You are on page 1of 15

TAFSIR MAUDHU’IY

(Sebuah Bentuk Penyajian Pesan-Pesan Al-Qur’an secara Tematis)

I. PROLOG

Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama, yang menjadi pedoman
bagi pengikutnya di seluruh dunia. Sudah barang tentu, bila mana mereka ingin
mengetahui dan mengambil mutiara-mutiara yang terdapat dalam lautan al-Qur’an,
maka mereka harus menyelaminya dengan peralatan dan persiapan yang sempurna.1
Oleh karena itu, banyak cara yang telah ditempuh oleh para pakar al-Qur’an dalam
menyajikan isi kandungan dan pesan-pesan Kitab Allah Swt. Ada yang
menyajikannya sesuai dengan urutan ayat-ayat sebagaimana termaktub dalam
mushaf, misalnya mulai dari ayat pertama surat al-Fatihah hingga ayat terakhir,
kemudian beralih ke ayat pertama surat al-Baqarah hingga berakhir pula, dan
demikian seterusnya. Pesan dan kandungan al-Qur’an itu dipaparkan secara rinci dan
luas dari berbagai aspek kajian yang mencakup aneka persoalan, baik yang memiliki
relevansi langsung antara ayat satu dengan lainnya ataupun tidak. Cara ini dapat
diibaratkan dengan penyajian hidangan prasmanan, masing-masing memilih sesuai
seleranya serta mengambil kadar yang diinginkan dari meja yang telah ditata itu.2
Ada juga yang memilih tema tertentu, kemudian menghimpun ayat-ayat yang
berkaitan dengan tema tersebut, dimanapun ayat itu ditemukan. Selanjutnya ia
menyajikan kandungan dan pesan-pesan yang berkaitan dengan tema yang dipilihnya
itu tanpa harus terikat oleh urutan ayat dan surat sebagaimana terlihat dalam mushaf,
dan tanpa perlu menjelaskan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan tema, walaupun
hal yang tidak berkaitan itu secara tegas dikemukakan oleh ayat-ayat yang

1
Muhammad Ali as-Shabuni, At-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Beirut : Alam al-Kutub, 1985),
7
2
Quraish Shihab, dalam pengantar Wawasan al-Qur’an : Tafsir Mawdu’iy atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung : Mizan, 1998), xi-xii. Lihat juga Muhammad al-Sayyid Jibril, Madkhal ila
Manahij al-Mufassirin (Kairo : Dar al-Risalah, tt), 124-125.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 1
dibahasnya. Disini, sang penafsir bagaikan menyodorkan sebuah nampan berisi
hidangan yang siap saji dan telah dipilih kadar dan ragamnya, sebelum para tamu
tiba. Yang memilih dan memilah serta menetapkan porsinya adalah tuan rumah,
sehingga para tamu tidak lagi direpotkan, karena makanan telah siap untuk disantap.3
Apa yang dinamakan metode Tahlili atau Tajzi’i adalah perumpamaan
hidangan presmanan itu,4 sedangkan menyodorkan para tamu sebuah nampan
makanan adalah ilustrasi dari apa yang disebut oleh para pakar dengan metode
maudu’i atau Tauhidi.5
Apabila seseorang itu sibuk dan ingin praktis, maka tentu saja dia akan
mengambil nampan berisi makanan yang telah tersedia. Sebaliknya jika ia santai,
rileks dan ingin lebih puas, maka dia akan memilih hidangan prasmanan. Tetapi
hendaknya dia tidak mengeluh soal waktu, atau upaya yang harus dicurahkan, dan
tidak pula merasa bosan atau jenuh, karena pasti tidak semua yang dihidangkan itu
dia butuhkan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, ada sekian banyak diantara yang
terhidang itu ditolak oleh seleranya.6
Memang, mempelajari satu-dua ayat sering kali tidak memberikan jawaban
yang utuh dan tuntas. Misalnya, jika seseorang hanya mempelajari ayat “Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat dalam keadaan mabuk sampai
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”,7 maka boleh jadi dia menduga bahwa
minuman keras hanya terlarang menjelang shalat. Tetapi ketika disajikan kepadanya
seluruh ayat yang berkaitan dengan minuman keras, maka bukan saja proses
pengharamannya tergambar dalam benaknya, tetapi juga terungkap keputusan akhir
kitab suci ini perihal minuman keras.

