You are on page 1of 39

TEKNOLOGI PENDIDIKAN BERORIENTASI PADA LEARNER

(MENGUTAMAKAN PEMBELAJAR)
Oleh : Moh. Mujib Zunun @l_Misri

I
PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan salah satu produk dari manusia
yang terdidik, dan pada gilirannya manusia-manusia itu perlu lebih mendalami dan
mampu mengambil manfaat dan bukan menjadi korban dari perkembangan ilmu dan
teknologi sendiri. Mendalami serta mengambil manfaat dari perkembangan ilmu dan
teknologi tidak mungkin dilakukan oleh semua manusia dengan kadar dan waktu
yang sama. Keterbatasan manusia dan waktu menuntut adanya spesialisasi yang
semakin menajam.
Teknologi pendidikan mengutamakan orang yang belajar (learner), dalam
mengambil kebijakan memecahkan masalah pendidikan harus berpusat pada
kebutuhan subyek didik atau pelajar yaitu siapa saja yang belajar baik anak, remaja
maupun orang dewasa.1
Pada hakekatnya masalah pendidikan adalah masalah membelajarkan anak,
artinya bagaimana menciptakan kondisi yang baik sehingga anak dapat berkembang
secara optimal serta dapat hidup mandiri di masyarakat.2 Pendidikan merupakan
keseluruhan proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan berbagai
bentuk prilaku lain yang mempunyai nilai positif terhadap lingkungan tempat
hidupnya. Apabila proses itu sengaja dikelola agar dapat terbentuk perilaku tertentu
dalam kondisi tertentu maka proses itu disebut pembelajaran/instruksional.3

1
Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta : Prenada Media,
2005), hal. 50
2
Zahara Idris, Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1992), hal. 3
3
Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan……….., hal. 77

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 1
Masalah pendidikan merupaka masalah yang usianya sudah setua adanya
manusia dan akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kehidupan manusia. Pola
permasalahan yang timbul sejak jaman dahulu sampai sekarang tetap sama, yaitu
bagaimana usaha yang dilakukan agar proses perkembangan anak dapat berlangsung
secara efektif. Namun isi dan bentuk permasalahan yang timbul mengalamai
perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan perkembangan tantangan
kehidupan itu sendiri.
Dewasa ini dunia mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai bidang.
Misalnya bidang sosio cultural terjadi pertambahan penduduk yang hebat,
peningkatan mobilitas social yang besar dan partisipasi penduduk dalam social
kebudayaan makin luas. Demikitan dalam bidang teknologi dan komunikasi
berkembang dan maju cepat.
Akibat dari perubahan iutu antara lain ialah meningkatnya tuntutan persamaan
pendidikan baik di dalam masyarakat suatu Negara, maupun tuntutan persamaan antar
bangsa yang berbeda tingkat kemajuan kesejahteraan dan teknologinya. Demikian
pula terjadi perubahan yang luas dalam penggunaan dan tuntutan akan barang-barang
konsumsi, serta organisasi dan alat-alat untuk memproduksi.4
Pokok bahasan dalam makalah yang berjudul “Teknologi Pendidikan
berorientasi pada learner (mengutamakan pelajar)”, penulis bagi dalam kisi-kisi
sebagai berikut :
o Pengertian Teknologi Pendidikan.
o Factor-faktor yang yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
o Beberapa teori belajar
o Pendidikan Andragogi

4
Ibrahim dkk, Modul Pengantar Teknologi Pendidikan, (Malang, Laboratorium Kurikulum
dan Teknologi Pendidikan, 1992), hal. 39-40

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 2
II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teknologi Pendidikan


Istilah “Teknologi” berasal dari bahasa Yunani, “technologis”, dalam
bahasa Inggris “technology”, artinya penangan sesuatu secara sistematis atau
penerapan sain (science) untuk memecahkan masalah.5
Teknologi pendidikan dapat diartikan penanganan masalah pendidikan
secara sistematis atau penerapan sain untuk memecahkan masalah pendidikan.
Teknologi pendidikan bukan semacam audiovisual aids atau alat-alat
semacam computer, radio, kaset, dan sebagainya. Teknologi pendidikan
menyangkut berbagai hal perencanaan, implementasi, dan reinovasi berlajar, yaitu
(1) perencanaan desain kurikulum untuk alat belajar, (2) perencanaan evaluasi
kurikulum sebagai alat untuk menilai tujuan dan program pengajaran, (3)
perencanaan analisis pengalaman-pengalaman belajar, (4) implementasi program
dan reinovasi belajar dalam situasi yang nyata. Karena teknologi pendidikan
menyangkut segi teoritis dan praktis, maka teknologi pendidikan bersifat (1)
rasional, (2) mempergunakan problem solving approach terhadap pendidikan, (3)
skeptis dan sistematis dalam cara berpikir tentang belajar-mengajar.6
Teknologi pendidikan merupakan proses kompleks dan terpadu yang
melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk
menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi,
dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar
manusia.7

5
Ibrahim, Teknologi Pendidikan (Arti, Kawasan, dan Penerapannya di Indonesia), (Malang :
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP-IKIP Malang, 1985), hal. 1-2
6
Cece Wijaya dkk, Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran, Remaja Karya,
Bandung, 1988, hal. 39
7
Association for Educational communications and Technology, 1986, Definisi Teknologi
Pendidikan, terjemahan, Jakarta : CV Rajawali, hal. 76

