Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
upaya terbaik untuk membantu menjaga kesehatan gigi dan jaringan mulut pasien
sebelum dan sesudah pemakaian gigi tiruan cekat adalah tindakan pencegahan
terjadinya kelainan dengan pemeriksaan awal secara teratur serta pembuatannya yang
memenuhi syarat-syarat terutama syarat histologis.1
I.5. Hipotesis
Ada dampak yang ditimbulkan oleh pemakaian gigitiruan mahkota terhadap
jaringan gingiva.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pengurangan jaringan gigi yang memadai untuk memberi ruangan yang cukup, baik
untuk penampilan estetik maupun fungsi yang normal.5
Berdasarkan lokasinya dikenal tiga jenis akhiran preparasi, yaitu akhiran
preparasi supragingiva, akhiran preparasi subgingiva, dan akhiran preparasi setinggi
gingiva. Sedangkan menurut bentuknya dikenal empat macam akhiran preparasi.
yaitu knif-edgeijeather edge, preparasi shoulder, preparasi bevel shoulder, dan
akhiran preparasi chamfer.5
lebih baik daripada logam emas yaitu sifatnya yang lebih tahan terhadap tekanan
kunyah.7
Namun lambat laun kebutuhan akan estetis pasien pengguna gigitiruan
meningkat sehingga sekitar tahun 1935 penggunaan akrilik sebagai bahan
restorasi gigi tiruan mulai dijajaki. Tetapi sekarang akrilik tidak dipergunakan
lagi sebagai bahan pembuat gigi tiruan karena banyaknya laporan tentang
seringnya bahan ini menimbulkan reaksi alergi bagi penggunaannya.7
Akibat reaksi alergi yang sering ditimbulkan oleh akrilik orang mulai
mencari bahan restorasi lain yang mempunyai estetik yang memuaskan tetapi
tidak toksik dan tidak menimbulkan alergi terhadap jaringan mukosa rongga
mulut dan bahan restorasi itu biasa disebut porselen. Pengguna porselen mulai
populer sejak 1970 sebagai bahan dari basis gigi tiruan karena selain lebih estetik,
porselen tidak menimbulkan reaksi alergi pada pasien. 7
II.3.1. Akrilik
Lebih dari 60% elemen gigitiruan di Amerika Serikat dibuat dari resin
akrilik atau resin vinil akrilik. Seperti diduga, kebanyakan elemen gigitiruan resin
memiliki basis dengan susunan linier poli (metil metakrilat). Resin poli (metil
metakrilat) yang digunakan dalam pembuatan elemen gigitiruan adalah serupa
dengan yang digunakan untuk pembuatan basis protesa. Namun besarnya ikatan
silang dalam elemen gigitiruan adalah lebih besar dibandingkan dengan basis
protesa yang terpolimerisasi. Peningkatan ini diperoleh dengan meningkatnya
jumlah ikatan silang dalam cairan basis protesa, yaitu monomer. Polimer hasilnya
menunjukkan peningkatan stabilitas dan sifat klinis yang disempurnakan. 8
Resin akrilik dipakai sebagai basis gigitiruan oleh karena bahan ini memiliki
sifat tidak toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetik balk, mudah
dimanipulasi, reparasinya mudah dan perubahan dimensinya kecil.9
Poli(metil metakrilat) murni adalah tidak berwarna, transparan dan padat.
Untuk mempermudah penggunaannya dalam kedokteran gigi, polimer diwarnai untuk
mendapatkan warns dan derajat kebeningan. Warna serta sifat optik tetap stabil di
bawah kondisi mulut yang normal dan sifat-sifat fisiknya telah terbukti sesuai untuk
aplikasi kedokteran gigi. Satu keuntungan poli(metil metakrilat) sebagai bahan basis
gigitiruan adalah relatif mudah pengerjaannya. Kurang kuat, mudah patah, tidak
cukup tegar dan menyerap cairan mulut, merupakan beberapa kelemahan resin.8
II.3.2. Porselen
Ada beberapa kategori porselen gigi: porselen konvensional yang
mengandung leucite, porselen yang diperkaya leucite, porselen ultra-low-fusing
yang mungkin mengandung leueite, porselen-kaca, porselen inti khusus ( alumina,
alumina yang diperkaya kaca, magnesia dan spinel ), dan porselen CAD CAM. 10
Porselen gigi dapat diklasifikasi menurut tipe ( porselen feld spathic,
porselen yang diperkaya leucite, porselen alumina, alumina yang diinfiltrasi kaca,
spinel diinfiltrasi kaca, dan porselen-kaca ), menurut kegunaan ( gigitiruan, vinir,
porselen logam, inlai, mahkota, dan jembatan anterior), menurut metode
pemprosesan sintering, pengecoran, atau mesin ), menurut metode pemprosesan
9
yang
berbasis
pada
anyaman
silica
(SiO2)
dan
feldspar
potas
Semua sisa air yang ada akan menguap selama pembakaran, disertai dengan
hilangnya bahan pengikat (bila ada). Besarnya pengerutan berkisar 30 - 40
10
10
3.
