Professional Documents
Culture Documents
2014). Jika melihat fenomena ini secara komprehensif, sejatinya sektor pariwisata
memang menjadi sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Pariwisata di
Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009,
pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi
minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tahun 2010,
jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7 juta lebih atau
tumbuh sebesar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya dan menyumbangkan devisa
bagi negara sebesar 7.603,45 juta dolar Amerika Serikat (Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata RI, 2009).
Sejak tahun 2001, pertumbuhan PDB pariwisata selau lebih tinggi dibanding
PDB nasional. Kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional juga terus mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2011, kontribusi pariwisata terhadap PDB
nasional tercatat sebesar 3, 25%. Selain sumbangsihnya terhadap PDB nasional,
sektor pariwisata juga menjadi salah satu penyumbang devisa yang besar bagi negara.
Tahun 2010 penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata merupakan yang
terbesar ke-tiga setelah minyak dan gas bumi serta palm oil. Catatan-catatan
kontribusi pariwisata ini pada akhirnya menjadi fokus perhatian pemerintah dan
stakeholders untuk terus menggenjot potensi pariwisata sehingga dapat menghasilkan
manfaat besar bagi Indonesia.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah (Soemardjan, 1974: 58), pariwisata memang dianggap
sebagai suatu aset yang strategis mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah
tertentu yang mempunyai potensi wisata. Hal ini disebabkan karena pariwisata
memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak),
aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya (Hartono dalam
Aryunda, 2011: 2). Guna memaksimalkan potensi pariwisata ini, banyak
pembangunan regional di wilayah Indonesia yang bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi wisata sebagai aset untuk meningkatkan pendapatan daerah dan membangun
perekonomian masyarakat, seperti halnya wilayah Bali, Lombok, Raja Ampat, serta
wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Pembangunan regional yang berorientasi pada sektor pariwisata kelautan kini
juga sedang dilakukan di ibukota Indonesia, yaitu DKI Jakarta. DKI Jakarta memiliki
potensi pariwisata laut yang besar. Salah satu daerah di DKI Jakarta yang memiliki
potensi kelautan dan berkembang saat ini adalah Kepulauan Seribu. Wilayah
Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai wilayah administratif DKI Jakarta memiliki
potensi wisata bahari yang tidak kalah dengan daerah-darah lain di Indonesia.
Kalangan dunia usaha atau entitas bisnis bahkan menilai bahwa pariwisata di
Kepulauan Seribu memiliki potensi ekonomi besar jika dikelola secara terpadu dan
akan mampu menjadi penopang ekonomi daerah bahkan provinsi DKI Jakarta
(travel.kompas.com, 24 November 2014).
Kepulauan Seribu merupakan wilayah administratif yang terletak di Utara DKI
Jakarta. Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta
merupakan suatu wilayah dengan karakteristik dan potensi alam yang berbeda
dengan wilayah DKI Jakarta lainnya. Luas wilayah daratannya hanya 875,88 Ha
atau 8,76 Km2, sementara luas wilayah lautnya mencapai 6.997,50 Km2. Wilayah
Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri atas 110 pulau.
Dengan 45 pulau wisata umum, empat pulau bersejarah, dua pulau cagar alam,
dan tujuh pulau resort yang dimiliki, Kepulauan Seribu tumbuh menjadi daerah
baru yang mampu menarik minat sejumlah wisatawan baik asing maupun domestik
untuk datang sehingga dapat menghasilkan nilai tambah yang cukup besar bagi
masyarakatnya.
Sebelum mengenal potensi di wilayahnya, masyarakat Kepulauan Seribu dahulu
bergantung pada profesi di sektor perikanan sebagai nelayan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Iskandar pada tahun 1995 (dalam Iskandar, 2011) menyatakan bahwa
sumbangan terbesar pendapatan rumah tangga di Kepulauan Seribu berasal dari usaha
sektor perikanan. Belakangan, terjadi pergeseran dan perubahan dari sektor ekonomi
masyarakat, meski masyarakat masih mengandalkan profesi sebagai petani laut
namun kini ada perluasan lapangan kerjayang berasal dari sektor pariwisata.
