You are on page 1of 18

Analisis Model Platform Pengembangan Ekowisata di Kepulauan Seribu dan

Dampaknya Terhadap Sektor Perekonomian Masyarakat


Fahmi Yusuf
1106058660
fahmiyusuuf@gmail.com
ABSTRAK
Potensi Kelautan di Indonesia tidak hanya terbatas pada sektor perikanan, namun juga sektor wisata
bahari. Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah di DKI Jakarta yang memiliki potensi wisata
bahari yang sangat besar. Setiap tahunnya, angka kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu terus
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Guna memaksimalkan kondisi ini, saat ini sedang
dikembangkan konsep ekowisata di Kepulauan Seribu. Ekowisata dianggap sebagai salah satu solusi
untuk menciptakan kelestarian alam di Kepulauau Seribu namun di sisi lain juga dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat setempat. Terkait permasalahan ini, penulis tertarik untuk menganalisis dan
mengetahui platform apa yang digunakan untuk mengembangkan ekowisata serta bagaimana
dampaknya terhadap perekonomian masyarakat Kepulauan Seribu. Penulis menggunakan teori model
platform pengembangan ekowisata yang terdiri dari advocacy platform, pre-cautionary platform,
adaptancy platform, serta knowledge based platform. Sedangkan untuk menganalisis dampak
pengembangan ekowisata terhadap perekonomian, penulis menggunakan teori fungsi ekowisata
terhadap peningkatan kondisi ekonomi lokal dan sebagai stimulasi pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, pengembangan ekowisata di Kepulauan Seribu menggunakan
advocacy platform dan juga memiliki dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan
pemerintah serta mampu menstimulasi pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut.
Kata Kunci : Ekowisata, Kepulauan Seribu, platform ekowisata, perekonomian masyarakat,
pembangunan infrastruktur.

Latar Belakang Masalah


Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan luas
lautan lebih besar daripada daratan. Luas wilayah laut Indonesia mencapai 2/3 dari
total luas keseluruhan wilayah negeri ini atau sebesar 5,8 juta km2. Wilayah laut
Indonesia memiliki sekitar 17.500 lebih pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang
81.000 km. Jumlah ini merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah
Kanada. Fakta fisik dan geografis inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai
negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Luasnya wilayah laut tersebut
berkorelasi positif dengan potensi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia. Nilai
potensi dan kekayaan sumber daya alam yang terdapat pada sektor kelautan dan
perikanan diproyeksikan .mencapai 171 miliar dollar AS per tahun
(www.tribunnews.com, 14 Agustus 2014).
Potensi kelautan Indonesia tidak hanya terbatas pada sektor eksplorasi
perikanan, pelayaran, atau mineral di dasar laut. Selain sektor tersebut, pariwisata kini
muncul sebagai salah satu primadona baru dalam pemanfaatan potensi wilayah
kelautan Indonesia. Sharif C. Sutardjo selaku mantan Menteri Kelautan dan
Perikanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuturkan bahwa potensi
wisata bahari Indonesia mencapai 2 milyar dollar (www.tribunnews.com, 14 Agustus

2014). Jika melihat fenomena ini secara komprehensif, sejatinya sektor pariwisata
memang menjadi sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Pariwisata di
Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009,
pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi
minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tahun 2010,
jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7 juta lebih atau
tumbuh sebesar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya dan menyumbangkan devisa
bagi negara sebesar 7.603,45 juta dolar Amerika Serikat (Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata RI, 2009).
Sejak tahun 2001, pertumbuhan PDB pariwisata selau lebih tinggi dibanding
PDB nasional. Kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional juga terus mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2011, kontribusi pariwisata terhadap PDB
nasional tercatat sebesar 3, 25%. Selain sumbangsihnya terhadap PDB nasional,
sektor pariwisata juga menjadi salah satu penyumbang devisa yang besar bagi negara.
Tahun 2010 penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata merupakan yang
terbesar ke-tiga setelah minyak dan gas bumi serta palm oil. Catatan-catatan
kontribusi pariwisata ini pada akhirnya menjadi fokus perhatian pemerintah dan
stakeholders untuk terus menggenjot potensi pariwisata sehingga dapat menghasilkan
manfaat besar bagi Indonesia.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah (Soemardjan, 1974: 58), pariwisata memang dianggap
sebagai suatu aset yang strategis mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah
tertentu yang mempunyai potensi wisata. Hal ini disebabkan karena pariwisata
memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak),
aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya (Hartono dalam
Aryunda, 2011: 2). Guna memaksimalkan potensi pariwisata ini, banyak
pembangunan regional di wilayah Indonesia yang bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi wisata sebagai aset untuk meningkatkan pendapatan daerah dan membangun
perekonomian masyarakat, seperti halnya wilayah Bali, Lombok, Raja Ampat, serta
wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Pembangunan regional yang berorientasi pada sektor pariwisata kelautan kini
juga sedang dilakukan di ibukota Indonesia, yaitu DKI Jakarta. DKI Jakarta memiliki
potensi pariwisata laut yang besar. Salah satu daerah di DKI Jakarta yang memiliki
potensi kelautan dan berkembang saat ini adalah Kepulauan Seribu. Wilayah
Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai wilayah administratif DKI Jakarta memiliki
potensi wisata bahari yang tidak kalah dengan daerah-darah lain di Indonesia.
Kalangan dunia usaha atau entitas bisnis bahkan menilai bahwa pariwisata di
Kepulauan Seribu memiliki potensi ekonomi besar jika dikelola secara terpadu dan
akan mampu menjadi penopang ekonomi daerah bahkan provinsi DKI Jakarta
(travel.kompas.com, 24 November 2014).
Kepulauan Seribu merupakan wilayah administratif yang terletak di Utara DKI
Jakarta. Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta
merupakan suatu wilayah dengan karakteristik dan potensi alam yang berbeda
dengan wilayah DKI Jakarta lainnya. Luas wilayah daratannya hanya 875,88 Ha
atau 8,76 Km2, sementara luas wilayah lautnya mencapai 6.997,50 Km2. Wilayah