Sifat kimia : Salah satu daya tarik utama dari porselen sebagai bahan
restorasi gigi adalah bahwa bahan ini tidak rusak karena pengaruh kimia pada
hampir semua pada kondisi lingkungan mulut
4.
Sifat mekanis : porselen adalah bahan yang rapuh. Penemuan bahan porselen
beberapa tahun ini diarahkan pada tercapainya sifat-sifat mekanis yang baik.
seperti pada porselen alumina.
5.
Sifat termis : sifat pengantar panas yang rendah dan koefisien termal
ekspansinya sangat mendekati email dan dentin
11
11
6.
Keunggulan dental porselen dibandingkan dengan bahan aklirik antara lain :10
1. Lebih keras dan lebih kuat pada ketebalan tertentu
2. Mempunyai permukaan yang lebih mengkilap (bila proses glaze dilakukan
dengan baik)
3. Lebih tahan terhadap pengikisan / abrasi
4. Warnanya lebih stabil selama pemakaian
5. Tidak memberikan reaksi jaringan
Kekurangan yang utama adalah sifat kerapuhannya bila ketebalannya kurang
penyusutan selama pembakaran. 10
II.3.3. Logam
Bahan yang biasa digunakan untuk membuat gigitiruan adalah logam,
akrilik dan porselen. Adapun logam yang biasa dipakai adalah aloi emas, aloi
chromium cobalt, dan aloi chromium nikel. Ketiga bahan gigi tersebut dapat
dipilih sesuai kebutuhan dan disesuaikan dengan ketersediaan biaya. 11
Logam dan aloi berperan penting dalam bidang kedokteran gigi. Material
ini sering digunakan pada praktek kedokteran gigi, termasuk dental laboratorium,
restorasi langsung dan tidak langsung serta alat yang digunakan untuk preparasi
dan manipulasi gigi. Paduan logam dasar mempunyai kekuatan lebih baik dan
lebih ekonomis dari segi biaya bila dibandingkan dengan paduan logam mulia
12
12
terutama dalam pembuatan mahkota tiruan dan restorasi jembatan. Logam padu
tuang tembaga (Cu aloi) dan logam padu tuang perak (Ag aloi) masih digunakan
sebagai bahan restorasi karena cukup keras sehingga mampu menahan daya
kunyah, dapat dipoles dengan baik, tidak rnenyebabkan efek samping dan mudah
pengelolaannya. Ni-Cr aloi secara luas digunakan untuk mengganti mahalnya
precious metal aloi dan dapat mencegah korosi. Dalam mendeteksi logam tuang
untuk suatu restorasi perlu dipertimbangkan kekasaran permukaan hasil tuangan
logam, sebab kadang permukaan dari hasil tuangan logarn, terutama pada daerah
tertentu kasar dan tidak sesuai dengan cetakan. Kekasaran permukaan dari
restorasi tuang bisa mempersulit dalam proses finishing atau polishing dan dapat
memperlemah suatu restorasi tuang. Permukaan yang kasar merupakan faktor
yang paling besar untuk terjadinya perlekatan plak.12
13
13
14
14
Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva pada
daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu arteri
infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual.
b.