Perkembangan industri pariwisata yang pesat memengaruhi kondisi perekonomian
masyarakat di Kepulauan Seribu. Hal ini didukung oleh peningkatan jumlah
wisatawan yang datang ke Kepulauan ini setiap tahunnya.
Pada tahun 2001, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu
tercatat sebesar 97.049 orang. Dalam perkembangannya, jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Kepulauan Seribu terus mengalami tren peningkatan yang positif dan
cukup besar. Adapun tren peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Kepulauan Seribu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Kepulauan Seribu
No.
Tahun
1.
2008
2
2009
3
2010
4
2011
5
2012
6
2013
7
Januari-Oktober 2014
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2014
Jumlah Wisatawan
132.743 orang
141.227 orang
231.020 orang
558.998 orang
659.659 orang
1.138.900 orang
1.785.280 orang
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya pertumbuhan yang cukup besar dari
sektor pariwisata di Kepulauan Seribu. Tahun 2013 bahkan mencatat pertumbuhan
jumlah wisatawan hampir 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya
jumlah wisatawan menjadi indikator yang sangat jelas menggambarkan potensi
pariwisata bahari yang dimiliki oleh Kepulauan Seribu. Berkaitan dengan hal ini, visi
misi yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu juga
mencerminkan adanya komitmen untuk mengembangkan wilayah Kepulauan Seribu
sebagai daerah wisata yang berkualitas sehingga mampu memberikan sumbangsih
peningkatan ekonomi bagi masyarakatnya. Selain itu, dalam paparan visi misi
tersebut juga terlihat adanya tujuan untuk mengembangkan iklim pariwisata bahari
yang berkelanjutan.
Konsep pariwisata bahari yang berkelanjutan ini diejahwantahkan oleh
Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dalam bentuk pengembangan
ekowisata. Ekowisata sendiri merupakan konsep yang Berbeda dengan wisata pada
umumnya, ekowisata mengarah pada kegiatan wisata yang menarik perhatian besar
terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan sebagai salah satu isu utama
dalam kehidupan manusia. Weaver (dalam Chiutsi, dkk, 2011) mendefinisikan
ekowisata sebagai bentuk pariwisata yang menumbuhkan pembelajaran dari
pengalaman, dan penghargaan atas lingkungan alam serta komponen-komponen di
dalamnya. Beberapa pandangan menilai bahwa ekowisata merupakan bentuk lebih
lanjut dari kegiatan wisata yang selama ini dikenal, Ekowisata tidak hanya membuat
wisatawan dapat menikmati alam, namun juga memahami lingkungan alam setempat.
Bagi pengelolanya, ekowisata diharapkan mampu memberikan manfaat ekologi,
sosial, maupun ekonomi secara langsung kepada masyarakat setempat.
Sejalan dengan konsep tersebut, saat ini di wilayah Kepulauan Seribu pun
sedang dilaksanakan konsep pengembangan ekowisata. Pulau Bidadari misalnya,
pulau ini terus mengembangkan destinasi wisatanya dengan mengusung konsep Eco
Resort, Learn, and Enjoy From Nature & History. Melalui pengusungan konsep ini,
Pulau Bidadari mengembangkan wisata edukasi. Selain itu, konsep ekowisata juga
diimplementasikan melalu program wisata untuk menikmati budaya masyarakat lokal
Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Harapan, dan beberapa pulau lain di gugusan
Kep. Seribu. Disamping itu, terdapat pula pengenalan ekosistem sekaligus
penanaman mangrove di wilayah Kep. Seribu.
