You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

Telur merupakan bahan makanan bergizi tinggi karena kandungan proteinnya yang
sempurna, vitamin A, thiamin, riboflavin, dan juga mengandung vitamin D. Vitamin D dari
telur merupakan penyumbang terpenting bagi tubuh, karena bahan makanan lainnya umumnya
mempunyai kandungan vitamin D yang rendah. Jika dibandingkan dengan daging, pemakaian
telur dalam menu Indonesia jauh lebih luas. Telur dapat dibuat berbagai jenis makanan, selain
disajikan dalam bentuk telur rebus dan telur goreng. Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia umumnya berasal dari unggas yang diternakkan. Jenis yang paling banyak
dikonsumsi adalah telur ayam, itik (bebek), dan puyuh.
Telur ayam dan telur itik merupakan sebagian produk ternak yang dapat diolah
menjadi berbagai produk sesuai dengan kebutuhan protein hewani masyarakat. Produk olahan
telur antara lain telur asin, telur pindang, abon telur, tepung telur dan lain-lain. Bahan pangan
hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati. Bahan pangan
hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada bahan pangan nabati bila
dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur
jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang
kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan
lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. Karakteristik masingmasing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada
daging sangatlah berbeda dengan sifat telur.
Pengolahan penting karena dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya
tahan, meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk. Dengan
demikian maka suatu produk menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapat
sentuhan teknologi pengolahan. Dalam makalah ini akan diuraikan lebih lanjut tentang
berbagai teknik pengolahan telur.

BAB II
KUALITAS TELUR

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor,yakni kualitas luarnya berupa kulit cangkang
dan isi telur. Faktor luar meliputi bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit.
Sedangkan faktor isi telur memiliki kekentalan putih telur, warna serta posisi kuning telur, dan
ada-tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur bagian
luar tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. jika telur tersebut dikonsumsi
langsung, kualitas bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan
atau diawetkan, maka kualitas kulittelur yang harus diperhatikan. Kualitas kulit telur yang
rendah sangat berpengaruh terhadap keawetan telur.
Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang
lama. Dalam suhu ruang, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan selama 2 minggu.
Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isi tidak
menggumpal lagi. Kerusakan isi telur karena CO2 yang terkandung di dalamnya sudah banyak
yang keluar sehingga derajat keasaman telur meningkat. Penguapan yang terjadi juga
membuat bobot telur menurun dan putih telur juga lebih encer. Masuknya mikroba ke dalam
telur melalui poro-pori kulit telur juga akan merusak isi telur.

Gambar 1. Peneropongan Telur


Tanda-tanda telur segar yang baik adalah bentuk kulitnya bagus, cukup tebal, tidak
cacat atau retak, teksturnya baik, warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi
kuning telur ditengah,dan tidak terdapat bercak atau noda darah.
1.

Ruang udara. Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan
telur yang sudah lama. Kualitas telur dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran
2

kedalaman ruang udaranya. Pembagiannya yaitu: kualitas AA memiliki kedalaman


ruang udara 0,3 cm, kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm, kualitas B
memiliki kedalaman ruang udara lebih dari 0,5 cm.
2.

Kuning telur. Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih, dan
tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, didalam kuning telur tidak terdapat bercak
daging atau bercak darah.

3.

Putih telur. Putih telur yang bagus adalah yang tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk
telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah.

Gambar 2. Bagian-bagian Telur

Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini beberapa
parameter untuk menentukan kualitas telur sebelah luar:
1. Kebersihan kulit telur. Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan
bersih dan tidak ada kotoran apa pun.
2. Kondisi kulit telur. Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya.
Kualitas telur akan semakin baik jika tekstur kulitnya halus dan keadaan kulit telurnya
utuh serta tidak retak.
3. Bentuk telur. Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak
terlalu lonjong, dan juga tidak terlalu bulat.
Kualitas eksterior telur antara lain ditentukan oleh cangkangnya, yaitu meliputi
kebersihan, bentuk, tekstur, dan keutuhan. Keutuhan cangkang dinilai berdasarkan ada
tidaknya retak pada cangkang sehingga sangat tergantung pada ketebalan dan kekuatan
3

cangkang. Kekuatan cangkang berkaitan dengan suplai kalsium yang diperoleh saat proses
pembentukan cangkang (Jacob et al., 2009). Telur ayam dengan bobot 58 g memiliki
persentase cangkang sebesar 12,3% (Austic dan Nesheim, 1990).
Kualitas telur menjadi titik tolak keberhasilan beternak ayam petelur.hal ini disebabkan
telur merupakan puncak dalam usaha beternak. Bila kurang atau tidak bermutu maka telur
tidak akan laku di pasaran sehingga keuntungan usaha menjadi berkurang. Kemunduran
kualitas telur dapat terjadi baik pada bagian dalam telur maupun luar telur. Umumnya,
penampakan luar lebih mudah dilihat. Perubahan kualitas dari luar antara lain terjadinya
penurunan berat telur, timbul bercak pada kerabang, ataupun kerabang menjadi retak.

Gambar 3. Telur retak/pecah


Ciri-ciri telur yang baik antara lain kulit bersih, halus, berwarna mulus, rongga
kantung udara kecil, kuning telur terletak ditengah dan tidak bergerak, putih telur bagian
dalam kental dan tinggi, pada bagian putih telur maupun kuning telur tidak terdapat noda
darah maupun daging. Bentuk telur serta besarnya juga proporsional dan normal. Telur
merupakan alat dan cara pengembangbiakan bagi unggas dan sebagian hewan. Telur secara
alami telah disiapkan oleh induknya untuk menunjung kehidupan dan perkembangan embrio
dengan sempurna. Selain dibungkus dengan kulit yang keras sebagai pelindung, telur juga
dilengkapi dengan bahan makanan yang lengkap.