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri atas 110 pulau.
Dengan 45 pulau wisata umum, empat pulau bersejarah, dua pulau cagar alam,
dan tujuh pulau resort yang dimiliki, Kepulauan Seribu tumbuh menjadi daerah
baru yang mampu menarik minat sejumlah wisatawan baik asing maupun domestik
untuk datang sehingga dapat menghasilkan nilai tambah yang cukup besar bagi
masyarakatnya.
Sebelum mengenal potensi di wilayahnya, masyarakat Kepulauan Seribu dahulu
bergantung pada profesi di sektor perikanan sebagai nelayan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Iskandar pada tahun 1995 (dalam Iskandar, 2011) menyatakan bahwa
sumbangan terbesar pendapatan rumah tangga di Kepulauan Seribu berasal dari usaha
sektor perikanan. Belakangan, terjadi pergeseran dan perubahan dari sektor ekonomi
masyarakat, meski masyarakat masih mengandalkan profesi sebagai petani laut
namun kini ada perluasan lapangan kerjayang berasal dari sektor pariwisata.
Perkembangan industri pariwisata yang pesat memengaruhi kondisi perekonomian
masyarakat di Kepulauan Seribu. Hal ini didukung oleh peningkatan jumlah
wisatawan yang datang ke Kepulauan ini setiap tahunnya.
Pada tahun 2001, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu
tercatat sebesar 97.049 orang. Dalam perkembangannya, jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Kepulauan Seribu terus mengalami tren peningkatan yang positif dan
cukup besar. Adapun tren peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Kepulauan Seribu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Kepulauan Seribu
No.

Tahun

1.
2008
2
2009
3
2010
4
2011
5
2012
6
2013
7
Januari-Oktober 2014
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2014

Jumlah Wisatawan
132.743 orang
141.227 orang
231.020 orang
558.998 orang
659.659 orang
1.138.900 orang
1.785.280 orang

Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya pertumbuhan yang cukup besar dari
sektor pariwisata di Kepulauan Seribu. Tahun 2013 bahkan mencatat pertumbuhan
jumlah wisatawan hampir 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya
jumlah wisatawan menjadi indikator yang sangat jelas menggambarkan potensi
pariwisata bahari yang dimiliki oleh Kepulauan Seribu. Berkaitan dengan hal ini, visi
misi yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu juga
mencerminkan adanya komitmen untuk mengembangkan wilayah Kepulauan Seribu
sebagai daerah wisata yang berkualitas sehingga mampu memberikan sumbangsih
peningkatan ekonomi bagi masyarakatnya. Selain itu, dalam paparan visi misi

tersebut juga terlihat adanya tujuan untuk mengembangkan iklim pariwisata bahari
yang berkelanjutan.
Konsep pariwisata bahari yang berkelanjutan ini diejahwantahkan oleh
Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dalam bentuk pengembangan
ekowisata. Ekowisata sendiri merupakan konsep yang Berbeda dengan wisata pada
umumnya, ekowisata mengarah pada kegiatan wisata yang menarik perhatian besar
terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan sebagai salah satu isu utama
dalam kehidupan manusia. Weaver (dalam Chiutsi, dkk, 2011) mendefinisikan
ekowisata sebagai bentuk pariwisata yang menumbuhkan pembelajaran dari
pengalaman, dan penghargaan atas lingkungan alam serta komponen-komponen di
dalamnya. Beberapa pandangan menilai bahwa ekowisata merupakan bentuk lebih
lanjut dari kegiatan wisata yang selama ini dikenal, Ekowisata tidak hanya membuat
wisatawan dapat menikmati alam, namun juga memahami lingkungan alam setempat.
Bagi pengelolanya, ekowisata diharapkan mampu memberikan manfaat ekologi,
sosial, maupun ekonomi secara langsung kepada masyarakat setempat.
Sejalan dengan konsep tersebut, saat ini di wilayah Kepulauan Seribu pun
sedang dilaksanakan konsep pengembangan ekowisata. Pulau Bidadari misalnya,
pulau ini terus mengembangkan destinasi wisatanya dengan mengusung konsep Eco
Resort, Learn, and Enjoy From Nature & History. Melalui pengusungan konsep ini,
Pulau Bidadari mengembangkan wisata edukasi. Selain itu, konsep ekowisata juga
diimplementasikan melalu program wisata untuk menikmati budaya masyarakat lokal
Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Harapan, dan beberapa pulau lain di gugusan
Kep. Seribu. Disamping itu, terdapat pula pengenalan ekosistem sekaligus
penanaman mangrove di wilayah Kep. Seribu.
Konsep ekowisata sebagai salah satu bagian yang dikembangkan dari
industri pariwisata di Kepulauan Seribu memicu terjadinya interaksi dengan
berbagai
aspek
dalam kehidupan masyarakat lokalnya, termasuk sektor
perekonomian masyarakat. Aktivitas
ekowisata
ini pada akhirnya
akan
mempengaruhi jalannya perekonomian masyarakat sebagai pengelola pariwisata.
Untuk itu penulisan ini bertujuan untuk mengangkat bagaimana dampak
pengembangan kawasan ekowisata di Kepulauan Seribu terhadap kondisi
perekonomian masyarakat setempat.
Landasan Teori
Pengembangan Wilayah
Pengembangan Wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber
daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan
kepada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah. Dalam kerangka
pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan
bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Bintarto
dan Hadisumarno mengemukakan bahwa secara umum wilayah dapat diartikan
sebagai permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah
disekitarnya. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan
wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar

wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan
kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Septiani, 2011).
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan
sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan
wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu
permasalahan di wilayah yang bersangkutan. Dalam pengembangan wilayah,
pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor ekonomi akan
tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor ekonomi yang memiliki
potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor yang memiliki potensi
berkembang cukup besar diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan
merangsang sektor- sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi
perkembangan sektor potensial tersebut. Pertumbuhan yang cepat dari sektor
potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit unit ekonomi lainnya yang
pada akhirnya secara tidak langsung sektor ekonomi lainnya akan mengalami
perkembangan (Susantono, 2009).
Konsep LED (Local Economic Development)
Salah satu variasi dalam pembangunan di sebuah wilayah adalah
dilakukannya konsep Local Economic Development. Konsep pengembangan Local
Economic Development (LED) merupakan konsep pengembangan wilayah melalui
pembangunan Networking (jaringan) antara aktor (Stakeholder) yang ada di pusat
(Centre) dengan aktor yang ada di pinggiran atau pedesaan (Hinterland). Adapun
untuk definisi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development) lain
dari para pakar/ahli sebagai berikut:
Menurut World Bank :
Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses dimana pemerintah lokal dan
organsisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara,
aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan
Menurut International Labour Organization (ILO):
Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses partisipatif yang mendorong
kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah
tertentu, yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan
strategi pembangunan secara umum, dengan menggunakan sumber daya local
dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan tujuan akhir
menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi.
Menurut A. H. J. Helming :
Pembangunan Ekonomi Lokal adalah suatu proses dimana kemitraan yang
mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia
usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan
dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu.
Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia,
kelembagaan dan sumber daya fisik (Septiani, 2011).
Sementara itu dari sisi masyarakat, Pengembangan Ekonomi Lokal diartikan
sebagai upaya untuk membebaskan masyarakat dari semua keterbatasan yang

