Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan
pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan1. Baru
sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian
di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan
telah
dapat
mengidentifikasikan
faktor-faktor
resiko
yang
berhubungan2.
Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan
antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian,
Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang
menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974,
Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa
demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar
maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD) yang
membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk
perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan
isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih
lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari
skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk
mengintervensi sebelum demensia terjadi.
Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi,
metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan.
Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus
demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia
lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di
Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan
19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam
perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan
stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat
hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke5.
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan
bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 %
pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun6.
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor
genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler.
DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan
juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum
dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis 7. ApoE4
akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron,
VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk
reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL 8. Penelitian yang
dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko
tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi 9. Dalam penelitian
terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan
perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam
respon terhadap trauma sistem saraf pusat 10.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian yang
mendalam tentang demensia vaskuler secara komprehensif. Diharapkan dapat meberikan
pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria diagnosis, pemeriksaan dan
pencegahan penyakit akan membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosis terhadap
pasien-pasien demensia vaskuler sehingga manajemen akan lebih terarah dan terukur.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Demensia adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual yang
menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan
fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian. Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu
kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik,
perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan
sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori
yang menonjol4.
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark,
dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke
dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan
kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko
vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis: lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori
arteri serebri posterior, dan arteri erebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
Lesi iskemik substansia alb
Infark lakuner subkortikal
Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
2. Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III (PPDGJ III). 1,3
(a) Menurut Umur:1
oDemensia
senilis (>65th)
oDemensia
(a) Menurut
prasenilis (<65th)
perjalanan penyakit:
oReversibel
oIreversibel
oTipe Alzheimer
oTipe
non-Alzheimer
oDemensia
vaskular
oDemensia
oDemensia
Lobus frontal-temporal
oDemensia
oMorbus
Parkinson
oMorbus
Huntington
oMorbus
Pick
oMorbus
Jakob-Creutzfeldt
oSindrom
oPrion
oPalsi
Gerstmann-Strussler-Scheinker
disease
Supranuklear progresif
oMultiple
sklerosis
oNeurosifilis
oTipe
campuran
(c) Menurut
sifat klinis:
oDemensia
proprius
16
oPseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
Demensia vaskular adalah penyebab umum kedua dari Demensia di United States
dan Eropa, tetapi merupakan penyebab paling umum di beberapa negara bagian di
Asia.
Di Jepang, demensia vaskular menduduki tingkat 50% dari semua demensia dan
terjadi pada orang yang lebih tua dari 65 tahun.
bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler,
yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi
merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia.
Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia.
Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60
hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.
4. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1)
penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain
yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia
alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis)
dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan
klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam
folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat
kemungkinan penyebab demensia :
Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia 2
Demensia Degeneratif
Penyakit Alzheimer
Demensia frontotemporal
Penyakit Binswanger
Penyakit Parkinson
Insufisiensi hemodinamik
(penyakit Fahr)
Fisiologis
progresif
Kelainan Metabolik
Lain-lain
Penyakit Huntington
folat)
Penyakit Wilson
Leukodistrofi metakromatik
Neuroakantosistosis
uremia)
Trauma
Tumor
Dementia pugilistica,
posttraumatic dementia
Subdural hematoma
Infeksi
Penyakit demielinisasi
Sklerosis multipel
penyakit Creutzfeldt-Jakob,
Alkohol
(Sindrom Gerstmann-
Logam berat
Straussler)
Radiasi
Pseudodemensia akibat
syndrome (AIDS)
pengobatan (misalnya
Sifilis
penggunaan antikolinergik)
Kelainan Psikiatrik
Karbon monoksida
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi
sekuensial,
eksekusi,
set-shifting,
mempertahankan
8. Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai
berikut :
a. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,
magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh
kelainan urologi3. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan
depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi
psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.
b. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD:
1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan
kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan
motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai
pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi3.
Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.
c. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti
2.
3.
4.
5.