3
Quraish Shihab, dalam pengantar Wawasan al-Qur’an : Tafsir Mawdu’iy atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung : Mizan, 1998), xi-xii. Lihat juga Muhammad al-Sayyid Jibril, Madkhal ila
Manahij al-Mufassirin (Kairo : Dar al-Risalah, tt), 124-125.
4
Lihat Masmu’ Ahmad Abu Thalib, al-Manhaj al-Mawdu’iy fi al-Tafsir (Kairo : Dar al-
T(ibahah al-Muhammadiyah, 1986), 11
5
Masmu’ Ahmad Abu Thalib, al-Manhaj al-Mawdu’iy fi al-Tafsir., 14-15
6
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, xii
7
Al-Qur’an, 4 : 43. Keterangan lebih detail bias dilihat Ali as-Shabuni, Rawai’ul Bayan
Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an (Libanon : Dar al-Fikr, tt) jilid 2, 270.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 2
Demikian pula mempelajari satu surat saja, telah disadari oleh para pakar
bahwa hal itu belum cukup memadai untuk menuntaskan persoalan. Bukankah masih
banyak pesan-pesan yang berkaitan dengan nya pada surat-surat yang lain ?. Kalau
demikian, mengapa tidak dihimpun saja pesan-pesan al-Qur’an mengenai tema yang
sama, yang bertebaran dalam berbagai surat lain itu menjadi satu ?. Inilah salah satu
motivasi dan landasan pemikiran bagi kemunculan tafsir Maudu’iy.

II. DIALOG

A. Pengertian Tafsir Mawdu’iy dan macam-macamnya


Metode tafsir Mawdu’iy adalah metode yang ditempuh oleh seorang
mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an dengan cara menghimpun ayat-ayat yang
berbicara tentang satu mawdu’ (tema) tertentu dan menyusunnya berdasarkan
kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut, untuk kemudian penafsir mulai
memberikan keterangan, penjelasan dan menarik kesimpulan.8
Kajian tafsir dengan metode Mawdu’iy ini memiliki aneka ragam bentuk,
yaitu :
1. Tafsir Mawdu’iy ditinjau dari wilayah cakupannya
a. Pembahasan mengenai “satu surat” secara menyeluruh dan utuh, dengan
menjelaskan arti umum dan khususnya, menguraikan munasabah atau
korelasii antar berbagai tema yang dikandungnya, sehingga menjadi jelas
bahwa surat itu merupakan satu kesatuan yang kokoh dan ia seakan-akan
merupakan satu rantai emas yang setiap gelang-gelang darinya
bersambung satu dengan lainnya.9

8
Abd. Hayyi al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, ter. Suryan A. Jamrah
(Jakarta, PT Raja Grafindo, 1996), 36. Lihat juga Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir,
ter. Ahmad Karom (Jakarta, Rajawali Press : 1992), 78. Jibril, Madkhal ila Manahiji al-Mufassirin,
125-126 ; Mustofa Muslim, Mabahith fi al-Tafsir al-Mawdu’iy (Damaskus : Dar al-Qalam, tt), 17 ;
Abu Talib, al-Manhaj fi al-Tafsir, 14.
9
Al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir, 35.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 3
Sebagai contoh adalah penafsiran yang dilakukan oleh Dr. Ali
Hasan al-‘Arid terhadap Surat Yasin. Berdasarkan kajiannya, ia
menemukan bahwa surat tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian yang
masing-masing saling berkaitan, bersambung dan mengarah kepada satu
tema.10
Bagian pertama, dari awal surat sampai ayat ke-32, mengarah
kepada penjelasan tentang kerasulan Muhammad Saw., menetapkan
kenabiannya, menuturkan keadaan orang-orang musyrik, baik dari
golongan Quraisy maupun golongan lain, dan mengemukakan tentang
Ashab al-Qaryah (penduduk suatu negeri) sebagai pelajaran bagi mereka.
Bagian kedua, dari ayat ke-33 sampai ayat ke-44, mengetengahkan
dalil-dalil eksistensi Allah Swt., dan keluasan ilmu-Nya, sehingga mereka
wajib beriman kepada-Nya.
Bagian ketiga, dari ayat ke-45 sampai akhir surat, menuturkan
keadaan dan segala kejadian hari kiamat, yaitu peniupan sangkakala, surga
dan kenikmatannya, neraka dan siksanya, juga menuturkan bukti-buktii
kekuasaan Allah Swt., untuk membangkitkan dan menghidupkan manusia
kembali.
Tiga bagian dari surat Yasir tersebut di atas pada dasarnya
bermuara kepada satu masalah, yaitu dorongan untuk beriman kepada
Allah Swt., Rasul-Nya dan Hari Akhir.11 Adapun kitab-kitab tafsir
Mawdu’iy yang ditulis dalam pola macam ini, antara lain ; Tafsir Surat
Yasin oleh Dr. ‘Ali Hasan al-‘Arid, Tafsir Surat al-Fath oleh Dr. Ahmad
al-Sayyid al-Kumi dan masih banyak lagi yang lain.
b. Penghimpunan “sejumlah ayat dari berbagai surat” yang membicarakan
satu masalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dan
diletakkan dii bawah satu tema bahasan.12 Beberapa karya tafsir yang