Konsep ekowisata sebagai salah satu bagian yang dikembangkan dari
industri pariwisata di Kepulauan Seribu memicu terjadinya interaksi dengan
berbagai
aspek
dalam kehidupan masyarakat lokalnya, termasuk sektor
perekonomian masyarakat. Aktivitas
ekowisata
ini pada akhirnya
akan
mempengaruhi jalannya perekonomian masyarakat sebagai pengelola pariwisata.
Untuk itu penulisan ini bertujuan untuk mengangkat bagaimana dampak
pengembangan kawasan ekowisata di Kepulauan Seribu terhadap kondisi
perekonomian masyarakat setempat.
Landasan Teori
Pengembangan Wilayah
Pengembangan Wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber
daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan
kepada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah. Dalam kerangka
pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan
bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Bintarto
dan Hadisumarno mengemukakan bahwa secara umum wilayah dapat diartikan
sebagai permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah
disekitarnya. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan
wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar
wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan
kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Septiani, 2011).
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan
sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan
wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu
permasalahan di wilayah yang bersangkutan. Dalam pengembangan wilayah,
pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor ekonomi akan
tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor ekonomi yang memiliki
potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor yang memiliki potensi
berkembang cukup besar diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan
merangsang sektor- sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi
perkembangan sektor potensial tersebut. Pertumbuhan yang cepat dari sektor
potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit unit ekonomi lainnya yang
pada akhirnya secara tidak langsung sektor ekonomi lainnya akan mengalami
perkembangan (Susantono, 2009).
Konsep LED (Local Economic Development)
Salah satu variasi dalam pembangunan di sebuah wilayah adalah
dilakukannya konsep Local Economic Development. Konsep pengembangan Local
Economic Development (LED) merupakan konsep pengembangan wilayah melalui
pembangunan Networking (jaringan) antara aktor (Stakeholder) yang ada di pusat
(Centre) dengan aktor yang ada di pinggiran atau pedesaan (Hinterland). Adapun
untuk definisi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development) lain
dari para pakar/ahli sebagai berikut:
Menurut World Bank :
Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses dimana pemerintah lokal dan
organsisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara,
aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan
Menurut International Labour Organization (ILO):
Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses partisipatif yang mendorong
kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah
tertentu, yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan
strategi pembangunan secara umum, dengan menggunakan sumber daya local
dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan tujuan akhir
menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi.
Menurut A. H. J. Helming :
Pembangunan Ekonomi Lokal adalah suatu proses dimana kemitraan yang
mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia
usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan
dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu.
Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia,
kelembagaan dan sumber daya fisik (Septiani, 2011).
Sementara itu dari sisi masyarakat, Pengembangan Ekonomi Lokal diartikan
sebagai upaya untuk membebaskan masyarakat dari semua keterbatasan yang
keadaan alam setempat, serta tidak lupa pula memberikan manfaat ekonomi kepada
penyelenggara atau pengelola wisata tersebut. Dalam praktiknya, ekowisata memiliki
peranan besar guna menciptakan pariwisata dan pembangunan berkelanjutan.
Berkaitan dengan konsep ekowisata, Jafari (dalam Chiutsi, dkk, 2011: 11)
merumuskan bahwa terdapat 4 platform yang dapat diimplementasikan untuk
mengembangkan pengelolaan ekowisata di suatu wilayah. Pertama yaitu Advocacy
Platform, platform ini diaplikasikan dalam bentuk pengembangan ekowisata yang
mengedepankan adanya pemberian edukasi mengenai konsekuensi positif maupun
negatif dari eksplorasi alam. Platform ini menghasilkan manfaat langsung berupa
direct revenues dan penyerapan tenaga kerja, maupun manfaat tidak langsung berupa
stimulasi pembangunan di wilayah yang bersangkutan.