menghambat usahanya guna membangun kesejahteraannya. Kesejahteraan tersebut


dapat diartikan secara khusus sebagai jaminan keselamatan bagi adat istiadat dan
agamanya, bagi usahanya, dan bagi harga dirinya sebagai mausia. Semua jaminan
tersebut tidak dapat diperoleh dari luar sistem masyarakat karena tidak berkelanjutan,
dan oleh karena itu harus diupayakan dari sistem masarakat itu sendiri yang kerap
kali disebut kemandirian. Dengan demikian, pembangunan ekonomi lokal merupakan
upaya pemberdayaan masyarakat ekonomi dalam suatu wilayah dengan bertumpukan
kepada kekuatan lokal, baik itu kekuatan nilai lokasi, sumber daya alam, sumber daya
manusia, teknologi, kemampuan manajemen kelembagaan (capacity of institutions)
maupun asset pengalaman (Haeruman, 2001).
Adapun definisi Pembangunan Ekonomi Lokal tersebut memfokuskan
kepada:
Peningkatan kandungan lokal
Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan strategis
Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi
Pembangunan bekeberlanjutan
Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal
Pengembangan usaha kecil dan menengah
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif
Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan antar
daerah
Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan.
Ekowisata
Konsep ekowisata merupakan pengejahwantahan dari perkembangan pariwisata
di dunia. Dalam beberapa pandangan, ekowisata dinyatakan sebagai bentuk lebih
lanjut dari kegiatan pariwisata yang selama ini dikenal. Weaver (dalam Chiutsi, dkk,
2011) mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk pariwisata yang menumbuhkan
pembelajaran dari pengalaman, dan penghargaan atas lingkungan alam serta
komponen-komponen di dalamnya. Orientasi ekowisata berpusat pada konservasi,
pendidikan, etika, keberlanjutan, dampak dan manfaat lokal sebagai variabel
utamanya. Dalam teori yang dikemukakannya, Weaver juga menyatakan bahwa
pengelolaan ekowisata dilakukan dengan standar tertentu guna mencapai
pembangunan lingkungan dan sosial budaya yang berkelanjutan serta mendapatkan
manfaat secara ekonomi. Selain itu, dalam pengembangan ekowisata, Weaver juga
mengemukakan bahwa di satu sisi harus ada sebuah hubungan positif antara
lingkungan, ekonomi dan sosial budaya yang berkelanjutan, namun di sisi lain juga
harus diperhatikan masalah stabilitas perekonomian (Weaver dalam Chiutsi, dkk,
2011: 15).
Sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Weaver tersebut, Adas (dalam
Chiutsi, dkk, 2011: 11) juga mengemukakan pandangannya mengenai konsep
ekowisata. Ekowisata menurut Adas merupakan bentuk wisata yang meminimalkan
dampak negatif dari kegiatan eksplorasi wisata, memberikan kontribusi untuk
konservasi alam, memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk menikmati

keadaan alam setempat, serta tidak lupa pula memberikan manfaat ekonomi kepada
penyelenggara atau pengelola wisata tersebut. Dalam praktiknya, ekowisata memiliki
peranan besar guna menciptakan pariwisata dan pembangunan berkelanjutan.
Berkaitan dengan konsep ekowisata, Jafari (dalam Chiutsi, dkk, 2011: 11)
merumuskan bahwa terdapat 4 platform yang dapat diimplementasikan untuk
mengembangkan pengelolaan ekowisata di suatu wilayah. Pertama yaitu Advocacy
Platform, platform ini diaplikasikan dalam bentuk pengembangan ekowisata yang
mengedepankan adanya pemberian edukasi mengenai konsekuensi positif maupun
negatif dari eksplorasi alam. Platform ini menghasilkan manfaat langsung berupa
direct revenues dan penyerapan tenaga kerja, maupun manfaat tidak langsung berupa
stimulasi pembangunan di wilayah yang bersangkutan.
Kedua yaitu pre-cautionary platform, yaitu platform ekowisata yang
memberikan pemahaman bahwa ekowisata merupakan industri wisata yang sangat
bergantung pada lingkungan dan sumber daya. Sehingga wajib hukumnya untuk
mencegah kerusakan alam. Ketiga yakni platform yang disebut sebagai adaptancy
platform. Adaptancy Platform mengamanatkan adanya pencegahan terhadap
overvisiting yang berpotensi merusak kondisi alam, sehingga diharuskan adanya
pembatasan kunjungan dari wisatawan. Keempat yakni knowledge based platform,
platform ini merupakan sebuah pendekatan yang lebih objektif dan holistik yang
mengakui kekuatan dan kelemahan dari semua jenis pariwisata dan memanfaatkan
pengetahuan ilmiah untuk menentukan kombinasi terbaik dari mode pariwisata yang
akan dijalankan.
Ekowisata dan Pembangunan Masyarakat Berkelanjutan
Penerapan ekowisata di suatu wilayah membawa banyak efek bagi aktor-aktor
penyelenggaranya. Salah satu aktor penyelenggara ekowisata adalah masyarakat
setempat. Roger Chan dan Kishan Bhatta (2013) merumuskan beberapa manfaat yang
dapat diberikan ekowisata bagi masyarakat, diantaranya adalah manfaat secara
ekonomi. Adapun manfaat ekonomi yang diberikan ekowisata adalah sebagai berikut
:
a. Mempromosikan atau meningkatkan kondisi ekonomi lokal
Lindberg dan Enrique (dalam Chan & Bhatta, 2013) menyatakan bahwa
ekowisata merupakan alat yang penting untuk memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat berupa pendapatan langsung. Namun agar
ekowisata dapat memberikan banyak manfaat secara ekonomi kepada
masyarakat setempat, perlu dilakukan adanya kerjasama dan bantuan dari
pihak yang lebih memiliki kapasitas dan kompetensi mengenai ekowisata itu
sendiri, sebab masyarakat tingkat lokal biasanya kurang memiliki
pengetahuan dan kompetensi terkait pengelolaan wisata yang professional.
b. Meningkatkan stimulasi pembangunan infrastruktur dan pelayanan
wisata
Kegiatan ekowisata membutuhkan pembangunan infrastruktur dan
pelayanan yang maksimal kepada wisatawan. Adanya dorongan untuk
melakukan pengelolaan ekowisata yang lebih professional dapat menjadi