10
Al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir., 79-80.
11
Al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir., 79-80.
12
Al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, 36.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 4
dapat dikatakan mewakili pola ini, antara lain ; al-‘Aqidah fi al-Qur’an al-
Karim oleh Muhammad Abu Zahrah, al-Wasaya al-‘Asr oleh Mahmud
Shaltut dan beberapa kitap lain.
Bentuk kajian yang kedua inilah yang lazim terbayang di benak
kita, ketika mendengar tafsir Mawdu’iy. Bentuk kajian yang kedua ini pula
yang akan menjadi sentral bahasan kita dalam uraian-uraian selanjutnya.
2. Tafsir Mawdu’iy ditinjau dari Obyek Kajiannya
a. Obyek kajian yang menjadi bidikan adalah “persoalan-persoalan agama”,
baik yang berhubungan dengan aspek aqidah seperti ; masalah ketuhanan,
kebangkitan kembali, kerasulan, ataupun yang berkaitan dengan aspek
syariat seperti ; masalah ibadah, muamalah, hudud, etika, penataan
kehidupan keluarga, interaksi social dan lain sebagainya. Bahkan dalam
perkembangannya kemudian, muncul tema-tema kajian yang lebih
spesifik lagi seperti ; shalat, hadd zina, sifat orang mukmin atau orang
munafik, pernikahan, harta waris dan semisalnya. Dan ini merupakan
obyek kajian tafsir Mawdu’iy yang paling populer.13
Adapun karya-karya tafsir Mawdu’iy yang telah lahir dalam
konteks kajian ini, antara lain ; Dustur al-Usrah fi Zilal al-Qur’an oleh
Ahmad Faiz, Min Asrar al-Nubuwwat fi al-Qur’an oleh Hasan Ismail
Mansur, Rawa’iy al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an oleh
Muhammad Ali al-Sabuni dan masih banyak lagi.14
b. Konsentrasi kajiannya ialah “uslub atau tata bahasa al-Qur’an”, yang
dipergunakan sebagai media dakwah kepada umat, seperti penggunaan

13
JIbril, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin, 126.
14
Ibid.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 5
amtsal (perumaan)15, qasam (sumpah), jadal (teknik berdebat), qashas
(kisah-kisah) para nabi16 dan lain sebagainya.
Kitab-kitab yang telah dihasilkan, antara lain ; al-Amtsal fi al-
Qur’an oleh Hasan al-Mawardi, al-Bayan fi Aqsam al-Qur’an oleh Ibn al-
Qayyim, al-Jadal fi al-Qur’an oleh Najin al-Din al-Tufi, Qashas al-
Anbiya’ oleh Abu al-Fida Ismail ibn Kathir.17
c. Studi ditekankan kepada penelusuran “sebuah kata yang sering berulang”
dalam berbagai ayat dan surat, kemudian dikelompokkan menjadi satu,
dan dianalisis secara cermat dari berbagai aspeknya, baik aspek linguistic
maupun kandungan makna yang ditunjukkan oleh ayat-ayat tempat kata
tersebut berada.18
Adapun mufradat (kata-kata) yang sering berulang di dalam al-
Qur’an itu, seperti ; ,‫ ا
    ض‬,‫ ا
 ب‬,‫ ا
 د‬,
‫ ا‬,‫ا‬

