You are on page 1of 42

CAPAIAN KB PASCASALIN DI RSUD dr.

DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA PADA BULAN JANUARI OKTOBER 2014
Achievement Of Family Planning Post-Partum In dr. DORIS SYLVANUS Hospital
PALANGKARAYA In January October 2014th
Danae Kristina Natasia, Putu Widyaningrum Amritadatta (Faculty of Medicine of
Palangkaraya University)
ABSTRACT
One attempt to solve the population problem is to follow the family planning program
(FP) which is intended to help couples and individuals in reproductive health goals of quality,
lower level / maternal mortality rate of infants and children as well as the prevention of
reproductive health issues. Some of the factors that affect a person using birth control such as
maternal age, number of children, their health insurance, education, knowledge, support from
the husband. The purpose of this study is to determine the level of achievement of postnatal
family planning. This research is a descriptive study using a cross sectional study design
conducted in dr. Doris Sylvanus Palangkaraya in January to October 2014. Study population
was all patients who undergo childbirth at the study site. Consecutive sampling used as
sampling technique. The total sample was obtained of all patients who underwent delivery in
January to October in dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, the number was 1081 patients. The
results showed participants who use birth control as many as 264 people postnatal obtained.
Family planning for MOW 134 people (50.75%), IUD acceptors as many as 126 people
(47,7 %), family planning for injection contraception 4 people (1,55 %). This shows the
number of patients that maternity is not balanced y the number of patients who use
contraception and have not met the target post partum family planning outcomes.
Keywords: post partum contraception, family planning outcomes.

ABSTRAK
Salah satu usaha untuk menanggulangi masalah kependudukan tersebut adalah dengan
mengikuti program Keluarga Berencana (KB) yang dimaksudkan untuk membantu pasangan
dan perorangan dalam tujuan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat /
angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan KB seperti usia ibu, jumlah
anak, adanya jaminan kesehatan, pendidikan, pengetahuan, dukungan suami. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat capaian KB PascaSalin. Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian Cross sectional yang dilakukan
di RSUD dr. Dorys Sylvanus Palangkaraya pada bulan Januari Oktober 2014. Populasi
penelitian ini adalah semua pasien bersalin di lokasi penelitian. Teknik sampling
menggunakan consecutive sampling. Didapatkan total sampel jumlahnya 1081 orang. Hasil
penelitian menunjukkan peserta yang menggunakan KB PascaSalin didapatkan sebanyak 264
orang. Peserta KB MOW sebanyak 134 orang (50,75 %), peserta KB IUD sebanyak 126
orang (47,7 %), peserta KB Suntik 4 orang (1,55 %). Hal ini menunjukkan banyaknya jumlah
pasien yang bersalin tidak seimbang dengan jumlah pasien yang menggunakan kontrasepsi
PascaSalinnya dan belum memenuhi target capaian KB PascaSalin.
Kata Kunci : KB pasca salin, capaian KB PascaSalin.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Masalah utama yang sedang dihadapi negara - negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan
penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk.
Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk
semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkattertentu
kesejahteraan rakyat.1
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010, dalam periode 10 tahun
(20002010), jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 32,5 juta jiwa,
yaitu dari sebanyak 205,8 juta jiwa menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa). Rata rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia telah menurun dari sebesar
1,97 persen (1980-1990) menjadi sebesar 1,45 persen (19902000). Namun,
pada periode 10 tahun terakhir, LPP meningkat kembali menjadi sebesar 1,49
persen. Salah satu usaha untuk menanggulangi masalah kependudukan
tersebut adalah dengan mengikuti program Keluarga Berencana (KB) yang
dimaksudkan untuk membantu pasangan dan perorangan dalam tujuan
kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat / angka kematian
ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam
rangka membangun keluarga kecil berkualitas, dan untuk mempersiapkan
kehidupan

dalam

mendukung

upaya

peningkatan

kualitas

generasi

mendatang.2,3
Ada beberapa metode kontrasepsi modern yang dapat digunakan
seperti oral kontrasepsi, suntikan, implant, IUD, dan sterilisasi. Berdasarkan
data pada bulan Januari oktober 2014 ini, hasil pelayanan Peserta KB Baru
PP/PK di RSUD dr.Dorys Sylvanus Palangkaraya yaitu sebanyak 524 peserta.
Dengan rincian hasil pelayanan Peserta KB PascaSalin adalah sebagai berikut
sebanyak 218 peserta IUD (41,6%), 92 peserta MOW (17,6%), 4 peserta MAL

(0,03%), 39 peserta Kondom (7,4%), 48 peserta Implant (9,2%), 57 peserta


Suntikan (10,9%),dan 42 peserta Pil (8,0%).
Berdasarkan hasil survei awal data penelitian di RSUD dr.Dorys
Sylvanus Palangkaraya pada tahun 2014, pasien bersalin yang di rawat inap
sebanyak 665 orang dan sebanyak 31 orang yang menggunakan kontrasepsi
IUD pascasalin. Banyaknya jumlah pasien yang bersalin tidak seimbang
dengan jumlah pasien yang menggunakan kontrasepsi pascasalinnya, sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana tingkat pencapaian KB pascasalin
pada pasien di RSUD dr.Dorys Sylvanus Palangkaraya.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah ini adalah
bagaimana tingkat capaian KB pascasalin di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya.

1.3.

Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana tingkat capaian KB pascasalin.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tingkat capaian KB pascasalin di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya.

1.4.

Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Penulis
Sebagai bahan menambah wawasan dan pengetahuan tentang tingkat
capaian KB pascasalin di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
1.4.2. Bagi Institusi
Menjadi salah satu acuan dalam mengevaluasi keberhasilan program
pelayanan kesehatan KB di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
1.4.3. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mengenai program KB sehingga memberikan
pengalaman yang menjadi bekal saat bertugas menjadi tenaga
kesehatan pada masa yang akan datang.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Keluarga Berencana
a) Definisi Keluarga Berencana
Keluarga Berencana menurut UU No 10 tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera.4
b) Tujuan Keluarga Berencana
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan pada Pasal 78 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan dalam
KB dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur
untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas dan pemerintah
bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan,
alat dan obat dalam memberikan Pelayanan KB yang aman, bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat.
Sejalan dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut, Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 1 menyebutkan bahwa
KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,
mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak-hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas.
Disebutkan pula bahwa suami dan isteri mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama dalam melaksanakan KB dan bahwa dalam
menentukan cara KB pemerintah wajib menyediakan bantuan pelayanan
kontrasepsi bagi suami dan isteri.4
c) Sasaran Keluarga Berencana
Sasaran Program KB dibagi menjadi dua yaitu sasaran langsung
dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.
5

Sasaran langsungnya adalah PUS yang bertujuan untuk menurunkan


tingkat

kelahiran

dengan

cara

penggunaan

kontrasepsi

secara

berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsung adalah pelaksanaan dan


pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga
yang berkualitas, keluarga sejahtera.
d) Ruang Lingkup Program Keluarga Berencana
Ruang lingkup KB mencakup sebagai berikut :
1.

