoreksia, berat badan turun, letih, lesu, anemia, dan infeksi. Bab 8 Perubahan Fungsi Sistem Hematologis Karakteristik fisik umum darah Semua sel hidup memerlukan material untuk bertahan hidup dan melakukan fungsi kerja yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Cairan darah dan interstisial meng- angkat substansi esensial ke sel-sel dan material yang tidak dibutuhkan dibuang dari sel tersebut. Peran utama darah secara umum adalah mengintegrasikan fungsi tubuh dan me- menuhi kebutuhan jaringan khusus. Peran ini dilakukan melalui transportasi, regulasi, dan mekanisme perlindungan. Darah mengirimkan oksigen, nutrien, produk sisa, dan hormon dari suatu tempat ke tempat lain. Regulasi dilakukan melalui bufer dalam darah, protein plasma, dan transpor panas. Fungsi perlindungan’ darah mencakup antibodi dan fagosit untuk melindungi terhadap penyakit serta faktor yang berpartisipasi dalam hemostasis. ‘Tabel 8-1, Karakteristik fisik darah Karakteristik Normal Contoh perubahan Wama Arteri: merah terang Anemia Vena: merah gelap atau merah tua pH Axteri: 7,35-7,49 Menurun pada asidosis; meningkat Vena: 7,31-7,41 pada alkalosis Beratjenis Plasma: 1,026 SDM: 1,093 Viskositas 3,5-4,5 kali dari air Meningkat pada polisitemia; ‘menurun pada anemia Volume 5000 mL (pria 70 ka) Menurun pada dehidrasi Kira-kira 3L dalam plasma Meningkat pada kehamilan 2 Lsel darah 73 74 Patofisiologi untuk Keperawatan Darah terdiri dari cairan kuning jemnih yang disebut p/asma, di mana sel dan banyak zat lain tergantung, Protein adalah larutan utama dalam plasma dan terutama terdiri dari albumin, globulin, dan fibrinogen. Komposisi plasma serupa dengan cairan ekstraselu- lar, kecuali plasma mempunyai konsentrasi protein lebih tinggi. Konsentrasi yang lebih tinggi dari protein ini dalam darah mempertahankan volume intravaskulardengan menim- bulkan tekanan osmotik koloid. Selain itu menahan air dalam ruang intravaskular, ikatan protein plasma seperti zat suatu lipid dan logam seperti besi, berperan untuk viskositas darah, dan berpartisipasi dalam koagulasi darah. Juga penting dalam pengaturan kese~ imbangan asam-basa. Volume darah adalah penjumlahan volume plasma dan elemen darah yang terbentuk dalam sistem vaskular. Volume darah dapat dihitung baik dari volume plasma atau volu- me sel, yang, pada pria sehat, rata-rata 45 mL/kg dan 30 mL/kg berat badan. Bila berat badan rata-rata pria 75 kg, volume darah totalnya (termasuk plasma dan volume sel) kira-kira 5.500 sampai 6.000 mL, atau kira-kira 8% dari berat badan total. Sirkulasi darah memelihara status konsisten pada sel tubuh individual (homeosta- tik). Konstituen darah secara cepat dan kontinu berubah, tetapi konsentrasi zat keselu- ruhan tetap relatif konstan. Kemantapan dalam lingkungan sel tubuh individu ini esen- sial untuk kehidupan. ‘Tabel 8-2. Variasi volume darah normal ‘Variasi luas dalam volume darah terjadi karena berbagai faktor benkut: 1. Berat badan. Karena jaringan berlemak mengandung sedikit air, volume darsh total berhubungan lebih dekat dengan massa tubvh kering (tanpa lemak) daripada dengan berat badan tubuh total, 2. Jenis kelamin, Karena wanita bissanya mempunyai rasio jaringan lemak terhadap jaringan tanpa lemak lebih tinggi, volume darah per kilogram untuk mereka biasanya lebih rendah daripada pada pi Kehamilan, Volume darah total secara bertahap meningkat sesuai kemajuan kehamilan, dengan peningkatan paling besar terjadi terutama pada volume plasma. 4. Postur atau posisi, Volume cenderung meningkat bila seseorang berbaring di tempat tidur selama periode waktu tertentu dan menurun bila ia melakukan posisi tegak. Variasi dalam volume darah dapat diakibatkun oleh perubuhan dalam tekanan kapiler yang menimbulkan perubahan pada filtrasi glomerulus. 