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 3
Menurut Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan di Jogyakarta, tahun
1980 merumuskan, bahwa Teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang
berkepentingan dengan usaha memudahkan proses belajar dengan cirri-ciri khas
(1) memberikan perhatian khusus dan pelayana pada kebutuhan yang unik dari
masing-masing sasaran didik, (2) menggunakan aneka ragam dan sebanyak
mungkin sumber belajar, dan (3) menerapkan pendekatan system.8
Dengan demikian, teknologi pendidikan ialah suatu bidang yang
mencakup berbagai fasilitas belajar melalui identifikasi yang sistematis,
pengembangan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber-sumber yang
maksimal dan pengelolaan prosesnya. Teknologi pendidikan itu luas,
pengertiannya tidak terbatas pada pengembangan system instruksional,
identifikasi sumber-sumber yang ada, penyajian sumber-sumber untuk siswa, dan
pengelolaan prosesnya, tetapi juga mencakup orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Teknologi pendidikan berasal dari konsep umum (general concept).
Teknologi Pendidikan adalah aplikasi sistematis pengetahuan ilmiah yang
terorganisasi ke dalam tugas-tugas praktis. Teknologi pendidikan menjelajahi dan
mengembangkan penggunaan teknologi itu untuk belajar efektif dan efisien.
Pendekatan teknologi pendidikan diarahkan kepada penggunaan sumber-sumber
belajar. Ia menekankan siswa dengan segala kebutuhannya untuk menggunakan
sumber-sumber belajar.
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
teknologi pendidikan pada hakekatnya adalah pemecahan masalah pendidikan
(tindak belajar manusia) dari segala aspek, bukan hanya digunakannya mesin-
mesin atau alat-alat elektronik dalam pendidikan. Jika orang ingin menekankan
pengertian digunakannya mesin-mesin atau alat-alat elektronik dalam pendidikan,
lebih tepat menggunakan istilah teknologi dalam pendidikan (Technology in
Education).

8
Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan……….., hal. 77

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 4
B. Factor-faktor yang yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Proses dan hasil belajar tergantung pada berbagai factor. Secara garis
besar factor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain adalah
:9
1. Bahan atau hal yang dipelajari
Bahan atau hal yang dipelajari akan menentukan bagaimana proses
belajar itu terjadi dan akan menentukan pula kuantitas maupun kualitas hasil
belajar. Mempelajari informasi atau fakta berbeda caranya dengan
mempelajari konsep atau prinsip. Demikian pula mempelajari ketrampilan
akan berbeda dengan mempelajari sikap. Tiap jenis bahan yang dipelajari
apakah itu fakta, konsep, prinsip, ketrampilan atau sikap memiliki
karakteristik tersendiri sehingga memerlukan kondisi belajar yang berbeda
satu dengan yang lain.

2. Faktor Lingkungan
Ada dua macam factor lingkungan, yaitu lingkungan alam dan
lingkungan social. Udara yang bersih dan segar sejuk akan memberikan
pengaruh positif terhadap proses belajar dan hasil belajar disbanding udara
yang panas dan kotor. Belajar di daerah yang berhawa sejuk lebih tahan lama
dari pada di daerah panas. Agar proses dan hasil belajar dapat efektif perlu
diusahakan adanya lingkungan alam yang segar dan bersih.
Demikian pula lingkungan social yakni keadaan lingkungan yang
ditimbulkan karena adanya interaksi antar manusia seperti hiruk pikuknya lalu
lintas, pabrik dan hubungan pergaulan antar manusia. Atau factor organisasi
kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan
aspek penting yang bias mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran.

9
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 50-55

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 5
Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

3. Faktor Instrumental
Disamping factor-faktor lingkungan yang tanpa disengaja dapat
berpengaruh negative atau positif terhadap proses dan hasil belajar, ada factor
instrumental yang memang sengaja diadakan atau dirancang dengan maksud
untuk memperlancar atau mengefektifkan proses belajar. Factor-faktor
instrumental itu antara lain berupa perangkat keras (hard ware) seperti
gedung, ruangan, laboratorium, perpustakaan, berbagai perangkat media dan
sebagainya, atau berupa perangkat lunak (soft ware) seperti : kurikulum, paket
belajar, atau berbagai program kegiatan belajar.
Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki
kelengkapan instrumental. Pertama, kelengkapan instrumental yang
menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Kedua, kelengkapan
instrumental dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa uantuk belajar.

4. Kondisi Pelajar (Subyek Didik)


Kondisi pelajar (learner) yaitu subyek belajar atau siapa saja yang
belajar. Pengertian “pelajar” dalam kontek wawasan pendidikan seumur hidup
bukan berarti siswa SMP atau SMA saja, tetapi pelajar adalah subyek yang
belajar sejak kanak-kanak sampai orang dewasa bahkan mungkin juga orang
yang telah lanjut usia.
Kondisi pelajar merupakan factor penentu proses dan hasil belajar.
Kondisi subyek belajar dapat dibedakan antara kondisi fisik dan kondisi
psikologis. Kondisi fisik seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap proses
dan hasil belajar, misalnya pada waktu belajar orang itu sakit, lelah, kurang
gizi, atau ada gangguan kondisi fisik yang lain tentu tidak akan dapat belajar
secara efektif.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 6
Kondisi psikologis seperti : kecerdasan, perasaan, kemauan, bakat,
minat, motivasi, perhatian, sangat besar pengaruhnya jika dapat sesuai dengan
kondisi psikologik pelajar (subyek belajar).10
Latar belakang pelajar merupakan factor yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil pembelajaran yang menurut Dunkin disebut pupil formative
experiences serta factor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).11
Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda yang dapat
dikelompokkan pada siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Siswa yng termasuk berkemampuan tinggi dalam belajar, perhatian, dan
keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Sebaliknya, siswa yang
tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi
belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk
menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan semacam itu
menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau
pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaian
gaya belajar. Demikian juga halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa
yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa
standar, misalnya, akan mempengaruhi proses pembelajaran mereka
dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki hal itu.

C. Beberapa teori belajar


Lumsdaine 1964), berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori
belajar, merupakan ilmu yang utama untuk memperkembangkan teknologi

10
Nasution, Tekonologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta ; 2005
11
Dunkin, Michael J., (ed), The International Encyclopedia of Teaching and Teacher
Education, England, Pengamoon Press, Headington Hill Hall, hal. 5. lihat juga : Wina Sanjaya,
Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Prenada Media Group,
2007), hal. 50

