You are on page 1of 39

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


SUSU, DAGING, DAN HASIL PERIKANAN
Oleh :
: Hadi Purnama
: 123020406
: B
: 5 (Lima)
:
: 21 Desember 2014

Nama
NRP
Kelompok
No. Meja
Asisten
Tanggal Percobaan

LABORATORIUM PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2014

I.

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan
Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
I.1. Latar Belakang Percobaan
I.1.1. Susu

Dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi produksi susu adalah air susu,
karena air susu adalah bahan baku dari semua produk susu. Susu, sebagian besar
digunakan sebagai produk pangan. Dipandang dari segi gizi, susu merupakan
yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui
yang baru lahir, di mana susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi
kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari
kelenjar susu binatang yang menyusui (Buckle,dkk., 1987).
Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan
oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan
untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak
mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Agar tulang menjadi kuat,
diperlukan asupan zat gizi yang cukup terutama kalsium. Kalsium merupakan zat
utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain
dapat diperoleh dari susu. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan
dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor, vitamin D, vitamin C dan besi.
Selain zat-zat gizi tersebut, susu juga masih mengandung zat-zat gizi penting
lainnya yang dapat meningkatkan status gizi (Suryono, 2014).
Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi
darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang
disintesa oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain mana pun dalam
tubuh sapi. Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam pembuatan
susu yaitu sekitar 50 kg darah yang dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter susu
(Buckle,dkk., 1987).

I.1.2. Daging
Menurut Departemen Perdagangan RI Daging ialah urat daging atau otot
daging yang melekat pada rangka, kecuali urat daging pada bagian bibr, hidung,
dan telinga, yang berasal dari hewan sehat sewaktu dipotong. Menurut food and
drug (FAD) administration, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari
ternak sapi, kambing, atau domba yang dipotong dalam keadaan sehat dan cukup
umur, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat yaitu yang berasal
dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung, dan useofogus(yakni
pembuluh makanan yang yang menghubungkan mulut dengan perut) dan tidak
termasuk bibir, hidung, atau pada telinga dengan atau tanpa lemak yang
menyertainya, serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat saraf, dan pembuluhpembuluh darah (Fakhriana, 2014).
Daging unggas adalah sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah
yang baik. Selain itu, serat-serat dagingnya pendek dan lunak, sehingga mudah
dicerna. Daging juga dapat diartikan merupakan salah satu komoditi pertanian
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dimana
protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Secara umum
konsumsi protein dalam menu rakyat Indonesia sehari-hari masih dibawah
kebutuhan minimum, terutama protein hewani. Rendahnya jumlah yang
dikonsumsi disebabkan oleh harga protein hewani yang relatif lebih mahal dan
sumber dayanya yang terbatas (Muchtadi, 1992).
I.1.3. Hasil Perikanan

Banyak sekali komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara ikan,
udang, kerang atau tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain
sebagainya. Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal dari pada hasil perikanan
lainnya karena jenis tersebut yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi.
Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena
mengandung protein cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai sumber
protein (Muchtadi, 1992).
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Sebagai bahan pangan, daging ikan mengandung
zat gizi yang sangat berguna bagi manusia berupa protein, lemak, sedikit
karbohidrat, vitamin dan garam-garam mineral. Ikan dan hasil perikanan lainnya
memiliki bentuk dan rasa yang spesifik, serta memberikan daya tarik yang khas,
sehingga banyak disukai. Sifat segar hasil perikanan umumnya lebih banyak
disukai dari pada sifat sesudah mengalami perlakuan pengolahan, karena rasa, cita
rasa, sifat fisik dan kimiawinya belum banyak berubah. Oleh karenanya
penanganan ikan pasca panen dengan metode pendinginan dan atau pembekuan,
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan.
Komponen protein merupakan komponen terbesar setelah air. Karena jumlahnya
yang cukup banyak, maka ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat
potensial dan hampir semuanya dibutuhkan oleh manusia. Kandungan protein
ikan terdiri dari asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Asam amino
esensial adalah asam amino yang diperlukan oleh tubuh dan harus diberikan dari

luar, karena tubuh manusia tidak dapat membuat (mensintesa), sedangkan asam
amino non-esensial dapat dibentuk di dalam tubuh manusia.(Aziz, 2012).
I.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari pengamatan uji kelengketan adalah untuk mengetahui sifat
lengket yang menunjukan adanya kasein di dalam susu. Tujuan dari pengamatan
uji asiditas adalah untuk mengetahui jumlah sam laktat yang ada pada susu.
Tujuan dari pengamatan uji berat jenis adalah untuk mengetahui berat jenis pada
susu. Tujuan dari pengamatan uji alcohol adalah untuk mengindikasikan adanya
kalsium dan magnesium dalam susu dengan kadar di atsa 0,21%. Tujuan dari
pengamatan uji katalase adalah untuk mengetahui keaslian dari susu mentah.
Tujuan dari pengamatan water holding capacity adalah untuk mengetahui
kualitas daging.
Tujuan dari pengamatan fisik hasil perikanan adalah untuk mengetahui
struktur fisik hasil perikanan sehingga dapat diketahui cara penanganan atau
pengolahan. Tujuan dari pengamatan edible portion adalah untuk mengetahui
berat bagian dari ikan yang dapat dimakan. Tujuan dari pengamatan kesegaran
ikan adalah untuk mengetahui mutu dari kesegaran ikan secara subjektif dan
objektif.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari pengamatan uji kelengketan yaitu berdasarkan adanya casein
yang mempunyai sifat lengket. Prinsip dari pengamatan uji asiditas berdasarkan
titrasi alkali ynag didasarkan pada reaksi penetralan asam basa. Prinsip dari
pengamatan uji berat jenis pada susu yaitu berdasarkan Hukum Archimedes yaitu

jika suatu benda dicelupkan ke dalam cairan maka benda tersebut mendapatkan
tekanan keatas sesuai dengan berat volume yang dipindahkan/ di isi. Prinsip dari
pengamatan uji alcohol pada susu yaitu terkoagulasinya susu dengan penambahan
alcohol. Prinsip dari pengamatan uji katalase yaitu berdasarkan pada enzim
katalase yang dapat mendekomposisi hidrogen peroksida menjadi molekul air dan
karbondioksida.
Prinsip dari pengamatan water holding capacity (WHC) yaitu berdasarkan
kemampuan daging dalam mengikat air bebas.
Prinsip dari pengamatan fisik hasil perikanan yaitu berdasarkan karakteristik
fisik hasil perikanan dilihat dari bentuk, warna, dan struktur bagian dalam atau
daging. Prinsip dari pengamatan edible portion yaitu berdasarkan perbandingan
berat bagian yang dapat dimakan dan berat utuh dari ikan. Prinsip dari
pengamatan kesegaran ikan yaitu berdasarkan pengamatan fisik secara subjektif
yang dilihat dari (warna, keadaan mata, kulit, tekstur, insang dan aroma) dan
objektif dengan uji eber, uji postma dan uji H2S.