Kedua yaitu pre-cautionary platform, yaitu platform ekowisata yang
memberikan pemahaman bahwa ekowisata merupakan industri wisata yang sangat
bergantung pada lingkungan dan sumber daya. Sehingga wajib hukumnya untuk
mencegah kerusakan alam. Ketiga yakni platform yang disebut sebagai adaptancy
platform. Adaptancy Platform mengamanatkan adanya pencegahan terhadap
overvisiting yang berpotensi merusak kondisi alam, sehingga diharuskan adanya
pembatasan kunjungan dari wisatawan. Keempat yakni knowledge based platform,
platform ini merupakan sebuah pendekatan yang lebih objektif dan holistik yang
mengakui kekuatan dan kelemahan dari semua jenis pariwisata dan memanfaatkan
pengetahuan ilmiah untuk menentukan kombinasi terbaik dari mode pariwisata yang
akan dijalankan.
Ekowisata dan Pembangunan Masyarakat Berkelanjutan
Penerapan ekowisata di suatu wilayah membawa banyak efek bagi aktor-aktor
penyelenggaranya. Salah satu aktor penyelenggara ekowisata adalah masyarakat
setempat. Roger Chan dan Kishan Bhatta (2013) merumuskan beberapa manfaat yang
dapat diberikan ekowisata bagi masyarakat, diantaranya adalah manfaat secara
ekonomi. Adapun manfaat ekonomi yang diberikan ekowisata adalah sebagai berikut
:
a. Mempromosikan atau meningkatkan kondisi ekonomi lokal
Lindberg dan Enrique (dalam Chan & Bhatta, 2013) menyatakan bahwa
ekowisata merupakan alat yang penting untuk memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat berupa pendapatan langsung. Namun agar
ekowisata dapat memberikan banyak manfaat secara ekonomi kepada
masyarakat setempat, perlu dilakukan adanya kerjasama dan bantuan dari
pihak yang lebih memiliki kapasitas dan kompetensi mengenai ekowisata itu
sendiri, sebab masyarakat tingkat lokal biasanya kurang memiliki
pengetahuan dan kompetensi terkait pengelolaan wisata yang professional.
b. Meningkatkan stimulasi pembangunan infrastruktur dan pelayanan
wisata
Kegiatan ekowisata membutuhkan pembangunan infrastruktur dan
pelayanan yang maksimal kepada wisatawan. Adanya dorongan untuk
melakukan pengelolaan ekowisata yang lebih professional dapat menjadi
1.
Presentase
26,67 %
33,33 %
15,56 %
8,89 %
15,56%
pedagang kaki lima yang berada di wilayah tersebut. Sementara rentang pendapatan
di atas 4.000.000 mayoritas diperoleh oleh masyarakat yang memiliki usaha
penyewaan penginapan dan catering.
Dampak ekonomi ekowisata juga dapat terlihat dari kondisi ekonomi dalam
skala makro. Laporan Statistik Daerah Kepulauan Seribu pada tahun 2012
memperlihatkan selama 2006-2011 terjadi peningkatan ekonomi sebesar 5,50 %
dengan laju pertumbuhan sebagai berikut :
2008
27,74
3,26
0,46
10,35
39,02
1,83
2009
29,07
3,38
0,48
10,19
38,42
1,88
2010
29,11
3,53
0,48
10,21
38,64
1,77
2011
29,24
3,44
0,47
9,90
39,29
1,67
2012
29,57
3,36
0,49
10,16
39,26
1,55
4,22
13,13
100,00
3,84
12,74
100,00
3,56
12,70
100,00
3,30
12,72
100,00
3,04
12,59
100,00
Grafik 2. Asal Tenaga Kerja yang Digunakan oleh Masyarakat dan Pelaku
Usaha Wisata Setempat
Sumber: Aryunda, 2010
Secara umum, penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari pengembangan
ekowisata memang masih harus ditingkatkan, terutama penyerapan tenaga-tenaga
kerja yang akan ditempatkan di pulau-pulau yang menjadi resort dan dikelola oleh
pihak swasta. Peningkatan ini diperlukan jika melihat data mengenai statistik
ketenagakerjaan di wilayah Kep.Seribu. berdasarkan data tersebut, jumlah
pengangguran di tahun 2010 tercatat sebesar 1.005 jiwa dari total angkatan kerja
sebanyak 10.165 jiwa. Tahun 2011 jumlah pengangguran mengalami peningkatan
menjadi sebesar 1.158 orang dari total angkatan kerja 10.178 jiwa. Artinya terdapat
peningkatan jumlah pengangguran dari 9,89 % di tahun 2010 menjadi 11,38 % di
tahun 2011 (Data Statistik Daerah Kepulauan Seribu, 2012. Dibutuhkan kerjasama
dengan pihak swasta untuk mengatasi permasalahan ini. Selain itu, pihak pemerintah
setempat juga perlu meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam pengelolaan
wisata sehingga masyarakat yang tidak memiliki usaha sendiri dapat menjadi tenaga
kerja professional di lokasi wisata yang dikelola oleh pihak swasta.