Gambar 4. Telur segar

Telur 12 hari
4

Telur 21 hari

Telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak, baik secara fisik, maupun kimia.
Penanganan yang tepat, seperti memperpanjang daya simpan telur segar dan pengawetan
dengan pengolahan merupakan upaya untuk mencegah menurunnya kualitas telur. Dengan
demikian, diharapkan telur tetap bernilai gizi tinggi, tidak berubah rasa, tidak berbau busuk,
dan warna isi tidak pudar. Daya tahan telur amat pendek, maka perlu perlakuan khusus jika
akan disimpan lebih lama, terutama dalam bentuk segar. Salah satu cara memperpanjang
kesegaran telur adalah dengan mengawetkannya. Pengawetan telur segar ini berguna untuk
mengatasi saat-saat harga telur rendah, sehingga peternak tidak mengalami kerugian.
Pengawetan ini biasanya dilakukan dengan beberapa cara seperti telur asin, telur bubuk, dan
telur beku. Memperpanjang daya simpan telur segar pada prinsipnya memberikan perlakuan
pada telur utuh sehingga pori-porinya tidak dimasuki mikroba. Selain itu, perlakuan tersebut
juga bertujuan untuk mencegah keluarnya gas CO2 dan air dalam telur.
Berat jenis telur juga dipengaruhi oleh tebal kerabang, dimana dengan semakin
meningkatnya ketebalan kerabang telur maka berat jenis akan meningkat pula, dan semakin
besar telur semakin kecil nilai Berat Jenisnya. Perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena
adanya berbagai factor yang mempengaruhi antara lain: sifat genetis, umur hewan waktu
bertelur dan sifat-sifat fisiologis yang terdapat pada induk. Selanjutnya nilai indeks telur
bervariasi antara 65%-82% dan yang ideal adalah antara 70%-75% . Ketebalan kerabang juga
menipis semakin membesarnya telur, karena luas permukaan kerabang bertambah tanpa selalu
diikuti oleh bertambahnya berat kerabang itu sendiri (Sulaiman dan Rahmatullah, 2011).
Bentuk telur unggas bermacam-macam, umumnya berbentuk hampir bulat sampai
lonjong. Perbedaan bentuk ini terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi
antara lain sifat turun temurun, umur unggas saat bertelur, serta sifat-sifat fisiologis yang
terdapat dalam tubuh induk. Biasanya bentuk telur dinyatakan dalam indeks perbandingan
antara lebar dan panjang dikalikan 100. Telur dari unggas yang berbeda menghasilkan ukuran
yang berbeda pula. Umumnya telur bebek lebih besar dan lebih berat dari telur ayam. Faktorfaktor yang mempengaruhinya antara lain jenis unggas, umur, perubahan musim sewaktu
unggas bertelur, sifat keturunan, umur pembuahan, berat tubuh induk dan pakan yang
diberikan. Penyakit juga dapat menyebabkan berbagai pengaruh.
Dari produsen ke konsumen, pada umumnya telur telah mengalami beberapa kali
penyimpanan. Akibat langsung dengan adanya penyimpanan yang kurang baik ialah
5

terjadinyaperubahan isi telur. Mengingat hal tersebut perlu kiranya dilakukan suatu perawatan
dan penanganan, sehingga tetap diperoleh kualitas yang optimal. Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam perawatan dan penanganan telur adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kebersihan. Pada saat ditelurkan, umumnya telur masih bersih asalkan
dipelihara dengan baik antara lain meliputi kebersihan alas kandang, atau tempat
bertelur, kebersihan peralatan pengumpul telur, kebersihan tangan, pemisahan telur
yang retak atau tipis kulitnya dengan telur yang utuh.
2. Pengumpulan telur. Dilakukan dengan hati-hati, dimasukkan ke dalam kotak
pengumpul telur atau anyaman kawat. Selain itu, telur dimasukkan ke dalam tempat
yang sejuk (suhu 10-13oC) untuk menghindari kontaminasi dari telur dan penguapan
CO2 yang berlebih sehingga akan merusak telur.
3. Pendinginan. Menyimpan telur dalam ruangan bersuhu 0oC dan diatur kelembabannya
(85-90%) terutama bila musim panas atau penyimpana dalam ruangan dingin dengan
cara disemprotkan gas CO2 ke dalam ruangan tersebut. Kamar pendingin harus bebas
dari bau-bauan dan sering dibersihkan.
4. Pencucian. Telur di peternakan besar biasanya dicuci dan dijaga kesehatannya dengan
alat pencuci mekanis. Sebaiknya segara dicuci setelah pengumpulan selesai. Bahan
kimiawi yang digunakan antara lain formalin 0,5%, alcohol 70%, sodium hidroksida
2% dan deterjen sanitasi. Pencucian dilakukan dengan tangan, menggunakan kapas
yang dibasahi bahan pencuci dan digosok perlahan.
5. Penyimpanana. Telur ditempatkan dalam egg tray atau keranjang berlubang.
Penempatan telur dengan cara bagian yang tumpul di atas. Ruangan terhindar dari
bermacam bau-bauan (Dwiloka, 2003).

BAB III
BIOTEKNOLOGI PADA TELUR

Bioteknologi peternakan yang ada saat ini merupakan efek dari kemajuan ilmu
pengetahun yang ada. Banyak hal yang membuat bioteknologi lahir, diantaranya adalah
semakin besar tuntutan untuk mencapai target yang diinginkan dengan proses yang lebih cepat
dan terobosan yang inovatif yang bisa menguntungkan bagi umat manusia. Bioteknologi juga
memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan dewsa ini, bioteknologi sendiri mengalami
berbagai pembaruan dari bioteknologi yang bersifat tradisional kearah bioteknologi yang
modern.
Bioteknologi tradisional adalah bioteknolgi yang lair dari kebiasaan suatu masyarakat
yang tanpa disadari oleh masyarakat itu bahwa yang mereka lakukan adalah suatu terobosan
dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan bioteknologi modern adaah suatu bioteknologi yang
didasari oleh ilmu pengetahuan yang telah jelas dan bisa dipetanggungjawabkan secara
akademis. Bioteknologi dalam pemaparannya terdapat dibanyak bidang, antara lain;
bioteknologi pertanian, bioteknologi perternkan, bioteknologi perikanan, dan masih banyak
lagi.
Probiotik merupakan produk yang mengandung mikroorganisme hidup nonpatogen
yang ditambahkan ke dalam pakan, yang dapat memengaruhi laju pertumbuhan, efisiensi
penggunaan ransum, kecernaan bahan pakan dan kesehatan ternak melalui perbaikan
keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Beberapa mikroba yang berasal
dari saluran pencernaan ternak unggas, terutama pada ayam pedaging dan ayam petelur, telah
direkomendasikan oleh beberapa penelitian sebagai sumber probiotik yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi telur, efisiensi pakan dan
menghasilkan produk ternak (daging dan telur) yang rendah kolesterol, serta mengurangi bau
kandang. Beberapa mikroorganisme yang disebut EM/Effective Microorganisms- yang
banyak diterapkan dalam pertanian dan peternakan antara lain: EM-2, EM-3, EM-4, kultur
kapang, kultur mikroba rumen, mikroorganisme yang diklon dengan sel pembentukan hormon.
EM-2 ialah campuran lebih dari 80 spesies mikroorganisme. Bentuknya cair dengan pH 7,0
7