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 7
pembelajaran.12 Bahkan Deterline (1965), berpendapat bahwa teknologi
pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan
perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran. 13
Secara garis besar teori-teori belajar dapat dikelompokkan berdasar tiga
aliran psikologik, yaitu Psikologi Behavioristik, Psikologi Kognitif, dan Psikologi
Humanistik. 14
Ketiga aliran psikologi tersebut bersumber pada pandangan filsafat
tentang manusia yang dikemukakan oleh John Locke dan Leibnitz.
Locke berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu adalah suatu
organisme yang pasif dikuasai / tergantung pada rangsangan-rangsangan yang
terdapat di dalam lingkungan sekitarnya. Dengn teori tabularasanya, Locke
menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu
sangat tergantung pada orang yang menulisinya. Menurut pandangan mereka
manusia bisa dimanipulasikan, dikendalikan dan dikontrol lewat rangsangan-
rangsangan tersebut.
Hokum-hukum yang berlaku bagi manusia pada dasarnya sama dengan
hokum-hukum yang berlaku bagi gejala-gejala alam. Karena itu metode-metode
ilmiah dari ilmu pengetahuan alam dapat juga diterapkan pada manusia.
Berbeda dengan Locke, Leibnitz memandang manusia sebagai organisme
yang aktif, yang menjadi sumber kegiatan. Manusia bebas menentukan pilihan
dalam segala macam situasi. Manusia mempunya kesadaran akan dirinya dan
eksistensinya. Gerak-gerik tingkah laku dan perbuatan manusia adalah
manifestasi dari eksistensi internal setiap pribadi. Oleh karena bersifat pribadi,
reaksi, tanggapan dan sikap manusia terhadap lingkungan berbeda-beda satu

12
Lumsdaine, Arthur A., “Educational Technology, Programmed Learning , and
Instructional Science”, dalam The Sixty-third Yearbook of the National Society for the Study of
Education, Part I, University of Chicago Press, Chicago : 1964, hal. 373.
13
Ibid.
14
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi ………………………., hal. 111

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 8
dengan yang lain. Dari pandangan filsafat ini lahirlah Psikologi Kognitif dan
Psikologi Humanistik.
Ciri-ciri masing-masing aliran psikologi tersebut adalah :15
1. Aliran Behavioistik :
a. Mementingkan pengaruh lingkungan
b. Mementingkan bagian-bagian dari keseluruhan
c. Mementingkan reaksi
d. Mengutamakan mekanisme terjadinya hasil belajar.
e. Mementingkan sebab-sebab terjadinya masa lampau
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
g. Mengutamakan “trial and error”
2. Aliran Koknitif
a. Mementingkan apa yang ada pada diri manusia.
b. Mementingkan keseluruhan dari bagian peranan kognitif
c. Mementingkan peranan kognitif
d. Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia.
e. Mementingkan kondisi waktu sekarang.
f. Mementingkan pembentukan struktur kognitif.
g. Mengutamakan “insight” (pengertian).
3. Aliran Humanistik
a. Mementingkan manusia sebagai pribadi
b. Mementingkan kebulatan pribadi
c. Mementingka peranan kognitif dan efektif
d. Mengutamakan terjadinya akualisasi diri dan sel-concept
e. Mementingkan persepsi subyektif yang dimiliki tiap individu
f. Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri

15
Dimyati, Dr., Muljiono, Drs., Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta ; 2002),
hal. 114

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 9
g. Mengutamakan “insifht” (pengertian).

Psikologi Behavioristik mengemukakan beberapa teori belajar yang penting


diantaranya adalah :16
a. Teori Koneksianisme
Teori ini dikemukakan oleh Thorndike (1913) setelah mengadakan
serangkaian percobaan terhadap hewan. Ia berpendapat bahwa proses
belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut
prinsip-prinsip / hokum-hukum yang sama. Proses belajar terjadi karena
adanya hubungan (bond, conection) antara kesan : indera dengan
keseluruhan indera dengan kecenderungan bertindak. Proses belajar
seperti itu disifatkan sebagai “learning by selecting” atau lebih popular
disebut “trial and error learning”.
Dari teori ini dikemukakan tiga hukum belajar :
1) Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Apabila hubungan antara rangsang dengan reaksi diulang-ulang dalam
kondisi yang sama maka kekuatan hubungan akan meningkat. Dengan
kata lain, karena perkembangan system syaraf maka unit perilaku
tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit
perilaku lain.
2) Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Setiap orang cenderung mengulang atau mempelajari dengan cepat
reaksi-reaksi yang menghasilkan perasaan puas (tenang). Dan
sebaliknya ia tidak mempunyai gairah mengulang / mempelajari
dengan cepat reaksi-reaksi yang menghasilkan perasaan tidak puas

16
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi …………….., hal. 113-115, Lihat juga :
Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan……….., hal. 111. Lihat juga : Paul
Saettler, A History of Instructional Technology, McGraw-Hill Book, Co. : New York, 1968, hal. 50

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 10
(tidak tenang). Dengan kata lain, makin sering diulang respons yang
berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
3) Hukum Akibat (The Law of Effect)
Jika orang telah siap untuk bertindak maka tindakannya akan
menimbulkan kepuasan. Sebaliknya, jika ia telah siap bertindak, tetapi
tidak ada penyalurannya ia akan mengalami kekecewaan. Dan kalau ia
tidak siap bertindak lalu dipaksa bertindak maka ia akan mengalami
kekecewaan pula. Dengan demikian, prinsip hubungan senang tidak
senang, respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan
akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
Kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan
rumusannya tentang prinsip-prinsip : (1) aktivitas diri; (2) minat/motivasi;
(3) kesiapan mental; (4) individualisasi; dan (5) sosialisasi.

b. Teori “Transfer Of Learning”