trigger bagi adanya peningkatan pembangunan infrastruktur terkait kegiatan


wisata. Peningkatan ini akan memberikan trickle down effect berupa
peningkatan pendapatan masyarakat sebab ada potensi peningkatan
kunjungan serta aktivitas wisata yang terjadi.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Analisis Platform Pembangunan Ekowisata Kepulauan Seribu
Kepualuan Seribu merupakan gugusan kepulauan yang berada di wilayah DKI
Jakarta. Sejak dahulu Kepulauan Seribu terkenal dengan wisata pesisirnya. Gugusan
Kepulauan yang berpenduduk sekitar 24 ribu jiwa ini memang menyimpan potensi
besar dalam hal pariwisata. Kumpulan pulau-pulau kecil yang alami, vegetasi hutan
di pulau yang bersifat go green, dan cluster-cluster di Pulau-pulau kecil menjadi daya
tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Selain itu pemandangan laut maupun bawah
laut serta lokasi yang relatif tidak terlalu jauh dari DKI Jakarta menjadi kombinasi
yang bagus bagi Kepulauan Seribu untuk dipromosikan menjadi destinasi wisata
kelas dunia. Jika hal ini terjadi, maka sektor pariwisata di Kepulauan Seribu bisa
menjadi penyumbang pendapatan yang cukup besar bagi Provinsi DKI Jakarta,
bahkan secara nasional.
Dibalik besarnya potensi yang dimiliki, berbagai permasalahan masih
menghambat proses transformasi Kepulauan Seribu menjadi destinasi wisata yang
berkualitas. Transportasi yang masih tidak reliable menjadi permasalahan pertama
yang masih terjadi. Berdasarkan pengalaman penulis, banyak wisatawan yang
mengunjungi kepulauan seribu berangkat dari pelabuhan di Muara Angke.
Permasalahannya adalah buruknya sarana pengangkutan yang terdapat di ujung
wilayah Jakarta tersebut. Kondisi yang bercampur dengan kapal nelayan membuat
kenyamanan menjadi dikorbankan. Selain itu, perjalanan wisatawan ke Kep. Seribu
pun masih mengandalkan kapal-kapal kayu yang disulap menjadi kapal penumpang.
Permasalahan ke-dua ialah masalah yang berkaitan dengan kondisi dan
kelestarian alam yakni sampah. Sampah ini menjadi persoalan yang paling serius
karena menjadi ancaman bagi kelestarian alam laut dan industri wisata bahari Pulau
Seribu. Selain kedua permasalahan tersebut, berbagai permasalahan lain pun masih
menghinggapi Kep. Seribu, contohnya sulitnya perizinan akibat ada dua otoritas yang
berwenang, yakni Pemda DKI dan Balai Taman Nasional. Implikasinya perizinan
untuk investasi akan lebih sulit.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan perkembangan wisata di Kepulauan
Seribu. Belakangan wisata di Kepulauan Seribu mulai menjadi primadona bagi
wisatawan yang ingin menikmati panorama laut. Ini terlihat dari jumlah kunjungan
yang terus bertumbuh tiap tahunnya. Tahun 2012 jumlah kunjungan hanya berada di
angka 659.659 orang. Di tahun 2013, jumlah ini melonjak menjadi 1.138.900 orang,
dan di tahun 2014 diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 2 juta orang.
Melonjaknya jumlah kunjungan tiap tahunnya dan adanya permasalahan terkait
kelestarian alam mendorong berbagai stakeholders yang terlibat di Kepulauan Seribu
untuk menggunakan strategi baru dalam pengembangan kawasan Kep. Seribu yakni

dengan mengembangkan konsep ekowisata atau yang juga dikenal dengan


ecotourism.
Pengembangann ekowisata di Kep. Seribu dilakukan melalui berbagai langkah.
Pertama adalah adanya program redevelopment pulau. Melalui program ini wilayah di
Kepulauan Seribu akan dibagi menjadi 3 bagian, yakni wilayah budidaya perikanan,
wilayah resort dan transportasi laut, serta wilayah konservasi alam (Sularso, 2012).
Pengembangan ekowisata di Kep. Seribu juga menggunakan 5 prinsip, yaitu :
(1) Perjalanan ke tempat alami; (2) Pendidikan konservasi; (3) Dukungan terhadap
konservasi; (4) Berdampak rendah, dan; (5) Keterlibatan masyarakat lokal. Selain itu,
Kegiatan wisata pendidikan konservasi ekowisata bahari di Taman Nasional
Kepulauan Seribu berorientasi agar pengunjung dapat memenuhi 3 sasaran upaya
ekowisata, yaitu:
1. Sasaran Pembelajaran mengenai tujuan konservasi, jenis-jenis tumbuhan
dan satwa yang dilindungi, zonasi taman nasional, teknik konservasi.
2. Sasaran Emosional, misalnya munculnya rasa bangga dalam diri pengunjung
setelah berpartispiasi dalam kegiatan konservasi, rasa marah terhadap kejadian
perburuan satwa dilindungi dan penangkapan ikan dengan cara pengeboman
3. Sasaran Perilaku, yaitu pengunjung bisa memanfaatkan informasi tentang
upaya konservasi yang telah diperoleh dalam bentuk tindakan, diantaranya
terlibat aktif dalam kegiatan perlindungan dan penyelamatan.
Sasaran tersebut kemudian diimplementasikan melalui berbagai paket
perjalanan ekowisata yang ditawarkan oleh berbagai pengelola. Sebagai contoh paket
wisata yang disediakan oleh Balai Taman Nasional Kep.Seribu. Paket-paket tersebut
antara lain: (1) kegiatan snorkeling, diving, maupun melihat aquarium bawah laut di
Pulau Putri, (2) Pengenalan ekosistem dan jenis mangrove dan teknik penanaman
mangrove di Pulau Pramuka, (3) Pengenalan teknik transplantasi karang hias di Pulau
Pramuka, (4) observasi budidaya perikanan bandeng di Pulau Panggang, hingga (5)
Pelestarian semi alami penyu sisik di Pulau Kotok (pulauseribujakarta.com, 18 Juli
2014).
Jika dikaitkan dengan model platform yang dikembangkan oleh Jafari (dalam
Chiutsi, dkk, 2011) maka pengembangan kawasan Kep. Seribu menjadi kawasan
ekowisata tersebut menggunakan platform pertama, yakni Advocacy Platform.
Pengkategorian ke dalam platform ini disebabkan adanya kesesuaian prinsip-prinsip
yang terdapat dalam advocacy platform dengan prinsip-prinsip pengembangan
kawasan ekowisata di Kep. Seribu, yakni adanya pemberian edukasi mengenai alam
kepada wisatawan. Di luar tujuannya memberkan edukasi kepada masyarakat,
pengembangan kawasan ekowisata di Kep.Seribu juga bertujuan untuk meningkatkan
revenue bagi pengelola atau masyarakat serta adanya penyerapan tenaga kerja. Ini
sejalan pula dengan nilai-nilai dalam advocacy platform.
Dampak Ekonomi Pengembangan Ekowisata di Kepulauan Seribu
Pengembangan suatu kawasan untuk menjadi ekowisata memiliki dampak
terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sesuai dengan konsep