...... 
‫ ا‬,‫ ا
 ب‬$‫ أه‬,‫آ ة‬#
‫ ا‬,‫ ا
 ن‬dan masih banyak lagi. Aspek ini
penting untuk ditelaah, sebab sebuah kata itu terkadang memiliki aneka
ragam pemakaian dan dilalah arti.
Kitab-kitab tafsir semacam al-Mufradat fi al-Gharib al-Qur’an,19
al-Ashbah wa al-Nadzair dapat dipandang sebagai representasi metode
Mawdu’iy jenis ini. Para pakar kontemporer pun telah banyak yang
menelorkan karyanya, antara lain : Muhammad Amin al-Shanqiti dengan

15
Sejalan dengan firman Allah “Itulah perumpamaan-perumpamaan yang kami membuatnya
untuk umat manuasia, dan tidak akan dapat memahaminya kecuali orang-orang yang beriman” (QS.
29, 43)
16
Kisah para nabi merupakan teladan konkrit bagi umat. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt.
“Apakah kamu mengira akan masuk surga, padah belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang sebelum kamu ?. Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digncangkan
(dengan berbagai macam cobaan), sehinggal Rasul Saw., dan orang-orang beriman yang bersamanya
berkata “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat”. (QS. 2 : 214).
17
Jibril, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin, 128-130. Lihat juga Alawi ibn Abbas al-
Maliki, Fayd al-Khabir wa Khulashah al-Taqrin (Surabaya : al-Hidayah, 1960), 171-172.
18
Musthafa Muslim, Mabahith fi al-Tafsir al-Mawdu’iy, 23.
19
Karya Abu al-Qasim al-Husain ibn Muhammad atau yang lebih popular dengan nama al-
Raghib al-Asfahani.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 6
karyanya Adwa’ al-Bayan fi Iddah al-Qur’an dan al-Damighani dengan
Islah al-Wujuh wa al-Nadzair.20
B. Tafsir Maudu’iy ; Sejarah dan Perkembangannya
Jika diteliti secara cermat, kitab-kitab tafsir warisan dari ulama’ terdahulu
yang tidak sedikit jumlahnya itu, maka akan didapatkan suatu kesimpulan bahwa
manhaj yang mereka terapkan dalam kajiannya amatlah beragam. Secara umum,
metodologi yang mereka pergunakan ialah metode Tahlili, metode Ijmali dan
metode Mawdu’iy.21
Khusus metode Mawdu’iy itu amat jarang digunakan, sehingga hanya
beberapa kitab tafsir klasik saja yang dapat ditunjuk mendekati metode tersebut.
Itu pun masih menggunakan cara yang sederhana dan belum bisa dikatakan
sebagai suatu metode tersendiri dengan style yang tegas.22
Setidaknya ada dua fakktor yang melatar-belakangi realitas tersebut
diatas, yaitu : Pertama, metode tafsir Mawdu’iy itu sesungguhnya merupakan
kajian spesialis, padahal pada masa itu belum terjadi spesialisasi ilmu. Kedua,
banyaknya para penghafal al-Qur’an di kalangan umat Islam dengan kualifikasii
keilmuan yang mendalam, sehingga mereka memiliki kompetensi untuk
menghubungkan makna-makna yang dikandung oleh banyak ayat, walaupun ayat-
ayat tersebut berserakan dalam berbagai surat. Kedua factor inilah yang menjadi
biang, mengapa para mufassir tempo dulu belum melakukan kajian tafsir dengan
metode Mawdu’iy.23

20
Mustafa Muslim, Mabahits fi al-Tafsir al-Mawdu’iy, 23-24 ; Jibril, Madkhal ila Manahij
al-Mufassirin, 131.
21
Abu Thalib, al-Manhaj al-Mawdu’iy fi al-Tafsir, 11-18. Metode Tahlili ialah metode tafsir
yang berorientasi kepada penjelasan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya, mengikuti
runtutan ayat sebagaimana yang tersusun di dalam mushaf. Sedangkan metode Ijmali ialah suatu
metode dalam menafsirkan al-Qur’an dengan cara mengemukakan makan globalnya. Adapun
sistemtika urainnya sama persis dengan metode Tahlili. (Lihat al-Farmawi, Pengantar Metodologi
Tafsir Mawdu’iy).
22
Al-‘Arid, Sejarah dan Metodolgi Tafsir, 82-84.
23
Al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, 41.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 7
Dapat penulis contohkan disini beberapa kitab Tafsir Turath yang
mendekati metode Mawdu’iy,24