II.

METODOLOGI PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan yang gigunakan, (2) Alat-alat
yang digunakan, dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan pengetahuan bahan pangan


susu, daging, dan hasil perikanan adalah susu (sample A), larutan NaOH,
Fenolftalein 1 %, alkohol 75 %, larutan H 2O2 2 %, sampel karkas ayam bagian
paha bawah, sampel ikan banjar, reagen eber, MgO dan PbAc.
2.2. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan bahan pangan adalah pisau,
timbangan, tabung reaksi, kawat, lakmus merah, gelas kimia, bunsen, gabus,
cawan petri, kertas saring, lakmus merah, pipet tetes, kaca obyek, laktodesimeter,
gelas ukur, penangas air, erlenmeyer, buret, plat tetes, dan stopwatch. talenan,
pisa, dan air.
2.3. Prosedur Percobaan
2.3.1. Uji Kelengketan

Gambar 1. Prosedur Uji Kelengketan


2.3.2. Uji Asiditas

Gambar 2. Prosesdur Uji Asiditas


2.3.3. Uji Berat Jenis

Gambar 3. Prosedur Uji Berat Jenis


2.3.4. Uji Alkohol

Gambar 4. Prosedur Uji Alkohol


2.3.5. Uji Katalase

Gambar 5. Prosedur Uji Katalase


2.3.6. Pengamatan Water Holding Capacity (WHC)

Gambar 6. Prosedur Pengamatan Water Holding Capacity (WJC)


2.3.7. Pengamatan Fisik Hasil Perikanan

Gambar 7. Prosedur Pengamatan Fisik Hasil Perikanan


2.3.8. Pengamatan Edible Portion

Gambar 8. Prosedur Pengamatan Edible Portion


2.3.9. Pengamatan Kesegaran Ikan

Gambar 9. Prosedur Pengamatan Kesegaran Ikan


III.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab

ini

menguraikan

mengenai

: (1)

Hasil

Pengamatan

dan

(2) Pembahasan.
2.4. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pengetahuan bahan pangan susu, daging, dan hasil
perikanan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Kelengketan (Adhesiveness)
Keterangan
Sampel

Hasil
Susu A

Hasil

(-)

Keterangan
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Kertas melekat di cawan petri

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Asiditas dengan Titrasi


Keterangan

Hasil

Sampel

Susu A

V NaOH

9,70 ml

N NaOH

0,1 N

Berat Sampel (g/ ml)

18 ml

% Asam Laktat
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

0,485%

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Asiditas dengan pH Meter


Keterangan
Sampel

Hasil
Susu A

Hasil

(+)

Keterangan
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Suasana asam (tidak segar)

Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Berat Jenis Susu

Keterangan
Sampel

Hasil
Susu A

Skala Laktodensimeter

35
15 oC

Suhu
Berat Jenis
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

1,03547

Tabel 5. Hasil Pengamatan Uji Alkohol


Keterangan
Sampel

Hasil
Susu A

Hasil

(+)

Keterangan
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Terjadi koagulasi

Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji Katalase


Keterangan
Sampel

Hasil
Susu A

Hasil

(-)

Keterangan
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tidak ada gelembung

Tabel 7. Hasil Pengamatan Uji WHC (Water Holding Capacity) pada Daging
Keterangan
Sampel

Hasil
Karkas Ayam (Paha Bawah)

Berat Sampel

2,0 g

Luas Noda

16

% WHC
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

8,03%

Tabel 8. Hasil Pengamatan Struktur Fisik Ikan

Keterangan

Hasil

Sampel

Ikan Banjar

Berat

95,6 g

Gambar

Kulit

Cangkang

Bentuk

Lonjong

Warna Kulit

Atas: Biru
Bawah: Putih Kekuningan

Warna Daging
Merah Muda
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).
Tabel 9. Hasil Pengamatan Edible Portion Ikan
Keterangan

Hasil

Sampel

Ikan Banjar

Berat Utuh

95,6 g

Berat Daging

61,8 g

% Edible Portion
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

64,64%

Tabel 10. Hasil Pengamatan Kesegaran Ikan Secara Subjektif


Keterangan
Sampel

Hasil

Mata

Ikan Banjar
Atas: Biru
Bawah: Putih Kekuningan
Jernih

Kulit

Kesat

Tekstur Daging

Kenyal

Sisik

Cangkang

Insang

Merah Pucat

Warna

Aroma
Khas Ikan Banjar
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).
Tabel 11. Hasil Pengamatan Kesegaran Ikan Secara Objektif

Sampel
Pengujian

Ikan Banjar
Hasil

Keterangan

Eber

(+)

Terdapat gas/ gelembung berwarna putih

Postma

(+)

Lakmus merah berubah warna menjadi biru

H2S
(-)
Tidak terbentuk noda coklat
(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).
2.5. Pembahasan
2.5.1. Susu
Pengamatan berdasarkan uji kelengketan susu dapat diketahui bahwa
sample susu A melekat pada cawan petri, hal itu dikarenakan pada susu
mempunyai kandungan protein susu yang dikenal dengan kasein, dimana sifat
kasein pada susu mempunyai daya adhesive pada susu tersebut sehingga pada
waktu air susu diteteskan pada kertas maka air susu dapat melengketkan kertas
dengan adanya protein yang terkandung pada air susu yang sesuai dengan sifat
protein tersebut yang dapat melekatkan. Perubahan kimia susu sesudah pemerahan
berhubungan erat dengan perubahan mikrobiologinya, antara lain perubahan
asiditas (pH), perubahan komposisi kimia, pembentukan senyawa-senyawa
volatile, serta perubahan potensial oksidasi-reduksi. Kasein adalah protein utama
susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total protein. Kasein terdapat
dalam bentuk kasein kalsium yaitu senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan
terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut micelles
(Buckle, dkk., 1987).
Kasein merupakan protein yang bermutu tinggi karena mengandung semua
asam-asam amino esensial. Karena itu kasein baik dalam susu maupun dalam susu

maupun dalam produk-produk olahan susu merupakan komponen yang penting.