Ibu, dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran.

2.

Suami, dengan memberikan kesempatan suami agar dapat melakukan


memperbaiki kesehatan fisik, dan mengurangi beban ekonomi
keluarga yang ditanggungnya.

3.

Seluruh Keluarga, dengan melaksanakan program KB keuntungan


yang didapat antara lain meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan
sosial setiap anggota keluarga, dan bagi anak dapat memperoleh
kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta kasih sayang
orang tuanya.4

2.2.

Kontrasepsi5-11
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan
dapat bersifat sementara atau bersifat permanen. Yang bersifat permanen pada
wanita disebut tubektomi dan pada pria disebut vasektomi.2
Sampai saat ini cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi
ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) dapat dipercaya, 2)
tidak menimbukan efek yang mengganggu kesehatan, 3) daya kerjanya diatur
menurut kebutuhan, 4) tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan
koitus,

5)

tidak

memerlukan

motivasi

terus-menerus,

6)

mudah

pelaksanaannya, 7)murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh


lapisan masyarakat, 8) dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang
bersangkutan.

2.2.1. Metode Kontrasepsi


Metode-metode dengan efektivitas bervariasi yang saat ini
digunakan adalah :
1.

Kontrasepsi tanpa menggunakan alat/obat-obatan

a.

Koitus Interuptus (Senggama terputus)


Cara ini mungkin merupakan cara kontrasepsi yang
tertua yang dikenal oleh manusia, dan mungkin masih
merupakan cara yang banyak dilakukan sampai sekarang.
Senggama terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum
terjadi ejakulasi. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa akan
terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh sebagian besar
pria, dan setelah itu masih ada waktu kira-kira 1 detik sebelum
ejakulasi terjadi. Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk
menarik keluar penis dari vagina.
Efektivitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk
melakukan senggama terputus setiap melaksanakannya (angka
kegagalan 4-18 kehamilan per 100 perempuan per tahun). Dan
efektivitasnya akan jauh menurun jika sperma dalam 24 jam
sejak ejakulasi masih melekat pada penis.

b.

Postcoital Douche
Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa
tambahan larutan obat (cuka atau obat lain) segera koitus
merupakan cara yang telah lama sekali dilakukan untuk tujuan
kontrasepsi. Maksudnya ialah untuk mengeluarkan sperma
secara mekanik dari vagina. Penambahan cuka ialah untuk
memperoleh efek spermasida serta menjaga asiditas vagina.
Cara ini mengurangi kemampuan terjadinya konsepsi hanya
dalam batas-batas tertentu karena sebelum pembilasan dapat
dilakukan, spermatozoa dalam jumlah besar telah memasuki
servik uteri.
7

c.

Metode Amenore Laktasi


Sepanjang sejarah para wanita mengetahui bahwa
kemungkinan untuk menjadi hamil lebih kecil apabila mereka
menyusui anaknya segera setelah melahirkan. Menyusui secara
eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang
cukup efektif, selama ibu belum mendapat haid, dan waktunya
kurang dari 6 bulan pascapersalinan. Efektivitasnya dapat
mencapai 98 %. Hal ini dapat efektif bila ibu menyusui lebih
dari 8 kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan per laktasi;
ibu belum mendapat haid, dan atau dalam 6 bulan pasca
persalinan.

Persalinan
3 minggu
6 minggu
6 bulan
Metode Amenorea

Laktasi (MAL)
AKDR

Sterilisasi

Kondom/spermasida

Kontrasepsi

Progestin
KB Alamiah

Kontrasepsi

kombinasi
Tabel 1. Waktu yang dianjurkan untuk memulai kontrasepsi pada wanita menyusui

d.

Rhythm Method
Cara ini awalnya diperkenalkan oleh Kyusaku Ogino
dari Jepang dan Hermann Knaus dari Jerman, pada saat yang
sama, kira-kira tahun 1931. Oleh karena itu cara ini sering juga
disebut cara Ogino-Knaus. Mereka bertitik tolak dari hasil
penyelidikan bahwa seorang wanita hanya dapat hamil selama
beberapa hari saja dalam tiap daur haidnya. Masa subur yang
disebut Fase Ovulasi mulai 48 jam sebelum ovulasi dan
berakhir 24 jam setelah ovulasi. Sebelum dan sesudah masa itu,
wanita tersebut berada dalam masa tidak subur.
Kesulitan cara ini ialah bahwa waktu yang tepat dari
ovulasi sulit untuk ditentukan; ovulasi umumnya terjadi 14 2
hari sebelum hari pertama haid yang akan datang.
8

Gambar 1. Metode penentuan masa ovulasi


Bila haid teratur (28 hari), hari pertama dalam siklus
haid dihitung sebagai hari ke-1 dan masa subur adalah hari ke12 hingga hari ke-16 dalam siklus haid. Sedangkan bila siklus
haid tidak teratur, harus dicatat siklus haid selama 6
bulan.Yang paling normal haid adalah 28 hari, tetapi masih
dianggap normal jika antara 21-35 hari. Masa subur awal
didapatkan dengan siklus terpendek dikurangi 18 dan akhir
masa subur adalah siklus terpanjang dikurangi 11. Misalnya
siklus terpendek adalah 25 hari dan terpanjang 35 hari, maka
waktu subur adalah antara hari ke 7 sampai dengan ke 24.5,6
2.

Kontrasepsi secara mekanis baik untuk pria maupun


wanita
a) Pria
i.

Kondom
Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari
penis sewaktu melakukan koitus, dan mencegah
9

tumpahnya sperma dalam vagina. Bentuk kondom


adalah silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung
yang terbuka, sedang ujung yang buntu berfungsi
sebagai penampung sperma. Diameternya biasanya kirakira 31-36,5 mm dan panjang lebih kurang 19 mm.
Kondom dilapisi dengan pelicin yang mempunyai sifat
spermatisid. 7-9
ii.