‫ن * ا
) ا
ز‬+
‫ م ا‬-‫) ن  أ‬.
‫ ا‬o
/
‫)ة ا‬.0 * ‫ن‬+
‫  ز ا‬o
(‫ هـ‬502 
‫ )ا‬5 /1‫ ا‬23‫ن
ا‬+
‫دات ا‬/ o
-<
‫ ا‬/=>  ‫ن‬+
‫خ  ا‬-
‫ وا‬AB 
‫ ا‬o
25
(‫ هـ‬468 
‫ى )ا‬D‫ول
ا‬#
‫ ب ا‬.B‫ أ‬o
‫ن
 ص‬+
‫ م ا‬D‫ أ‬o
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa cikal bakal metode Mawdu’iy itu
sesungguhnya telah ada sejak masa lampau dengan bukti karya-karya tafsir para
ulama klasik tersebut, sekalipun mereka tidak secara tegas bermaksud
menjadikannya sebagai suatu metode tafsir tersendiri.26 Oleh Karena itu, kajian
tentang metode Mawdu’iy bukanlah hal yang baru, sebab sebagian ulama pada
masa lampau telah menerapkannya, walaupun mereka belum merumuskan secara
kongkrit pengertian dan langkah-langkah aplikasinya sehingga memiliki
karakteristik khas yang membedakannya dari metode-metode lain.27
Masih berkaitan dengan kapankah metode Mawdu’iy itu mulai dikenal dan
diterapkan, Dr. Ali Khalil memiliki pandangan yang sangat radikal. Beliau
menyatakan bahwa benih dan bibit pertama dari kajian Mawdu’iy itu
sesungguhnya sudah ada dan tumbuh di lahan suci yang disampaikan oleh
Rasulullah Saw.28

24
Muhammad Husein al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirin (tk : tp, 1976). 149.
25
Jalal al-Din Abd al-Rahman ibn Abu Bakr al-Suyuti, Tabaqat al-Mufassirin (Beirut : Dar
al-Kutub al-Ilmiyah. Tt), 67.
26
Mufassir pertama yang melakukan kajian tafsir dengan pendekatan metode Mawdu’iy
sekalipun belum memiliki bentuk yang jelas dan tegas adalah Fakhr al-Din al-Razi dalam karyanya al-
Tafsir al-Wadih. Kemudian disusul dengan karya al-Qurtubi dan Ibn al-‘Arabi. (Lihat Ahmad Ibrahim
Mihna, al-Insan fi al-Qur’an al-Karim (Beirut : Manshurat al-Maktabah al-‘Ashriyyah, tt), 18.
27
Al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir, 84.
28
Al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, 38. Lihat juga Musthafa Muslim,
Mabahith fi al-Tafsir al-Mawdu’iy, 17.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 8
Beliau mengemukakan sebuah riwayat tentang penafsiran Rasul terhadap
kata " J “ dalam ayat29 : L  5 ‫ا إ‬-. 
‫ا و‬+ 
‫ ا‬dengan makna “ ‫ك‬O
‫ا‬

‘ yang ada dalam ayat : “ )L0 L


‫ك‬O
‫“ إن ا‬.30
Lebih lanjut Dr. Ali Khalil menyampaikan komentarnya “Dengan
penafsiran yang cerdas ini, Rasulullah Saw., telah memberi pelajaran kepada para
sahabat bahwa menghimpun sejumlah ayat mutasyabihat itu dapat memperjelas
pemahaman serta akan melenyapkan keraguan dan kerancuan”. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa jenis penafsiran al-Qur’an, disamping disebut sebagai
tafsir bi al-ma’tsur, dapat juga dipandang sebagai tafsir Mawdu’iy. Penafsiran al-
Qur’an dengan al-Qur’an ini merupakan embrio bagi munculnya metode
Mawdu’iy yang kita kenal sekarang ini.31
Penerapan metode Mawdu’iy dalam pengertian yang sebenarnya barulah
dirintis oleh Universitas al-Azhar dan seluruh fakultas yang bernaung di
bawahnya. Kajian dengan metode Mawdu’iy ini pertama kali dilakukan oleh Dr.
Ahmad al-Sayyid al-Kumi, ketua Jurusan Tafsir dan Ilmu-ilmu Tafsir pada
Fakultas Ushul al-Din. Setelah itu pda setiap tahun, lahir banyak tulisan dari
mahasiswa jurusan tersebut yang berisi kajian-kajian baru dalam tafsir al-Qur’an
dari segala segi dan aspeknya. Lahirlah kajian-kajian tentang masalah takwa,
zakat, puasa, haji, peperangan, sumpah, manusia dalam al-Qur’an dan lain-lain.
Lahir pula tulisan yang mengkaji surat tertentu dari surat-surat al-Qur’an seperti
surat al-Fath, al-Hujurat, al-Nur, al-Ahzab, Yasin, al-Kahfi dan masih banyak
lagi.32
C. Prosedur Penerapan Metode Mawdu’iy
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa beberapa ulama tempo
dulu telah ada yang mengarang karya tafsir dengan membicarakan satu tema dari