Kasein dalam susu terdiri dari tiga fraksi yang berbeda, yaitu -kasein, -kasein
dan -kasein. Tiap fraksi mengambil bagian berturut-turut sekitar 75 persen, 22
persen dan 3 persen. Kandungan protein pada ASI adalah 8,9 g/liter sedang susu
sapi sebesar 33,1 g/liter dan kandungan kasein pada ASI 2,5 g/l sedang susu sapi
sebesar 27,3 g/l.
Pengamatan berdasarkan asiditas dengan cara titrasi dengan penambahan
larutan NaOH yaing berfungsi untuk mengikat susu dalam suasana basa.
Penambahan pp 1% adalah sebagai indikator terjadinya perubahan warna saat
titrasi. Asam laktat pada susu berasal dari laktosa yang diubah oleh bakteri asam
laktat seperti Streptococcus lactis atau Lactobacillus. Oleh adanya asam laktat,
susu menjadi asam, dan akhirnya mempengaruhi pH susu. Transformasi laktosa
menjadi asam laktat tidak kuantitatif, artinya tidak seluruh laktosa diubah menjadi
asam laktat, melainkan dihasilkan juga produk-produk lain seperti asam, aldehid,
alkohol, dll. pH standar untuk susu segar yaitu berkisar pH 6,3 - 6,8.
Pengamatan berdasarkan berat jenis susu adalah untuk mengetahui susu
dipasteurisasi dengan benar atau tidak, atau terjadi pemalsuan susu dengan
penambahan air atau air tajin. Susu segar dihomogenisasi dulu pada magnetic
stirrer untuk menyatukan semua komponen dalam susu. Berat jenis susu
ditentukan

dengan

menggunakan

laktodensimeter

atau

laktometer.

Laktodensimeter adalah hidrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan


berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti hukum Archimides yaitu jika
suatu benda dicelupkan ke dalam suatu cairan, maka benda tersebut akan

mendapat tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan
(diisi). Jika laktometer dicelupkan dalam susu yang rendah berat jenisnya, maka
laktometer akan tenggelam lebih dalam, dibandingkan jika laktodensimeter
tersebut dicelupkan ke dalam susu yang berat. Berat jenis susu rata-rata 1,032 atau
berkisar antara 1,027-1,035. Semakin banyak lemak susu semakin rendah berat
jenisnya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin
berat susu tersebut (Dharma, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan berat jenis susu adalah factor
komposisi susu itu sendiri, yang terdiri dari protein 1.346, lemak 0.93, laktosa
1.666, gas dan mineral dalam susu 4.12 (Eckles, dkk., 1957).
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis susu, antara lain :
1. Susunan air susu
Dalam hal ini yang menentukan ialah kadar bahan keringnya, semakin
tinggi kadar
berat jenis dalam air susu maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya dan
demikian pula sebaliknya.
2. Temperatur
Air susu akan mengembang pada suhu yang semakin tinggi, volume air susu
pun mengembang pula menjadi ringan, dan sebaliknya dengan pendinginan, air
susu akan menjadi padat sehingga per Faktor-faktor yang mempengaruhi berat
jenis susu, antara lain :
3. Susunan air susu

Dalam hal ini yang menentukan ialah kadar bahan keringnya, semakin
tinggi kadar
berat jenis dalam air susu maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya dan
demikian pula sebaliknya.
4. Temperatur
Air susu akan mengembang pada suhu yang semakin tinggi, volume air susu
pun mengembang pula menjadi ringan, dan sebaliknya dengan pendinginan, air
susu akan menjadi padat sehingga perkesatuan volume akan menjadi lebih berat.
Oleh karena itu di Indonesia berat jenis air susu itu ditetapkan pada temperatur
27,5 (suhu kamar), atau untuk mengukur seperti yang dikehendaki, temperaturnya
harus disesuaikan lebih dahulu. Air susu yang baik atau normal memiliki berat
jenis 1,027-1,031 pada temperatur 27,5C (Bertha, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu, antara lain :
a. Faktor keturunan
b. Faktor makanan
c. Pengaruh iklim
d. Pengaruh suhu
e. Waktu laktasi
f. Prosedur pemerahan
g. Pengaruh umur sapi, dan
h. Waktu pemerahan (Muchtadi, 2010).
Susu merupakan produk peter-nakan yang mudah dipalsukan. Pemalsuan yang
terjadi mulai dari dengan penambahan air, penambahan santan, penambahan air

tajin, penambahan susu dengan susu kaleng, penambahan dengan soda kue
maupun dengan menambahkan formalin (Nurhudafaisal, 2012).
a. Pemalsuan susu dengan santan, terlihat gumpalan lemak santan bila
menggunakan mikroskop. Hal ini terjadi karena santan memiliki molekul lemak
yang lebih besar dibandindingkan lemak susu karena molekul lemak nabati lebih
besar dibanding molekul lemak hewani. Bila diamati dengan mikroskop, maka
penampakan molekul lemak menjadi tidak seragam (heterogen). Lemak pada susu
normalnya berkisar antara 3-8%. Selain itu, pemalsuan susu dengan santan
menyebabkan susu akan berbau seperti kelapa.
b. Pemalsuan susu dengan penambahan air. Penambahan air pada susu merupakan
cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus
pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam
susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 maka susu dimungkinkan telah
diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan
menimbulkan bercak biru pada susu. Sampel susu yang dicampur air akan
menurunkan berat jenis susu mendekati air yaitu sebesar 1 dan menurunkan titik
didih susu mendekati titik didih air. Selain itu, dengan menambahkan air pada
susu maka akan menurunkan kadar lemak, protein dan kadnungan bahan
keringnya.
c. Pemalsuan susu dengan tajin. Air tajin memiliki keuntungan untuk memalsukan
susu, diantaranya warnanya yang putih dan air tajin masih mengandung vitamin
dan karbohidrat yang berasal dari beras. Pada pemalsuan dengan meng-gunakan
air tajin, reaksi positif penambahan akan menimbulkan warna biru dan kuning