Wanita
Bermacam-macam pessarium telah dibuat untuk
tujuan kontrasepsi. Secara umum pessarium dapat
dibagi atas dua golongan, yakni (1) diafragma vaginal ;
dan (2) cervical cap.
a) Diafragma vaginal

Gambar 2. Diafragma vaginal


Dewasa ini diafragma vaginal terdiri atas
kantong karet yang berbentuk mangkuk dengan per
elastis pada pinggirnya. Per ini ada yang terbuat dari
logam tipis yang tidak dapat berkarat, ada pula yang
dari kawat halus yang tergulung sebagai spiral dan
mempunyai sifat seperti per.
Diafragma dimasukkan ke dalam vagina
sebelum koitus untuk menjaga jangan sampai
sperma masuk ke dalam uterus. Untuk memperkuat
10

khasiat diafragma, obat spermatisida dimasukkan ke


dalam mangkuk dan dioleskan pada pinggirnya.
b) Cervical cap

Gambar 3. Cervical cap


Cervical cap dibuat dari karet atau
plastik, dan mempunyai bentuk mangkuk yang
dalam dengan pinggirnya terbuat dari karet yang
tebal. Ukurannya ialah dari diameter 22 mm sampai
33 mm; jadi lebih kecil daripada diafragma vaginal.
Cap ini dipasang pada porsio servisis uteri seperti
memasang topi. Dewasa ini alat ini jarang dipakai
untuk kontrasepsi.
3.

Kontrasepsi dengan obat-obat spermatisida


Obat spermatisida yang dipakai untuk kontrasepsi
terdiri atas 2 komponen, yaitu zat kimiawi yang mampu
mematikan spermatosoon, dan vehikulum yang nonaktif dan
yang dipergunakan untuk membuat tablet atau cream/jelli.
Semakin erat hubungan antara zat kimia dan sperma, semakin
tinggi efektivitas obat. Oleh sebab itu, obat yang paling baik
ialah yang dapat membuat busa setelah dimasukkan ke dalam
vagina, sehingga kelak busanya dapat mengelilingi serviks uteri
dan menutup ostium uteri eksternum. Cara kontrasepsi dengan
obat spermatisida umumnya digunakan bersama-sama dengan
11

cara lain (diafragma vaginal), atau apabila ada kontraindikasi


terhadap cara lain. Efek sampingan jarang terjadi dan umumnya
berupa reaksi alergi.
i.

Suppositorium

Gambar 4. Supositoria dan tablet spermatisid


Lorofin suppositoria, Rendel pessaries. Suppositorium
dimasukkan sejauh mungkin ke dalam vagina sebelum koitus.
Obat ini baru mulai aktif setelah 5 menit. Lama kerjanya
kurang lebih 20 menit sampai 1 jam.
ii.

Jelly atau cream.

Gambar 5.Jelly spermatisid


Perseptin vaginal jelly, Orthogynol vaginal jelly, 2)
Delfen vaginal cream.Jelly lebih encer daripada cream. Obat
ini disemprotkan ke dalam vagina dengan menggunakan suatu
alat. Lama kerjanya kurang lebih 20 menit sampai 1 jam.
iii.

Tablet busa
Sampoon, Volpar, Syn-A-Gen. Sebelum digunakan,

tablet terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air, kemudian


dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin. Lama kerjanya
30-60 menit.
iv.

C-film

12

Gambar 6. C-film
Merupakan benda yang tipis, dapat dilipat, dan larut
dalam air. Dalam vagina obat ini merupakan gel dengan tingkat
dispersi yang tinggi dan menyebar pada porsio uteri dan vagina.
Obat mulai efektif setelah 30 menit.
Efektivitas KB spermatisid ini kurang (3 21 kehamilan per
100 perempuan per tahun pertama).
4.

Kontrasepsi Hormonal (oral, suntik, implant)


Saat diperkenalkan pada tahun 1960, kontrasepsi
hormonal menjadi sebuah perubahan drastis dari metodemetode tradisional sebelumnya. Kontrasepsi ini tersedia dalam
berbagai bentuk, oral, injeksi, dan implant. Kontrasepsi oral
adalah kombinasi estrogen dan progestin atau hanya progestin
mini pil. Kontrasepsi injeksi atau implant hanya mengandung
progestin atau kombinasi estrogen dan progestin. Pada tahun
1995, 10,4 juta wanita di AS menggunakan kontrasepsi oral
untuk mengendalikan kesuburannya.
a. Kontrasepsi Esterogen + Progestin (Kombinasi)

Gambar 7. Pil kontrasepsi


Kontrasepsi

kombinasi

estrogen-progesteron

dapat diberikan per oral, suntikan IM, atau dalam


bentuk koyo. Kontrasepsi oral paling sering digunakan
dan sering terdiri dari kombinasi suatu zat estrogen dan
bahan prosgestasional yang diminum tiap hari selama 3

13

minggu dan berhenti selama 1minggu, agar terjadi


perdarahan lucut (with drawal bleeding) dari uterus.10,11
Terdapat 2 jenis cara kerja pil estrogen kombinasi
i. Monofasik: Pil yang tersedia dalam kemasan 21
tablet, mengandung hormon aktif estrogen dan
progestin dalam dosis yang sama, dengan 7
tablet tanpa hormon aktif. Jenis monofasik
paling banyak digunakan saat ini. Setiap
tabletnya mengandung 30-100 g etinilestradiol
(di beberapa negara terdapat pula tablet dengan
10 dan 20 g) dan gestagen sintetik dengan
dosis yang berbeda-beda. Kebanyakan efek
samping

yang

timbul

disebabkan

oleh

kandungan estrogen sehingga saat ini hampir


semua

pil

kontrasepsi

mempunyai

kadar

estrogen yang rendah (20-35 g etinilestradiol).


Dari sebagian besar penelitian, pemberian dosis
50 g menimbulkan efek samping yang sangat
rendah.
ii. Pil sekuensial (bifasik/trifasik): Pil yang tersedia
dalam kemasan 21 tablet, mengandung hormon
aktif estrogen dan progestin dalam dosis yang
yang berbeda ( dua atau tiga dosis), dengan 7
tablet tanpa hormon aktif. Cara kerjanya mirip
dengan suatu siklus haid normal, khasiat
kontrasepsi hanya berdasarkan pada hambatan
ovulasi oleh estrogen dalam fase pertama dan
pada fase kedua gestagen hanya berguna untuk
menimbulkan perdarahan yang teratur. Pil
sekuensial tidak seefektif pil kombinasi oleh
karenanya angka kegagalan relatif tinggi. Di
Indonesia sediaan ini tidak pernah beredar.