29
Al-Qur’an, 6 : 82.
30
Ibid., 31 : 13. Lihat hadits ini dalam Sahih al-Bukhari, bab Tafsir 6/20; Sahih Muslim,
bab Iman 1/80.
31
Al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, 38.
32
Al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir, 87-88.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 9
sekian banyak tema yang dikandung oleh al-Qur’an. Dan sebagian penafsir lain
ada pula yang menyajikan tafsir Mawdu’iy di sela-sela halaman kitab mereka.
Semua karya itu meskipun mirip dengan metode Mawdu’iy, namun belum
ditemukan didalamnya sesuatu yang dapat dijadikan sebagai cirri khas bagi corak
kajian Mawdu’iy. Definisi dan batasan yang tegas dan rinci perihal metode tafsir
Mawdu’iy itu baru muncul pada periode belakangan ini, melalui rumusan Dr.
Ahmad al-Sayyid al-Kumi bersama beberapa kolega beliau dari kalangan dosen
dan mahasiswa Universitas al-Azhar.33 Cara kerja atau langkah-langkah aplikasi
metode Mawdu’iy dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Memilih mawdu’iy atau tema yang akan dikaji
2. Menghimpun seluruh ayat yang terdapat pada semua surat al-Qur’an yang
berkaitan dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji,34 baik surat
Makkiyah maupun Madaniyah, Hadari maupun Safari, Syayfi maupun Shita’I
dan seterusnya.
3. Menentukan urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa turunnya
dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu memungkinkan.35
4. Menjelaskan munasabah atau relevansi antar ayat-ayat pada masing-masing
suratnya, dan kaitan antara ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
5. Mengemukakan hadits-hadits Rasulullah Saw., yang berbicara tentang tema
kajian yang telah ia pilih, lantas men-takhrij dan menerangkan kualitas hadits-
hadits tersebut untuk lebih meyakinkan kepada orang yang mempelajari tema
itu. Dikemukakan pula atsar para sahabat dan tabi’in, serta pendapat para
pakar tafsir dan sastra.
6. Merujuk kepada syair-syair dan kalam bangsa Arab dalam menjelaskan
makna lafadz-lafadz yang terdapat pada ayat-ayat yang dibicarakan.

33
Al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, 45-46.
34
Untuk memudahkan penghimpunan ayat-ayat al-Qur’an, sangat dianjurkan terutama bagi
para pemula untuk merujuk kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an, oleh Muhammad Fuad
al-Baqi.
35
Artinya, jika ayat-ayat itu memang memiliki Asbab al-Nuzul (latar belakang turun).

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 10
7. Mengkaji ayat-ayat yang berbicara tentang tema yang telah dipilih itu dari
berbagai segi dan aspeknya, misalnya ‘amm-khass, muthlaq-muqayyad,
syarat-jawab, nasikh-mansukh, unsur-unsur balaghah dan lain sebagainya.
Selain itu, juga memadukan ayat-ayat yang dituding kontradiktif satu dengan
lainnya, atau dengan hadits-hadits Rasulullah Saw., atau dengan teori-teori
ilmiah, menyebutkan pula berbagai macam bentuk qira’ah, dan menerapkan
makna-makna ayat dalam kehidupan kemasyarakatan sejauh tidak
menyimpang dari sasaran yang dituju oleh tema kajian.36
Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan metode Mawdu’iy, sebuah
metode tafsih baru di Fakultas Usul al-Din Universitas al-Azhar, yang sampai
sekarang terus berkembang di bawah bimbingan para guru besar dan telah
melahirkan banyak karya penting.