untuk hasil negatif penambahan. Warna biru yang terbentuk merupakan hasil
reaksi antara amilum dengan lugol.
d. Pemalsuan susu dengan soda kue. Soda kue bila bereaksi dengan air akan
mejadi persamaan berikut :
NaHCO3 + CH3COOH
CH3COONa + H2O + CO2
Gas CO2 hasil reaksi akan menimbulkan buih dan secara tidak langsung
menaikkan volume susu.
e. Pemalsuan susu dengan campuran susu kaleng maupun susu kental manis
merupakan pemalsuan yang mudah dan cukup efektif. Hal ini dikarenakan pada
susu yang ditambahkan tidak terjadi perubahan warna maupun bau. Namun,
penambahan dengan susu kaleng membuat sampel susu terasa lebih manis
(Nurhudafaisal, 2012).
kesatuan volume akan menjadi lebih berat. Oleh karena itu di Indonesia
berat jenis air susu itu ditetapkan pada temperatur 27,5 (suhu kamar), atau untuk
mengukur seperti yang dikehendaki, temperaturnya harus disesuaikan lebih
dahulu. Air susu yang baik atau normal memiliki berat jenis 1,027-1,031 pada
temperatur 27,5C (Bertha, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu, antara lain :
i. Faktor keturunan
j. Faktor makanan
k. Pengaruh iklim
l. Pengaruh suhu

m. Waktu laktasi
n. Prosedur pemerahan
o. Pengaruh umur sapi, dan
p. Waktu pemerahan (Muchtadi, 2010).
Susu merupakan produk peter-nakan yang mudah dipalsukan. Pemalsuan yang
terjadi mulai dari dengan penambahan air, penambahan santan, penambahan air
tajin, penambahan susu dengan susu kaleng, penambahan dengan soda kue
maupun dengan menambahkan formalin (Nurhudafaisal, 2012).
f. Pemalsuan susu dengan santan, terlihat gumpalan lemak santan bila
menggunakan mikroskop. Hal ini terjadi karena santan memiliki molekul lemak
yang lebih besar dibandindingkan lemak susu karena molekul lemak nabati lebih
besar dibanding molekul lemak hewani. Bila diamati dengan mikroskop, maka
penampakan molekul lemak menjadi tidak seragam (heterogen). Lemak pada susu
normalnya berkisar antara 3-8%. Selain itu, pemalsuan susu dengan santan
menyebabkan susu akan berbau seperti kelapa.
g. Pemalsuan susu dengan penambahan air. Penambahan air pada susu merupakan
cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus
pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam
susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 maka susu dimungkinkan telah
diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan
menimbulkan bercak biru pada susu. Sampel susu yang dicampur air akan
menurunkan berat jenis susu mendekati air yaitu sebesar 1 dan menurunkan titik
didih susu mendekati titik didih air. Selain itu, dengan menambahkan air pada

susu maka akan menurunkan kadar lemak, protein dan kadnungan bahan
keringnya.
h. Pemalsuan susu dengan tajin. Air tajin memiliki keuntungan untuk memalsukan
susu, diantaranya warnanya yang putih dan air tajin masih mengandung vitamin
dan karbohidrat yang berasal dari beras. Pada pemalsuan dengan meng-gunakan
air tajin, reaksi positif penambahan akan menimbulkan warna biru dan kuning
untuk hasil negatif penambahan. Warna biru yang terbentuk merupakan hasil
reaksi antara amilum dengan lugol.
i. Pemalsuan susu dengan soda kue. Soda kue bila bereaksi dengan air akan
mejadi persamaan berikut :
NaHCO3 + CH3COOH
CH3COONa + H2O + CO2
Gas CO2 hasil reaksi akan menimbulkan buih dan secara tidak langsung
menaikkan volume susu.
j. Pemalsuan susu dengan campuran susu kaleng maupun susu kental manis
merupakan pemalsuan yang mudah dan cukup efektif. Hal ini dikarenakan pada
susu yang ditambahkan tidak terjadi perubahan warna maupun bau. Namun,
penambahan dengan susu kaleng membuat sampel susu terasa lebih manis
(Nurhudafaisal, 2012).

Uji alkohol merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur kualitas


susu. Susu yang mengandung 0.21% asam atau mengandung Ca dan Mg dalam
jumlah tinggi akan terkoagulasi dengan penambahan alkohol 75%. Hal ini berarti

kesegaran susu sudah mulai menurun. Sebaliknya jika dengan penambahan


alkohol tidak terajadi gumpalan, berarti air susu tidak mengandung Ca dan Mg
lebih dari 0,21% dan dapat disimpulkan bahwa susu masih segar. Susu yang mulai
asam akan terganggu kestabilan interaksi Antara air dengan kasein sehingga
apabila susu dicampur dengan alcohol yang mempunyai sifat agensia dehidrasi
(menarik air) maka protein tersebut akan terkoagulasi sehingga akan timbul
pecahan/ butiran/ gumpalan pada susu tersebut. Semakin tinggi derajat keasaman
susu yang diperiksa semakin kurang jumlah alcohol dengan kepekatan tertentu
yang dibutuhkan untuk memecahkan susu dengan jumlah yang sama.
Uji katalase digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas bakteri
dan mikroba dalam susu.

