You are on page 1of 15

TEORI KEPEMIMPINAN

DEFINISI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan
tugas-tugas organisasi secara suka rela (Fairholm, 1991; Gardner, 2000). Bahkan
menurut Gemmil dan Oakley (1992) kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama
antara anggota organisasi dalam merumuskan metode baru untuk meningkatkan
kualitas organisasi. Fulan (2000, hal. 3) mengatakan bahwa leadership is a process of
persuasion or example by which an individual (or leadership team) induce the group
to pursue objectives shared by the leaders and his or her followers. Fulan berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi anggota organisasi
lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota
organisasi lainnya. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan hanya didefinisikan dari
sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah
dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN


Istilah kepemimpinan dan manajemen seringkali dianggap sinonim (Yukl, 1989), tapi
para ahli ilmu kepemimpinan masih mengalami kesulitan membedakan kedua istilah
tersebut. Fairholm (1991) menyebutkan walaupun kedua istilah tersebut sering
dianggap sama, istilah kepemimpinan lebih duluan muncul dari pada istilah
manejemen. Namun Nicholls (2002) berbeda pendapat dengan Fairholm, Nicholls
berpendapat bahwa manajemen itu lebih penting daripada kepemimpinan. Para ahli
juga berbeda pendapat apakah seseorang bisa menjadi pemimpin sekaligus manajer
pada saat yang sama. Perbedaan-perbedaan pendapat ini pulalah yang mengaburkan
perbedaan antara kepemimpinan dengan manajemen (leadership and management).
Namun demikian, di sini perbedaan dari kedua istilah tersebut akan dianalisa dengan
menguraikan definisi dari kedua istilah tersebut. Kepemimpinan adalah sebuah proses
di dalam memberi inspirasi kepada anggota organisasi lainnya, dan mempengaruhi
anggota tersebut untuk memiliki integritas di dalam mencapai tujuan organisasi.
Dengan kata lain, pemimpin itu bertugas untuk menentukan visi organisasi dan selalu
memprediksi kebutuhan masa depan (Fairholm, 1991). Sedangkan tugas menejer adalah
mengelola integritas bawahan dan mempertahankan status Quo. Menejer tidak

berinisiatif untuk menentukan visi organisasi. Singkatnya menejer lebih memikirkan


bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan dengan se-efektif dan se-efesien mungkin
sehingga produktifitas organisasi bisa terjaga.

TEORI KEPEMIMPINAN

1. TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching Leaders


and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai
tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas
dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa
tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.

Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik,
dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini,
grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.
Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan

anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang
rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk
mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan
anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para
pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam
kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang
dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa

tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun,
sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi
dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada
kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni
karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat
memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang
mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang
High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik
dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin
dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.

2. MODEL KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON


(Normative Theory: Decision Making and Leader Effectiveness: Vroom &
Yetton, 1973)
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para
bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah
kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs
melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan
baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu
membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin
memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?

Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan


keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan
meningkatkanproduktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative
Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3
kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan
pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang
teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini
terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat
pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari
penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok;
lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran
mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok,
serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada
berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan
situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan
metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah
keputusan yang berkualitas tinggi?

3. Apakah masalahnya terstruktur?


4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan
mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima
secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat
memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui
metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu.
Jawaban ya dan tidak akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang
membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang
Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton,
1973:
1. Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk
pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gaya otokratis.
2. Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan
yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana
untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
3. Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting,
gunakan gaya yang paling partisipatif.
4. Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil
dari keputusan otokratis, dan jika sbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai
tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.

3. TEORI PATH-GOAL DALAM


KEPEMIMPINAN
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori pathgoal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan

oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang
kepemimpinan padainisiating structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada
tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau
masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1)
membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
(2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai
tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka
dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam
Houses path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang
menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan
akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke
kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan
dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana
pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan
bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat
digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan
(Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi
oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat
adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil
yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa
pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara
untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:

1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin


harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang
diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan
memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya
kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model pathgoalsebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) Instrumental (directive): suatu pendekatan yang
berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan.
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka,
memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta
memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan
2. SupportiveMendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik
dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan
menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua
bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhankebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang
menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan
pendukung (supportive)memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. ParticipativePartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan
bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan
saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan
partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
4. Achievement-orientedPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana
pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam
kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin
serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian
tujuan tersebut.

Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal,
yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and
demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku
pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku
tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai
suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan
mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil.
Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang
mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan
mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka
peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal
umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang
tingkatauthoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan
yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat
bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievementoriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan
mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka
memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan
yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan
bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan
menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:

1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan


memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat
berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative
bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan
kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan
memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin
harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan
mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada
kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja
yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas
pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan
internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model
kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel
sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun
demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi

yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.