5. Usia. Persentase volume darah lebih tinggi pada ba bertambahnya usia 6. Nutrisi. Kekurangan nutrien dapat menyebabkan penurunan pada SDM atau pemben- tukan plasma, yang menurunkan volume darah total. 7. Sulu lingkungan. Volume darah meningkat bila subu linkungan meningkat. 8. Keringgian, Pada ketinggian tinggi, tekanan oksigen lingkungan senget menucun, dan jumlah SDM lebih besar dihasilkan untuk transpor oksigen aru lahir dan menurun dengan Hematopoiesis Sumsum tulang Pada orang dewasa, sumsum tulang menghasilkan semua sel darah. Saat lahir, sumsum merah terdapat pada semua tulang yang sudah terbentuk. Tiga tahun pertama kehidupan Bab 8 / Perubahan Fungsi Sistem Hematologis _75 hanya sumsum merah menghasilkan SDM. Sesudah umur 3 tahun, sumsum merah lebih “luas” dan sesudah berumur 5 tahun terdapat begitu banyak persediaan cadang- an sehingga sebagian sumsum merah diganti lemak (sumsum kuning). Saat berumur 20-25 tahun, sumsum merah hanya dijumpai di wlang-ulang tengkorak, vertebra, ster- num, iga, Klavikula, skapula, pelvis, dan ujung proksimal femur dan humerus. Pada orang usia lanjut, sumsum merah hilang dari tulang tengkorak dan sebagian vertebra. Limpa Fungsi limpa antara lain adalah 1) produksi limfosit; 2) penghancuran SDM yang tua dan rusak; 3) menyaring atau menangkap benda-benda asing, serta menghancurkan bakteri atau virus; 4) penampungan darah (150-200 mL). Pada masa fetal fungsi limpa adalah hematopoiesis aktif. Teori sel asal Kebanyakan elemen darah yang terbentuk mempunyai lama hidup terbatas. Eritrosit hidup rata-rata 120 hari. Granulosit bersirkulasi dalam darah selama rata-rata 6 jam dan kemudian bergerak ke dalam jaringan, di mana mereka dapat hidup selama beberapa hari. Sel lain, seperti makrofag dan limfosit, dapat hidup berbulan-bulan atau bertahun- tahun. Bila sel-sel hilang karena penggunaan atau usia, mereka harus secara kontinu di- gantikan melalui proses yang sangat terkendali. Asal sel-sel yang berkembang menjadi eritrosit, leukosit, dan trombosit matang telah diselidiki selama bertahun-tahun. Teori sel asal membantu menjelaskan berbagai tahapan diferensiasi sel dalam sumsum tulang. Eritropoiesis Eritrosit dibentuk selama beberapa minggu pertama gestasi. Selama trimester kedua kehamilan, SDM janin diproduksi dalam hati, limpa, dan limfonodus. Setelah lahir, sum- sum tulang menjadi sisi prinsip dari produksi sel darah merah (SDM). Setelah remaja, sumsum merah dari tulang membranosa, khususnya tulang pelvis, sternum, iga-iga, dan vertebrata, mengambil alih fungsi eritropoietik utama. Kumpulan sel sumsum tulang ini memberikan suplai konstan SDM perifer. Proses pematangan sel darah merah Pematangan SDM adalah hasil akhir dari beberapa pembelahan dan diferensiasi sebe- lum mencapai tahap akhir pematangan. Tahap pro-eritroblas adalah tahap pertama setelah koloni eritroid membentuk unit, suatu sel dengan nukleus yang sangat besar. Tahap eritroblas basofilik, adalah bila mulainya sintesis hemoglobin. Tahap eritroblas polikromatik atau tahap normoblas adalah tahap akhir dari sintesis DNA dan pembelah- an sel. Tahap eritroblas ortokromatik menunjukkan pengisutan dan autolisis nukleus. Nukleus sisa disingkirkan dan pisahkan dari sel. Pada tahap rerikulosit, scl ini tidak 76 _Patofisiologi untuk Keperawatan memiliki nukleus dan memasuki sirkulasi, tempat ia menjadi eritrosit matang, Evitrosit berbentuk diskus (lempengan), sel yang dapat bergerak dalam ruang rapat untuk me- ngambil atau melepaskan oksigen. Substansi yang diperlukan untuk eritropoiesis Banyak substansi csensial untuk pembentukan SDM dan hemoglobin. Diantaranya adalah asam amino, besi (Hb), tembaga, piridoksin, kobalt, vitamin B ,2, asam folat. Besi esensial untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada dalam hemoglobin. Vitamin B,; (sianokobalamin) esensial untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dalam pembentukan SDM. Molekul besar ini tidak dengan mudah menembus mukosa saluran gastrointestinal, tetapi harus terikat pada glikoprotein yang diketahui sebagai faktor intrinsik untuk absorpsinya. Faktor intrinsik ini disekresi oleh sel pari- etal dari mukosa lambung dan berikatan dengan vitamin B ,, untuk melindunginya dari enzim pencernaan. Setelah absorpsi dari saluran gastrointestinal, vitamin B ,.disimpan dalam hati dan tersedia untuk produksi eritrosit baru. Asam folat juga perlu untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan SDM. Kekurangan asam folat menyebabkan anemia asam folat, suatu tipe anemia kegagalan- maturasi yang dengan cepat berespons terhadap penggantian dengan diet, Tembaga adalah katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dalam cara ini membantu untuk membuat SDM. Kobalt adalah mineral dalam molekul vitamin B,2 sehingga kekurangan zat ini akan menimbulkan anemia kegagalan-maturasi tipe yang sama seperti yang terli- hat pada kekurangan faktor intrinsik. Faktor yang mempengaruhi eritropoiesis Jangka hidup SDM normal adalah 120 hari. Pengendalian eritropoiesis dipengaruhi jumlah SDM yang beredar. Bila SDM yang beredar menurun, sumsum tulang akan menghasilkan lebih banyak SDM. Juga tekanan oksigen darah arteri (PO2), bila menu- run. Eritropoietin merangsang sumsum tulang untuk eritropoiesis; jika volume SDM yang beredar naik, eritropoiesis dihambat. Hormon androgen juga meningkatkan produk- si SDM dan volume darah total. Inilah sebabnya jumlah SDM pada pria lebih banyak daripada wanita Eritrositosis Ada yang menyebut eritrositosis sebagai polisitemia. Ada yang mengatakan bahwa polisitemia berarti kelebihan semua jenis sel darah, sedangkan pada eritrositosis hanya eritrosit yang meningkat. Istilah yang terakhir ini yang dipakai di sini. Penyebab eritrosi- tosis yang paling umum adalah hipoksemia dan kelebihan produksi eritropoietin. Hipoksemia Hipoksemia meningkatkan kadar eritropoietin darah, merangsang sumsum tulang meng- hasilkan lebih banyak SDM dan penglepasan lebih banyak retikulosit, Keadaan ini Bab 8 / Perubahan Fungsi Sistem Hematologis_77 dijumpai pada orang yang pindah ke tempat “tinggi,” sehingga tubuh mengalami penye- suaian terhadap iklim setempat (aklimatisasi). Mula-mula volume plasma menurun, vo- lume SDM naik, Hb total naik, dan berakibat volume darah total naik. Hipoksia sering dijumpai pada orang-orang dengan penyakit paru dan banyak diantaranya menunjuk- kan adanya eritrositosis. Perokok berat sering memiliki hematokrit (Ht) tinggi. Ini dise- babkan kadar CO, yang tinggi yang mendesak O; dari hemoglobin (Hb) sehingga kadar oksigennya kurang (hipoksemia). Kelebihan produksi eritropoietin Terdapat pada penyakit ginjal, tumor, atau keadaan lain yang mengganggu aliran darah dalam ginjal (hipoksia), yang akhirnya menghasilkan eritropoietin oleh hati. Polisitemia vera Pada polisitemia vera terdapat peningkatan produksi semua jenis sel darah (SDM, granulosit, trombosit), dengan akibat: jumlah SDM naik, viskositas darah naik, volume darah naik. Hati dan limpa penuh terisi SDM. Darah yang kental dapat berakibat stasis dan trombosis pada banyak tempat, yang dapat berakibat infark. Gejala polisitemia vera adalah rasa ringan kepala, gangguan penglihatan, sakit kepa- la, vertigo; sianosis muka, pruritus; tromboflebitis ditambah trombosis arteri digital, diikuti gangren; Ht, Hb, SDM, SDP, trombosit, semua naik, juga laju endap darah (LED) meningkat. Anemia