Katalase adalah enzim yang ditemukan pada

berbagai makan salah satunya terdapat dalam susu. Aktivitas katalase akan
meningkat dengan semakin tingginya populasi bakteri. Pada uji ini penambahan
H2O2 berfungsi untuk mengetahui keberadaan mikroba dalam susu, dimana jika
dalam sampel susu banyak mengandung mikroba, maka susu akan membebaskan
enzim katalase. Enzim katalase ini dibentuk oleh sel-sel polimorf, mikroba,
reruntuhan seimbang dan zat-zat organik yang terdapat dalam susu. Bakteri yang
memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase akan segera
membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H 2O2 yang dihasilkannya sendiri.
H2O2 dipecah menjadi H2O dan O2 dimana parameter yang menunjukkan adanya
aktivitas katalase tersebut adalah adanya gelembung-gelembung oksigen seperti
pada percobaan yang telah dilakukan. Volume O2 yang bertambah tinggi
menunjukkan kadar kuman dalam susu yang tinggi. Kualitas susu erat

hubungannya dengan jumlah kuman, semakin tinggi jumlah kuman, maka kualitas
susu tersebut semakin jelek sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Oleh karena
itu dalam pengolahan susu murni harus dilakukan dulu uji katalase, untuk
mengetahui seberapa banyak bakteri dan mikroba negative yang ada dalam susu
tersebut..
2.5.2. Daging
Karkas adalah bagian tubuh unggas tanpa dara, bulu, kepala, kaki dan organ
dalam. Bentuk pemotongan ayam ada 2 macam yaitu, New York Dressed, 10 %
hilang dari berat tubuh dan Ready to Cock,25 %hilang dari bobot tubuh. Karkas
dari komponennya yaitu otot, tulang, lemak dan kulit. Karkas unggas khususnya
ayam

merupakan

bentuk

komoditi

yang

paling

banyak

dan

umum

diperdagangkan. Karkas ayam adalah produk keluaran proses pemotongan,


biasanya dihasilkan setelah melalui tahap inpeksi ante mortem, penyembelihan,
penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing (pemotongan kaki,
pengambilan jeroan, pencucian). Karkas ayam merupakan bentuk keseluruhan
ayam potong tanpa bulu, kepala, kaki dan jeroan (Muchtadi, 1992).
Water Holding Capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk
mempertahankan kandungan air bebasnya pada saat diberikan tekanan dari luar
(seperti pemanasan, penggilingan atau pengepressan). Banyak dari sifat fisik
daging termasuk warna, tekstur dan kekerasan dari daging mentah, dipengaruhi
oleh WHC daging.
Setelah ternak disembelih akan terjadi peroses konversi otot menjadi daging
berupa proses fisikokimia yaitu perubahan dari energi fisik menjadi energi
kimiawi yang ditandai dengan kekakuan mayat/ rigor mortis. Setelah kekauan

mayat daging akan memasuki fase pasca rigor, dan berangsur mengalami proses
pembusukan seiring dengan peningkatan pH daging (Abustam, 2009).
Menurunnya daya ikat air pada daging ditandai dengan adanya cairan yang
disebut weep. Penurunan daya ikat air pada daging ini dapat terjadi pada daging
segar yang belum dibekukan, daging beku yang disegarkan kembali, atau pada
kerut daging yang telah dimasak. Penurunan daya ikat air pada daging segar akan
membuat permukaan daging basah, serabut otot mengecil, dan daging terlihat
pucat. Air pada permukaan daging ini akan menghalangi opksigen masuk ke
dalam daging. Tetapi jika daya ikat air meningkat dengan nilai diatas normal,
maka warna daging cenderung gelap. Hal ini disebabkan oleh membesarnya
serabut otot.
Faktor yang mempengaruhi daya ikat air diantaranya yaitu pH, perlakuan
maturasi, pemasakan atau pemanasan, suhu, kelembabab, penyimpanan, kesehatan
ternak, perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuskuler. Selain itu ada
juga factor bilogi seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin, dan umur ternak
(Anonim, 2011).
Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara
kimiawi oleh protein otot sebesar 4 5% sebagai lapisan monomolekuler pertama,
kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup
hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein
bila tekanan uap air meningkat. Ketiga dalah adalah lapisan molekul-molekul air
bebas diantara molekul protein, besarnya kira-kira 10% (Abustam, 2009).
2.5.3. Hasil Perikanan

Pada percobaan ini digunakan sampel ikan banjar. Ikan banjar dikenal
dengan ikan kembung adalah nama sekelompok ikan yang tergolong ke dalam
marga Rastrelliger, suku Scombridae, kerajaan Animalia, filum Chordata, kelas
Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih
sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon,
ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau
banyara. Dari sini didapat sebutan kembung banjar (Anonim, 2014).
Komposisi kimia ikan tergantung pada umur/ jenis kelamin, kedewasaan,
makanan, lokasi penangkapan, suhu air, musim penangkapan, dan aktivitas.
Komposisi kimia pada ikan meliputi kadar air 78-82 %, protein 18-20 %, lemak 14 %, mineral 1-1,3 %, karbohidrat 0.05-0.085 %, dan vitamin (Pramono, 2013).

Gambar 10. Bagian-Bagian Ikan


Ada 10 sistem anatomi pada tubuh ikan :
1. Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar racun, kelenjar
lendir,dan sumber-sumber pewarnaan.
2. Sistem otot (urat daging): - penggerak tubuh, sirip-sirip, insang.
- organ listrik.

3. Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot; pelindung organ-organ


dalam dan penegak tubuh.
4. Sistem pernapasan (respirasi): organnya terutama insang; ada organ-organ
tambahan.
5. Sistem peredaran darah (sirkulasi) : - organnya jantung dan sel-sel darah.
- mengedarkan O2, nutrisi, dsb.
6. Sistem pencernaan : organnya saluran pencernaan dari mulut anus.
7. Sistem saraf : organnya otak dan saraf-saraf tepi.
8. Sistem hormon : kelenjar-kelenjar hormon; untuk pertumbuhan, reproduksi,
dsb.
9. Sistem ekskresi dan osmoregulasi : organnya terutama ginjal.
10. Sistem reproduksi dan embriologi : organnya gonad jantan dan betina.