pengembangan wilayah, pengembangan kawasan Kep. Seribu menjadi ekowisata


bertujuan untuk memacu perkembangan sosial ekonomi masyarakat, mengurangi
kesenjangan pendapatan dengan wilayah lain di DKI Jakarta, dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pemilihan pengembangan kawasan ekowisata
juga didasarkan pada fakta bahwa wisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki
potensi perkembangan cukup besar di Kep. Seribu. Dalam perjalanannya,
pengembangan ekowisata di wilayah Kep. Seribu berdampak pada sektor ekonomi
masyarakat maupun secara makro berdampak pengelolaan pemerintahan. Dampak
ekonomi dari pengembangan ekowisata di Kep. Seribu setidaknya bisa dilihat dari
beberapa indikator, seperti dampak terhadap pendapatan masyarakat, penyerapan
tenaga kerja, dan secara makro berpengaruh pada peningkatan pendapatan yang
diperoleh oleh pemerintah.

1.

Ekowisata dan Pendapatan Masyarakat serta Pemerintah


Sektor wisata pada dasarnya jika dikelola dengan maksimal akan dapat
memeiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat. Dalam konteks Kepulauan Seribu, pengembangan ekowisata di wilayah
ini mengindikasikan adanya pengaruh berupa peningkatan pendapatan masyarakat.
Peningkatan ini disebabkan banyaknya masyarakat yang saat ini memiliki usaha yang
berkaitan dengan sektor pariwisata, seperti penyewaan homestay, penyewaan perahu,
alat-alat selam, hingga yang sifatnya well organized berbentuk travel-travel agent
yang banyak menawarkan paket wisata ke Kep.Seribu.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanny Aryunda pada tahun 2010 melegitimasi
adanya peran pengembangan ekowisata terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa 81,8% masyarakat
Kep.Seribu merasakan adanya dampak langsung berupa peningkatan pendapatan
yang diperoleh oleh mereka seiring dengan berkembangnya pariwisata di wilayah
tersebut. Peningkatan pendapatan masyarakat juga dapat tercermin dari rentang
pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat di Kep. Seribu. Rentang pendapatan
dapat terlihat di tabel berikut :
Tabel 2. Rentang Pendapatan Masyarakat Kep. Seribu
Rentang Pendapatan
<1.000.000
1.000.000 2.000.000
2.000.001 3.000.000
3.000.001 4.000.000
> 4.000.000

Presentase
26,67 %
33,33 %
15,56 %
8,89 %
15,56%

Sumber: Aryunda, 2010


Berdasarkan tabel di atas, rentang pendapatan 1.000.000-2.000.000 berada pada
angka 33,33 %. Rentang pendapatan ini diperoleh oleh masyarakat bekerja di bidang
transportasi dan souvenir kecil seperti ojek perahu dan beberapa pedagang-

pedagang kaki lima yang berada di wilayah tersebut. Sementara rentang pendapatan
di atas 4.000.000 mayoritas diperoleh oleh masyarakat yang memiliki usaha
penyewaan penginapan dan catering.
Dampak ekonomi ekowisata juga dapat terlihat dari kondisi ekonomi dalam
skala makro. Laporan Statistik Daerah Kepulauan Seribu pada tahun 2012
memperlihatkan selama 2006-2011 terjadi peningkatan ekonomi sebesar 5,50 %
dengan laju pertumbuhan sebagai berikut :

Grafik 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kep.Seribu


Sumber: Statistik Daerah Kep.Seribu, 2012
Sumber pertumbuhan ekonomi Kepulauan Seribu tanpa migas paling besar berasal
dari sektor pariwisata berupa perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 2,34 poin.
Diikuti oleh sektor pertanian serta sektor konstruksi berturut-turut sebesar 1,53 poin
dan 0,77 poin. Sementara itu, data yang diperoleh data lain menyebutkan bahwa dari
tahun 2008-2012 sektor pariwisata mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,15%
tiap tahunnya.
Peranan pengembangan ekowisata terhadap kondisi perekonomian Kep. Seribu
juga bisa terlihat dari besaran Pendapatan Domestik Regional Bruto yang
digambarkan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3. Peranan Sektor Ekonomi Kepulauan Seribu Tanpa Migas, 2008-2012
(persen)
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, Restauran
Pengangkutan & Komunikasi

2008
27,74
3,26
0,46
10,35
39,02
1,83

2009
29,07
3,38
0,48
10,19
38,42
1,88

2010
29,11
3,53
0,48
10,21
38,64
1,77

2011
29,24
3,44
0,47
9,90
39,29
1,67

2012
29,57
3,36
0,49
10,16
39,26
1,55

Persewaan & Jasa Perusahaan


Jasa-Jasa
Total

4,22
13,13
100,00

3,84
12,74
100,00

3,56
12,70
100,00

3,30
12,72
100,00

3,04
12,59
100,00

Sumber: Laporan PDRB Kep. Seribu, 2012.