Istilah anemia mengacu pada suatu kondisi di mana terdapat penurunan konsentrasi hemoglobin, jumlah SDM sirkulasi, atau volume sel darah tanpa plasma (hematokrit) dibandingkan dengan nilai-nilai normal. Anemia biasanya dikategorikan menurut penyebab atau morfologi. Untuk mendiagnosis tipe anemia, kita harus menentukan mekanisme dasar dari penyakit tersebut. Hampir semua anemia dapat dibagi ke dalam dua bentuk: 1) yang disebabkan oleh kerusakan pembentukan SDM dan 2) yang dise- babkan oleh kehilangan atau kerusakan SDM berlebihan. Karakteristik morfologis SDM biasanya digunakan dalam klasifikasi anemia. Istilah yang digunakan termasuk: a. Normokrom/normositik: Ukuran dan warna SDM normal diberikan oleh kon- sentrasi hemoglobin b. Mikrositik/hipokrom: Penurunan ukuran dan warna SDM disebabkan oleh ketidakadekuatan konsentrasi hemoglobin c. Makrositik: SDM ukuran besar d. AnisositosisL Variasi ukuran SDM €. Poikitositosis: Variasi bentuk SDM Perubahan pada ukuran SDM atau kandungan hemoglobin umum terjadi pada ane- mia yang berhubungan dengan defisiensi besi, folat, atau vitamin Bj». Bentuk sel mem- 78 _Patofisiologi untuk Keperawatan berikan petunjuk bermanfaat dalam mendiagnosis abnormalitas membran yang diwaris- kan, anemiahemolitik, dan hemoglobinopatis Leukopoiesis Jumlah sel darah putih (SDP) ditentukan oleh penjumlahan sel-sel dalam sampel darah yang diencerkan. Jumlah ini penting sebagai alat diagnostik dalam mengidentifikasi penyakit yang mengubah sel-sel ini. Peningkatan atau penurunan signifikan dari jumlah ini diketahui sebagai perubahan kuaniitatif. Abnormalitas fungsi signifikan dari sel ini disebut sebagai perubahan kualitatif. Genesis leukosit Sel asal multipotensial dalam sumsum tulang sangat bertanggung jawab untuk pem- bentukan sel darah dan trombosit. Sel asa ini berdierensiasi menjadi unipotensial, sel asal yang akhirnya menjadi SDP, trombosit, dan eritrosit. Bahan dengan hak cipia Bab 8 / Perubahan Fungsi Sistem Hematologis 79 Neutrofil Eosinofil Limfosit Monosit Gambar 8-1. Sel-sel darah putih Neutrofil, basofil, dan eosinofil dibentuk dalam sumsum tulang dan dapat disimpan di sini sampai diperlukan. Bila kebutuhan lebih besar dari suplai, bentuk-bentuk tidak matang dilepaskan ke dalam aliran darah. Jangka hidup sel darah putih Jangka hidup SDP dalam darah sirkulasi biasanya singkat. Rata-rata waktu paruh neutrofil kira-kira 6 jam. Selama infeksi serius, neutrofil sering hidup 2 jam atau kurang, sampai sel ini digunakan atau dirusak. Tabel 8-4. Jangka hidup sel darah putih Jenis sel Dalam sirkulasi darah Dalam jaringan hidup Granulosit 3 hari Monosit Berbulan-bulan atau bert tahun sebagdi makrofag ja Limfosit-T Berva a jasi dari beberapa hari mn tetapi resirkulasi kira-kira sampai beberapa tahun 10 Limfosit B eredar Kebinyakan menetap dal jaringan limfoid; setelah sel plasma, hidup 2-3 jam F p 2-3 ji enjadi Trombosit Kebanyakan beredar; diganti baru dalam 10 hari 80__Patofisiologi untuk Keperawatan Gangguan sel darah putih maligna Leukemia Leukemia adalah nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan per- tumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului sumsum tulang. Kata leuke- mia diturunkan dari bahwa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah,” yang mengacu pada peningkatan abnosmal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirmya menimbulkan anemia, infeksi, trombositopenia, dan pada beberapa kasus, menyebabkan kematian. Klasifikasi leukemia Klasifikasi leukemia biasanya didasarkan pada 1) perjalanan dan lamanya penyakit dan 2) jenis sel dan jaringan abnormal yang terkait. Perjalanan penyakit telah disub- Klasifikasikan menjadi akut dan kronis. Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat, jumlah leukosit tidak matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositopenia berat, demam ting- gi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam area vital, akumulasi leuko- sit dalam organ vital, dan infeksi berat. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan bebe- rapa derajat anemia dan trombositopenia. Leukemia menahun merupakan 35% sampai 50% dari semua kasus leukemia. Awi- tan dari penyakit ini dikarakteristikkan oleh awitan bertahap dan leukosit yang lebih matang. Penyakit ini paling banyak mengenai orang dewasa dan lansia. Perjalanan penyakit berlangsung lebih lambat daripada leukemia akut. Analisis laboratorium bi- asanya menunjukkan sel leukemik yang terdiferensiasi baik yang dapat diklasifikasikan sebagai limfositik atau granulositik. Leukemia selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan tipe jaringan dan sel abnormal yang terlibat. Tiga kategori besar berdasarkan asal jaringan adalah 1) mieloid, yang mencakup granulosit (neutrofil, eosinofil, atau basofil); 2) monosit; dan 3) limfositik. Banyak faktor yang dianggap mempengaruhi terjadinya leukemia. Faktor ini dapat dibagi ke dalam tiga kelompok: 1) faktor genetik; 2) penyakit yang didapat; dan 3) agens kKimia dan fisik. Faktor genetik terlihat pada kembar identik yang akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia, Saudara sekandung dari individu yang leukemia dan individu dengan sindrom Down juga berisiko terhadap terjadinya leukemia, Penyakit yang didapat dengan risiko terkena leukemia mencakup mielofibrosis, polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukkan peningkatan risiko terhadap terjadinya penyakit ini. Risiko ini dapat dihubungkan dengan penyakit dasar atau pengobatan dengan agens kemo- terapi atau radiasi. Agens kimia dan fisik yang merupakan risiko signifikan terhadap leukemia mencak- up radiasi dan pemajanan jangka lama terhadap benzen. Agens kemoterapi kloramfeni- kol dan agens pengkelat (alkylating) juga berisiko. Bab 8 / Perubahan Fungsi Sistem Hematologis 81 Manifestasi klinis Manifestasi klinis yang paling fatal adalah infeksi, yang ditandai demam, menggigil, radang, dan lemah. Sering timbul perdarahan (kulit, gingiva, atau visera) karena trom- bositopenia. Napsu makan berkurang, berat badan menurun, keletihan, dan pucat (ane- mia), Karena meninges terkena, maka timbul sakit kepala, gangguan penglihatan, mual, dan muntah, Terdapat hepato-splenomegali, nyeri tekan pada abdomen, anoreksia. Lim- fadenopati dan mungkin teraba massa neoplastik. Perjalanan penyakit Kemoterapi pada leukemia akut jelas meningkatkan “survival rate.” Leukemia limfoblas- tik akut yang tidak diobati umumnya fatal dalam 3 bulan. Studi menunjukkan lebih dari 50% anak yang diberi kemoterapi masih hidup setelah 5 tahun, Leukemia mieloblastik akut lebih buruk prognosisnya: dengan pengobatan sekali pun “survival rate” rata-rata hanya 1-2 tahun. Leukemia menahun pada umumnya lebih mudah dikendalikan dengan radiasi atau agens pengkelat. Limfoma maligna Etiologi dari limfoma maligna mencakup hereditas, pemajanan terhadap karsinogen lingkungan, imunosupresi, dan pemajanan virus dan onkogenik. Limfoma adalah neo- plasma padat yang mengandung sel-sel asal limforetikular. Tumor-tumor ini mencakup tumorsisiem imun, karena prinsip komponen selulamya adalah limfosit. Organ limfore- tikuler mencakup limfonodus, limpa, sumsum tulang, timus, hati, dan submukosa saluran gastrointestinal dan pernapasan. Secara patologis, limfadenopati adalah karakteristik, dengan keterlibatan akhir hati, limpa, dan visera. Klasifikasi Klasifikasi limfoma maligna biasanya didasarkan pada jenis sel yang