Secara sederhana, pengamatan terhadap ciri-ciri ikan segar dapat


dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan, penciuman, dan peraba.
Ikan yang segar memiliki daging yang kenyal, tidak empuk, badan kaku, serta
sisik rapi dan rapat.
Insangnya berwarna merah, dengan mata bersih bersinar dan melotot (tidak
tenggelam).
Bila daging ditekan dengan jari tidak meninggalkan bekas. Pada ikan yang
telah dibekukan dan kemudian dibiarkan meleleh (thawing), bekas tekanan
akan tampak jelas.

Bagian luar ikan yang segar hanya memiliki sedikit lendir atau bahkan tidak
berlendir sama sekali, baunya segar dan khas.
Ikan yang segar akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam air, sedangkan yang
telah mulai membusuk akan mengapung.
Ikan segar bermutu tinggi memiliki bau yang khas dan tidak tajam, kulitnya
mengkilap, jika dagingnya dipotong, tampak segar dan tidak kering (Anonim,
2012).
Secara ringkas cara membedakan ikan segar dengan ikan tidak segar dapat
dilihat pada tabel.
Dari hasil pengamatan, ikan kembung tergolong ikan tidak segar karena
memiliki mata sedikit cembung, tekstur kuranh elastis, ditekan ada bekas jari, dan
bau khas kurang segar/amis.
Perubahan biokimia pasca mortem ikan, yaitu pada fase pre-rigor
konsentrasi ATP masih cukup tinggi dan energi yang terbentuk masih rendah,
tidak cukup untuk mengakibatkan terjadinya peng-gabungan antara aktin dan
miosin menjadi aktomiosin, sehingga daging menjadi lunak dan lentur. Pada fase
rigor mortis daging menjadi kaku dank eras setelah 1-7 jam ikan mati dan apabila
dibekukan terjadi setelah 3-120 jam yang disebabkan terjadinya kontraksi antara
aktin dan miosin membentuk aktomiosin. Pada fase rigor akan terjadi relaksasi
pada daging yaitu melemasnya kembali daging ikan yang telah mengalami
kekakuan yang disebabkan aktomiosin kembali ke bentuk semula yaitu aktin dan
miosin. Setelah proses pasca mortem terjadi, maka akan terjadi kerusakan
mikrobiologi pada ikan (Muchtadi, 2010).

Gambar

2.

Mekanisme

Kerja

Perubahan

Biokimia

Pasca Mortem Ikan


Penanganan pasca mortem untuk memperlambat terjadinya rigor mortis,
adalah dengan pendinginan dan pembekuan. Tahap pendinginan (chilling) yakni
penurunan suhu mencapai 0oC dan tahap pembekuan (freezing) yakni penurunan
suhu dari 0oC sampai jauh di bawah 0oC (Muchtadi, 2010).
Pada ikan mati, oksigen tetap berada di dalam kantung udara. Selain itu
terdapat gas-gas tambahan yang dilepaskan selama proses dekomposisi. Selama
proses dekom-posisi, gas-gas akan mengisi rongga tubuh ikan. Akibatnya, perut
ikan yang mati akan terlihat seperti balon terisi udara dan ikan pun akan
mengambang ke permukaan. Beban atau massa ikan berasal dari tulang dan otot
pada bagian belakang. Itu sebabnya posisi ikan saat mati mengambang di air
cenderung perutnya menghadap ke atas. Ikan-ikan yang mati tidak selalu langsung

mengambang ke permukaan air. Mereka bisa saja tinggal sebentar di dasar air,
baru nanti akan mengapung ke permukaan setelah gas-gas hasil proses
dekomposisi terbentuk (Ikhsandra, 2011)

Edible Portion adalah suatu bagian ikan yang dapat kita makan mulai dari
ujung insang terluar sampai pangkal sirip ekor. Bagian tubuh ikan yang utama
untuk kita makan adalah otot atau urat yang disebut sebagai daging ikan.
Jika masih hidup dinamakan muscle, sedangkan yang sudah mati dinamakan meat
atau daging (Sudarmadji, 1996).
Besarnya edible portion pada masing-masing ikan berbeda beda tergantung
pada bentuk umur dan keadaan ikan pada waktu tertangkap, yaitu sebelum atau
sesudah pemijahan. Pada bagian tubuh seperti kepala, ekor, sirip dan isi perut
umumnya tidak digunakan sebagai bahan makanan. Sedangkan pada bagian
punggung, perut, pangkal

sirip punggung, pangkal sirip ekor, pangkal sirip

belakang pangkal sirip dada dan pangkal sirip depan banyak mengandung daging
dan otot sebagai jaringan pengikat (Irawan, 1995).
Tanda ikan yang masih segar diantaranya daging kenyal, mata jernih
menonjol, sisik kuat dan mengkilat, sirip kuat, warna keseluruhan termasuk kulit
cemerlang, insang berwarna merah, dinding perut kuat, dan bau ikan segar.
Sedangkan tanda ikan yang sudah busuk yaitu mata suram dan tenggelam, sisik
suram dan mudah lepas, warna kulit suram dengan lendir tebal, insang berwarna
kelabu dengan lendir tebal, dinding perut lembek, warna keseluruhan suram, dan

berbau busuk. Pada sampel ikan banjar yang diamati dilihat dari fisiknya ikan
masih dalam keadaan segar.

Tabel 12. Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)


Penanganan pasca mortem ikan dapat dilakukan dengan pendinginan. Suhu
berperan penting dalam penanganan pasca mortem.