dan disimpan dalam pH 8,5. Jumlah mikroorganisme dalam kultur sangat pada mencapai
109/gr. EM-3 merupakan kultur bakteri yang terdiri dari 95% bakteri fotosintetik yang
disimpan pada pH 8,5 dengan jumlah sama dengan EM-2. EM-4 merupakan mikroorganisme
yang banyak digunakan bagi peternakan, karena 90% bakteri di dalamnya ialah Lactobacillus
Spp. Bakteri lainnya Azotobacter, Clostridia, Enterobacter, Agrobacterium, Erwinia,
Pseudomonas, dan mikroorganisme pembentuk asam laktat. Media kulturnya berbentuk cairan
dengan pH 4,5. Jumlah mikroorganisme di dalamnya sama dengan EM-2 dan EM-3.
Dalam bidang peternakan, arti probiotik cukup penting karena saat ini sebagian orang
takut terhadap makanan yang mengandung kolesterol. Kadar kolesterol biasanya tinggi pada
makanan yang kadar lemaknya tinggi. Dengan pemanfaatan probiotik, kini muncul produk
ternak seperti telur rendah kolesterol, daging sapi rendah kolesterol, daging broiler bebas
residu antibiotik, dan banyak lagi produk lainnya. Selain itu, banyak peternak yang
memanfaatkan EM-4 dengan maksud untuk menghilangkan bau dalam kandang, dan ternyata
dengan pengamatan sekilas hasilnya cukup memuaskan. Untuk mengurangi keadaan ini
memang masih diperlukan penelitian yang intensif, lebih cermat dan dengan data yang
terukur.
Dari berbagai hasil penelitian, maka efek probiotik pada ternak secara garis besar
adalah : 1) Meningkatkan laju pertumbuhan ternak potong, ayam dan babi (Fuller, 1992).
Peningkatan laju pertumbuhan ini terjadi dengan menekan jumlah mikroorganisme patogen
yang mengganggu pertumbuhan dalam kondisi subklinis, 2) Memperbaiki produksi susu
secara kualitatif dan kuantitatif (William dan New Bold, 1990). Untuk ini mikroorganisme
yang paling baik ialah kapang Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus oryzae, 3)
Meningkatkan produksi telur baik jumlah maupun berat telurnya (Fuller, 1992), 4)
Memperbaiki konversi ransum pada ayam yang diberi Enterococcus faecium (Kumprent, dkk. 1984), 5)
meningkatkan kesehatan ternak (Fuller, 1992). Mldz

BAB IV
PENGAWETAN TELUR SEGAR

A. Perlakuan Awal
Pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar. Prinsip
dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lain
dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama
mungkin. Hal di atas dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur atau mengatur
kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori
kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati
(minyak sayur), air kaca (water glass), dicelupkan dalam air mendidih dan lain-lain.
Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat dilakukan dengan penyimpanan
di ruangan khusus. Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, penting diperhatikan kebersihan
kulit telur. Hal ini karena meskipun mutunya sangat baik, tetapi jika kulitnya kotor, telur
dianggap bermutu rendah atau tidak dipilih pembeli. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium hidroksida
(soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang.
2. Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60oC) yang mengalir.

Untuk mempercepat hilangnya kotoran dapat digunakan kain. Setelah kulit telur bersih,
dapat dilakukan pengawetan telur segar dengan metode antara lain pengemasan kering,
perendaman dalam berbagai janis cairan, penutupan pori-pori kulit telur dan penyimpanan
dingin.

B. Pengemasan Kering
Pengemasan telur dapat dilakukan secara kering dengan menggunakan bahan-bahan
seperti sekam, pasir dan serbuk gergaji. Jika pengemasnya padat, cara ini akan memperlambat
hilangnya air dan CO2. Kelemahan cara ini adalah manambah berat dan volume, yang dapat
menaikkan ongkos angkut dan ruang penyimpanan. Disamping itu, pengemasan kering tidak
banyak memberikan perlindungan terhadap mikroba selama penyimpanan.
9

C. Perendaman dalam Cairan


Metode ini merupakan suatu cara pengawetan telur yang terutama bertujuan mencegah
penguapan air, serta umumnya dikombinasikan dengan penyimpanan dingin. Beberapa cara
yang dapat digunakan adalah :
1. Perendaman telur dalam larutan kapur. Larutan kapur dapat dibuat dengan cara
melarutkan 100g batu kapur (CaO) dalam 1,5 liter air, lalu dibiarkan sampai dingin.
Daya pengawet dari kapur karena mempunyai sifat basa, sehingga mencegah
tumbuhnya mikroba. Kapur (CaO) akan bereaksi dengan udara membentuk lapisan
tipis kalsium karbonat (CaCO3) di atas permukaan cairan perendam. Kemudian CaCO3
yang terbentuk akan mengendap di atas permukaan telur, membentuk lapisan tipis
yang menutupi pori-pori. Pori-pori yang tertutup ini menyebabkan mikroba tidak dapat
masuk ke dalam telur dan mencegah keluarnya air dan gas-gas lain dari dalam isi telur.
Kapur juga menyebabkan kenaikan kenaikan pH pada permukaan kulit telur yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
2. Perendaman dalam minyak paraffin. Telur direndam atau dicelupkan dalam minyak
parafin selama beberapa menit. Selanjutnya dikeringkan dengan membiarkan di udara
terbuka (dikeringanginkan) sehingga minyak parafin menjadi kering dan menutupi
pori-pori kulit telur.
3. Perendaman dalam air kaca. (water glass) Air kaca adalah larutan natrium silikat
(Na2SiO4), berbentuk cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau dan jernih seperti
kaca. Larutan ini dapat dibuat dengan melarutkan 100 g natrium silikat ke dalam 900
ml akuades, kemudian dapat digunakan untuk merendam telur. Pada saat perendaman
telur, air kaca membentuk dan mengendapkan silikat pada kulit telur, sehingga poriporinya tertutup. Air kaca juga mempunyai daya antiseptik, sehingga mencegah
pertumbuhan mikroba.
4. Pencelupan telur dalam air mendidih. Pencelupan telur dilakukan selama kurang
lebih 5 detik pada air mendidih. Hal ini menyebabkan permukaan dalam kulit telur
akan menggumpal dan menutupi pori-pori kulit telur dari dalam.
5. Pengawetan telur dengan bahan penyamak nabati. Prinsip dasar dari pengawetan
menggunakan bahan penyamak nabati adalah terjadinya reaksi penyamakan pada
bagian luar kulit telur olah zat penyamak (tanin). Akibatnya kulit telur menjadi
10