14

No

Nama Dagang

(Jenis Kombinasi)

Progesteron

Estrogen

Microgynon 30

150 mcg Levonorgestrel

30 mcg Etinilestradiol

Nordette 28

150 mcg Levonorgestrel

30 mcg Etinilestradiol

Nordial 28

250 mcg Levonorgestrel

50 mcg Etinilestradiol

Mercilon 28

150 mcg Levonorgestrel

20 mcg Etinilestradiol

Marvelon 28

150 mcg Desogestrel

30 mcg Etinilestradiol

Ovostat 28

1 mg Linestrenol

50 mcg Etinilestradiol

Lyndiol

2,5 mg Linestrenol

50 mcg Etinilestradiol

Gynera

75 mcg Gestroden

30 mcg Etinilestradiol

Diane 35

2 mg Siproterone asetat

35 mcg Etinilestradiol

bertingkat)

50 mcg Levonorgestrel

30 mcg Etinilestradiol

Triquilar ED

75 mcg Levonorgestrel

40 mcg Etinilestradiol

125 mcg Levonorgestrel

30 mcg Etinilestradiol

50 mcg Levonorgestrel

30 mcg Etinilestradiol

75 mcg Levonorgestrel

40 mcg Etinilestradiol

125 mcg Levonorgestrel

30 mcg Etinilestradiol

(jenis

kombinasi

Trinordial

Exluton 28

0,5 mg Linestrenol
Tabel 2. Macam-macam Pil kontrasepsi kombinasi
b. Kontrasepsi Progestasional
Progestin Oral

Tabel 3. Jenis minipil yang tersedia dipasaran

15

Disebut juga mini pil adalah pil yang hanya


mengandung progestin 350 g atau kurang yang diminum
setiap hari. Pil ini tidak terlalu populer oleh karena insiden
perdarahan ireguler dan angka kehamilannya jauh lebih
tinggi. Pilihan yang baik bagi ibu yang menyusui, mulai
diminum pada minggu ke 6 setelah melahirkan1,5. Pil ini
mengganggu kesuburan tapi tidak selalu menghambat
penetrasi

ovulasi.

Kemungkinan

sebabnya

adalah

terbentuknya mukus serviks yang menghambat penetrasi


sperma dan perubahan pematangan endometrium sehingga
dapat menolak implantasi blastokista.
c.

Kontrasepsi Progestin Suntik

Gambar 8.Kontrasepsi Suntik


Pada pemakaian Depo medroksiprogesteron jangka
panjang terdapat kemungkinan penurunan kepadatan mineral
tulang, namun akan pulih setelah terapi dihentikan.
Depo medroksiprogesteron disuntikan dalam-dalam di
kuadran luar atas bokong tanpa dipijat untuk memastikan agar
obat dilepaskan secara perlahan-lahan. Dosis lazim adalah 150
mg setiap 90 hari.Noetindron etantat disuntikan dengan cara
yang sama dalam dosis 200mg, tetapi penyuntikan obat ini
harus diulang setiap 60 hari.
d.

Injeksi Medroksiprogesteronasetat/Estradiol Sipionat


Obat kontrasepsi baru yang disuntikan setiap bulan.

Obat ini mengandung 25mg Medroksiprogesteron asetat plus 5


mg estradiol sipionat yang dipasarkan dengan nama Lunelle
atau Cyclo-Provera.
16

e.

Implan Progestin

Gambar 9. Kontrasepsi implan


Sistem norplant menyalurkan levonorgestrel dalam
wadah silastik yang diimplantasikan dijaringan subdermal.
Terdapat beberapa jenis kontrasepsi implant seperti:

Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga


dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang
diisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama kerjannya 5
tahun.

Implanon. Terdiri dari datu batang putih lentur dengan


panjang kira-kira 40 mm, dengan diameter 2 mm, yang
diisi dengan 68 mg 3-keto-desogestrel dan lama
kerjannya 3 tahun.

Jadena, dan Indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi


dengan 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

5.

Kontrasepsi dengan AKDR

Gambar 10. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


Mekanisme kerja dari AKDR sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti, tetapi pendapat yang terbanyak

17

mengatakan bahwa dengan adanya AKDR dalam kavum uteri


menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai
dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista
dan sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai
AKDR sering kali dijumpai sel-sel makrofag (fagosit) yang
mengandung spermatozoa. Disamping itu ditemukan juga
sering timbulnya kontraksi uterus pada pemakai AKDR, yang
dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan karena
meningkatnya prostaglandin dalam uterus pada wanita tersebut.
Pada AKDR bioaktif selain kerjanya menimbulkan
peradangan, juga oleh karena ion logam atau bahan lain yang
melarut dari AKDR mempunyai pengaruh terhadap sperma.
Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif ialah ion
logam tembaga (Cu)2,3; pengaruh AKDR bioaktif dengan
berkurangnya konsentrasi logam makin lama makin berkurang.
Efektifitasnya tinggi dapat mencapai 0.6 0.8
kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan
dalam 125 170 kehamilan).
Jenis-jenis AKDR

Gambar 11. Jenis-jenis AKDR


Sampai sekarang telah banyak ditemukan jenis-jenis
AKDR, tapi yang paling banyak digunakan dalam program KB
di Indonesia ialah AKDR jenis copper T dan spiral (Lippes
loop). Bentuk yang beredar dipasaran adalah spiral (Lippes
loop), huruf T (Tcu380A, Tcu200C, dan NovaT), tulang ikan
(MLCu350 dan 375), dan batang (Gynefix). Unsur tambahan
adalah tembaga (cuprum), atau hormon (Levonorgestrel).9,11
18

6.

Kontrasepsi Mantap (tubektomi dan vasektomi)


a)

Tubektomi
Tubektomi adalah suatu tindakan oklusi/ pengambilan

sebagian saluran telur wanita untuk mencegah proses fertilisasi.


Tindakan tersebut dapat dilakukan setelah persalinan atau pada
masa interval. Setelah dilakukan tubektomi, fertilitas dari
pasangan tersebut akan terhenti secara permanen. Waktu yang
terbaik untuk melakukan tubektomi pascapersalinan ialah tidak
lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah
dicapai dari subumbilikus dan rendahnya resiko infeksi. Bila
masa 48 jam pascapersalinan telah terlampaui maka pilihan
untuk tetap memilih tubektomi, dilakukan 6-8 minggu
persalinan atau pada masa interval.
b)

Vasektomi

Gambar 12. Vasektomi


Indikasi vasektomi ialah bahwa pasangan suami isteri
tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia
bahwa

tindakan

kontrasepsi

dilakukan

pada

dirinya.Kontraindikasi, sebenarnya tidak ada, kecuali bila ada


kelainan lokal yang dapat mengganggu sembuhnya luka operasi,
jadi sebaiknya harus disembuhkan dahulu.
7.

Kontrasepsi darurat
Yang dimaksud dengan kontrasepsi darurat adalah,
kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bula digunakan
setelah

berhubungan

seksual.Kondar

disebut

juga

kontrasepsi pascasenggama, morning after pills atau


19

morning after treatment. Kondar digunakan berdasarkan


pertimbangan beberapa aspek seperti, aspek kesehatan,
ekonomi,

sosial,

dan

agama.