PDRB di Kep. Seribu memang masih didominasi oleh sektor pertambangan.
Namun jika dihitung tanpa sektor migas, sektor pariwisata menjadi penyumbang
tertinggi PDRB dan kontribusi sektor pariwisata sebagai penyumbang PDRB
tertinggi kedua setelah migas bersifat konsisten. Sektor pariwisata berupa yang terdiri
dari perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
perekonomian Kepulauan Seribu. Pada tahun 2012, kontribusi sektor ini mencapai
39,26 persen. Sebagian besar kawasan Kepulauan Seribu yang memiliki keindahan
panorama laut merupakan kawasan wisata potensial yang mendukung nilai tambah
di sektor ini, terutama setelah adanya pengembangan ekowisata di wilayah ini.
2.

Ekowisata dan Penyerapan Tenaga Kerja


Ekowisata tidak hanya memberikan manfaat berupa peningkatan pendapatan
masyarakat dan pemerintah, Kegiatan ekowisata di Kepulauan Seribu juga
memberikan peluang kerja bagi masyarakat setempat. Pengembangan ekowisata di
Kep.Seribu menambah jenis lapangan kerja atau usaha yang dapat di geluti oleh
masyarakat setempat. Pekerjaan yang dilakukan di sektor wisata berupa jasa sewa
perahu antar-pulau, transportasi kapal dari dan menuju pelabuhan di Jakarta, jasa
sewa alat-alat menyelam, memancing, dan snorkeling, tour guide, serta penyewaan
homestay. Meski demikian, peluang kerja ini bersifat tidak langsung, sebab
masyarakat hingga kini cenderung memilih petani laut sebagai pekerjaannya.
Untuk pulau-pulau seperti Pulau Ayer, Pulau Kotok, Pulau Putri dan pulau
peruntukan wisata lainnya, terutama pulau-pulau yang dikelola oleh swasta, tenaga
kerja yang digunakan kebanyakan berasal dari luar Kepulauan Seribu; sedikit
penduduk lokal yang dipekerjakan biasanya bekerja sebagai pekerja kasar berupa
pesuruh, petugas keamanan, penjaga tempat penginapan, dan sebagainya. Namun,
untuk pulau-pulau lainnya tenaga kerja berasal dari masyarakat setempat. Di wilayahwilayah yang tidak dikelola oleh swasta, mayoritas pekerja berasal dari penduduk
setempat. Tenaga kerja ini dipekerjakan oleh masyarakat setempat khususnya yang
membuka usaha akomodasi, rumah makan, serta transportasi. Besaran tenaga kerja
yang berasal dari penduduk lokal mencapai 61 % dari jumlah keseluruhan. Rincian
tenaga kerja dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 2. Asal Tenaga Kerja yang Digunakan oleh Masyarakat dan Pelaku
Usaha Wisata Setempat
Sumber: Aryunda, 2010
Secara umum, penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari pengembangan
ekowisata memang masih harus ditingkatkan, terutama penyerapan tenaga-tenaga
kerja yang akan ditempatkan di pulau-pulau yang menjadi resort dan dikelola oleh
pihak swasta. Peningkatan ini diperlukan jika melihat data mengenai statistik
ketenagakerjaan di wilayah Kep.Seribu. berdasarkan data tersebut, jumlah
pengangguran di tahun 2010 tercatat sebesar 1.005 jiwa dari total angkatan kerja
sebanyak 10.165 jiwa. Tahun 2011 jumlah pengangguran mengalami peningkatan
menjadi sebesar 1.158 orang dari total angkatan kerja 10.178 jiwa. Artinya terdapat
peningkatan jumlah pengangguran dari 9,89 % di tahun 2010 menjadi 11,38 % di
tahun 2011 (Data Statistik Daerah Kepulauan Seribu, 2012. Dibutuhkan kerjasama
dengan pihak swasta untuk mengatasi permasalahan ini. Selain itu, pihak pemerintah
setempat juga perlu meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam pengelolaan
wisata sehingga masyarakat yang tidak memiliki usaha sendiri dapat menjadi tenaga
kerja professional di lokasi wisata yang dikelola oleh pihak swasta.
3.

Ekowisata dan Peningkatan Pembangunan Infrastruktur di Kep. Seribu


Roger Chan dan Kishan Batta (2013) dalam teorinya menyatakan bahwa
pengembangan ekowisata di suatu wilayah dapat menjadi trigger yang akan memicu
terjadinya pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Dalam konteks
pengembangan ekowisata di Kep. Seribu. Pengembangan kawasan menjadi ekowisata
membuat dunia pariwisata di Kep. Seribu semakin bergairah. Untuk menunjang
peningkatan sektor pariwisata, pemerintah DKI Jakarta melalui pemerintah
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu berkomitmen untuk membangun dan
menggenjot pembangunan infrastruktur yang terkait guna menunjang kegiatan
pariwisata di wilayah tersebut. Hal ini tercermin dari pernyataan Bupati Kepulauan
Seribu Asep Syarifudin Kita akan terus mengembangkan Kepulauan Seribu ini
menjadi salah satu tujuan wisata baik lokal dan internasional. Semuanya harus
didukung sarana prasarana yang memadai, makanya kami akan terus berusaha
membangunnya (www.rri.co.id, 9 November 2014)
Peningkatan jumlah kunjungan wisawatan dan juga peningkatan pendapatan
dari sektor pariwisata tiap tahunnya mendorong pemerintah untuk sesegera mungkin
melakukan pembangunan di berbagai sektor infrastruktur. Berkaitan dengan
pembangunan yang akan dilakukan ini, Pemerintah Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu membutuhkan dana sebesar Rp 300-400 milyar. Pemkab tengah
melirik peluang di Pulau Harapan untuk dibangun penginapan dengan tingkat hunian
100 unit kamar. Pulau tersebut bakal dikelola sepenuhnya oleh Pemkab Kepulauan
Seribu dengan memberdayakan warga sekitar. Selain itu, di Pulau Pari juga akan
dibangun penginapan yang mampu menampungn 400 orang.