impermeabel (tidak dapat bersatu atau bercampur) terhadap air dan gas. Dengan
demikian, keluarnya air dan gas dari dalam telur dapat dicegah sekecil mungkin. Bahan
penyamak nabati yang banyak digunakan adalah daun akasia (Acasia decurrena) atau
daun jambu biji (Psidium guajava) yang telah dikeringkan. Daun kering tersebut
direndam selama semalam dan direbus 1 jam, kemudian airnya disaring dan digunakan
untuk merendam telur.
6. Penutupan pori-pori kulit telur. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan
menggunakan agar-agar, getah karet, sabun, gelatin, minyak nabati dan bahkan getah
kaktus. Bahan yang paling banyak digunakan adalah berbagai minyak nabati atau
minyak sayur karena mudah disediakan dan murah. Minyak nabati digunakan dengan
cara pencelupan atau penyemprotan. Minyak nabati yang dapat digunakan antara lain
minyak kelapa, minyak kelapa sawit minyak kacang, minyak jagung atau
kombinasi/campuran

minyak-minyak

di

atas.

Teknik

penyemprotan

akan

menghasilkan sekitar 50 mg minyak yangmenutupi pori-pori sebutir telur. Jika cara ini
dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu dingin (sekitar 1oC) dapat
mengawetkan telur selama 6 bulan, dengan hampir tidak ada perubahan dibandingkan
keadaan segarnya.

D. Penyimpanan dingin
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang relatif lama bila disimpan
dalam ruangan dingin dengan kelembaban udara antara 80 - 90% dan kecepatan aliran udara 1
- 1,5 m/detik. Dalam hal ini telur disimpan sedekat mungkin di atas titik beku telur yaitu -2oC.
Suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya CO2 dan air dari dalam telur serta
penyebaran air dari putih ke kuning telur. Untuk lebih menghambat hilangnya CO2 maka
kadar CO2 di dalam ruang penyimpanan dapat ditingkatkan sampai 3%.

11

BAB V
PRODUK OLAHAN TELUR

TELUR CAIR DAN TELUR BEKU


Produk-produk hasil olahan telur tanpa kulit antara lain dalam bentuk cairan telur (telur
cair), telur beku dan tepung telur. Ketiga produk tersebut dibuat dari telur utuh, putih telur atau
kuning telur. Produk-produk tersebut merupakan bahan setengah jadi yang akan digunakan
dalam pengolahan produk bakeri, mie instant, produk-produk konfeksionery, produk pastry,
mayonnaise dan salad dressing yang lain, es krim, produk-produk daging olahan dan soup.
Penggunaan produk-produk tersebut didasarkan atas tiga sifat utama dan telur yaitu:
pengumpalan telur pada saat dipanaskan, kemampuan membentuk busa, dan kemampuan
mengemulsi. Disamping itu kemampuan telur untuk mewarnai dan memberi rasa produk
pangan juga berperan.
Putih telur mulai menggumpal pada suhu 62oC dan kuning telur pada suhu 65oC.
Karena kemampuannya untuk menggumpal, telur berperan penting sebagai bahan pengikat
(binding agent) dalam berbagai produk pangan. Kemampuan telur membentuk busa
menyebabkan telur banyak digunakan sebagai bahan pengembang dalam produk pangan,
misalnya produk bakeri, cake dan biskuit. Kemampuan mengemulsi dari kuning telur atau
telur utuh digunakan antara lain dalam pembuatan mayonnaise. Mayonnaise adalah produk
yang dibuat dengan mencampurkan dan mengocok kuning telur, minyak olive, sari lemon atau
vinegar dan bumbu-bumbu. Kemampuan atau daya emulsi dari telur itu disebabkan oleh
kandungan lipoprotein (terutama lesitin) dan protein dalam telur.

A. Telur Cair
Cairan telur diperoleh dengan memecah telur. Isi telur selanjutnya diproses sebagai
campuran kuning dan putih telur sesuai keadaan asalnya, dipisahkan putih dan kuning
telurnya, atau campuran putih dan kuning telur dengan perbandingan tertentu untuk tujuan
khusus. Untuk mencegah kontaminasi Salmonella, semua isi telur harus dipasteurisasi. Proses
pasteurisasi berbeda-beda untuk isi telur utuh, kuning telur dan putih telur. Sebagai contoh, di
bawah ini merupakan metode pasteurisasi yang disyaratkan di Australia (Food Standard
Code):
12

a. Pasteurisasi pada 64 oC selama minimal 2,5 menit dan diikuti pendinginan dengan
cepat pada suhu < 7 oC cukup untuk cairan telur utuh atau campuran kuning dan putih
telur tanpa menyebabkan terjadinya penggumpalan protein atau menurunkan kegunaan
isi telur tersebut sebagai bahan baku produk pangan (terutama makanan
panggang/baked food).
b. Untuk kuning telur, pasteurisasi dilakukan pada suhu 60 oC selama 3,5 menit
kemudian diikuti pendinginan dengan cepat pada suhu < 7 oC.Untuk cairan putih telur,
pasteurisasi dilakukan pada suhu 55 oC selama 9,5 menit dan kemudian diikuti dengan
pendinginan pada suhu < 7 oC.
c. Pasteurisasi tidak diperlukan jika telur yang di-pecahkan langsung digunakan dalam
pembuatan suatu produk pangan.
d. Semua isi telur harus dipasteurisasi lebih dulu sebelum dibekukan atau dikeringkan.