3.
menjaga ketersediaan air bersih sebagai salah satu sarana penting dalam
pengelolaan pariwisata
Daftar Pustaka
Buku:
Haeruman. (2001). Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Jakarta:
Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota.
Sumodiningrat, G. (1996). Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat.
Jakarta : Bina Rena Prawira.
Susantono, Bambang. (2009). Strategi Dalam Penataan Ruang & Pengembangan
Wilayah Jakarta. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
Jurnal :
Aryunda, Hanny. (2011). Pengembangan Kawasan Ekowisata Kepulauan Seribu.
Desember 13, 2014. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 22 No. 1,
April 2011, hlm.1 16.
Chiutsi, Simon, dkk (2011). The Theory and Practice of Ecotourism in Southern
Africa. Journal of Hospitality Management and Tourism Vol. 2(2) Hlm. 1421, February 2011. Zimbabwe: Chinhoyi University of Technology.
http://www.researchgate.net/profile/Pauline_Karigambe/publication/2285111
70_The_theory_and_practice_of_ecotourism_in_Southern_Africa/links/00b49
520b817a569c9000000.pdf
Razak, Abdur & Rimadewi Suprihardjo. (2013). Pengembangan Kawasan Pariwisata
Terpadu di Kepulauan Seribu. Desember 12, 2014. Jurnal Teknik Pomits Vol.
2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539.
Chan, Roger & Kishan Bhatta. (2013). Ecotourism Planning and Sustainable
Community Development: Theoretical Perspectives for Nepal. South Asian
Journal of Tourism and Heritage January 2013, Vol. 6, No. 1.
http://www.sajth.com/old/jan2013/Microsoft%20Word%20%20006%20Roge
r%20Chan_Final%202.pdf
Publikasi Elektronik:
Ambarwati, Ririn. (2014, Oktober 8). Membangun Kelautan untuk Mengembalikan
Kejayaan Sebagai Negara Maritim. Desember 12, 2014. http://www.ppk-
kp3k.kkp.go.id/ver2/news/read/115/membangun-kelautan-untukmengembalikan-kejayaan-sebagai-negara-maritim.html
Ashdiana, I Made. (2014, November 11). Kepulauan Seribu Perlu Infrastruktur
Pendukung
Pariwisata.
Desember
12,
2014.
http://travel.kompas.com/read/2014/11/11/113100527/Kepulauan.Seribu.Perlu
.Infrastruktur.Pendukung.Pariwisata
Hamzah, Erik. (2014, Novermber 9). Kepulauan Seribu Ingin Jadi Icon Wisata
Utama di DKI. Desember 13, 2014.
http://www.rri.co.id/post/berita/117895/ekonomi/kepulauan_seribu_ingin_jadi
_icon_wisata_utama_di_dki.html
Hikari. (2014, Juli 18). Wisata Pendidikan Konservasi TNKS. Desember 12, 2014.
http://www.pulauseribujakarta.com/wisata-pendidikan-konservasi/
Ifdhal, Muhammad. (2014, November 24). Menggenjot Potensi Wisata Kepulauan
Seribu. Desember 12, 2014.
http://travel.kompas.com/read/2014/11/24/100700927/Menggenjot.Potensi.Wi
sata.Kepulauan.Seribu
Jawapos.com. (2014, Desember 1). Tambah Dermaga Wisata di Kepulauan Seribu.