Berikut

adalah

indikasi

penggunaan kontrasepsi darurat:


1. Kesalahan dalam pemakaian kontrasepsi seperti:

Kondom bocor, lepas, atau salah dalam penggunaan

Kegagalan senggama terputus

AKDR ekspulsi

Lupa minum pil KB lebih dari 2 tablet

Terlambat lebuh dari 1 minggu untuk suntik kb yang


setiap bulan, dan terlambat suntik lebih dari 2 minggu
untuk suntik KB tiga bulanan

2. Perkosaan
3. Tidak menggunakan kontrasepsi
2.3.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM PEMILIHAN


KONTRASEPSI
Faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi:
2.3.1. Umur istri
Umur dalam hubungannya dengan pemakaian KB berperan
sebagai faktor intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ,
fungsi faaliah, komposisi biokimiawi termasuk sistem hormonal
seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah, komposisi biokimiawi, dan
sistem hormonal pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan
pada kontrasepsi yang dibutuhkan.12,13
Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Masa menunda kehamilan (kesuburan)
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20
tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya

kesuburan

yang

tinggi.

Artinya

kembalinya

kesuburan dapat dijamin 100%. Ini penting karena akseptor belum


mempunyai anak.

20

b. Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan akan


menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:

Pil

AKDR

Cara sederhana (kondom, spermisida)

2) Masa mengatur kesuburan (menjarangkan)


Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30
tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a.

Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup.

b.

Efektifitas cukup tinggi.

c.

Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yang


aman untuk ibu dan anak.

d.

Tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Ini penting


karena ASI adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2
tahun. Penggunaan ASI mempengaruhi angka kesakitan
bayi/anak.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:

AKDR

Suntikan

Mini pil

Pil

Cara sederhana

Norplant (AKBK)

Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun)

3) Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi)


Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan
umur istri telah melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi. Ciriciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menyebabkan terjadi
kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain itu
akseptor sudah tidak ingin mempunyai anak lagi.
b. Dapat dipakai untuk jangka panjang.
21

c. Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masa


umur tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, dan
metabolik

meningkat.Oleh

tidakmemberikan

karena

obat/kontrasepsi

itu,
yang

sebaiknya
menambah

kelainan/penyakit tersebut.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:

Kontap

AKDR

Norplant (AKBK)

Suntikan

Mini pil

Pil

2.3.2. Jumlah anak


Anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan.
Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri.
Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan
untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana
pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai
satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua.
Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga
berkualitasmelalui
mewujudkan

promosi,

hak-hak

perlindungan,

reproduksi

juga

dan
untuk

bantuan

dalam

penyelenggaraan

pelayanan, pengaturan, dan dukungan yang diperlukan untuk


membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal; mengatur jumlah,
jarak dan usia ideal melahirkan anak.
Seperti dalam definisi Keluarga Berencana menurut WHO
Expert Committee 1970. KB adalah tindakan yang membantu individu
atau pasangan suami istri untuk:
1. mendapatkan objektif-objektif tertentu
2. menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
3. mengatur interval diantara kehamilan

22

4. mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur


suami istri
5. menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Serta dalam Pasal 18 UU No.10 tahun 1992 yang menyatakan
bahwa setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam
merencanakan dan mengatur jumlah anak dan jarak antara kelahiran
anak yang berlandaskan pada kesadaran dan tanggung jawab terhadap
generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam merencanakan jumlah anak dalam keluarga, suami dan
istri perlu mempertimbangkan aspek kesehatan dan kemampuan untuk
memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak. Dalam hal ini
suami perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan 4 terlalu yaitu :
a. Telalu muda untuk hamil/melahirkan (<18 thn)
b. Terlalu tua untuk melahirkan (>34 thn)
c. Terlalu sering melahirkan (> 3 kali)
d. Terlalu dekat jarak antara kehamilan sebelumnya dengan kehamilan
berikutnya (< 2 thn).
Merencanakan jumlah anak dalam keluarga dapat dilakukan
dengan memperhatikan usia reproduksi istri. Program KB selama ini
telah banyak mengubah struktur kependudukan Indonesia, tidak saja
dalam arti menurunkan tingkat kelahiran laju pertumbuhan penduduk
namun juga mengubah pandanganhidup penduduk terhadap nilai anak
serta kesejahteraan dan ketahanan keluarga.KB melalui karya ke lima
dalam strategi Panca Karya,mendorong generasi tua untuk berpikir
positif dan memberikan ketauladanan ataupun petuah kepada generasi
yang lebih muda, sehingga mampu melihat nilai anak tidak sekadar
sebagai tenaga kerja dan gantungan hidup ketika masa tua.
2.3.3

Tingkat kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan adalah suatu tingkatan yang menyatakan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil
yang layak, bertakwa pada Tuhan YME, memiliki hubungan yang
serasi,selaras, dan seimbang antara keluarga, masyarakat dan
23

lingkungan. Penentuan tingkat kesejahteraan dapat dilakukan dengan


berbagai indikator.
Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah indikator
yang ditetapkan oleh BKKBN. Indikator Kesejahteraan Keluarga yang
ditetapkan oleh BKKBN pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran
yang terkandung didalam UU No.10 Tahun 1992. Indikator ini
dianggap cukup baik karena mudah digunakan oleh semua petugas
termasuk kader dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Tingkat kesejahteraan yang ditetapkan oleh BKKBN dikelompokkan
berdasarkan 23 indikator. Dua puluh tiga indikator tersebut adalah :
1.

Keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut.

2.

Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari


atau lebih.

3.

Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk


di rumah, bekerja/sekolah, dan bepergian.

4.

Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.

5.

Bila anak atau anggota keluarga yang lain sakit dibawa ke


petugas/sarana kesehatan. Demikian pula bila Pasangan Usia
Subur (PUS) ingin ber-KB dibawa ke ke petugas atau sarana
kesehatan dandiberi obat atau metode KB modern.

6.

Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut


agama yang dianut masing-masing.

7.

Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan


daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.

8.

Seluruh anggota keluarga memperoleh paling sedikit satu stel


pakaian baru setahun terakhir.

9.

Luas lantai rumah paling sedikit 8,0 m untuk tiap penghuni


rumah.

10.

Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam


keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
masing-masing.

11.

Paling sedikit satu orang anggota keluarga yang berumur 15


tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.

24

12.

Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa


membaca tulisan latin.

13.

Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan)


bersekolah.

14.

Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih
PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali dalam
keadaan hamil).

15.

Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

16.

Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk


tabungan keluarga.

17. Biasanya makan bersama paling sedikit sekali sehari dan


kesempatan ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota
keluarga.
18.

Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat


tinggalnya.

19.

Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling sedikit sekali


dalam enam bulan.

20.