Selain mengandalkan pembiayaan yang berasal dari dana pemerintah, Pemkab


Kepulauan Seribu juga membuka peluang bagi investor untuk menanamkan
investasinya di Kepulauan Seribu. Guna meningkatkan investasi, Pemkab
menjanjikan adanya kemudahan dalam proses perizinan. Dorongan untuk
meningkatkan penanaman investasi di Kepulauan Seribu juga didukung oleh
komitmen Pemprov DKI Jakarta. Sejalan dengan Bupati Kepulauan Seribu, Ahok
juga mendorong para pengusaha untuk menanamkan investasi di beberapa pulau di
Kep.Seribu.
Terkait mobilisasi wisatawan maupun warga setempat, Bupati Asep Syarifudin
juga saat ini sedang mengusahakan penambahan jumlah kapal cepat untuk
mengangkut penumpang. Saat ini jumlah kapal cepat milik Dinas Perhubungan DKI
Jakarta hanya berjumlah 11 buah di Dermaga Kali Adem, Pelabuhan Muara Angke,
Penjaringan, Jakarta Utara. Itu pun tidak seluruhnya melayani rute Kepulauan Seribu,
ke depan akan segera dilakukan penambahan jumlah kapal cepat menjadi 18 buah.
Sejalan dengan permasalahan jumlah kapal cepat, salah satu permasalahan lain yang
harus segera diselesaikan adalah permasalahan dermaga untuk tempat kapal
bersandar. Bupati Asep menyebutkan bahwa sebagian besar pulau wisata di
wilayahnya hanya memiliki satu dermaga. Padahal, untuk melancarkan aktivitas
wisatawan, dibutuhkan dua dermaga di setiap pulau. Untuk itu kedepan akan
dibangun dermaga-dermaga tambahan di pulau-pulau yang hanya memiliki 1
dermaga (www.jawapos.com, 1 Desember 2014).
Terkait permasalahan keterediaan air bersih yang hingga kini masih menjadi
momok di Kepulauan Seribu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu akan
membangun sentra penyulingan desalinasi air laut dengan menggunakan teknologi
Reverse Osmosis (RO). Sentra-sentra penyulingan ini akan dibangun di pulau-pulau
yang airnya masih asin dan ketersediaan air bersihnya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari masyarakat. Proyek pembangungan infrastruktur besar lainnya
yang terkait dengan pengembangan potensi Kep. Pulau seribu sebagai destinasi
pariwisata ialah proyek pembangunan bandara atau airport di Pulau Panjang.
Pembangunan bandara hingga November 2014 telah mencapai 65 % dan telah
memakan biaya sebesar 120 milyar .
Pembangunan bandara ini ditargetkan selesai pada tahun 2015. Bandara di
Pulau Panjang ini nantinya bisa menampung pesawat dengan kapasitas penumpang
yang tidak terlalu banyak. Penggunaannya dikhususkan bagi wisatawan yang
memang berniat liburan di Kepulauan Seribu, sehingga akan mempermudah akses
dan mobilisasi wisatawan ke wilayah Kep. Seribu. Proyek-proyek pembangunan
infrastruktur ini dilakukan untuk mencapai tujuan utama Pemerintah Kab. Kepulauan
Seribu yakni menjadikan wilayah Kepulauan Seribu sebagai icon utama pariwisata di
DKI Jakarta
Penutup
Kesimpulan
Pengembangan ekowisata di wilayah Kepulauan Seribu memiliki dampak
positif terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat, terutama sektor
perekonomian di wilayah tersebut. Adanya pengembangan ekowisata memberikan

dampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat setempat, terutama bagi penduduk


yang memiliki usaha yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata di Kepulauan Seribu.
Demikian pula halnya dengan pendapatan pemerintah, ekowisata yang
dikembangkan, secara konsisten mendorong sektor pariwisata menjadi penyumbang
terbesar pendapatan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu dari sektor non migas.
Terkait dengan penyerapan tenaga kerja, meski menyediakan peluang kerja
pengembangan ekowisata masih belum secara maksimal menyerap tenaga kerja. Ini
dibuktikan dengan masih cukup tingginya tingkat pengangguran di Kepulauan Seribu.
Sarana dan prasarana serta infrastruktur masih menjadi permasalahan yang mendera
pariwisata di Kepulauan Seribu, konsep ekowisata yang dijalankan berhasil
mendorong pembangunan infrastruktur di sektor-sektor yang berfungsi sebagai
penunjang pengelolaan wisata di wilayah tersebut
Rekomendasi
Pemerintah DKI Jakarta melalui Pemerintah Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu perlu meningkatkan intensitas dan kualitas pelatihanpelatihan kepada masyarakat terkait ekowisata di Kep. Seribu. Pelatihanpelatihan yang dilakukan melalui balai latihan kerja (BLK) atau melalui
program lainnya akan meningkatkan keterserapan tenaga kerja di Kepulauan
Seribu.
Sektor swasta yang menanamkan investasinya di Kep. Seribu perlu
memperhatikan kondisi masyarakat setempat. Kerjasama bisa dilakukan dengan
masyarakat terkait pengelolaan maupun penyerapan tenaga kerja.
Pemerintah perlu melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di
Kepulauan Seribu mengingat ditetapkannya target lebih dari 2 juta wisatawan
yang berkunjung di tahun 2015. Dukungan infrastruktur menjadi kunci
keberhasilan pencapaian target tersebut.
Pembangunan bandara di Pulau Panjang merupakan proyek besar yang menelan
dana hingga ratusan milyar. Diperlukan adanya pengawasan ketat dari
pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dalam proses pembangunannya agar
tidak terjadi penyimpangan. Setelah proyek ini selesai nantinya, bandara harus
digunakan seoptimal mungkin untuk menjadi sarana mobilisasi wisatawan
sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke tempat ini.
Sebagai salah satu titik penting dalam mobilisasi wisatawan ke Kepulauan
Seribu, Pemprov DKI Jakarta harus membangun dan membenahi pelabuhan di
Muara Angke, Jakarta Utara sehingga dermaga Muara Angke ke depan bisa
kenyamanan kepada wisatawan yang akan berkunjung ke Kep. Seribu.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu akan membangun instalasi
penyulingan air laut menjadi air minum melalui proses desalinasi. Ketika
nantinya pembangunan instalasi pengolahan air bersih melalui desalinasi ini
selesai dan air bersih sudah dapat didistribusikan kepada masyarakat,
masyarakat tetap perlu melakukan penghematan air. Sehingga keberlanjutan
penyediaan air ini akan tetap terjaga dalam jangka waktu lama, dan ini akan

menjaga ketersediaan air bersih sebagai salah satu sarana penting dalam
pengelolaan pariwisata