15
15
16
16
3. Konsistensi
Konsistensi gingiva padat, keras, kenyal, dan melekat erat pada tulang
alveolar. Kepadatan attached gingiva didukung oleh susunan lamina propria secara
alami dan hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar, sedangkan
kepadatan marginal gingiva di dukung oleh serat-serat gingiva.13
4. Tekstur Permukaan
Gingiva memiliki telcstur permukaan seperti kulit jeruk yang lembut dan
tampak tidak beraturan, yang disebut stippling. Stippling adalah gambaran gingiva
sehat, dimana berkurang atau menghilangnya stippling umumnya dihubungkan
dengan adanya penyakit gingiva. Stippling tampak terlihat pada anak usia 3 dan 10
tahun, sedangkan gambaran ini tidak terlihat pada bayi. Pada awal masa erupsi gigi
permanen, stippling menunjukkan gambaran yang beregerombol dan lebih lebar 1/8
inchi, meluas dari daerah marginal gingiva sampai ke daerah attached gingiva.13
17
17
5. Keratinisasi
Epitel yang menutupi permukaan luar marginal dan attached gingiva
mengalami keratinisasi maupun parakeratinisasi. Keratinisasi dianggap sebagai suatu
bentuk perlindungan terhadap penyesuaian fungsi gingiva dari rangsangan atau
iritasi. Lapisan pada permukaan dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan diganti
dengan sel dari lapisan granular dibawahnya. Keratinisasi mukosa mulut bervariasi
pada daerah yang berbeda. Daerah yang paling banyak mengalami keratinisasi
adalah palatum, gingiva, lidah dan pipi.13
6. Posisi
Posisi gingiva menunjukkan tingkatan dimana marginal gingiva menyentuh
gigi. Ketika masa erupsi gigi, marginal dan sulkus gingiva berada di puncak mahkota.
Selama proses erupsi berlangsung, marginal dan sulkus gingiva terlihat lebih dekat ke
arah apikal.13
7. Ukuran
Ukuran gingiva menunjukkan jumlah total elemen seluler dan interseluler,
serta vaskularisasinya. Penyakit gingiva biasanya ditandai oleh terjadinya perubahan
ukiiran dari komponen mikroskopik.13
II.5. Gingivitis
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva
sekitar gigi. Secara mikroskopik, gingivitis ditandai dengan adanya eksudat inflamasi
dan oedem, kerusakan serat kolagen gingiva, terjadi ulserasi, proliferasi epithelium
18
18
dan permukaan gigi sampai ke attached gingiva. Gingivitis atau inflamasi gingiva
adalah bentuk umum dari penyakit gingiva. Inflamasi hampir selalu ada pada semua
bentuk penyakit gingiva karena bakteri OA yang menyebabkan inflamasi dan faktor
iritasi yang membantu akumulasinya sangat sering tampak pada lingkungan
gingiva.13
Ada suatu kesepakatan bahwa gingivitis disebabkan oleh plak. Plak bakteri
dihasilkan oleh deposit bakteri yang berada pada permukaan gigi. Dalam jumlah
tertentu plak ini dapat menganggu kehidupan parasit normal sehingga bisa
menyebabkan karies dan penyakit periodontal. Kalkulus pada gigi terbentuk sebagai
akibat proses kalsifikasi dari plak. Proses kalsifikasi ini biasa terbentuk pada daerah
supragingiva atau subgingiva. Kalkulus adalah suatu faktor penting yang berperan
dalam proses terjadinya gingivitis dan penyakit periodontal.13
Gingivitis menurut etiologinya dibagi atas etiologi utama dan penunjang.
Dimana etiologi utama adalah bakteri plak, sedangkan etiologi penunjang dapat
dibagi dua yaitu lokal seperti kalkulus, tambalan overhanging, stain, tepi tambalan
yang buruk, frenulum yang tinggi, traumatik oklusi dan penyebab sistemik yaitu
penyakit-penyakit vaskuler dan defek pada fungsi imun.13
Secara klinis plak merupakan lapisan bakteri yang lunak, tidak terkalsifikasi,
menumpuk dan melekat pada permukaan gigi dan Benda lain yang berada pada
rongga mulut seperti tumpatan, geligi tiruan, maupun kalkulus. Dalam bentuk lapisan
tipis, plak umumnya tidak terlihat dan hanya dapat dilihat dengan bantuan Disclosing
Solutions.13
19
19
Gingivitis terjadi dalam 3 tahap. Batas setiap tahap tidak terlalu jelas. Tahap I
berupa lesi inisial atau awal dengan adanya perubahan vaskular berupa dilasi kapiler
dan peningkatan aliran darah. Perubahan ini terjadi sebagai respons dari aktivasi
mikroba terhadap leokosit setempat dan stimulasi terhadap sel endotel.respons awal
dari gingiva ini subklins. Juga dapat sudah terjadi perubahan pada perlekatan
epitelium dan jaringan ikat perivaskuler. Leukosit bermigrasi dan berakumulasi
didalam sulkus menyertai peningkatan aliran cairan gingiva ke dalam sulkus, jika
keadaan berlanjut, makrofag dan sel-sel limfoid juga terinfiltrasi dalam beberapa
hari.15
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi.
Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlihat
mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap
ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah
epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah
berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen dan pembengkakan
inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar
kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu ('false pocket'). Bila oedem
inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga
cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan
beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada
tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke
permukaan akar.16
20
20
Gambar 7. Gingivitis
(Sumber :[internet]. Accesess on: 20 Desember 2010. Available from: http://www.googleimage.dentistry.org)
21
21
22
jaringan gusi dan mudah dibersihkan dari sisa-sisa makanan (self cleansing).
2. Hubungan kontur mahkota dengan aktivitas otot. Morris (1962) dan Herlands
dick (1962) menganjurkan kontak restorasi dengan pipi, bibir dan lidah dapat
mempunyai efek pembersihan mahkota gigi dan jaringan gusi. Kontur mahkota
yang berlebihan (overcontured) akan menghalangi efek pembersihan ini.
3. Hubungan kontur mahkota dengan dimensi anatomi. Kraus (1969), Burch (1971)
dan Beaudreau (1973) menganjurkan bahwa pembuatan mahkota tiruan harus
meniru kontur gigi aslinya, tapi anjuran ini tidak didukung oleh penelitian.
4. Hubungan kontur mahkota dengan kontrol plak. Berdasarkan pengertian bahwa
terdapatnya plak adalah penyebab utama penyakit periodontal, maka Haren dan
Osbone (1967), Barkley (1971) dan Yuodelis dkk (1973) menyarankan kontur
mahkota yang memungkinkan kontrol plak secara optimum. Sackett dan
Gildenhuys (1976) menunjukkan secara eksperimen bahwa kontur mahkota yang
berlebihan
menghilangkan
kesempatan
untuk
pembersihan
plak
serta
23
sulit membuat pola malam, memendam dan menuang tanpa terjadi distorsi. Biasanya
sebagai kompensasi, tekniker akan membuat dinding overcontour. Cara ini akan
menimbulkan masalah pada jaringan periodontium. Prinsip berikutnya adalah
integritas marginal.18
Ada tiga syarat untuk mendapatkan tepi restorasi yang baik, yakni harus
serapat mungkin dengan tepi akhir preparasi, cukup kuat menahan tekanan kunyah,
dan jika memungkinkan harus ditempatkan pada daerah yang mudah diperiksa oleh
dokter gigi dan mudah dibersihkan oleh penderita. Restorasi cekat dapat bertahan
lama dalam rongga mulut jika tepinya beradaptasi baik dengan cavosurvace finish
line. Konfigurasi dari garis akhir preparasi menentukan bentuk dan ketebalan dari
logam serta kecekatan tepi restorasi.18
Preparasi gigi untuk mahkota metal porselen seringkali tidak adekuat
sehingga ruang yang optimal yang dibutuhkan untuk mahkota tidak diperoleh,
sehingga akan menyebabkan warna mahkota tiruan menjadi buram karena ketebalan
porselen yang menutupi coping metal tidak optimal. Dibutuhkan ruangan preparasi
minimal tebal 1,5 mm untuk mendapatkan warna mahkota tiruan yang estetis. Akan
tetapi pada beberapa kasus tidak semua gigi dapat direduksi teba1 1,5 mm. Kadangkadang pada saat dilakukan preparasi yang adekuat malah terjadi trauma pada
pulpa.19
Hal lain yang sering mengganggu tampilan pengguna mahkota tiruan metal
porselen adalah adanya grey area pada tepi mahkota, biasanya disebabkan gingiva
24
24
yang resesi setelah pemakaian dalam jangka waktu lama, sehingga bagian metal pada
tepi sedikit terlihat dan terjadinya diskolorisasi gingiva akibat korosi metal.19
25
daerah servikal terutama untuk kelompok restorasi metal porselen atau metal akrilik.