Memperoleh

berita

dengan

membaca

surat

kabar,

majalah,mendengarkan radio atau menonton televisi.


21.

Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana transportasi.

22.

Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan


sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.

23.

Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus


perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.
Penentuan indikator yang digunakan mengacu kepada berbagai

tingkat kebutuhan baik yang menyangkut kebutuhan dasar (1 s/d 5),


kebutuhan

sosial

psikologis

(6

s/d

14),

maupun

kebutuhan

pengembangannya (15 s/d 23).


Berdasarkan 23 indikator yang ditetapkan oleh BKKBN,
tingkat kesejahteraan keluarga dapat dikelompokkan menjadi 5
kelompok yaituKeluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga
Sejahtera II,Keluarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera III Plus.
Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I biasa disebut dengan
istilah keluarga miskin. Keluarga miskin adalah keluarga yang tidak
25

dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu
kemiskinan alasan ekonomi. Enam indikator penentu kemiskinan
tersebut pada umumnya adalah:
1. Seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
2. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk di rumah,
bekerja atau sekolah, dan bepergian
3. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah
4. Paling sedikit sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan
atau telur
5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling
sedikit satu stel pakaian baru
6. Luas lantai rumah paling sedikit delapan meter persegi untuk tiap
penghuni.
2.3.4. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
Jamkesmas adalah kebijakan yang sangat efektif untuk
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan
aksesibilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan yang
tersedia.Jamkesmas diharapkan dapat mempercepat pencapaian sasaran
pembangunan kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan yang
optimal.
Program ini dimaksudkan agar keluarga miskin tidak kesulitan
dalam mengakses program KB, karena bila pertambahan penduduk
tidak dapat dikendalikan, maka beban pembangunan akan bertambah.
Pelayanan yang diberikan Jamkesmas bersifat komprehensif berjenjang.
Komprehensif artinya meliputi pelayanan promotif, preventif,kuratif,
dan rehabilitatif. Berjenjang artinya pelayanan diberikan dengan sistem
rujukan mulai dari tingkat pelayanan kesehatan yang paling rendah
yakni Puskesmas sampai ke pelayanan oleh dokter spesialis di
RumahSakit Umum. Pelayanan KB gratis termasuk dalam pelayanan
yang diberikan di tingkat Puskesmas kecuali untuk jenis MOW dan
MOP yang harus dirujuk ke rumah sakit.

26

2.3.5. Pendidikan
Menurut Bouge dalam Lucas (1990) menyatakan bahwa
pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap fertilitas
daripada variabel lain. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap
pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB.
Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas
pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan
baru.
Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan
perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam
pengambilan berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan
menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah karena pendidikan akan
mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan
adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja
menginginkan agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian
hari dapat melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat dan
negara.Untuk sampai pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah,
dibutuhkan strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin
menciptakan anak yang berkualitas di tengah waktu yang terbatas,
karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak
berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas.
Dalam hubungan dengan pemakaian kontrasepsi pendidikan
akseptor dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan jenis kontrasepsi
yangsecara

tidak

langsung

akan

mempengaruhi

kelangsungan

pemakaiannya. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan


yang dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku
reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan SDKI 20022003, pemakaian alat kontrasepsi meningkat sejalan dengan tingkat
pendidikan. Sebesar 45% wanita yang tidak sekolah menggunakan cara
kontrasepsi modern, sedangkan wanita berpendidikan menengah atau
lebih tinggi yang menggunakan cara kontrasepsi modern sebanyak

27

58%. Jadi, secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan wanita,


semakin besar kemungkinannya memakai alat/cara KB modern.
2.3.6. Pengetahuan
Dalam

memperkenalkan

cara-cara

kontrasepsi

kepada

masyarakat tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut


pengambilan keputusan oleh masyarakat untuk menerima cara-cara
kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers, ada empat tahap untuk
mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap
pengetahuan

(knowledge),tahap

persuasi

(persuasion),

tahap

pengambilan keputusan (decision), dantahap konfirmasi (confirmation).


Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima maupun ditolak.
Menurut Spicer inovasi akan ditolak jika inovasi tersebut
dipaksakan oleh pihak lain, inovasi tersebut tidak dipahami, atau
inovasi tersebut dianggap sebagai ancaman terhadap nilai-nilai
penduduk. Selanjutnya menurut Spicer akan terjadi penerimaan secara
selektif yaitu ada beberapa inovasi

yang diterima/ diterima

sebagiansedangkan beberapa inovasi lainnya ditunda atau bahkan


ditolak. Jadi penerimaan inovasi tidak pernah bersifat menyeluruh
tetapi bersifat selektif dengan berbagai pertimbangan.
Menurut studi yang telah dilakukan oleh Anne R Pebley dan
James W Breckett, terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan tentang tempat pelayanan dan metode kontrasepsi yang
digunakan.Wanita yang mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi
lebih sedikit menggunakan kontrasepsi tradisional.13,14
2.3.7. Dukungan suami/istri
Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana
(KB) antara lain menyangkut :
a.

Pemakaian alat kontrasepsi

b.

Tempat mendapatkan pelayanan

c.

Lama pemakaian

d.

Efek samping dari penggunaan kontrasepsi


28

e.

Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi


Partisipasi

pria

dalam

kesehatan

reproduksi

adalah

tanggungjawab pria dalam kesehatan reproduksi terutama dalam


pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak, serta
berprilaku seksualyang sehat dan aman bagi dirinya, istri, dan
keluarganya. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan
reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong
kesetaraan gender.
Dalam kurun waktu 30 tahun keberhasilan program KB masih
banyak didominasi oleh peran serta wanita dalam penggunaan alat dan
metode kontrasepsi. Pada tahun 2002 tercatat Tingkat Pemakaian
Kontrasepsi (CPR) adalah 60,3%. Kontribusi pria terhadap angka
tersebuthanya 1,3% saja yang terdiri dari kondom (0,9%) dan
vasektomi (0,4%). Ini berarti 59% pemakai kontrasepsi adalah wanita.