Thorndike juga mengemukakan teori transfer of learning yaitu dapat
digunakannya hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi atau
memecahkan masalah-masalah lain. Teori ini disebut juga “the ory of
identical elemente”, karena transfer of learning itu akan terjadi bila antara
hal yang telah dipelajari dengan hal-hal yang baru yang akan dipelajari
terdapat unsure-unsur yang sama (identik). Contohnya anak-anak dapat
mengenal berbagai kursi antic di istana karena mereka melihat unsure-
unsur yang sama pada kursi antic tersebut dengan kursi-kursi lain yang
mereka miliki atau yang telah mereka kenal. Unsure-unsur yang telah
dikenal itulah yang menghubungkan pengetahuan lama dengan
pengetahuan baru.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 11
c. Teori “Conditioned Reflex”
Teori ini mula-mula diciptakan oleh Pavlov (1972) dengan mengadakan
serangkaian percobaan terhadap seekor anjing, kemuadian dengan prinsip
yang sama Watson (1970) mengadakan serangkaian percobaan terhadap
tikus putih untuk menerangkan tingkah laku manusia. Prinsip yang
diperoleh dari percobaan Pavlov (terhadap anjing) dan Watson (terhadap
tikus putih) ialah bahwa tingkah laku tertentu dapat dibentuk / ditimbulkan
dengan pengaturan dan manipulasi lingkungan. Proses pembentukan
tingkah laku tersebut disebut proses persyaratan (conditioning process).
Pada percobaan Pavlov, air liur anjing dfapat keluar meskipun hanya
mendengar bunyi lonceng daripada percobaan. Berikutnya air liur tidak
keluar lagi meskipun lonceng dibunyikan berulang-ulang. Sedang pada
percobaan Watson anak yang semula tidak takut pada tikus putih dapat
dibuat takut pada tikus putih tersebut dfan pada percobaan berikutnya
ketakutan itupun dapat dihilangkan. Dalam kehidupan sehari-hari hal
serupa sering terjadi.
Orang yang semula takut pada anjing bisa dibuat tidak takut pada anjing
kalau ia sering dekat dengan anjing.

d. Teori “Operant Conditioning”.


Skinner (1938) juga melihat tingkah laku sebagai hubungan antara
rangsangan dengan respon. Tetapi berbeda dengan Pavlov dan Watson, ia
lebih mementingkan timbulnya respon instrumental daripada respon yang
relative, sebab respon yang reflektif ini jumlahnya sangat terbatas pada
manusia dan kemungkinan modifikasinya sangat kecil, karena hubungan
antara rangsang dengan respon sudah pasti. Sebaliknya respon
instrumental juga disebutjuga “oerant response” atau “instrumental
behavion” merupakan dari sebagain besar bentuk tingkah laku manusia
dan kemungkinan uintuk memodifikasi sangat besar. Instrumental

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 12
response timbul dan berkembanganya diikuti oleh rangsangan tertentu
yang disebut rangsang penguat (reinforcing stimuli) karena rangsang-
rangsang tersebut memperkuat respon yang dilakukan oleh organisme.
Misalnya seorang anak sedang / telah melakukan suatu kegiatan, lalu ia
diberi hadiah (tidak harus selalu dengan uang atau barang), maka ia akan
lebih giat bekerja.

D. Pendidikan Andragogi
1. Pengertian Teori Belajar Andragogi
Istilah andragogi berasal dari kata andros berarti dewasa, dan agogos yang
berarti memimpin. Jadi istilah andragogi dimaksudkan sebagai ilmu
membantu orang dewasa belajar.17
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr,
yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau
membina. Istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah
"pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogus" artinya
membimbing atau memimpin. Dengan demikian secara harfiah "pedagogi"
berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar
anak. Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing
atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk
kegiatan pendidikan atau pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena
mengandung makna yang bertentangan. Banyak praktik proses belajar dalam
suatu pelatihan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat
andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini
prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat
diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang dewasa.

17
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/34/konsep_dan_metode_pembelajaran.htm, Diakses
tanggal 11 November 2008.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 13
Dengan demikian maka kalau ditarik pengertiannya sejalan dengan pedagogi,
maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar
orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah
mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi
yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri
yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan
kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered
Training/Teaching).
Menurut batasan UNESCO, istilah pendidikan orang dewasa berarti
keseluruhan-keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi,
tingkatan dan metodenya, baik formal maupun tidak, yang melanjutkan
maupun yang menggantikan pendidikan semua di sekolah, kolege atau
universitas atau latihaan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa
oleh masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya
pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, da
mengakibatkan perubahan pada sikap dan prilakunya dalam perspektif
rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam
perkembangan social, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.

2. Perkembangan Teori Belajar Andragogi


Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A
Neglected Species" yang diterbitkan pada tahun 1970 mengungkapkan teori
belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi"
makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli
pendidikan.
Sebelum muncul Andragogi, yang digunakan dalam kegiatan belajar adalah
Pedagogy. Konsep ini menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam
pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di setup oleh
sistem pendidikan, di setup oleh gurunya/pengajarnya. Apa yang dipelajari,

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 14
materi yang akan diterima, metode panyampaiannya, dan lain-lain, semua
tergantung kepada pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai
obyek dari pendidikan.
Kelemahannya Pedagogi adalah manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang
memiliki keunikan, yang memiliki talenta, memiliki minat, memiliki
kelebihan, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplorasi
dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab
yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan
dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa,
melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah
perlawanan dan pemberontakan. Pedagogy memiliki kelebihan, yakni di
dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang
terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh
generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi,
melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah
dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang.
Dalam Andragogy inilah, kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop,
Pelatihan Outbond,dll, dan dari konsep Pendidikan Andragogy inilah
kemudian muncul konsep-konsep Liberalisme pendidikan, Liberasionisme
pendidikan dan Anarkisme pendidikan. Liberalisme pendidikan bertujuan
jangka panjang untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada
dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana cara menghadapi persoalan-
persoalan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Liberasionisme
pendidikan adalah sebuah sudut pandang yang menganggap bahwa kita musti
segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan politik (dan
pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan-
kebebasan individu dan mempromosikan perujudan potensi-potensi diri
semaksimal mungkin. Bagi pendidik liberasionis, sekolah bersifat obyektif
namun tidak sentral dan sekolah bukan hanya mengajarkan pada siswa

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 15
bagaimana berpikir yang efektif secara rasional dan ilmiah, melainkan juga
mengajak siswa untuk memahami kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam
pemecahan-pemecahan masalah secara intelek yang paling meyakinkan.
Dengan kata lain, liberasionisme pendidikan dilandasi oleh sebuah sistem
kebenaran yang terbuka. Secara moral, sekolah berkewajiban mengenalkan
dan mempromosikan program-program sosial konstruktif dan bukan hanya
melatih pikiran siswa. Sekolahpun harus memajukan pola tindakan yang
paling meyakinkan yang didukung oleh sebuah analisis obyektif berdasarkan
fakta-fakta yang ada. Hal ini sejalan dengan pendapat Aristoteles tentang
prinsip pendidikan yaitu sebagai wahana pengkajian fakta-fakta, mencari
‘yang obyektif’, melalui pengamatan atas kenyataan. Anarkisme pendidikan
pada umumnya menerima sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka
(pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah). Tetapi berbeda dengan
liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan beranggapan bahwa harus
meminimalkan dan atau menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan
terhadap perilaku personal, bahwa musti dilakukan untuk membuat
masyarakat yang bebas lembaga. Menurut anarkisme pendidikan, pendekatan
terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk
mempercepat perombakan humanistik berskala besar yang mendesak ke
dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan sekalian.

3. Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi


Malcolm Knowles (1970) dalam mengembangkan konsep andragogi,
mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut: 18
a. Konsep Diri: Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri
seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke
arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya

18
Knowles, Malcolm S. (1970). "The modern practicsof adult education, andragogy versus ".
(New York : Association Press) hal. 65

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 16
sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara
umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang
dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang
dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai
manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination),
mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang
dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang
memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan,
maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang
menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis
yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi
tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan,
khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan
diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.
b. Peranan Pengalaman: Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan
waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah
kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan
mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana
hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian
kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar
yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu,
dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi
penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan
dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik
yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan
"Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman).
Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan
metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 17
banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori,
sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada
dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta
pelatihan.
c. Kesiapan Belajar : Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi
matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan
ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan
tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya
tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap
belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus
menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin
organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran
dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi
pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan
peranan sosialnya.
d. Orientasi Belajar: Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya
seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi
yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered
Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan
memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan
yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan
belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk
menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian,
terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa.
Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan
perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat
dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak,
penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 18
dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar
hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih
tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran
atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya
bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-
hari.

4. Andragogi dan Psikologi Perkembangan


Seperti telah disebutkan di atas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa
yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi
yang mendalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain
sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri. Namun, tidak hanya
orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan
semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi
dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk
dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal
operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat
memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat
memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara singkat
sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu
mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy)
yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda
dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti
keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-
benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan
dan membanding-bandingkan. Nilai-nilai yang diharapkan selalu
dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 19
adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini
berjalan terus sampai mencapai kematangan.19
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa)
memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa
terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah
laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengaham masa
remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan "pengertian diri" (sense
of identity).
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat
dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar,
penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok
kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang
dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan
kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk
banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai
dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada
hakikatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu
menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya
ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam
pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih
aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran,
terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan
yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan
sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila
pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang
saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing
melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.

19
Piaget, J. (1959). "The growth of logical thinking from childood fo adolescence. New York
: Basic Books. Hal. 52

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 20
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik,
maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran,
gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan
dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar
orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula
mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka
harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri
tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan
pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan
dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas,
walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki
perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka
boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh
sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang
dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di
tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka
untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan
psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk
akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau
dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan
dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan
ide/gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara
khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang
terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan
yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan
dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 21
membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu
kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh
sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan
pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang
berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan
suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani
tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan
baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko
terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan
bagian yang wajar dari belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok
belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan
dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi
bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan
renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain
yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.

5. Pengaruh Penurunan Faktor Fisik dalam Belajar


Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education).
Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan
belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin
bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek
kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik,
kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya
memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut
Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh
dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang
seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 22
Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang
secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu
program pendidikan:20
a. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang
dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh
tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari
matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah
menjauh sampai 23 cm.
b. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang
dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua
faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan
alat pendidikan.
c. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang
diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun
memerlukan 100 Watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145
Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat
melihat dengan jelas.
d. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah
daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau
lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah
kurang dapat dibedakannya warna-warna-warna lembut. Untuk jelasnya
perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat peraga.
e. Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan
bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran
dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap
dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal
ini daripada wanita. Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang

20
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia., hal. 25

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 23
mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dari orang yang
berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
f. Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin
mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang
lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan
dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin
sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.

6. Langkah-Langkah Pokok dalam Andragogi


Langkah-langkah pokok untuk mempraktikkan Andragogi adalah
Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif: Ada beberapa hal pokok
yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim
dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:21
a. Pengaturan Lingkungan Fisik: Pengaturan lingkungan fisik merupakan
salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa, aman, nyaman dan
mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman mungkin:
1) Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang
dewasa;
2) Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya
disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa;
3) Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya
hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi social.
b. Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologi: Iklim psikologis hendaknya
merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa
diterima, dihargai dan didukung.
1) Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung;

21
Asmin, Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi), hal. 62

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 24
2) Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai melalui
kegiatan Bina Suasana dan berbagai permainan yang sesuai;
3) Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan
pendapat tanpa rasa takut;
4) Mengembangkan semangat kebersamaan;
5) Menghindari adanya pengarahan dari "pejabat-pejabat" pemerintah;
6) Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama.
c. Diagnosis Kebutuhan Belajar: Dalam andragogi tekanan lebih banyak
diberikan pada keterlibatan seluruh warga belajar atau peserta pelatihan di
dalam suatu proses melakukan diagnosis kebutuhan belajarnya:
1) Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang
terkena dampak langsung atas kegiatan itu;
2) Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau
prestasi ideal yang diharapkan;
3) Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan;
4) Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang
ada, misalkan kompetensi tertentu.

d. Proses Perencanaan: Dalam perencanaan pelatihan hendaknya


melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak
langsung atas kegiatan pelatihan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum"
atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa
mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka
terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan:
1) Libatkan peserta untuk menyusun rencana pelatihan, baik yang
menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan
lain-lain;
2) Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait
menyangkut pelatihan tersebut;

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 25
3) Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam
tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan;
4) Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara
pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan.
e. Memformulasikan Tujuan: Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi
kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah
merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan
partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam
bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut di atas.
f. Mengembangkan Model Umum: Ini merupakan aspek seni dan arsitektural
dari perencanaan pelatihan dimana harus disusun secara harmonis antara
beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar,
kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu
harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu
persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.
g. Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran: Dalam menetapkan materi
dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Materi pelatihan atau pembelajaran hendaknya ditekankan pada
pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan;
2) Materi pelatihan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi
pada aplikasi praktis;
3) Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang
bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta;
4) Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah
namun lebih bersifat partisipatif.
h. Peranan Evaluasi Pendekatan: evaluasi secara konvensional (pedagogi)
kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 26
ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang
dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar
bagi orang dewasa yakni:
1) Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan
perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran/pelatihan;
2) Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh
peserta pelatihan itu sendiri (Self Evaluation);
3) Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan;
4) Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif"
atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang
terlibat;
5) Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan program pelatihan yang mencakup kekuatan maupun
kelemahan program;
6) Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan
perubahan sikap dan perilaku.