Teknik preparasi ini lebih sulit dan tidak mungkin dikerjakan pada gigi yang
mempunyai ruang pulpa yang besar. Bur yang digunakan dalam pembuatan akhiran
tepi servikal ini adalah bur bentuk fisur runcing yang ujungnya rata. Bur ini
digunakan apabila diperlukan ruangan untuk penempatan restorasi yang terbuat dari
porselen.5
26
26
oleh metal collar atau restorasi yang bagian leher/tepi servikalnya terbuat dari
logam.5
Akhiran preparasi bentuk chamfer
Beberapa peneliti menganggap sebuah akhiran servikal yang bersudut tumpul
atau bentuk dengan potongan melintang yang melengkung disebut dengan chamfer.
Bell dkk yang dikutip oleh Reitemeier menyatakan bahwa preparasi dilakukan
dengan pengurangan setebal 1,5 mm, sudut garis internal yang membulat dari sudut
cavosurface sebesar 135. Desain preparasi tepi ini sangat menguntungkan jika
dipakai untuk lahkota logam porselin, karena tepi logamnya dapat dibuat relatif tipis.
Bentuk chamfer seringkali digunakan sebagai akhiran tepi servikal dari restorasi yang
terbuat dari logam, namun bukan berarti bahwa bentuk chamfer lebih istimewa jika
dibandingkan dengan bentuk akhiran preparasi servikal lainnya.5
27
27
BAB III
METODE PENELITIAN
28
28
III.8. Data
1. Jenis data
: Data primer
2. Penyajian data
3. Pengolahan data
4. Analisis data
29
29
2. Variabel Independent
: - Stabilitas gigitiruan
- Retensi gigitiruan
3. Variabel Antara
: Oral Hygiene
III.10. Kriteria
1. Kriteria inklusi
2. Kriteria eksklusi
30
30
31
31
32
BAB IV
KERANGKA KONSEP
Gigitiruan
Cekat Mahkota
1.
Oral Hygiene
Stabilitas
Retensi
Support
Proses pembuatan
Baik
Buruk
Denture
stomatitis
Jaringan
periodontal sehat
32
BAB V
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Sampel
Kelompok umur (tahun)
16 - 20
18,8
21 - 25
17
35,4
26 - 30
11
22,9
31 - 35
18,8
36 - 40
4,2
Jenis kelamin
Laki-Laki
27
56,3
Perempuan
21
43,8
28
58,3
Mahasiswa/Coass
11
22,9
Tukang Gigi
18,8
Akrilik
37
77,1
Logam
12,5
Porselen
10,4
Bahan
33
33
(43,8%). Tempat melakukan perawatan pada dokter gigi lebih dominan (28 orang,
58,3%) dibanding pada mahasiswa/coass (11 orang, 22,9%) dan pada tukang gigi (9
orang, 18,8%). Bahan yang paling banyak digunakan adalah akrilik yaitu 37 orang
(77,1%), kemudian logam 6 orang (12,5%), dan terakhir adalah porselen 5 orang
(10,4%).