Daftar Pustaka
Buku:
Haeruman. (2001). Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Jakarta:
Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota.
Sumodiningrat, G. (1996). Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat.
Jakarta : Bina Rena Prawira.
Susantono, Bambang. (2009). Strategi Dalam Penataan Ruang & Pengembangan
Wilayah Jakarta. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
Jurnal :
Aryunda, Hanny. (2011). Pengembangan Kawasan Ekowisata Kepulauan Seribu.
Desember 13, 2014. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 22 No. 1,
April 2011, hlm.1 16.
Chiutsi, Simon, dkk (2011). The Theory and Practice of Ecotourism in Southern
Africa. Journal of Hospitality Management and Tourism Vol. 2(2) Hlm. 1421, February 2011. Zimbabwe: Chinhoyi University of Technology.
http://www.researchgate.net/profile/Pauline_Karigambe/publication/2285111
70_The_theory_and_practice_of_ecotourism_in_Southern_Africa/links/00b49
520b817a569c9000000.pdf
Razak, Abdur & Rimadewi Suprihardjo. (2013). Pengembangan Kawasan Pariwisata
Terpadu di Kepulauan Seribu. Desember 12, 2014. Jurnal Teknik Pomits Vol.
2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539.
Chan, Roger & Kishan Bhatta. (2013). Ecotourism Planning and Sustainable
Community Development: Theoretical Perspectives for Nepal. South Asian
Journal of Tourism and Heritage January 2013, Vol. 6, No. 1.
http://www.sajth.com/old/jan2013/Microsoft%20Word%20%20006%20Roge
r%20Chan_Final%202.pdf
Publikasi Elektronik:
Ambarwati, Ririn. (2014, Oktober 8). Membangun Kelautan untuk Mengembalikan
Kejayaan Sebagai Negara Maritim. Desember 12, 2014. http://www.ppk-

kp3k.kkp.go.id/ver2/news/read/115/membangun-kelautan-untukmengembalikan-kejayaan-sebagai-negara-maritim.html
Ashdiana, I Made. (2014, November 11). Kepulauan Seribu Perlu Infrastruktur
Pendukung
Pariwisata.
Desember
12,
2014.
http://travel.kompas.com/read/2014/11/11/113100527/Kepulauan.Seribu.Perlu
.Infrastruktur.Pendukung.Pariwisata
Hamzah, Erik. (2014, Novermber 9). Kepulauan Seribu Ingin Jadi Icon Wisata
Utama di DKI. Desember 13, 2014.
http://www.rri.co.id/post/berita/117895/ekonomi/kepulauan_seribu_ingin_jadi
_icon_wisata_utama_di_dki.html
Hikari. (2014, Juli 18). Wisata Pendidikan Konservasi TNKS. Desember 12, 2014.
http://www.pulauseribujakarta.com/wisata-pendidikan-konservasi/
Ifdhal, Muhammad. (2014, November 24). Menggenjot Potensi Wisata Kepulauan
Seribu. Desember 12, 2014.
http://travel.kompas.com/read/2014/11/24/100700927/Menggenjot.Potensi.Wi
sata.Kepulauan.Seribu
Jawapos.com. (2014, Desember 1). Tambah Dermaga Wisata di Kepulauan Seribu.
Desember 13, 2014. http://www.jawapos.com/baca/artikel/9805/TambahDermaga-Wisata-di-Kepulauan-Seribu
Metrotvnews.com. (2014, Oktober 22). Potensi Indonesia Sebagai Negara Maritim.
Desember 12, 2014.
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/10/22/308561/potensi-indonesiasebagai-negara-maritim
Rahman, Ratu Rolinda. (2014, Agustus 31). Wisata Bahari Potensi Besar Bagi
Pariwisata
Indonesia.
Desember
11,
2014.
http://www.themarketeers.com/archives/wisata-bahari-potensi-besar-bagi-pariwisata-diindonesia.html
Pratama, Adiatmaputra Fajar. (2014, Agustus 14). Potensi Kelautan Indonesia
Mencapai
171
Miliar
Dollar
AS.
Desember
12,
2014.
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/08/14/potensi-kelautan-indonesiamencapai-171-miliar-dollar-as
Poskotanews.com. (2014, November 11). Pembangunan Bandara di Kepulauan
Seribu
Terus
Dikebut.
Desember
13,
2014.
http://poskotanews.com/2014/11/11/pembangunan-bandara-di-kepulauanseribu-terus-dikebut/
Septiani, Risya. (2011, Juni 18). Teori Pengembangan Wilayah. Desember 12, 2014.
https://www.scribd.com/doc/58135161/TEORI-PENGEMBANGANWILAYAH#force_seo
Sularso, Aji. (2012, November 25). Konsep Pengembangan Kepulauan Seribu.
Desember
14,
2014.
http://www.slideshare.net/ajisularso/konseppengembangan-kep-seribu
Tempo.co.(2012, November 2). Pak Jokowi Ini 5 Masalah di Kepulauan Seribu.
Desember 13, 2014.
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/02/231439327/Pak-Jokowi-Ini-5Masalah-di-Kepulauan-Seribu

Wahyuni, Tri. (2013, Oktober 3). Pariwisata Kepulauan Seribu Terus Dibenahi.
Desember 13, 2014.
http://travel.kompas.com/read/2013/10/03/1547189/Pariwisata.Kepulauan.Ser
ibu.Terus.Dibenahi
Wijayanti, P.(2008). Laporan Analisis Ekonomi Dan Kebijakan Pengelolaan
Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu Provinsi DKI Jakarta
Yasinta, Veronica. (2014, Desember 8). Perbaikan Infrastruktur Kepulauan Seribu
Terus Digenjot. Desember 12, 2014.
http://jakarta.bisnis.com/read/20141208/77/380642/perbaikan-infrastrukturkepulauan-seribu-terus-digenjot
Yusri, Safran. (Tanpa Tahun). Pengembangan Ekowisata Bahari Berbasis
Masyarakat Di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu (2004
2009). Desember 12, 2014.
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1
13%3Apengembangan-ekowisata-bahari-berbasis-masyarakat-di-kelurahanpulau-panggang-kepulauan-seribu-20042009&catid=58%3Aekowisata&Itemid=54&lang=id
Data Pemerintah
Badan Pusat Statistik Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (2012). Pendapatan
Regional Kepulauan Seribu 2008-2012
Badan Pusat Statistik Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (2012). Statistik
Daerah Kepulauan Seribu tahun 2012.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (2013). Kepulauan
Seribu dalam Angka tahun 2013.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. (2009). Ranking Devisa Pariwisata
Terhadap Komoditas Ekspor Lainnya tahun 2004-2009.

You might also like