7. Perbandingan Asumsi dan Model Pedagogi dan Andragogi


Dari uraian tersebut di atas telah diperoleh dan disimpulkan beberapa
perbedaan teoritis dan asumsi yang mendasari andragogi dan pedagogi
(konvensional) yang menimbulkan berbagai implikasi dalam praktek.
Dalam pedagogi atau konvensional, karena berpusat pada materi pembelajaran
(Subject Matter Centered Orientation) maka implikasi yang timbul pada
umumnya peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat
dominan. Pihak murid atau peserta pelatihan lebih banyak bersifat pasif dan
menerima. Paulo Freire, menyebutnya sebagai "Sistem Bank" (Banking
System). Hal ini dapat terlihat pada hal-hal sebagai berikut:
Penentuan mengenai materi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu
disampaikan yang bersifat standard dan kaku;

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 27
Penentuan dan pemilihan prosedur dan mekanisme serta alat yang perlu
(metoda & teknik) yang paling efisien untuk menyampaikan materi
pembelajaran;
Pengembangan rencana dan bentuk urutan (sequence) yang standard dan kaku
;
Adanya standard evaluasi yang baku untuk menilai tingkat pencapaian hasil
belajar dan bersifat kuantitatif yang bersifat untuk mengukur tingkat
pengetahuan;
Adanya batasan waktu yang demikian ketat dalam "menyelesaikan" suatu
proses pembelajaran materi pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering
disebut dengan fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur
untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang
kemudian dikenal dengan pendekatan partisipatif, dalam proses belajar yang
melibatkan elemen-elemen:
Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri;
Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan
partisipatif;
Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik Merumuskan tujuan-
tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar
Merencanakan pola pengalaman belajar
Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metoda dan
teknik yang memadai
Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan
belajar. Ini adalah model proses.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 28
Lebih detail tentang perbedaan pedagogik dan andargogi sebagai berikut:22

No Asumsi Pedagogik Andragogi


1 Kosep Peserta didik digambarkan Adalah suatu hal yang
tentang diri sebagai seseorang yang wajar apabila dalam suatu
peserta bersifat tergantung. proses pendewasaan,
didik Masyarakat mengharapkan seseorang akan berubah
para guru bertanggung dari bersifat tergantung
jawab sepenuhnya untuk menuju ke arah memiliki
menentukan apa yang kemampuan mengarahkan
harus dipelajari, kapan, diri sendiri, namun setiap
bagaimana cara individu memiliki irama
mempelajarinya, dan apa yang berbeda-beda dan
hasil yang diharapkan juga dalam dimensi
setelah selesai kehidupan yang berbeda-
beda pula. Dan para guru
bertanggungjawab untuk
menggalakkan dan
memelihara kelangsungan
perubahan tersebut. Pada
umumnya orang dewasa
secara psikologis lebih
memerlukan penga- rahan
diri, walaupun dalam
keadaan tertentu mereka
bersifat tergantung.

22
Tamat, Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik ke Andragogik. (Jakarta: Pustaka Dian), hal. 20-
22

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 29
2 Fungsi Di sini pengalaman yang Di sini ada anggapan
Pengalaman dimiliki oleh peserta didik bahwa dalam
peserta tidak besar nilainya, perkembangannya
didik mungkin hanya berguna seseorang membuat
untuk titik awal. semacam alat
Sedangkan penglaman penampungan (reservoair)
yang sangat besar pengalaman yang
manfaatnya adalah kemudian akan merupakan
pengalaman-pengalaman sumber belajar yang sangat
yang diperoleh dari bermanfaat bagi diri sendiri
gurunya, para penulis, mau pun bagi orang lain.
produsen alat-alat peraga Lagi pula seseorang akan
atau alat-alat audio visual menangkap arti dengan
dan pengalaman para ahli lebih baik tentang apa yang
lainnya. Oleh karenanya, dialami daripada apabila
teknik utama dalam mereka memperoleh secara
pendidikan adalah teknik pasif, oleh karena itu teknik
penyampaian yang berupa: penyampaian yang utama
ceramah, tugas baca, dan adalah eksperimen,
penyajian melalui alat percobaan-percobaan di
pandang dengar. laboratorium, diskusi,
pemecahan masalah,
latihan simulasi, dan
praktek lapangan.
3 Kesiapan Seseorang harus siap Seseorang akan siap
belajar mempelajari apapun yang mempelajari sesuatu
dikatakan oleh masyarakat, apabila ia merasakan
dan hal ini menimbulkan perlunya melakukan hal

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 30
tekanan yang cukup besar tersebut, karena dengan
bagi mereka karena adanya mempelajari sesuatu itu ia
perasaan takut gagal, anak- dapat memecahkan
anak yang sebaya diaggap masalahnya atau dapat
siap untuk mempelajari hal menyelesaikan tugasnya
yang sama pula, oleh sehari-hari dengan baik.
karena itu kegiatan belajar Fungsi pendidik di sini
harus diorganisasikan adalah menciptakan
dalam suatu kurikulum kondisi, menyiapkan alat
yang baku, dan langkah- serta prosedur untuk
langkah penyajian harus membantu mereka
sama bagi semua orang. menemukan apa yang perlu
mereka ketahui. Dengan
demikian program belajar
harus disusun sesuai
dengan kebutuhan
kehidupan mereka yang
sebenarnya dan urutan-
urutan penyajian harus
disesuaikan dengan
kesiapan peserta didik.
4 Orientasi Peserta didik menyadari Peserta didik menyadari
belajar bahwa pendidikan adalah bahwa pendidikan
suatu proses penyampaian merupakan suatu proses
ilmu pengetahuan, dan peningkatan pengembangan
mereka memahami bahwa kemampuan diri untuk
ilmu-ilmu tersebut baru mengembangkan potensi
akan bermanfaat di yang maksimal dalam