D. Kitab-Kitab Tafsir Mawdu’iy Kontemporer


Cukup banyak kitab tafsir kontemporer yang ditulis dengan metode
Mawdu’iy,37 antara lain :
‫ت‬P ‫ < د‬A)O
‫ن‬+
‫  هى ا‬
‫ س < د ا
= د‬.0 ‫ ذ‬BS
‫ن‬+
‫ ا
أة  ا‬
‫ ا
دودى‬0‫ ذ أ ا‬BS
‫ن‬+
‫ ا
  ا‬
‫ ذ <  أ زهة‬BS
‫ن‬+
‫ ا
=)ة  ا‬
‫  آ ل ا
ى‬D‫ن
آر أ‬+
‫  ا‬-
‫ ت ا‬+ 

‫  إاه) ا‬D‫ن
آر أ‬+
‫)  ا‬5 -5U‫  ت ا‬
V=
‫ ا‬-D 0 ‫
آر‬W ‫رة‬B )-/X 
 -


آر <  ا‬B
‫ ا
ه) وا‬
 
‫) ا‬-
‫  ا‬D‫
آر أ‬Y/
‫رة ا‬B )-/X 

36
Jibril, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin, 127-128. Lihat juga al-‘Arid, Sejarah dan
Metodologi Tafsir, 88-89; Muhammad ‘Ali al-Sabuni, Raway’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min
al-Qur’an (tt, tp, tt), I, II.
37
Al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir, 91.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 11

‫  ا‬5 0 ‫ن
آر‬+
‫دم  ا‬+ 
ZO
‫ن
آر < د  ا‬+
‫  ا‬2<
‫ ا‬
Dan masih banyak lagi yang lain, yang berjejal-jejal di perpustakaan-
perpustakaan Islam.

E. Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Mawdu’iy serta Prospeknya


Kehadiran metode Mawdu’iy ini tidak hanya sekedar memperkaya
khazanah metodologi tafsir, tetapi juga menawarkan manfaat tersendiri bagi
penyajian isi kandungan al-Qur’an. Corak kajian tafsir yang tergolong baru ini
memiliki banyak kelebihan, antara lain :
1. Memberikan pemahaman yang tuntas dan utuh perihal konsep al-Qur’an
tentang masalah-masalah tertentu, terutama masalah-nmasalah aktual yang
sedang berkembang, atau problem-problem yang tengah dihadapi masyarakat.
2. Membuktikan bahwa persoalan yang disentuh al-Qur’an bukan bersifat
teoritis semata dan tidak dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat,
sekaligus memungkinkan bagi seorang mufassir untuk menolak anggapan
adanya pengulangan sia-sia serta ayat-ayat yang kontradiktif satu sama lain di
dalam al-Qur’an.
3. Menghasilkan kesimpulan yang praktis dan gampang difahami. Hal ini sesuai
dengan semangat dan karakter zaman modern yang kental dengan nuansa
efektifitas dan efisiensi, baik dari sisi waktu maupun upaya.38
4. Menunjukkan adanya keteraturan, keserasian dan keselarasan isi kandungan
dari ayat-ayat al-Qur’an. Karena sementara ini ada pihak yang menuding
bahwa al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang tidak runtut dan tidak
sistematis.39
5. Memberikan peluang kepada setiap orang yang menggeluti suatu ilmu tertentu
untuk mendekati al-Qur’an melalui disiplin ilmunya.
38
Quraih Shihab, Wawasan al-Qur’an, xiii.
39
Al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir, 92-94. Lihat juga al-Farmawi, Pengantar
Metode Tafsir Mawdu’iy, 52-54.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 12
6. Menafsirkan ayat dengan ayat, ayat dengan hadits Nabi. Ini merupakan cara
terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diutarakan di sini bahwa
metode Mawdu’iy disamping memiliki banyak spesifikasi, juga mempunyai
beberapa titik rawan, antara lain :
1. Penafsiran tematis yang gegabah dan sembrono dapat menimbulkan
pemahaman yang parsial terhadap isi kandungan al-Qur’an.
2. Pembatasan konsentrasi kajian pada sebuah tema sering kali mengabaikan
aspek-aspek penting lain, sehingga banyak hal-hal yang luput dari perhatian
dan tidak ter-cover secara memadai. Akibatnya, seorang mufassir tidak akan
dapat merasakan keagungan bahasa al-Qur’an, keindahan munasabah dan
keselarasan antar bagian-bagiannya, kehebatan mukjizatnya, dan juga dia
tidak akan dapat merasakan keindahan dan keunikan di saat ia berpindah dari
satu dhamir (kata ganti) ke dhamir lainnya, yang menjadi ciri khas al-Qur’an,
seperti yang terjadi di dalam kajian tafsir Tahlili.
3. In-konsistensi penafsir Mawdu’iy dalam menerapkan prinsip-prinsip dan
langkah-langkah operasional metode Mawdu’iy akan mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai kajian yang utuh dan komprehensif, sehingga
tema-tema al-Qur’an yang demikian indah itu akan berubah menjadi buruk
dalam pandangannya.40
Berbicara tentang prospek dan masa depan corak penafsiran baru ini,
maka dapat dikatakan bahwa penyajian isi kandungan al-Qur’an melalui
pendekatan metode Mawdu’iy ini selaras dengan kondisi dan situasi dunia
modern yang dinamis. Bergai macam persoalan aktual bermunculan seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain,
kehidupan modern yang cepat dan praktis itu turut membentuk pola fikir dan
pola sikap dari komunitas yang hidup di dalamnya, sehingga tidaklah
mengherankan jika kemudian muncul harapan dan tuntutan yang ditujukan