Tabel 2. Distribusi Variabel Penelitian
Variabel Penelitian
Sisa makanan nempel
Tidak
Ya
Sulit dibersihkan
Tidak
Ya
Stabilitas
Baik
Buruk
Retensi
Baik
Buruk
Gingiva
Sehat
Tidak sehat
Sariawan
Tidak
Ya
Inflamasi
Ada
Tidak ada
Perdarahan
Ada
Tidak ada
Sumber : Data Primer
18
30
37,5
62,5
17
31
35,4
64,6
31
17
64,6
35,4
39
81,3
18,8
32
16
66,7
33,3
22
45,8
26
54,2
27
56,3
21
43,8
20
28
41,7
58,3
34
34
Pada tabel 2 diperlihatkan distribusi variabel penelitian yang terdiri dari sisa
makanan yang menempel pada gigitiruan dimana 30 orang (62,5%) terdapat sisa
makanan dan 18 orang (37,5%) yang tidak terdapat sisa makanan yang menempel
pada gigitiruan mahkotanya. Menurut kesulitan pembersihannya terdapat 31 orang
(64,6%) yang gigitiruannya sulit dibersihkan dan 17 orang (35,4%) yang tidak sulit
dibersihkan. Untuk stabilitas, terdapat 31 orang (64,6%) yang memiliki stabilitas baik
dan 17 orang (35,4%) yang stabilitasnya buruk. Untuk retensi dominan memiliki
retensi yang baik yaitu 39 orang (81,3%) dan retensi buruk 9 orang (18,8%). Keadaan
jaringan gingiva responden umumnya sehat yaitu 32 orang (66,7%) dan tidak sehat
ada 16 orang (33,3%). Peneliti juga mendeteksi ada tidaknya sariawan pada
responden, dan ditemukan 26 orang (54,2%) menderita sariawan dan 22 orang
(45,8%) tidak mengalami sariawan. Dominan responden mengalami inflamasi 27
orang (56,3%) dan tidak mengalami inflamasi sebesar 21 orang (43,8%). 20 orang
(41,7%) mengalami perdarahan pada gingiva dan 28 orang (58,3%) tidak mengalami
perdarahan gingiva.
35
35
Gingiva
Stabilitas
Sehat
Jumlah
Tidak Sehat
Baik
28
58,3
6,3
31
64,6
Buruk
8,3
13
27,1
17
35,4
Total
32
66,7
16
33,3
48
100,0
0,0001
Sehat
Jumlah
Tidak Sehat
Baik
28
58,3
11
22,9
39
81,3
Buruk
8,3
10,4
18,8
Total
32
66,7
16
33,3
48
100,0
0,121
36
36
Sisa
Makanan
Sehat
Jumlah
Tidak Sehat
Menempel
Tidak
14
29,2
8,3
18
37,5
Ya
18
37,5
12
25,0
30
62,5
Total
32
66,7
16
33,3
48
100,0
0,02
37
37
orang (37,5%) dan gingiva tidak sehat sebanyak 12 orang (25%). Dari hasil analisis
data dengan uji Chi-square diperoleh nilai nilai p = 0,02 yang berarti bahwa ada
hubungan bermakna antara sisa makanan yang menempel dengan kesehatan jaringan
gingiva, karena nilai p < 0,05.
Sehat
Jumlah
Tidak Sehat
Tidak
10
20,8
14,6
17
35,4
Ya
22
45,8
18,8
31
64,6
Total
32
66,7
16
33,3
48
100,0
0,03
38
38
BAB VI
PEMBAHASAN
Sebagian
mempercayakan
perawatan
gigitiruannya pada dokter gigi, hal ini mungkin disebabkan karena responden pada
umumnya lebih memmercayai dokter gigi dalam membuat gigitiruan mahkota yang
diharapkan minim komplikasi daripada mahasiswa/coass dan tukang gigi.
Jenis bahan gigitiruan yang umumnya digunakan oleh pasien adalah akrilik,
hal ini mungkin dikarenakan oleh akrilik yang terbilang ekonomis dan estetiknya baik
serta tahan lama, bila dirawat dengan baik.
Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata yang paling banyak melakukan
perawatan gigitiruan cekat mahkota adalah laki-laki. Seperti diketahui, gigitiruan
mahkota umumnya dipasang di daerah anterior, dan sebagian besar karena mengalami
fraktur karena kecelakaan. Banyaknya responden laki-laki yang memakai gigitiruan
mahkota mungkin saja disebabkan oleh resiko laki-laki mengalami kecelakaan yang
terbilang lebih tinggi dibanding wanita.
Data stabilitas gigitiruan menunjukkan perbandingan yang sama antara
responden yang memiliki stabilitas gigitiruan yang baik dengan responden yang
39
39
terjadinya
trauma
pada
jaringan
gingiva,
selain
itu
faktor
40
Disini retensi berhubungan dengan desain tepi restorasi gigitiruan dan bentuk
desain mahkota gigitiruan yang baik. Berdasarkan pengertian bahwa terdapatnya plak
adalah penyebab utama penyakit periodontal, maka Haren dan Osbone (1967),
Barkley (1971) dan Yuodelis dkk (1973) menyarankan kontur mahkota yang
memungkinkan kontrol plak secara optimum. Sackett dan Gildenhuys (1976)
menunjukkan
secara
eksperimen
bahwa
kontur
mahkota
yang
berlebihan
41
41
Hal ini sesuai dengan penelitiaan Wyatt CCL dimana kontrol plak harus
dipertahankan selama pemakaian gigitiruan, hal ini karena plak merupakan awal
terjadinya penyakit periodontal.