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 31
kemudian hari. Oleh hidupnya. Mereka ingin
karena itu, kurikulum mampu menerapkan ilmu
harus disusun sesuai dan keterampilan yang
dengan unit-unit mata diperolehnya hari ini untuk
pelajaran dan mengikuti mencapai kehidupan yang
urutan-urutan logis ilmu lebih baik atau lebih efektif
tersebut , misalnya dari untuk hari esok.
kuno ke modern atau dari Berdasarkan hal tersebut di
yang mudah ke sulit. atas, belajar harus disusun
Dengan demikian, ke arah pengelompokan
orientasi belajar ke arah pengembangan
mata pelajaran. Artinya kemampuan. Dengan
jadwal disusun demikian orientasi belajar
berdasarkan keterselesaian terpusat kepada
nya mata-mata pelajaran kegiatannya. Dengan kata
yang telah ditetapkan. lain, cara menyusun
pelajaran berdasarkan
kemampuan-kemampuan
apa atau penampilan yang
bagaimana yang diharap
kan ada pada peserta didik.

Secara garis besar Perbedaan asumsi Paedagogig dan Andragogik


a. Konsep tentang siswa
Pedagogic memandang siswa sebagai pribadi yang bergantung atau dependen.
Sedangkan andragogi menganggap bahwa siswa adalah pribadi yang sudah
tahu apa yang bermanfaat bagi dirinya.
b. Peranan pengalaman siswa

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 32
Pedagogi berasumsi bahwa pengalaman siswa masih merupakan sesuatu yang
harus dibentuk dan karenanya bukan atau setidaknya belum pantas sebagai
sumber belajar. Sedangkan ndragogi, pengalaman siswa merupakan sesuatu
yang sudah terbentuk dan pantas sebagai sumber belajar.
c. Kesiapan untuk belajar
Asumsi paedagogi, bahwa kesiapan anak untuk blajar perlu diseragamkan
sesuai dengan tingkatan umur dan kurikulum. Sedangkan andragogi, kesiapan
siswa akan ditentukan oleh tugas-tugas kehidupan sehari-hari dan masalah
yang dihadapi siswa.
d. Orientasi terhadap siswa.
Paedagogi berasumsi bahwa belalajar hendaknya berpusat pada mata
pelajaran tertentu. Sedangkan andragogi, pusat perhatian utamanya adalah
tugas dan masalah yang dihadapi siswa yang paling utama.
e. Motivasi belajar
Asumsi paedagogi, bahwa motivasi belajar siswa ditentukan oleh hadiah atau
ganjaran dan hukuman yang berasal dari luar diri siswa (guru). Sedang pada
andragogi, asumsi motivasi belajar banyak berasal dari dalam diri siswa yakni
kebutuhan dan masa ingin tahu.

Perbedaan segi proses


a. Suasana belajar
Dalam paedagogi, terasa tegang, kepercayaan rendah formal, dingin, kurang
bersahabat, berorientasi pada kekuasaan, terjadi persaingan dan serba
ditentukan. Sedang dalam andragogi, adalah santai, aktif karena merupakan
kumpulan manusia aktif, hormat menghormati, harga menghargai, saling
percaya, suasana penemuan pribadi, suasana tidak mengancam, keterbukaan,
mengakuai kekhasan pribadi dan membolehkan keraguan, serta evaluasi diri.
b. Segi perencanaan

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 33
Dalam paedagogi, perencanaan pelajaran terutama ditentukan oleh guru,
sedangkan pada andragogi, perencanaan dikerjakan bersama-sama antara
pendidik dan siswa.
c. Diagnosa kebutuhan
Dalam paedagogi, deagnosa kebutuahan terutama dilakukan oleh guru,
sedangkan dalam andragogi diagnosa kebutuhan dilakukan kedua belah pihak.
d. Perumusan tujuan
Dalam paedagogi, dilakukan oleh guru, sedang dalam andragogi perumusan
tujuan dirundingkan bersama.
e. Kegiatan belajar
Dalam paedagogi, kegiatan belajar ditentukan oleh guru, seperti teknik
penyampaian materi, belajar mandiri diberikan beserta bahannya, sedangkan
dalam andragogi, siswa mencari tugas sendiri, belajar mandiri, serta yang
dipergunakan yaitu teknik lapangan.

8. Keunggulan dan Kelemahan Teori Belajar Andragogi


Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki
daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama
pendidikan masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau
pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh
sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan
menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa
dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan
seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau
penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Andragogy memiliki kelemahan, salah satunya adalah bahwa bagaimana
mungkin seorang siswa yang tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu
kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai? Seolah sistem
Andragogy hanya sebagai suatu sistem yang mengembirakan siswanya saja

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 34
dan melupakan untuk tujuan apa sebenarnya sebuah pendidikan itu dilakukan?
Dan bagaimana pula bisa dilakukan -penjagaan terhadap ilmu-ilmu yang
sudah ada? jika sebuah ilmu tersebut tidak diminati oleh siswa, tentu saja satu
waktu ilmu tersebut akan hilang. Dan bagaimana siswa dibiarkan memilih jika
ada persyaratan kemampuan yang memang mesti dimiliki seandainya siswa
mau belajar ilmu tertentu. Tak mungkinlah siswa SD dibiarkan memilih mata
pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian,
jumlah, kurang bagi, dll.