2.3.8. Agama
KB bukan hanya masalah demografi dan klinis tetapi juga
mempunyai dimensi sosial-budaya dan agama, khususnya perubahan
nilai dan norma masyarakat. Seperti yang diatur dalam UU No.10
tahun 1992, tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga
Sejahtera. Dalam undang-undang tersebut juga telah dinyatakan bahwa
penyelenggaraan pengaturan kelahiran, dilakukan dengan cara yang
dapat dipertanggungjawabkan darisegi kesehatan, etik dan agama yang
dianut penduduk yang bersangkutan (Pasal 17 ayat 2).
Oleh karena itu KB perlu mendapat dukungan masyarakat,
termasuk tokoh agama. Walaupun awalnya mendapat tantangan
akhirnya program KB didukung tokoh agama dengan pemahaman
bahwa KB tidak bertentangan dengan agama dan merupakan salah satu
upaya dalam pengaturan masalah kependudukan untuk memerangi
kemiskinan,

kebodohan,

keterbelakangan

dan

ketidakpedulian

masyarakat sehingga dapat mendukung pembangunan bangsa. Di pihak


lain, peserta KB yang lebih dari 22,5 juta banyaknya juga memerlukan

29

pegangan, pengayoman dan dukungan rohani yang kuat dan ini hanya
bisa diperoleh daripemimpin agama.
Program

KB

juga

telah

memperoleh

dukungan

dari

Departemen Agama Republik Indonesia. Hal ini terlihat dengan


penandatanganan bersama Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), Memorandum of Understanding(MoU) Nomor 1
Tahun 2007 danNomor: 36/HK.101/F1/2007 tentang Advokasi,
Komunikasi, Informasidan Edukasi Program KB Nasional melalui
Peran Lembaga Keagamaan,pada 9 Februari 2007, yang berlaku
sampai dengan 31 Desember 2009.

30

2.3.

KERANGKA TEORI

PENGGUNAAN
KB PASCA SALIN

Gambar 13. Kerangka teori modifikasi dari teori Kotler (1989), Robbins (2001),
Lawrence Green (1980), Anderson (1974)

2.4.

KERANGKA KONSEP
Ibu Bersalin di RSUD dr.
Doris Sylvanus bulan
Januari Oktober 2014

Pengunaan KB Pasca Salin

CAPAIAN KB PASCA
SALIN
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

31

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis dan Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan metode Cross Sectional. Cross Sectional mencakup semua jenis
penelitian yang pengukuran variabelnya dilakukan hanya setiap satu kali, pada
satu saat. Peneliti mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung dengan melakukan pengukuran sesaat. Desain cross sectional dapat
dipergunakan untuk penelitian deskriptif, namun juga dapat dilakukan untuk
penelitian analitik.

3.2.

Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka
Raya.
3.2.2. Waktu peneltian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Oktober 2014

3.3.

Populasi Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua ibu bersalindi RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3.3.2.

Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua ibu
bersalin di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya sejak bulan
Januari- Oktober 2014.

32

3.4.

Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Sampel adalah jumlah total populasi selama 10 bulan pada ibu bersalin
yang dirawat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya bulan Januari
Oktober 2014.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara non-probability
sampling. Cara ini lebih mudah dan praktis. Jenis yang diambil adalah
consecutive sampling yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang
diperlukan terpenuhi.

3.5.

Kriteria Pemilihan (Inklusi dan Eksklusi)


3.5.1. Kriteria Inklusi
i. Ibu bersalin di RSUD dr. Doris Sylvanus
ii. Ibu bersalin di RSUD dr. Doris Sylvanus yang menggunakan KB
3.5.2. Kriteria Eksklusi
Ibu bersalin di RSUD dr. Doris Sylvanus yang tidak menggunakan KB

3.6.

Variabel penelitian
Variabel Bebas

: Ibu Bersalin

Variabel Tergantung : KB Pasca Salin


3.7.

Definisi Operasional
Ibu bersalin
Definisi

: Wanita yang sudah melewati proses pengeluaran hasil


konsepsi yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan atau tanpa
bantuan.

Alat ukur

: Rekam Medik

Cara ukur

: Pencatatan ulang dari rekam medik

33

Hasil ukur

: 1. Ibu bersalin yang menggunakan KB, 2. Ibu bersalin yang


tidak menggunakan KB

Skala ukur

: Nominal

KB Pasca Salin
Definisi

: Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya


kehamilan dapat bersifat sementara atau bersifat permanen.

3.8.

Alat ukur

: Rekam Medik

Cara ukur

: Pencatatan ulang dari rekam medik

Hasil ukur

: 1. MOW, 2.IUD, 3.KB Suntik.

Skala ukur

: Numerik

Instrumen Penelitian
Instrument penugumpulan data berupa lembar daftar responden.

3.9.

Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan data


Teknik pengumpulan data di data sekunder diperoleh dari rekam medic
RSUD Dr.Dorys Sylvanus Palanga Raya, Studi dokumentasi dan penulusuran
sumber.

3.10.

Cara Pengelolaan Data dan Analisis Data


3.10.1. Cara Pengelolaan Data
Teknik pengolahan data : mnenggunakan langkah-langkah berikut :
1. Coding
Jawaban atau hasil diklasifikasikan kedalam bentuk yang lebih
ringkas dengan menggunakan kode-kode.
2. Editing
Isian pada data yang diperoleh dari rekam medic diteliti
kembali apalah sudah baik, lalu di proses.
3. Entry data
Data yang telah selesai decoding dan diediting lalu dimasukkan
ke dalam table dan di grafik.

34

4. Cleaning data
Membersihkan data sehingga data sudah benar-benar bebas dari
kesalahan.
3.10.2. Analisis Data
Analisis Univariat (Deskriptif)
Untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel ibu bersalin di RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangkaraya bulan Januari Oktober 2014 dan KB
Pasca Salin.
3.11.

Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder. Dalam
pelaksanaan penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika yang meliputi:
a.

Anonimity (Tanpa Nama)


Nama subyek tidak dicantumkan dalam lembar pengisian.
Cukup dengan menulis kode subyek yang telah dibuat oleh peniliti
agar kerahasiaan tertap terjaga.

b.

Confidentiality
Informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti.

35

BAB 4
HASIL

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya di bagian Obsteri
dan Ginekologi pada Bulan Januari Oktober 2014 dengan cara mengambil data sekunder
dari rekam medik. Diperoleh sampel yang digunakan dalam penilitian ini sebesar .Hasil
penelitian ini akan menggambarkan angka capaian KB PascaSalin pada ibu bersalin di RSUD
dr. Daris Sylvanus pada bulan Januari Oktober 2014.
Berikut adalah jumlah persalinan yang terjadi di RSUD dr. Doris Sylvanus pada
Bulan Januari Oktober2014 :
BULAN
2014
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Jumlah

JENIS PERSALINAN
SPONTAN
SC
43
48
37
52
39
49
47
51
64
59
68
56
48
57
55
67
56
53
56
76
513
568

JUMLAH
91
89
88
98
123
124
105
122
109
132
1.081

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa persalinan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober dan persalinan paling rendah pada bulan maret. Berdasarkan tabel di atas, jumlah ibu
bersalin yang menggunakan KB PascaSalin akan disuguhkan dalam bentuk tabel :

BULAN
2014
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Jumlah

IUD
1
1
2
2
11
74
35
126

JENIS KB
MOW
13
2
21
5
3
4
14
16
26
30
134
36

JUMLAH
SUNTIK
1
2
1
4

14
4
22
7
5
4
16
27
100
65
264

Berdasarkan data resume medik dari bulan Januari Oktober 2014 didapatkan hasil
dari 1.081 ibu bersalin di RSUD dr. Doris Sylvanus hanya 264 ibu yang menggunakan KB
PascaSalin. Jumlah pengguna KB PascaSalin terbanyak dari bulan Januari Oktober 2014
didapatkan yaitu peserta KB MOW sebanyak 134 orang (50,75 %), peserta KB IUD
sebanyak 126 orang (47,7 %), peserta KB Suntik 4 orang (1,55 %).