B. Telur Beku
Telur yang akan digunakan untuk pembuatan produk pangan diawetkan dengan cara
dibekukan. Persiapan yang dilakukan sebelum telur (dalam hal ini isi telur) dibekukan sama
dengan yang dilakukan sebelum pengeringan telur. Seperti halnya tepung telur, cairan telur
dapat dibekukan sebagai telur utuh, dipisahkan antara kuning dan putih telurnya, atau
campuran putih dan kuning telur dalam perbandingan tertentu. Sebelum dipecahkan, telur
dicuci dan dikeringkan/ditiriskan lebih dulu. Pemecahan telur dapat dilakukan secara manual
atau otomatik (menggunakan mesin pemecah telur).
Tujuan utama pembekuan telur adalah untuk mengawet telur dan mempertahankan
sifat fisikokimianya, misalnya daya busa. Juga untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu telur,
misalnya dalam pembuatan es krim, kuning telur beku yang digunakan sebagai zat penstabil
(stabilizer) dapat memberikan konsistensi yang lebih baik dibandingkan menggunakan telur
segar. Tahap-tahap yang dilakukan selama persiapan telur untuk dibekukan dalam sebagai
berikut :
a. Pemilihan telur yang baik dengan metode candling. Telur yang terpilih kemudian
didinginkan sampai 15 C.
b. Pencucian telur sampai bersih, sebaiknya menggunakan air yang telah diberi klorin.

13

c. Pemecahan dan pemisahan putih dan kuning telur. Putih dan kuning telur dapat
dibekukan secara terpisah atau bersama-sama dengan proporsi seperti telur utuh.
d. Penyaringan untuk memisahkan pecahan kulit telur, membran, khalaza dan bendabenda asing lainnya.
e. Pasteurisasi cairan telur pada suhu 57,2 C selama 15 menit.Pasteurisasi dapat juga
dilakukan pada suhu 63 oC selama 1 menit untuk mengurangi jumlah mikroba.

Pembekuan telur dilakukan dalam wadah khusus untuk pembekuan pada suhu -18
sampai -21 C selama 72 jam. Dapat juga dilakukan menggunakan metode pembekuan cepat
(blast freezer) pada suhu -23,3 sampai -28,9 C atau -40 sampai -45,6 C dalam wadah kaleng
kemasan 12,5 kg dan berlangsung selama sekitar 15 jam. Masalah utama dalam pembekuan
telur adalah terbentuknya struktur seperti gel pada saat kuning telur beku dicairkan (di
thawing). Hal ini akan mengganggu penggunaan kuning telur tersebut dalam pengolahan
produk pangan, karena membutuhkan pengadukan yang kuat. Telur utuh beku juga
mempunyai masalah yang sama, tetapi tidak separah kuning telur beku.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan pemberian enzim proteolitik misalnya papain
dan fosfolipase A sebelum kuning telur dibekukan. Cara lain adalah dengan menambahkan 2 10 % garam atau 5 - 10 % glukosa ke dalam kuning telur sebelum dibekukan. Disamping gula,
dapat juga ditambahkan gliserol. Kuning telur yang mengandung gula ini banyak digunakan
untuk produkproduk bakeri atau konfektionery. Sedangkan kuning telur beku yang ditambah
garam digunakan untuk pembuatan bumbu-bumbu cair, misalnya mayonnaise. Telur beku
yang telah dicairkan (thawing) harus segera digunakan dan tidak boleh dibekukan kembali.
Hal ini karena meskipun pembekuan dan pasteurisasi telah dapat mengurangi jumlah mikroba,
tetapi produk telur beku bukan produk yang steril. Bakteri yang merusak telur pada suhu
rendah adalah Pseudomonas sp. dan juga mikroba-mikroba dari golongan Alcaligenes,
Proteus, Flavobacterium, Salmonella dan Koliform.

ABON TELUR
Pembuatan Abon Telur ayam merupakan suatu produk pangan hasil pengolahan dari
Telur ayam yg diolah secara tradisional dengan cara yang sangat sederhana namun memiliki
kandungan protein yang tinggi yg meliputi proses menggoreng, mengepres minya, mencampur
14

bumbu. Hal-hal yg perlu diperhatikan pada setiap tahapan proses pengolahan abon Telur ayam
adalah:
1. Proses menggoreng telur
Proses ini sepintas terlihat tidak penting, namun tahapan ini justru yg paling
menentukan kualitas abon telur yg dihasilkan. Pada tahap ini perlu untuk diperhatikan adalah
metrampilan dalam memutar telur setelah berada dalam minyak panas. Proses ini tidak dapat
dilakukan oleh hanya 1 orang tetapi harus ada yang membantu, karena tahapan menuangkan
adonan telur ke dalam wajan dilakukan oleh 1 orang dan saat adonan dalam minyak panas,
sudah harus langsung diputar dengan menggunakan bambu. Hal ini dilakukan karena apabila
tidak cepat diputar, maka telur akan menggumpal dan tenggelam sehingga tidak menghasilkan
abon yang baik.
2. Proses mengepres abon
Yang dimaksud dalam proses ini adalah proses dimana telur yang telah digoreng, di
pres dengan menggunakan alat pengepres dari stenless. Pengepresan bertujuan untuk
mengekstrak minyak yang terkandung dalam telur hasil gorengan, sehingga akan
menghasilkan abon yang memiliki daya tahan simpan yang panjang.
3. Pencampuran bumbu
Proses pembuatan bumbu harus dilakukan dengan cermat dimana dosis bumbu harus
sesuai anjuran sehingga rasa abon lezat dan gurih. Pencampuran dengan bumbu harus benarbenar tercampur secara merata sehingga tidak ada abon yang menggumpal dan bumbu yang
menggumpal.
4. Pengemasan abon
Tahapan ini penting untuk diperhatkan, karena dapat berpengaruh terhadap
penampilan abon. Agar menarik maka abon dikemas dalam plastik transparan. Abon akan
bertahan lama dalam kemasan apabila kandungan minyak rendah. Apabila kandungan minyak
terlalu tinggi maka akan mengakibatkan abon cepat tengik dalam kemasan.
Abon umumnya memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dapat dikonsumsi
sebagai makanan ringan atau sebagai lauk pauk. Abon sebagai salah satu bentuk produk
olahan kering sudah dikenal masyarakat luas karena harganya cukup terjangkau dan rasanya
lezat. Pembuatan abon dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengolahan bahan pangan
sehingga umur simpan bahan pangan lebih lama. Abon memiliki umur simpan yang relatif
15

lama karena berbentuk kering. Dengan cara pengolahan yang baik abon dapat disimpan
berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu.
Abon memiliki prospek ekonomi yang baik karena konsumennya luas. Kalangan
masyaidak hanya masyarakat kota saja tetapi masyarakat desa pun banyak yang menyukainya.
Abon memiliki harga cukup beragam tergantung pada biaya produksi dan bahan baku yang
digunakan. Abon yang terbuat dari daging atau ikan biasanya memiliki harga cukup tinggi.
Tetapi walaupun harga abon dari bahan tertentu cukup tinggi namun peminatnya cukup
banyak. Untuk menekan harga agar terjangkau oleh masyarakat menengah ke ba wah maka
produk abon dapat dibuat dari bahan nabati yang dikombinasikan dengan bahan hewani.