menonjo! dan derajat diferensiasinya. Penyakit ini selanjutnya dapat dibagi menjadi jenis nodular dan menyebar (difus), tergantung pada pola pengaturan sel yang menonjol. Penyakit Hodgkin adalah limfoma maligna yang terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda. Penyakit ini telah diklasifikasikan dalam empat jenis: 1) terutama limfosit; 2) jenis campuran, limfositik dan histiositik; 3) penipisan limfosit, terutama terdiri atas sel maligna besar; dan 4) sklerosis nodular, yang mempunyai parut luas. Mieloma multipel Mieloma multipel, atau mieloma sel plasma, adalah neoplasma maligna sel plasma yang merusak sumsum tulang dan struktur kerangka. Sel mieloma aberans timbul dari klon tunggal sel plasma yang adalah turunan-sel B dan mensekresi imunoglobulin sirkulasi, 82 Patofisiologi untuk Keperawatan juga disebut paraprotein. Berdasarkan paraprotein in, mieloma multipel dapat dika- tegorikan sebagai: 1) tipe IgG, IgA, IgD, IgE, dan IgM; 2) sebagai “light chain disease:” 3) sebagai biklonal, dimana dua paraprotein yang berbeda disekresi; atau 4) sebagai mieloma nonsekretorius. Neoplasma maligna yang timbul pada tulang biasanya tidak bermetastasis keluar tulang. Lesi destruktif mengikis tulang dan menyebabkan “cekungan” lesi litik yang dapat terlihat secara radiologis. Lesi ini terlihat pada tulang, paling sering pada kolumna vertebralis, iga-iga, tengkorak, pelvis, femur, klavikula, dan skapula. Tulang-tulang ini dapat menjadi sangat rapuh gerakan ringan saja dapat menyebabkan sehingga fraktur. Biasanya terjadi fraktur patologis, karena lesi dipengaruhi beban berat badan. Pembekuan darah Pembekuan adalah esensial, bagian perlindungan hemostasis yang mencegah kehilangan darah bila suatu pembuluh rusak. Hemostasis mengacu pada penghentian perdarahan. Pembekuan adalah kemampuan darah untuk berubah dari cair menjadi massa semi- padat. Pembekuan ini melibatkan perubahan fibrinogen, makrofag yang dapat larut yang terdiri dari rantai-rantai polipeptida, menjadi monomer fibrin dengan kerja trombin enzim proteolitik Homeostasis, berhentinya perdarahan atau berlangsungnya sirkulasi darah, sering dibagi dalam empat kejadian utama: 1) vasokonstriksi; 2) pembentukan plak trombosit hemostatik; 3) koagulasi darah; dan 4) pembentukan bekuan. Interaksi antara keempat- nya penting untuk hemostasis normal. Mekanisme umum pembekuan darah Setelah hemostasis mulai, aktivasi berurutan dari faktor pembekuan darah terjadi. Inte~ raksi dari faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan bekuan padat, yang menjamin pencegahan kehilangan darah dalam kasus robekan vaskular, Dapat teriadi pembekuan dalam sistem vaskular atau pada endotelium jantung yang rusak sering menyebabkan masalah sirkulasi mayor. Tiga reaksi dasar merupakan cara berurutan untuk pembekuan darah: 1) aktivator protrombin dibentuk oleh cara intrinsik atau ekstrinsik dalam berespons pada kerusak- an jaringan atau endotel; 2) aktivator protrombin mengkatalis perubahan protrombin menjadi trombin; dan 3) trombin mengkatalis perubahan fibrinogen yang dapat farut menjadi benang-benang polimer fibrin padat. Benang-benang fibrin ini membentuk jaring- jaring di mana plasma, sel-sel darah, dan tombosit menempel untuk membuat bekuan, Faktor antikoagulan dalam darah normal Antikoagulan menghambat pembekwan dan penting dalam mempertahankan cairan darah, Suatu antikoagulan dapat dipertimbangkan sebagai suatu faktor yang mencegah pem- bekuan darah, Faktor yang membantu dalam mencegah pembekuan meliputi lapisan endote! halus pembuluh darah, aliran darah cepat melalui suatu area, protein muaian negatif pada permukaan endotel, dan substansi antikoagulan dalam darah. Bab 8 / Perubahan Fungsi Sistem