Proses refrigerasi dibagi

menjadi 2 tahap yakni pendinginan (chilling) yaitu penurunan suhu mencapai 0oC
dan tahap pembekuan (freezing) yaitu penurunan suhu dari 0oC sampai jauh di
bawah 0oC. Selain itu juga dilakukan penangan menggunakan suhu tinggi,
mengurangi kadar air, dan menggunakan ruang hampa udara.
Masa jenis ikan hanya sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan air,
yang merupakan habitat mereka. Ikan juga memiliki daya apung yang hampir
netral, yang berarti gaya yang bekerja terhadap ikan untuk membuatnya

tenggelam kurang lebih sama dengan gaya di dalam ikan yang menyebabkan ikan
tersebut mengapung. Hal ini juga berarti bahwa ikan tidak perlu bekerja dan
mengerahkan energi terlalu banyak untuk dapat mengambang atau tenggelam di
air. Ketika ikan telah mati, udara tetap berada dalam kandung kemih berenang ini.
Udara tersebut kemudian dilepaskan selama proses dekomposisi atau penguraian
tubuh ikan. Udara yang dilepaskan tersebut kemudian akan mengisi ronggarongga dalam tubuh ikan seperti usus yang selanjutnya menjadi "balon" karena
terisi penuh dengan udara dan membuat ikan mengapung ke permukaan. Karena
sebagian besar massa ikan berupa tulang dan otot pada sisi dorsal atau punggung
ikan, dan sisi perutnya menjadi "balon", ikan cenderung untuk mengambang
secara terbalik. Namun ikan tidak selalu mengapung ke permukaan dengan segera
setelah mati. Mereka mungkin tergeletak di dasar air untuk sementara waktu
sampai udara terkumpul di rongga tubuhnya dan dapat membuatnya mengambang
(Fakhriandi, 2013).
Uji eber digunakan untuk mendeteksi senyawa protein yang akan
menghasilkan NH3. Pengujian dilakukan dengan reagen eber yang terdiri dari
campuran HCL 1 bagian : alkohol 96 % , 3 Bagian : Ether 1 Bagian. Ikan yang
busuk menghasilkan gas NH3 yang kemudian bereaksi dengan alkohol dan
menghasilkan gelembung yaitu NH4Cl (Gatotleo, 2009).
Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan
disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang
berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk
berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan

oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami


kebusukan dibandingkan dengan daging mamalia. Urutan proses perubahan yang
terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim,
aktivitas mikroba, dan oksidasi. Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan
terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat
dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan
dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan
dan perlakuan manusia. Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena
berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri (Khikmawati, 2012).
Prinsip dasar uji Postma adalah dengan mendeteksi pelepasan NH3 akibat
denaturasi protein daging dengan menggunakan indikator kertas lakmus. Hasil
positif hanya ditunjukkan oleh sampel daging busuk, yaitu dengan adanya
perubahan warna kertas lakmus pada tabung reaksi. Daging yang sudah mulai
membusuk akan mengeluarkan gas NH3. NH3 bebas akan mengikat reagen MgO
dan menghasilkan NH3OH. Pada daging yang segar tidak terbentuk NH3OH
karena belum adanya NH3 yang bebas. MgO merupakan ikatan kovalen rangkap
yang sangat kuat sehingga walaupun terdapat unsur basa pada MgO, unsur basa
tersebut tidak lepas dari ikatan rangkapnya. Jika ada NH 3 maka ikatan tersebut
akan terputus sehingga akan terbentuk basa lemah NH3OH yang akan merubah
warna kertas lakmus dari merah menjadi biru.
Pada percobaan kali ini dilakukan juga uji H 2S, dimana pengujian ini
dilakukan untuk melihat adanya gas H2S yang terbentuk pada awal pembusukan.
Pb asetat ditambahkan pada sample akan membentuk PbS yang berwarna hitam.

Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri
yang menginvasi daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk
akan berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan
bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb asetat
tersebut. Kelemahan uji ini yaitu bila bakteri penghasil H 2S tidak tumbuh maka uji
ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di
tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk
meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam
sulfida dan amonia.
Selama masih hidup, tubuh ikan memliki kemampuan untuk mengatasi
aktivitas mikroorganisme. Setelah ikan mengalami kematian, proses pembusukan
cepat terjadi, tubuh ikan mengandung protein dan air cukup tinggi, sehingga
merupakan

media

yg

baik

bagi

pertumbuhan

bakteri

pembusuk

dan

mikroorganisme lain, daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon),


sehingga proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan
pembusukan pd produk ternak atau hewan darat lainnya. Bagian tubuh ikan yg
paling banyak mengandung bakteri adalah di bagian usus, insang dan kulit.
Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi
perairan tempat ikan tersebut hidup.Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan
adalah bakteri. Pseudomonas, Alkaligenes, Micrococcus, Sarcina, Vibrio,
Flavobacterium, Corynebacterium, Serratia, dan Bacillus. Selain yang disebutkan
diatas, bakteri yang terdapat pada ikan air tawar juga mencakup jenis bakteri
Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium, dan Streptococcus.

Selama penyimpanan pada suhu rendah, bakteri Pseudonomas, Aeromonas,


Miraxlla, dan Acetobacter meningkat dengan cepat dibandingkan dengan
organisme lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri-bakteri ini mencapai 80%
dari total flora pada ikan. Proses perubahan kesegaran daging pada ikan dapat juga
terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak
diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kearah coklat kusam. bau
tengik ini dapat merugikan, baik pada proses pengolahan maupun pengawetan,
karena dapat menurunkan mutu dan harga jualnya (Anonim, 2014).

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
IV.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan uji kelengketan pada susu A, dapat

disimpulkan bahwa susu A mengandung kasein karena terjadinya kelengketan


pada kertas yang menempel di cawan petri. Pada uji asiditas dengan titrasi
didapatkan persentase asam laktat sebesar 0,485% dimana susu A ini mengandung
asam laktat rendah, sedangkan uji asiditas menggunakan pH meter didapatkan
hasil pH susu A adalah 3, yang menunjukan bahwa susu A sudah tidak segar.