TEPUNG TELUR
Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang diproses menjadi
bubuk (egg powder). Adapun tahap pembuatannya melalui proses pengeringan dan
penepungan yang dimaksudkan agar lebih tahan lama dan dapat memperkecil tempat
penyimpanan dan sekaligus biaya pengangkutan sehingga menjadi hemat. Dan dapat pula
dijadikan solusi untuk mengurangi resiko pecah dalam proses pengiriman.
Pengeringan telur sudah dilakukan di Amerika Serikat sejak tahun 1880.Proses
pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung telur atau telur bubuk. Pada
pengeringan telur, air dikeluarkan dari cairan telur dengan cara penguapan sampai tinggal
bagian padatan dengan sedikit air. Kadar air bahan dikurangi sampai batas dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh di dalamnya. Disamping mencegah aktivitas
mikroorganisme sehingga memperpanjang daya simpan, pengeringan telur juga bertujuan
untuk mengurangi ruang penyimpanan, serta mempermudah penanganan dan transportasi.

16

Gambar 5. Tepung telur

Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti suhu cairan, luas
permukaan cairan, suhu udara pengering dan tekanan uap diudara. Perambatan panas dapat
berlangsung secara konduksi, konveksi atau radiasi. Kecepatan perambatan panas dipengaruhi
oleh sifat-sifat tertentu dari cairan telur yang dikeringkan, seperti panas spesifik, kekentalan,
densitas (berat jenis) dan tegangan permukaan.
Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur ada 4 macam,
yaitu pengeringan semprot (spray drying), pengeringan secara lapis tipis (pan drying),
pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan busa (foaming drying). Pengeringan
semprot merupakan metode yang paling sering digunakan untuk memproduksi tepung telur.
Prinsip metode ini adalah menyemprotkan cairan telur ke dalam aliran udara panas, sehingga
permukaan cairan telur menjadi sangat luas dan pengeringan berlangsung dengan cepat.
Pengeringan semprot biasanya digunakan untuk membuat tepung telur utuh dan tepung
kuning telur, tetapi tidak digunakan untuk membuat tepung putih telur. Putih telur dapat
menggumpal sehingga menyumbat peralatan pengering semprot. Emulsi telur yang akan
dikeringkan dengan metode pengeringan semprot sebaiknya bersuhu awal sekitar 4,5 C atau
bisa juga bersuhu 60 C. Pada suhu awal emulsi telur 4,5 C akan dihasilkan tepung telur
dengan kerapatan jenis sebesar 0,53 gram per cm3 sedangkan jika suhu awal 60 C kerapatan
jenisnya 0,48 gram per cm3. Pengeringan semprot biasanya menggunakan tekanan semprot
terhadap emulsi telur sebesar 126,67 sampai 31,85 kg/cm2 dan suhu sekitar 110 C sampai
149 C agar diperoleh tepung dengan kadar air 3 - 5 persen.

17

Pengeringan telur utuh dan kuning telur dengan pengering semprot beraliran cocurrent (arah udara panas dan arah cairan yang disemprotkan sama atau searah) dan alat
penyemprot jenis rotary atau nozzle, pada suhu udara masuk 145 - 200 C akan menghasilkan
tepung telur dengan kadar air 2 - 4 persen.
Metode pengeringan secara lapis umumnya digunakan untuk membuat tepung putih
telur, tetapi dapat juga digunakan untuk membuat tepung telur utuh dan tepung kuning telur.
Pengeringan cara ini dilakukan pada suhu sekitar 40,56 C sampai 47,78 C sedangkan jenis
alat pengering yang digunakan antara lain oven dan water jacketed pan. Pengeringan telur
utuh atau kuning telur yang dilakukan pada suhu 40 - 45 C dengan tebal lapisan sekitar 6 mm
dan lama pengeringan 6 jam menghasilkan tepung telur dengan kadar air 5 persen.
Pada pengeringan beku, air diuapkan dari bahan beku secara sublimasi, yang prosesnya
berlangsung dalam keadaan vakum. Tepung telur yang dihasilkan dengan cara ini mempunyai
sifat-sifat yang sangat baik, dalam arti tidak atau sedikit sekali mengalami perubahan sifat
fisikokimia selama pengeringan. Kelemahannya adalah metode ini memerlukan biaya operasi
yang relatif mahal, sehingga hanya akan menguntungkan jika dilakukan dalam skala yang
besar.
Pengeringan busa digunakan untuk mengeringkan bahan cair yang dapat dibusakan,
misalnya putih telur. Pembentukan busa menghasilkan luas permukaan yang besar sehingga
mempercepat proses pengeringan. Pengeringan cara ini hamper sama dengan pengeringan cara
lapis. Cairan telur dikocok sehingga membentuk busa, kemudian dikeringkan dengan
ketebalan 3,2 mm pada suhu 82,2 C selama 12 menit. Setelah kering dilakukan penggilingan,
hasilnya berupa tepung telur dengan kadar air 2 - 3 persen.
Daya busa tepung telur sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan telur segar.
Dalam pembuatan makanan, sifat-sifat fungsional dalam tepung telur tetap ada karena akan
menentukan kemampuan dalam pembuatan makanan tersebut. Penambahan gula seperti
sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat
memperbaiki sifat daya busanya. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa,
sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.

18

Pada awalnya di amerika, tepung telur ini dibuat untuk keperluan militer yang mana
penggunaannya cukup ditambahkan dengan air dengan perbandingan 2 sendok makan tepung
telur : 4 sendok makan air, dan juga dibuat untuk kepentingan bencana alam, pengiriman
bahan-bahan makanan praktis ini dapat mengurangi resiko di perjalanan dan lebih awet. Bila
telur tidak tahan 1 bulan, tepung telur ini bisa tahan dari 1 hingga 3 tahun, tergantung dengan
tempat penyimpanannya. Jadi sangat praktis, hanya dengan mencampurkan bahan tersebut
sudah bisa membuat telur dadar.