Hematologis Epitelium yang cedera mengeluarkan fakior Trombosit meiekat dan melepaskan A granul-granul Bentuk plug dari trombosit dan fibrin B Gambar 8-2. A. Endotel pembuluh derah yang rusak adalah suatu stimulus bagi trombosit sirkulasi, yang menyebabkan adhest trombosit. Trombosit melepaskan mediator. B. Hasilnya agregasi trombosit. Antikoagulan yang paling kuat dalam darah adalah yang membuang kelebihan trom- bin yang dibentuk selama pembekuan. Antikoagulan ini adalah benang-benang fibrin dan antitrombin 1, Selama pembentukan bekuan, 85% sampai 90% trombin teradsorp- si menjadi benang-benang fibrin. Adsorpsi ini secara efektif menghentikan kerja trom- bin pada fibrinogen. Kelebihan trombin yang tidak teradsorpsi berikatan dengan pro- tein plasma antitrombin III, yang menghambat efek trombin pada fibrinogen dan meng- hentikan aktivitas trombin, Gangguan pembekuan darah Salah satu faktor pembekuan darah yang kurang dapat mengganggu pembekuan darah. Hal ini dapat disebabkan defisiensi faktor pembekuan secara genetik, supresi komponen pembekuan, atau konsumsi komponen pembekuan. 84 Patofisiologi untuk Keperawatan eee ‘Tabel 8-5. Nilai pembekuan darah normal Tes Nilai normal Makna perubahan nilai Masa pembekuan 6-7 mnt (tube kaca) Memanjang pada defisiensi semua atau koagulasi 19-69 mnt faktor pembekuan kecuali VII dan VII; (tube silokon) digunakan untuk kontrol terapi heparin Masa protrombin 10-14 dtk Memanjang pada defisiensi faktor I, II, Y, VII, dan X; vitamin K tidak adekuat dalam diet; cara ekstrinsik Masa tromboplastin 30-45 dtk Memianjang karena defisiensi faktor I, parsial (PTT) Il, V, VIII, IX, X, XI, dan XII; cara intrinsik; tes skrining tunggal paling baik; APTT yang paling unum di- gunakan Masa tromboplastik 16-23 dtk parsial teraktivasi (APPT) : Jumlah trombosit 150.000-300.000/zL Meningkat pada malignansi, penyakit mieloproliferasi, anemia defisiensi besi, gangguan kolagen, sirosis hati, trom- bositosis; penurunan pada trombosi- topenia, artifak laboratorium, jumlah sel darah merah lebih dari 6,5 jutalmm? Masa perdarahan 2,5-9 mnt (metode Ivy) Memanjang pada trombositopenia, 8 mnt (metode Duke) _akibat obat aspirin, indometasin, fe- nilbutazon, penyakit mieloproliferasi; normal pada hemofilia A dan B, hipo- protrombinemia, hipofibrinogenemia Retraksi bekuan Mulai: 30-60 mat Memanjang pada trombositopenia, Selesai: 12-24 jam trombastenia (kekurangan pelepasan oksigen) Diringkas dan: Fishbach, B.A Manual of Laboratory and Diagnostic Test (Ath ed). Philadelphia: J.B, Lippincott, 1992 Defisiensi satu faktor pembekuan Defisiensi ini biasanya herediter. Defisiensi paling umum adalah faktor VIII, IX, dan XI. Kesemuanya menyebabkan perdarahan pada jaringan lunak atau sendi. Hemofilia Hemofilia adalah istilah yang mengacu pada defisiensi beberapa faktor pembekuan berbeda yang herediter, yang paling sering adalah defisiensi faktor VIII (83-85% kasus). Defisiensi ini diturunkan melalui gen secara sex-linked. Hemofilia hanya muncul pada pria; wanita hanya berupa “carrier.” Ini disebut hemofilia A atau hemofilia klasik, ditan- Bab 8 /Perubzhan Fungsi Sistem Hematologis 85 dai dengan: perdarahan subkutan dan intramuskular, spontan atau karena trauma. He- maturia dan perdarahan di mulut, gusi, bibir dan lidah adalah manifestasi umum. Per- darahan dalam sendi sangat sakit dan dapat berakibat deformitas. Transfusi faktor VIII normal hanya menolong sementara. Defisiensi vitamin K Vitamin K diperlukan untuk membuat faktor VIL, IX, X dan II. Penyebabnya macam- macam, pada neonatus karena hati yang kurang sempurna dan tidak adanya bakteri usus yang penting untuk membuat vitamin K. Penyakit hati obstruktif dan gangguan absorpsi dapat pula