Desember 13, 2014. http://www.jawapos.com/baca/artikel/9805/TambahDermaga-Wisata-di-Kepulauan-Seribu
Metrotvnews.com. (2014, Oktober 22). Potensi Indonesia Sebagai Negara Maritim.
Desember 12, 2014.
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/10/22/308561/potensi-indonesiasebagai-negara-maritim
Rahman, Ratu Rolinda. (2014, Agustus 31). Wisata Bahari Potensi Besar Bagi
Pariwisata
Indonesia.
Desember
11,
2014.
http://www.themarketeers.com/archives/wisata-bahari-potensi-besar-bagi-pariwisata-diindonesia.html
Pratama, Adiatmaputra Fajar. (2014, Agustus 14). Potensi Kelautan Indonesia
Mencapai
171
Miliar
Dollar
AS.
Desember
12,
2014.
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/08/14/potensi-kelautan-indonesiamencapai-171-miliar-dollar-as
Poskotanews.com. (2014, November 11). Pembangunan Bandara di Kepulauan
Seribu
Terus
Dikebut.
Desember
13,
2014.
http://poskotanews.com/2014/11/11/pembangunan-bandara-di-kepulauanseribu-terus-dikebut/
Septiani, Risya. (2011, Juni 18). Teori Pengembangan Wilayah. Desember 12, 2014.
https://www.scribd.com/doc/58135161/TEORI-PENGEMBANGANWILAYAH#force_seo
Sularso, Aji. (2012, November 25). Konsep Pengembangan Kepulauan Seribu.
Desember
14,
2014.
http://www.slideshare.net/ajisularso/konseppengembangan-kep-seribu
Tempo.co.(2012, November 2). Pak Jokowi Ini 5 Masalah di Kepulauan Seribu.
Desember 13, 2014.
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/02/231439327/Pak-Jokowi-Ini-5Masalah-di-Kepulauan-Seribu
Wahyuni, Tri. (2013, Oktober 3). Pariwisata Kepulauan Seribu Terus Dibenahi.
Desember 13, 2014.
http://travel.kompas.com/read/2013/10/03/1547189/Pariwisata.Kepulauan.Ser
ibu.Terus.Dibenahi
Wijayanti, P.(2008). Laporan Analisis Ekonomi Dan Kebijakan Pengelolaan
Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu Provinsi DKI Jakarta
Yasinta, Veronica. (2014, Desember 8). Perbaikan Infrastruktur Kepulauan Seribu
Terus Digenjot. Desember 12, 2014.
http://jakarta.bisnis.com/read/20141208/77/380642/perbaikan-infrastrukturkepulauan-seribu-terus-digenjot
Yusri, Safran. (Tanpa Tahun). Pengembangan Ekowisata Bahari Berbasis
Masyarakat Di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu (2004
2009). Desember 12, 2014.
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1
13%3Apengembangan-ekowisata-bahari-berbasis-masyarakat-di-kelurahanpulau-panggang-kepulauan-seribu-20042009&catid=58%3Aekowisata&Itemid=54&lang=id
Data Pemerintah
Badan Pusat Statistik Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (2012). Pendapatan
Regional Kepulauan Seribu 2008-2012
Badan Pusat Statistik Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (2012). Statistik
Daerah Kepulauan Seribu tahun 2012.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (2013). Kepulauan
Seribu dalam Angka tahun 2013.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. (2009). Ranking Devisa Pariwisata
Terhadap Komoditas Ekspor Lainnya tahun 2004-2009.