TELUR ASIN
Telur asin adalah istilah umum untuk masakan berbahan dasar telur yang diawetkan dengan
cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk menonaktifkan enzim perombak). Kebanyakan telur
yang diasinkan adalah telur itik, meski tidak menutup kemungkinan untuk telur-telur yang lain. Masa
kadaluwarsa telur asin bisa mencapai satu bulan (30 hari). Panganan ini bersifat praktis dan dapat
dipadukan dengan berbagai masakan misalnya nasi jamblang, dan nasi lengko, bahkan dapat pula
dimakan tanpa nasi. Nelayan yang melaut atau orang yang bepergian untuk waktu lama biasa
membawa telur asin untuk bekal. Di Jawa Tengah, daerah Brebes dikenal sebagai penghasil utama
telur asin. Industri telur asin di Brebes cukup meluas hingga tersedia berbagai pilihan kualitas telur
asin. Masing-masing produsen memiliki cap sendiri-sendiri yang biasanya dapat dilihat pada kulit
telur. Walaupun selera orang berbeda-beda, telur asin yang dinilai berkualitas tinggi memiliki ciri-ciri
bagian kuning telur berwarna jingga terang hingga kemerahan, "kering" (jika digigit tidak
mengeluarkan cairan), tidak menimbulkan bau amis, dan rasa asin tidak menyengat.
Sejak zaman dulu masyarakat kita telah mengenal pengasinan sebagai salah satu upaya untuk
mengawetkan telur (memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis (terutama telur itik), dan
menciptakan rasa yang khas.
Berdasarkan proses pengolahannya, telur asin dapat dibuat dengan cara merendam dalam
larutan garam jenuh atau menggunakan adonannya. Adonan garam merupakan campuran antara
garam, abu gosok, serbuk bata merah, dan kadang-kadang sedikit kapur. Pembuatan telur asin
dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis. Mula-mula telur
diamplas untuk membuka pori-pori kulitnya, sehingga pada saat perendaman akan mudah menyerap
garam. Larutan garam disiapkan dengan cara mencampur air dan garam dapur sampai jenuh. Artinya,

19

air tidak mampu lagi melarutkan garam. Keunggulan pembuatan telur asin dengan cara ini adalah
prosesnya

lebih

singkat,

meski

kualitas

telur

asin

yang

dihasilkan

kurang

bagus.

Cara pembuatan dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan telur asin yang jauh lebih
bagus mutunya, warna lebih menarik, serta cita rasa yang lebih enak, tapi prosesnya lebih rumit.
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi
kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim
perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.
Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam (NaCl) akan masuk ke
dalam telur dengan cara merembes melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke
kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion
chlor inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan
mikroba pada telur.
Makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk ke
dalamnya, sehingga telur menjadi semakin awet dan asin. Lamanya telur dibungkus adonan ini harus
disesuaikan dengan selera masyarakat yang akan mengonsumsinya.Penambahan garam dalam

jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini
disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba (sel
mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel) dan sel menjadi peka terhadap CO2.
Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan
menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Pengasinan
merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah
garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Laju difusi tergantung perbedaan tekanan osmosis
antara isi telur dan kandungan garam dalam adonan. Makin besar perbedaannya, makin cepat
laju difusi yang terjadi.Laju difusi mendapat hambatan dari lapisan kapur pada kulit dan lemak
pada kuning telur.

20

Gambar 6. Telur asin


Ukuran kristal garam berpengaruh pada proses pengasinan telur. Kristal garam yang
besar (lebih dari 6 mm3) menghasilkan laju difusi yang lambat, sedangkan kristal yang kecil
(kurang dari 1 mm3) laju difusi akan terlalu cepat yang dapat menyebabkan pengerasan
lapisan protein terluar dari telur sehingga menghambat difusi garam kebagian telur yang lebih
dalam. Pengasinan yang biasa dilakukan secara tradisional menghasilkan telur yang bercita
rasa khas dan disukai. Meskipun demikian terjadi kehilangan berat telur yang relatif besar. Hal
ini disebabkan adanya difusi air serta penguapan uap air dan gas-gas keluar dari dalam telur.
Telur yang telah diasin mengalami penurunan berat sekitar 2 - 8,4 persen. Penurunan
berat tersebut dapat dikurangi dengan cara menyamak kulit telur setelah dilakukan pengasinan.
Penyamakan dapat dilakukan dengan bahan bahan nabati yang mengandung tanin, misalnya
ekstrak daun akasia, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak teh. Ekstrak daun teh menghasilkan
telur asin dengan mutu dan cita rasa yang baik. Penggunaan ekstrak daun teh lebih efektif jika
dilakukan setelah pengasinan, sebab tidak menghambat proses pengasinan itu sendiri. Jika
diinginkan proses yang lebih cepat, ekstrak daun teh dapat ditambahkan langsung ke dalam
adonan garam, hanya hasilnya tidak sebaik cara perendaman setelah pengasinan. Pengasinan
telur dikatakan berhasil dengan baik, jika telur asin yang dihasilkan bersifat :
1. Stabil, dapat disimpan lama tanpa banyak mengalami perubahan. Keawetan telur asin
tergantung pada konsentrasi garam yang digunakan dalam adonan. Semakin tinggi
konsentrasinya, semakin awet telur asin yang dihasilkan. Selain itu, waktu telur
dibungkus dengan adonan juga berpengaruh terhadap keawetan. Semakin lama
dibungkus adonan, semakin baik keawetannya. Dalam hal ini harus dipertimbangkan