menjadi penyebab. Pada penyakit hati obstruktif, aliran empedu terbendung, yang diperlukan untuk absorpsi vitamin larut-lemak, seperti vitamin K dan gangguan absorpsi berakibat tidak cukupnya vitamin K diserap ke dalam dayah. Banyak faktor pembekuan dibuat di dalam hati. Sirosis dan penyakit hati lainnya dapat meng- ganggu pembekuan, berakibat perdarahan, yang dapat fatal. DIC (disseminated intravascular coagulation) Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) ini menyangkut perdarahan dan pembekuan. Ta terjadi sebagai komplikasi berbagai kondisi klinik. Mula-mulaterjadi pembekuan dalam pembuluh-pembuluh kecil; pembekuan luas yang terjadi “menghabiskan” faktor pem- bekuan, seperti trombosit dan fibrin. Inilah sebabnya terjadi perdarahan-perdarahan. Pasien dengan DIC memang sakit berat. DIC sering berkembang diam-diam, dan tanda pertama yang terjadi adalah perdarahan luas. Pembekuan yang terjadi menyumbat banyak pembuluh-pembuluh darah kecil di perifer, dan karena ada gangguan pada pembekuan, timbul perdarahan luas, berupa ecchimosis, petechiae, perdarahan dari berbagai lubang atau luka. Sering ada akrosianosis pada jari-jari tangan dan kaki, dispnea (sesak napas), dan lain-lain. Bab 9 Gangguan Sistem Kardiovaskular Gagal jantung Gagal jantung mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh ketidak- mampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan me- tabolik tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi kebutuhan selular. Gagal jantung adalah salah satu tipe kegagalan sirkulasi, suatu istilah yang juga mencakup hipoperfusi yang diakibatkan oleh kondisi jantung tambahan, seperti hipovolemia, vasodilatasi perifer, dan ketidakadekuatan oksi- genasi hemoglobin. Kongesti sirkulasi dapat diakibatkan oleh penyebab jantung atau bukan-jantung. Penyebab jantung dari kongesti sirkulasi disebut gagal jantung konges- uif (GIK). Penyebab bukan-jantung mencakup kondisi peningkatan volume darah, se- perti yang diakibatkan oleh retensi garam dan yang terutama diakibatkan oleh penu- runan tahanan perifer, seperti fistula arteriovena dan anemia berat. Akibat klinis dari gagal jantung dapat menimbulkan kongesti sirkulasi, yang menyebabkan kelebihan beban sirkulasi. Ini adalah sindrom klinis yang dikarakteristik- ‘Tabel 9-1. Penyebab intrinsik dan sekunder dari gegal jantung Intrinsik’ Sekunder Kardiomiopati Emboli part ard Anemia Tirotoksikosis Penyakit jantung iskemik Hipertensi sistemik Defek jantung bawaan Pirau (shunt) arterio-venosa Perikaiditis/tamponade jantung Kelebiban volume darah Asidosis metabolik/respiratori Keracunan obat Aritmiajantung “Inuinsik mengaca pada penyakit mioksedial, endokardial, dan perikardial, dan malformasi kongenital yang men- ingkstkan kelebihan beban venirikel atav infark miokard yentrikel 86 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ie (elit (0) fefe)| Untuk Keperawatan. dr. Jan Tambayong Deel re aC ter anne vm aura a fer CUR Ue eeu Ne RUC R ules Kel Bol ee Um Oa uae Ue Ween Cule ile) materi yang dibahas, buku ini juga dilengkapi dengan gambar, tabel, dan bagan. Buku ini disusun dengan tujuan untuk UCN Re lel ou oUc-lan ccCeeM oes del IE mengajar peserta didik keperawatan. Buku ini menguraikan pokok bahasan: * Konsep dasar patofisiologi a ole eel Sea Werner IIE Re (ola cic + Perubahan keseimbangan asam dan basa * Peradangan * Perubahan imunitas * Neoplasma * Perubahan fungsi sistem hematologis * Gangguan sistem kardiovaskular * * Gangguan fungsi pernapasan * Gangguan fungsi muskuloskeletal * Gangguan integritas kulit * Gangguan fungsi gastrointestinal See eitleeiitaecicatst aia * Gangguan sistem neurologis + Gangguan sistem reproduksi Se ake dL tC)

You might also like