40
Al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, 55-57.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 13
kepada para intelektual muslim agar menyuguhkan konsep Qur’ani yang
praktis dan aplikatif dengan sistematika bahasan yang lugas dan gampang
dimengerti.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa metode Mawdu’iy merupakan
salah satu alternative metodologi tafsir dalam mengimbangi perkembangan
zaman.

III. EPILOG

Corak kajian tafsir Mawdu’iy atau tematis ini relevan dengan semangat
zaman modern yang menuntut umat Islam untuk mengetengahkan hukum-
hukum universal bagi kehidupan yang bersumber dari al-Qur’an, dalam format
yang elegan dan memikat. Metode tafsir yang relative baru ini kian lama kian
diminati dan semakin mendapat tempat di hati umat, karena berbagai sisi
kelebihan yang dimilikinya. Dan diharapkan di waktu-waktu mendatang akan
semakin banyak karya-karya tafsir yang lahir melalui pendekatan metode
Mawdu’iy ini. Pertanyaannya sekarang, “Andakah yang akan
mewujudkannya?”.

BIBLIOGRAPHY

Abu Thalib, Mamu’ Ahmad, al-Manhaj al-Mawdu’iy fi al-Tafsir, Kairo : Dar al-
Tiba’ah al-Muhammadiyah, 1986.
Al-‘Arid, ‘Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, ter. Ahmad Akrom, Jakarta :
Rajawali Press, 1992.
Al-Dhahabi, Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Beirut : Dar al-Fikri,
1976.
Al-Farmawi, Abd Hayy, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, ter. Suryan A. Jamrah,
Jakarta : PT Raja Grafindo, 1996.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 14
Al-Maliki, ‘Alawi ibn Abbas, Faydz al-Khabir wa Khulasah al-Taqrin, Surabaya :
al-Hidayah, 1960.
Al-Qalam, Muslim, Mustafa, Mabahits fi al-Tafsir al-Mawdu’iy, Damaskus : Dar.
Al-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Rawaiy’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam mi al-
Qur’an, I.
Al-Suyuti, Jalal al-Din Abd al-Rahman ibn Abu Bakr, Tabaqat al-Mufassirin, Beirut
: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Jibril, Muhammad al-Sayyid, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin, Kairo : Dar al-
Risalah.
Mihna, Ahmad Ibrahim, al-Insan fi al-Qur’an al-Karim, Beirut : Manshurat al-
Maktabah al-‘Asriyah.
Shihab, Quraish, dalam pengantar Wawasan al-Qur’an Mawdu’iy atas Pelbagai
persoalan Umat, Bandung : Mizan, 1998.

Seminar Studi Al-Qur’an tentang Tafsir Mawdu’iy, oleh Moh. Mujib Zunari@ 19-01-2008 15

You might also like