9. Prinsip-prinsip belajar Andragogi


Prinsip-prinsip belajar orang dewasa dapat ditinjau dari segi :23
a. Ciri-ciri psikologis, belajar akan menjadi efektif apabila :
1) Dalam keadaan sehat, cukup istirahat, tidak tegang
2) Penglihatan dan pendengaran
3) Dapat menggunakan waktu secara tepat (teratur)
b. Konsep tentang diri dan harga diri
Belajar akan efektif apabila :
1) Cukup pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya
2) Tujuan dirasakan sesuai dengan kebutuhannya
3) Siswa dilibatkan dalam menentuakan tujuan
4) Akan keyakinan diri untuk menerima perubahan
5) Yang diajarkan dan teknik belajarnya fleksibel dan memperhatikan
perbedaan-perbedaan
6) Sesuai dengan tingkat tangkapnya
7) Terorganisir secara sistematis

23
M. Thoyib. (2006). Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif (Pengantar Pendidikan Orang
Dewasa), http://depsos.go.id/modules.php?name=News&file =print&sid=209, diakses tanggal 11
November 2008.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 35
8) Berhubungan erat dengan kehidupannya, dimungkinkan interaksi
belajarnya menimbulkan kesan saling percaya dan saling menghargai.
c. Emosi
Belajar akan efektif apabila :
1) Diberikan dorongan-dorongan, rangsangan-rangsangan
2) Tidak dipaksa, sebab kurang berkomunikasi
3) Tidak menimbulkan reaksi emosional
4) Diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat
5) Tidak ada tekanan dari instruktur, perlu dukungan
6) Pelayanan terlalu sepele dan terlalu umum
7) Instruktur tidak bersikap kekanak-kanakan
8) Pelayanan menggunakan multichanel
9) Pengalaman belajar diberi pengulangan secukupnya dan melakukan
komunikasi dua arah, serta belajar tidak merupakan beban mental bagi
warga belajar atau siswa.
d. Hambatan-hambatan pembelajaran
1) Hambatan Fisiologis
2) Hambatan Psikologis
e. Sikap pembimbing
Sikap pembimbing atau pendidik dalam proses belajar orang dewasa
mempunyai arti dan pengaruh yang besar. Sebab orang dewasa berpegang
pada norma-norma yang berlaku dalam kelompok dan lingkungannya.
Oleh karena itu, sikap mental pembimbing diperlukan, antara lain :
1) Tidak menggurui
2) Tidak menjadi “ahli”
3) Tidak memutus bicara
4) Tidak berdebat
5) Tidak diskriminatif

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 36
Dalam hal ini pembimbing perlu membiasakan diri menunjukkan
sikap fisik yang membantu kearah terciptanya suasana belanja
menyenangkakan, yaitu :
1) Berfariasi
2) Pandangan tidak memuat
3) Tanga tidak melakukan hal yang tidak di inginkan
4) Harus murah senyum
5) Berpakaina rapi dan sopan.

Dengan memahami prinsip-prinsip pendidikan bagi orang dewasa


diharapkan para pengembang program pembelajaran dapat merencanakan dan
melaksanakan pendidikan untuk orang dewasa dengan tepat. Untuk
mempermudah pengenalan anda tentang andragosi pelajari buku atau sumber lain
yang tersedia.24
III
KESIMPULAN

Teknologi pendidikan menjelajahi dan mengembangkan penggunaan


teknologi itu untuk belajar efektif dan efisien. Pendekatan teknologi pendidikan
diarahkan kepada penggunaan sumber-sumber belajar. Ia menekankan siswa dengan
segala kebutuhannya untuk menggunakan sumber-sumber belajar.
Teori Belajar Adragogi dapat diterapkan apabila diyakini bahwa peserta didik
(siswa-mahasiswa-peserta) adalah pribadi-pribadi yang matang, dapat mengarahkan
diri mereka sendiri, mengerti diri sendiri, dapat mengambil keputusan untuk sesuatu
yang menyangkut dirinya. Andragogi tidak akan mungkin berkembang apabila
meninggalkan ideal dasar orang dewasa sebagai pribadi yang mengarahkan diri
sendiri. Yang menjadi tolok ukur sebuah kedewasaan bukanlah umur, namun sikap

24
Oemar H. Malik, Komputerisasi Pendidikan Nasional, Bandung : 1989, hal. 50-52

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 37
dan perilaku, sebab tidak jarang orang yang sudah berumur, namun belum dewasa.
Memang, menjadi tua adalah suatu keharusan dan menjadi dewasa adalah sebuah
pilihan yang tidak setiap individu memilihnya seiring dengan semakin lanjut usianya.

BIBLIOGRAPY

Arif, Zainuddin. Andragogi, (Bandung: Angkasa, 1994).

Asmin, Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi),

Association for Educational communications and Technology, Definisi Teknologi


Pendidikan, terjemahan, Jakarta : CV Rajawali, 1986.

Cece Wijaya dkk, Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran,


(Bandung : Remaja Karya, 1988)

Dimyati, Dr., Muljiono, Drs., Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka cipta, 2002

Dunkin, Michael J., (ed), The International Encyclopedia of Teaching and Teacher
Education, England, Pengamoon Press, Headington Hill Hall

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/34/konsep_dan_metode_pembelajaran.htm,
Diakses tanggal 11 November 2008.

Ibrahim, Teknologi Pendidikan (Arti, Kawasan, dan Penerapannya di Indonesia),


(Malang : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP-IKIP Malang,
1985)

Ibrahim dkk, Modul Pengantar Teknologi Pendidikan, (Malang, Laboratorium


Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, 1992),

Knowles, Malcolm S. (1970). "The modern practicsof adult education, andragogy


versus ". New York : Association Press.

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 38
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.

M. Thoyib. (2006). Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif (Pengantar Pendidikan


Orang Dewasa), http://depsos.go.id/modules.php?name=News&file
=print&sid=209, diakses tanggal 11 November 2008.

Nasution, Prof., MA, Teknologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta : 2005

Oemar H. Malik, Komputerisasi Pendidikan Nasional, Bandung : 1989.

Piaget, J. (1959). "The growth of logical thinking from childood fo adolescence. New
York : Basic Books.

Saettler, Paul, A History of Instructional Technology, McGraw-Hill Book, Co. : New


York, 1968

Tamat, Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik ke Andragogik. Jakarta: Pustaka Dian.

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007),

Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta : Prenada


Media, 2005)

Zahara Idris, Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1992)

Semoga Bermanfaat

Seminar Teknologi Pendidikan Islam Smt 3b oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 39

You might also like