21

intensitas rasa asin yang dihasilkan. Dengan kata lain rasa asin yang diperoleh juga
harus diatur.
2. Aroma dan rasa telur asin terasa dengan nyata (tidak tercium bau amoniak atau bau
yang kurang sedap). Telur bebek sangat cocok untuk diasinkan, karena rasa amis dari
telur akan berkurang dengan pengasinan. Selain itu, pori-pori telur bebek lebih banyak
sehingga garam mudah berpenetrasi (masuk ke dalam telur). Pembuatan telur asin
menggunakan adonan garam dengan tanah liat atau abu gosok dengan perbandingan 1 :
1,5 menghasilkan telur asin yang disukai.
3. Penampakan putih dan kuning telur yang baik Telur dengan albumen yang putih dan
kuning telur yang mempur dan berminyak dipinggirnya saja merupakan telur asin yang
disukai. Jika adonan pembungkus telur kurang baik, kuning telur akan berwarna
kebiruan. Kuning telur pada telur asin yang ber mutu tinggi terletak di tengah, dengan
ukuran kantung udara yang kecil. Jika letaknya tidak di tengah, menandakan telur yang
digunakan mutunya kurang baik. Penggunaan teh pada proses pengasinan telur
ternyata dapat mengurangi pergeseran kuning telur ke arah kulit.
Adonan yang digunakan dalam pembuatan telur asin terbuat dari garam dapur, bubuk
bata merah dan abu dengan perbandingan 4 : 3 : 3. Campuran tersebut diaduk merata
kemudian ditambah air sampai membentuk adonan yang kental. Untuk campuran garam
dengan ekstrak daun teh, komposisi adonan sama dengan di atas, hanya air yang digunakan
adalah air teh pekat/pahit. Larutan teh dibuat dengan perbandingan antara bubuk teh hitam dan
air sebesar 1 : 60, kemudian campuran direbus sehingga diperoleh larutan berwarna coklat
kehitaman khas ekstrak teh.
Telur yang telah dicuci dan ditiriskan, dibungkus dengan adonan di atas, kemudian
ditempatkan dalam tempayan tanah liat yang telah berisi abu gosok dan bubuk batu bata
merah. Agar tidak melekat satu sama lain, telur yang telah dilumuri adonan diletakkan diselasela abu atau bubuk batu bata merah. Pemeraman dilakukan diruang terbuka selama 10 - 14
hari. Setelah selesai, telur dibersihkan dari adona dan direbus. Supaya lebih awet, setelah
pemeraman selesai, telur dibersihkan dari adonan dan kemudian direndam dalam larutan teh
pekat selama 8 hari.

22

TELUR PINDANG
Telur pindang merupakan telur yang dimasak dengan bumbu-bumbu yang meliputi
bawang merah, bawang putih, daun salam dan garam secukupnya. Adapun warna merah pada
kulit luar telur pindang, dapat diperoleh dengan mencampurkan kulit bawang merah ataupun
daun jambu biji dalam proses perebusannya. Bila telur rebus biasa hanya tahan disimpan
selama 1-2 hari saja, maka telur pindang dapat tahan disimpan selama 1 minggu.
Dalam pembuatan telur pindang, sering kali kulit luar telur tersebut dibuat sedikit
retak. Tepat pada bagian yang retak-retak tersebut akan muncul warna merah coklat yang lebih
tua dibandingkan dengan warna pada bagian yang tidak retak. Dengan demikian akan
mempercantik penampilan telur pindang tersebut setelah dikupas (Sutaryo dan Sri, 2004).

Gambar 7. Telur Pindang

23

BAB V
KESIMPULAN

Telur merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang mengandung nilai gizi
tinggi. Kualitas telur yang baik dapat dinilai mulai dari kondisi kulit/kerabang telur hingga
albumin dan kuning telur. Kerabang telur yang berkualitas umunya berwarna coklat hingga
putih (tergantung jenis unggas), tidak terdapat bercak darah atau kotoran, tidak retak/pecah.
Abnormalitas telur dipengaruhi oleh faktor pakan, faktor penyakit dan manajemen peternakan
yang tidak dikelola dengan baik. Pemberian pakan dengan nutrisi seimbang (terutama Ca dan
P) dapat mempengaruhi kualitas telur. Berbagai pakan yang mengandung sumber mineral
telah dikembangkan, bahkan kulit telur sendiri dapat dijadikan pakan ternak yang sangat
bermanfaat dengan cara pengolahan yang tepat.
Telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh karena itu berbagai upaya
dilakukan untuk menjaga kualitas telur tetap baik. Selain dengan penyimpanan dalam ruang
bersuhu dingin telur juga diolah dengan berbagai cara sehingga memiliki daya simpan yang
lebih lama dan bernilai lebih. Beberapa pengolahan telur yang telah dilakukan adalah telur
asin, abon telur, telur pindang dan tepung telur. Dengan demikian masyarakat dapat
mengkonsumsi telur sesuai keinginan sehingga dapat memnuhi nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh.
Bioteknologi memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan dewsa ini, bioteknologi
sendiri mengalami berbagai pembaruan dari bioteknologi yang bersifat tradisional kearah
bioteknologi yang modern.Bioteknologi tradisional adalah bioteknolgi yang lair dari kebiasaan
suatu masyarakat yang tanpa disadari oleh masyarakat itu bahwa yang mereka lakukan adalah
suatu terobosan dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan bioteknologi modern adaah suatu
bioteknologi

yang

didasari

oleh

ilmu

pengetahuan

yang

telah

jelas

dan

bisa

dipetanggungjawabkan secara akademis. Bioteknologi dalam pemaparannya terdapat dibanyak


bidang, antara lain; bioteknologi pertanian, bioteknologi perternkan, bioteknologi perikanan,
dan masih banyak lagi.
24

DAFTAR PUSTAKA

Austic, R.E. dan M.C. Nesheim. 1990. Poultry Production. Lea and Febiger, Philadelphia.
Dwiloka, B. 2003. Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak, SNI dan HACCP. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Pengusaha Kecil dan Menengah Produk Hasil Ternak
se-Jawa Tengah, Bali.
Hendrix

Genetic
Company.
2009.
Guide.http://www.isapoultry.com.

ISA

Brown

Nutritional

Management

Jacob, J.P., R.D. Miles, dan F.B. Mather.2009. Egg Quality. Institute of Food and Agricultural
Sciences University of Florida,Gainesville.
Indrawan, I.G., I.M. Sukada dan I.K. Suada. 2012. Kualitas Telur dan Pengatahuan
Masyarakat tentang Penanganan Telur di Tingkat Rumah Tangga. Indonesia Med.
Vet. 1(5): 607-620.
Scott, M.L, S.J. Hull, and P.A. MulIenhoff, 1971.The Calcium Requirements of Laying Hens
and Effects of Dietary Oyster Shell upon Eggshell Quality. Journal of Poultry Sci. 50:
1055-1063.
Sulaiman, A. dan S.N. Rahmatullah. 2011. Karakterisitk Eksterior, Produksi dan Kualitas
Telur Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di Sentra Peternakan Itik Kalimantan
Selatan. Bioscientiae 8(2): 46-61.

25

Suprapto, W., S. Kismiyati dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Kerabang
Telur Ayam Ras dalam Ransum Burung Puyuh Terhadap Tulang Tibia dan Tarsus.
Animal Agricultural Journal, 1(1):75-90.
Suprijatna, E. dan R. Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sutaryo dan Sri M. 2004. Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak dan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Makalah disampaikan dalam rangka Pelatihan Penerapan Jaminan
Mutu di Balai Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Peternakan, Bali.

26

You might also like