42
42
BAB VII
PENUTUP
VII.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah :
1. Masalah utama pasien yang memakai gigitiruan cekat adalah desain tepis
retsorasi dan desain mahkota yang biasanya kurang baik. Hal ini
menimbulkan mudahnya pasien menderita penyakit gingiva.
2. Salah satu cara menjada kondisi rongga mulut pasien gigitiruan mahkota
adalah dengan menjaga oral hygiene agar tetap bersih dan sehat.
VII.2. Saran
Penelitian yang telah dilakukan mengenai dampak penggunaan gigitiruan
mahkota terhadap jaringan gingiva ini masih membutuhkan penelitian yang lebih
lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasilnya dapat lebih baik dan
lebih berguna kedepannya.
43
43
DAFTAR PUSTAKA
Available
from
http://www.mengenal-jenis-jenis-gigitiruan-
denture.com/dental.html.
7. [internet]. 20 October 2010. History of dentures. Accessess on : 23 December
2010. Available from : http://www.orawave.llc.html.
44
44
45
8. Kenneth J Anusavice. Philips buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi. Alih
bahasa, Johan Arief Budiman. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2003. p. 223-224.
9. David, Munadziroh E. [internet]. Januari 2005. Perubahan warna lempeng
resin akrilik yang direndam dalam larutan desinfektan sodium hipoklorit dan
klorheksidin. Accessess on : 23 December 2010. Available from :
http://www.journal.unair.ac.id/filePDF/DENT.
10. Nurhikmah. [internet]. 2008. Bahan restorasi. Accessess on : 23 December
2010. Available from : http://www.medal.org/visitor.aspx.
11. Watt MD, Mac Gregor AR. Designing partial dentures. Alih Bahasa, Lilian
Yuwono, Sherley. Jakarta: Hipokrates; 1986.
12. [internet]. Perbandingan kekasaran permukaan logam tuang Cu Aloi
(ORDEN), Ag Aloi (WASHI) dan Ni-Cr (DURABON). Accessed on : 24
December
2010.
Available
from
http://www.top/indonesiaDLN/koleksiperpustakaan-universitasjember.
13. Newman MG, Takei RI. Caranzas clinical periodontology. 9th ed. W.B.
Saunders Company : USA ; 2002. p. 16-9, 22-30, 269-81, 303-10.
14. Yayan A. [internet]. Penyakit gigi dan mulut. FK UNRI. Accessess on : 29
Desember 2010. Available from : http://yayanakhyar.wordpress.com.
15. Nurul Dewi. Gingiva yang mudah berdarah serta pengelolaannya. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ; Maret 2003. Volume 10 No.01. p.
51.
45
46
16. Cilmiaty Risya. [internet]. 4 April 2009. Kelainan jaringan penyangga gigi.
Accessess
on
29
Desember
2010.
Available
from
http://cilmiaty.blogspot.com/2009/04/kelainan-jaringan-penyangga-gigiby.html.
17. [internet]. 18 October 2010. Jangan sepelekan, infeksi gusi berujung pada
penyakit sistemik. Accessess on : 29 December 2010. Available from : http://
http://www.suaramedia.com/jangan-sepelekan-infeksi-penyakit-sistemik.
18. Ardiansyah S Pawinru, Edy Machmud. Respon jaringan periodontal terhadap
penggunaan nikel kromium sebagai komponen gigitiruan cekat. Dentofasial
Jurnal Kedokteran Gigi ; April 2009. Volume 08 No.01. p. 43-44.
19. Roeli Ardi Andries, Farisza Gita. Mahkota tiruan metal porselen anterior
dengan modifikasi tepi poreselen. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi ;
Oktober 2010. Volume 09 No.02. p. 102.
46