Kemudian pada uji berat jenis susu, didapatkan sampel susu A memiliki berat
jenis sebesar 1,03547 yang berarti susu A tidak terdapat campuran bahan apapun
karena sesuai dengan standar yaitu 1,027 - 1,035. Selanjutnya uji katalase, pada
uji katalase ini menunjukan hasil negatif karena tidak terdapat gelembung yang
menandakan tidak adanya aktivitas bakteri yang membahayakan.
Dari hasil pengamatan didapatkan hasil untuk pengujian water holding
capacity (WHC) yaitu sebesar 8,03%.
Berdasarkan hasil pengamatan sampel ikan banjar secara fisik memiliki
berat 95,6 g, tidak bersisik tetapi memiliki cangkang, berbentuk lonjong, berwarna
biru pada bagian atasnya dan putih kekuningan pada bagian bawahnya, dengan
warna daging merah muda. Edible portion pada sampel ikan banjar ini sebesar
64,64%. Selanjutnya dilihat dari kesegaran sampel ikan banjar secara subjektif
dapat disimpulkan bahwa sampel ikan banjar ini masih dalam keadaan segar dan
layak untuk dikonsumsi karena dilihat dari warna cangkang yang masih cerah,
mata jernih, kulit kesat, tekstur daging kenyal, insang berwarna merah pucat, dan
aroma masih segar dengan aroma khas ikan banjar. Sedangkan pada saat diamati
secara objektif dengan uji eber dan uji postma hasilnya positif, uji eber
menunjukkan adanya gas atau gelembung berwarna putih yang menandakan
bahwa sampel ikan banjar mulai mengandung NH3, dimana NH3 merupakan
salah satu indikator kebusukan. Pada uji postma, lakmus merah berubah warna
menjadi biru, hal itu menunjukkan bahwa sampel ikan anjar mulai mengalami
kebusukan. Tetapi saat diamati dengan uji H2S, hasilnya negative karena tidak
terdapat noda coklat pada kertas saring. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

sampel ikan banjar ini sudah mulai tidak segar dan sudah mulai terjadi penurunan
mutu, tetapi masih bisa untuk dikonsumsi dengan cara pengolahan yang sangat
baik.
IV.2.

Saran
Sebaiknya praktikan menguasai prosedur percobaan sebelum praktikum

dimulai agar mendapatkan hasil pengamatan dan perhitungan yang benar. Selain
itu alat-alat laboratorium harus dipersiapkan sebaik mungkin. Dan juga untuk
pelaksanaan praktikum mohon diusahakan tepat waktu yaitu jam 08.00 WIB.

DAFTAR PUSTAKA.
Abustam, E., 2009. Konversi Otot Menjadi Daging. CINNATA Modul II.
Dikases
tanggal
22
Desember
2014.
http://cinnatalemieneabustam.blogspot.com/2009/03/konversi-otot-menjadi-daging.html.
Abustam, E., 2009. Sifat-Sifat Daging. CINNATA Modul III. Dikases tanggal
22
Desember
2014.
http://cinnatalemieneabustam.blogspot.sg/2009/03/sifat-sifat-daging.html.
Anonim, 2011. Apa Yang Dimaksud Dengan Daya Ikat Air Pada Daging Sapi.
http://duniasapi.com/id/resep/2467-apa-yang-dimaksud-dengan-daya-ikatair-pada-daging-sapi-.html.
Anonim, 2014. Bakteri Pembusuk Pada Ikan. Diakses tanggal 22 Desember 2014.
http://ikansegarselalu.wordpress.com/bakteri-pembusuk-pada-ikan/.
Anonim, 2014. Ikan Kembung. Diakses tanggal 22 Desember 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_kembung.

Aziz, Fazrul Rahman, 2012. Ikan Sebagai Bahan Pangan. Diakses tanggal 22
Desember 2014. http://fisheriesceria.blogspot.sg/2012/12/ikan-sebagaibahan-pangan.html.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wootton, M., 1987. Ilmu Pangan.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Dharma, C, 2009. Analisa Mutu Susu Segar. Diakses tangga 22 Desember 2014.
http://crian-qualitycontrolagroindustry.blogspot.com/2009/06/vbehaviorurldefaultvml-o.html.
Eckles, C.H., W.R. Combs and H. Macy, 1957. Milk and Milk Product.
Mc.GrawHill Book Co. New York.
Fakhriana, Melda, 2014. Ilmu Pangan Dasar: Daging dan Unggas. Diakses
tanggal 22 Desember 2014. http://meldafakhriana.blogspot.sg/2014/01/ilmupangan-dasar-daging-dan-unggas.html.
Fakriandi, Erdi, 2013. Ikan Mengapung Setelah Mati. Diakses tanggal 22
Desember
2014.
http://www.pulsk.com/142575/Mengapa-IkanMengambang-Setelah-Mati.html.
Gatotleo, 2009. Teknologi Mutu Hasil Ternak. Diakses tanggal 22 Desember
2014.
http://gatotleo.blogspot.com/2009/05/teknologi-mutu-hasilternak.html.
Irawan, Agus, 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV Aneka. Solo.
Khikmawati, Liya Tri, 2012. Proses-Proses Pembusukan Ikan. Diakses tanggal
22 Desember 2014. http://liyatrikhikmawati.blogspot.sg/2012/10/prosesproses-pembusukan-ikan.html.
Muchtadi, Tien. R. dkk., 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Pramono, Heru, 2013. Komposisi Kimiawi Daging Ikan. Diakses tanggal 22
Desember 2014. http://www.slideshare.net/heruiwak/komposisi-kimiawidaging-ikan.
Sudarmadji,S., B. Haryono, R. Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Suryono, 2014. Pendahuluan Latar Belakang Susu. Diakses tanggal 22
Desember 2014. http://www.damandiri.or.id/file/suryonoipbbab1.pdf.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1.

Penentuan % Asam Laktat (Uji Asiditas)

% Asam Laktat
% Asam Laktat

V NaOH x N NaOH x 90
V sampel x 1000

100%

9,70 x 0,1x90
100%
18 x1000

% Asam Laktat 0,485 %

2.

Penentuan Berat Jenis Susu

BJ Susu

1 35 0,1 (59 - 60)


60
,76
1,0349 g / ml
60
1000

BJ Susu

1,0349 (81,5 59)


81,5
,76
1, 03265 g / ml
60
1000

BJ Susu

0,999126
81,5
,76 1.03265 x
1,03547 g / ml
81,5
0,996400

3.

Penentuan Water Holding Capacity (WHC) Daging Ayam

LuasNoda
8
0,0948
16
mg H2O
-8
0,0948

gH 2O
x100%
Wsampel
0,16
%WHC
x 100 %
2,0

m gH 2O 160,78 mg 0,16 g

%WHC 8,03 %

m gH 2O

4.

%WHC

Penentuan Edible Portion Ikan Banjar

Indeks kuning telur =

Bagian yang dapat dimakan


x100%
Berat Utuh
61,8

= 95,6

x100%

= 64,64 %

You might also like