6.
jantung,
penyakit
jantung
kolagen,
hipertensi,
hiperlipidemia,
diabetes,
obat-obatan
keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umum, Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital,
arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologis, Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau
kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak,
gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental, Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori,
orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis,
gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsionalAdalah pemeriksaan performa nyata penyandang
Gambaran
Riwayat
Awal
Delirium
Penyakit akut
Cepat
Terdapat penyakit lain
Demensia
Penyakit kronik
Lambat laun
Biasanya penyakit otak
Sebab
(infeksi, dehidrasi,
Lamanya
Perjalanan Sakit
guna/putus obat)
Berhari-hari/minggu
Naik turun
Naik turun, terganggu
vaskular)
Berbulan-bulan/tahunan
Kronik progresif
Afek
Alam Fikiran
periodik
Cemas dan iritabel
Sering terganggu
Lamban. Inkoheren,
terganggu nyata
terganggu
Halusinasi jarang terjadi
Persepsi
Halusinasi (visual)
Psikomotor Tidur
kecuali sundowning
Normal
Sedikit terganggu siklus
tidurnya
Atensi dan Kesadaran
Amat terganggu
Sedikit terganggu
Reversibilitas
Sering reversibel
Umumnya tak reversibel
Penanganan
Segera
Perlu tapi tak segera
Catatan : pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
o Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang
sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang
menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi
(depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat
menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi
secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari
akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta
sering memiliki riwayat episode depresi.
o Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang
didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan
antagonis
reseptor
-2
dapat
memperburuk kerusakan
fungsi
vaskuler berikutnya
padapasien-pasien yang
Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk
memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan
keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk
perilaku yang merugikan.
Penanganan terapi farmakologis :
1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam
jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek
D. Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x
60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
E. Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
o Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
o A. Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
B. Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
C. Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
e. Terapi non-farmakologis
Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih
ada.
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri,
pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
harga
dirinya.
Banyak
fungsi
yang
masih
utuh dapat
sistematik pada strategi pengobatan yang spesifik, yang ditujukan pada pencegahan
primer (faktor resiko), pencegahan sekunder ( mekanisme dasar kerusakan vaskuler otak)
dan pencegahan tersier (pada kasus dimana terjadi gangguan fungsional). Klasifikasi ini
juga menekankan kebutuhan akan deteksi dini pada pasien-pasien dengan gangguan
kognisi yang minimal yang berada pada resiko uintuk berkembangnya demensia. Pasienpasien ini akan menerima keuntungan dari pengobatan yang agresif1.
13. Prognosis
Tergantung pada usia timbulnya, tipe demensia, dan beratnya deteriorasi. Pasien dengan
onset yang dini da nada riwayat keluarga dengan demensia mempunyai perjalanan
penyakit yang lebih progresif.
KLASIFIKASI
Berbagai subtipe demensia vaskular yaitu:2,4
1. Gangguan kognitif vaskular ringan
2. Demensia multi infrak. Disebabkan oleh infark pembuluh darah besar multipel
3. Demensia infark strategi. Disebabkan oleh infark single yang strategi (seperti oklusi
dari Arteri serebral posterior dan menyebabkan infark thalamus bilateral atau sindrom
arteri serebri anterior yang menyebabkan infark lobus frontal bilateral).
4. Demensia vaskular karena lesi lakunar
5. Penyakit Binswanger. Disebabkan oleh penyakit iskemik pembuluh darah kecil
(seperti lakuna multipel di ganglia basal, di subkortikal atau di substansia alba
periventrikuler).
6. Demensia vaskular akibat lesi hemoragik. Terdapat penyakit serebrovaskular
hemoragik seperti hematoma subdural atau intraserebral atau perdarahan subaraknoid
7. Demensia vaskular subkortikal
8. Demensia campur (kombinasi penyakit Alzheimer dan demensia vaskular)
1. Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mental
mini atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk
mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan
bahasa dan berhitung. Defisit lokal ditemukan pada demensia vaskular sedangkan
defisit global pada penyakit Alzheimer.
MMSE Folstein (lihat lampiran):
Pertanyaan
Orientasi
Skor
maksimum
Pertama, tanya pasien tanggal, hari, bulan, tahun dan
5
musim.
Kedua ditanyakan lokasi sekarang seperti fasilitas,
5
lantai, bandar, provinsi dan negara.
Registrasi
Atensi
Daya ingat
Bahasa
3
5
3
2
1
3
1
1
1
Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang kurang dari
24 dianggap normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang
pasien. Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah mengikut waktu, dan
untuk beberapa inidividu dapat berubah pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu
pemeriksaan ini dilakukan.