37

BAB 5
PEMBAHASAN

Berdasarkan data rekam medik pasien di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
dr. Doris Sylvanus PalangkaRaya dari bulan Januari - Oktober 2014 yang telah dikumpulkan,
didapatkan jumlah seluruh persalinan yaitu sebanyak 1081 persalinan, dengan jumlah
persalinan spontan 513 orang, persalinan SC 568 orang.
Dari data jumlah persalinan pada RSUD dr. Doris Sylvanus PalangkaRaya, yang
menggunakan KB PascaSalin didapatkan sebanyak 264 orang. Peserta KB MOW sebanyak
134 orang (50,75 %), peserta KB IUD sebanyak 126 orang (47,7 %), peserta KB Suntik 4
orang (1,55 %). Pengguna KB MOW paling banyak dipilih ,hal ini kemungkinan dipengaruhi
oleh usiai bu, jumlah anak serta rata-rata pasien yang dirawat di RSUD dr. Doris Sylvanus
hamil dengan penyulit. Oleh karena itu jenis KB yang menjadi pilihan berupa MOW, pilihan
lain yang banyak digunakan adalah IUD, kebanyakan pasien yang menggunakan IUD masih
ingin memiliki anak lagi dan ingin mengatur jarak usia anak, selain itu KB jenis ini tidak
memiliki pengaruh hormonal.
Persentasi KB PascaSalin terkecil adalah KB Suntik, pada penelitian ini
didapatkan hanya 4 ibu bersalin yang memilih KB jenis ini. Hal ini dapat dikarenakan masih
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan KB serta pada KB jenis ini pasien
harus memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi, sehingga dalam perjalanannya KB ini dapat
memberikan hasil yang maksimal. Namun, pada penelitian ini nilai yang didapat belum
memberikan gambaran tentang penggunaan KB suntik, karena pada praktek pelayanannya,
ibu bersalin sering mengunjungi Bidan praktek swasta atau puskesmas untuk penyuntikan
KB. Alasan ini juga mendukung untuk pemilihan KB jenis lain seperti pil, kondom dan MAL,
pada penelitian ini belum dapat digambarkan capaian KB jenis ini. Oleh karena itu,
diperlukan penilitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana pencapaian KB PasacaSalin dalam
hal ini jenis KB Suntik, Impant, Pil, Kondom, serta MAL.

38

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan hasil yang didapat maka
dapat diambil kesimpulan, yaitu:
a. Jumlah persalinan di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Doris
Sylvanus pada bulan Januari Oktober 2014 adalah sebanyak 1.081
persalinan, baik secara spontan maupun seksio sesarea.
b. Berdasarkan

jumlah

persalinan

yang

terjadi,

maka

dilakukan

penghitungan pada ibu bersalin yang menggunakan KB PascaSalin, dari


data jumlah persalinan pada RSUD dr. Doris Sylvanus PalangkaRaya,
yang menggunakan KB PascaSalin didapatkan sebanyak 264 orang.
Peserta KB MOW sebanyak 134 orang (50,75 %), peserta KB IUD
sebanyak 126 orang (47,7 %), peserta KB Suntik 4 orang (1,55 %)
c. Dari hasil penghitungan, didapatkan jenis KB PascaSalin dengan
persentasi tertinggi adalah MOW sebanyak 134 orang (50,75%).
6.2.

SARAN
6.2.1. Bagi Profesi Kesehatan
Perlu

dilakukan

peningkatan

penyuluhan

oleh

petugas

kesehatan terhadap penggunaan KB PascaSalin, sehingga program


pemerintah dalam mencegah laju pertumbuhan penduduk dapat
dilaksanakan denganbaik. Penyuluhan juga akan dapat meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan
KB.
6.2.2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Perlu dilakukan peningkatan upaya promotif program keluarga
berencana, sehingga akan terjadi peningkatan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat akan KB.

39

6.2.3.

Bagi Keluarga dan Masyarakat


Hendaknya masyarakat dapat lebih membuka diri akan
pengetahuan tentang KB sehingga akan tercapai tujuan keluarga
menjadi keluarga yang sejahtera.

40

DAFTAR PUSTAKA

1. BKKBN. Profil hasil pendataan keluarga tahun 2010. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
2010. Hal. 23-26.
2. KEMENKES RI. Riset kesehatan dasar tahun 2013. Jakarta : Kementrian kesehatan
RI. 2010.hal. 56-60.
3. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. Rencana aksi nasional pelayanan keluarga berencana tahun 2014-2015.
Jakarta :KementerianKesehatan RI. 2013
4. Saifuddin A B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi Pertama
cetakan Keempat. Jakarta , Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003. Hal
23-35.
5. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Edisi kedua cetakan ketiga. Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Hal 56-78.
6. Pendit. Brahm U. Ragam metode kontrasepsi. Jakarta :EGC.2007. hal 345-347.
7. Arum, Dyah Noviawati Setya. Panduan lengkap pelayanan KB terkini. Yogyakarta :
mutia medika. 2010. Hal 15-19.
8. WHO. Ragam metode kontrasepsi. Jakarta :terjemahan, EGC. 2007. Hal 135-138.
9. Azwar, A. Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan Penilaian Program
Kesehatan.In : Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga Jakarta:
Bina Rupa Aksara Publisher; 2010. p 184, 255, 290, 330.
10. http://docs.google.com/viewer?a=v&qcache:a7uzbuspoun:digilib.unimus.ac.id/downl
oad.php?id%hshajbhja+manfaat+pelayanan+antenatal. Diakses tgl 15 november 2014,
pukul 17.30.
11. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21.Volume 2. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.hal 122-24.
12. Saifuddin A B. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama
cetakan kedua. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2001. Hal 3444.
13. Agus Z, helmizar, syahrial, arasy F. Pengetahuan, sikap, dan perilku PUS
berhubungan dengan keikutsertaan pada program KB di Indonesia. 2010. Hal 12-18.

41

14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pelayanan kontrasepsi darurat.


Jakarta : Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia dan WHO, 2004.

42

You might also like