STRUKTUR ORGANISASI ANATOMI


ANATOMI ORGANISASI
PengertianOrganisasi
Dalamarti Statis Organisasi sebagai wadah atau tempat dimana kegiatan kerjasama
yangdijalankan untuk mencapai tujuan bersama melalui pola-pola yang
telahditentukan.
Dalam arti dinamis Organisasi sebagai suatu systemproses interaksi antara orang-orang
yang bekerja sama secara formal maupuninformal.
Dalam melaksanakan suatu organisasi ada dua bagianyang tidak dipisahkan keduanya
saling ketergantungan atau saling berhubunganuntuk mencapai suatu tujuan yaitu :
fungsi dan proses administrasi yaitu sesuatu yangterdapat dalam organisasi yang
memberikan atau yang menjadikan organisasi ituberkembang tumbuh dan bergerak.
fungsi dan proses manajemen adalah sesuatu yangterdiri dari tindakan Fungsi
manajemen (planning, organizing, actuating dancontrolling) yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yangditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya.

PENGERTIAN STRUKTUR ORGANISASI


Pengertian Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan
dikoordinasikan secara formal.
Elemen struktur organisasi
Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika
hendak mendesain struktur, antara lain :

Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagibagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
Departementalisasi. Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan
pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses,
produk, geografi, dan pelanggan.
Rantai komando. Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang
dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa
bertanggung jawab kepada siapa.
Rentang kendali. Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang
manajer secara efisien dan efektif.
Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana
tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam
organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi.
Formalisasi. Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi
dibakukan.

Desain organisasi yang umum


Struktur sederhana
Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar
departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang
yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.[1] Struktur
sederhana paling banyak dipraktikkan dalam usaha-usaha kecil di
mana manajer dan pemilik adalah orang yang satu dan sama.[1] Kekuatan
dari struktur ini adalah kesederhanaannya yang tercermin dalam
kecepatan, kefleksibelan, ketidakmahalan dalam pengelolaan, dan
kejelasan akuntabilitas.[1] Satu kelemahan utamanya adalah struktur ini
sulit untuk dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil karena
struktur sederhana menjadi tidak memadai tatkala sebuah organisasi
berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang
tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) di puncak.[1]
Birokrasi

Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat


rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat

formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen


fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan
pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.[1]
Kekuatan utama birokrasi ada kemampuannya menjalankan kegiatankegiatan yang terstandar secara sangat efisien, sedangkan kelemahannya
adalah dengan spesialisasi yang diciptakan bisa menimbulkan konflikkonflik subunit, karena tujuan-tujuan unit fungsional dapat mengalahkan
tujuan keseluruhan organisasi.[1] Kelemahan besar lainnnya adalah ketika
ada kasus yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan, tidak ada ruang
untuk modifikasi karena birokrasi hanya efisien sepanjang karyawan
menghadapi masalah yang sebelumnya telah mereka hadapi dan sudah ada
aturan keputusan terprogram yang mapan.[1]

Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis
wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan
produk.[1] Struktur matriks dapat ditemukan di agen-agen periklanan,
perusahaan pesawat terbang, laboratorium penelitian dan pengembangan,
perusahaan konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah,
universitas, perusahaan konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan.[2]
Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk
departementalisasi: fungsional dan produk[1] Kekuatan departementalisasi
fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialis, yang
meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan
pengumpulan dan pembagian sumber daya khusus untuk keseluruhan
produk.[1] Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas
para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung
tepat waktu dan sesuai anggaran.[1] Departementalisasi produk, di lain
pihak, memiliki keuntungan dan kerugian yang
berlawanan.[1] Departementalisasi ini memudahkan koordinasi di antara
para spesialis untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan memenuhi target
anggaran.[1] Lebih jauh, departementalisasi ini memberikan tanggung
jawab yang jelas atas semua kegiatan yang terkait dengan sebuah produk,
tetapi dengan duplikasi biaya dan kegiatan.[1] Matriks berupaya menarik
kekuatan tersebut sembari menghindarkan kelemahan-kelemahan mereka.

Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia


mematahkan konsep kesatuan komando sehingga karyawan dalam struktur
matriks memiliki dua atasan -manajer departemen fungsional dan manajer
produk.[1] Karena itulah matriks memiliki rantai komando ganda.[1]

Desain Struktur Organisasi Modern


Struktur tim
Struktur tim adalah pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk
mengoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja.[3] Karakteristik utama struktur
tim adalah bahwa struktr ini meniadakan kendala-kendala departemental
dan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim
kerja.[1] Struktur tim juga mendorong karyawan untuk menjadi generalis
sekaligus spesialis.[4]

Organisasi virtual
Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan
fungsi-fungsi utama bisnis.[5]

Organisasi Nirbatas
Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha
menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan
mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.[1]

Model desain struktur organisasi


Ada dua model ekstrem dari desain organisasi.[1]
Model mekanistis, yaitu sebuah struktur yang dicirikan oleh
departementalisasi yang luas, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi
yang terbatas, dan sentralisasi.[1]
Model organik, yaitu sebuah struktur yang rata, menggunakan tim lintas
hierarki dan lintas fungsi, memiliki formalisasi yang rendah, memiliki
jaringan informasi yang komprehensif, dan mengandalkan pengambilan
keputusan secara partisipatif.[1]

Faktor penentu struktur organisasi

Sebagian organisasi terstruktur pada garis yang lebih mekanistis


sedangkan sebagian yang lain mengikuti karakteristik organik.[1] Berikut
adalah faktor-faktor utama yang diidentifikasi menjadi penyebab atau
penentu struktur suatu organisasi:[6]

Strategi
Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen
untuk mencapai sasarannya.[6] Karena sasaran diturunkan dari strategi
organisasi secara keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus
terkait erat.[6] tepatnya, struktur harus mengikuti strategi.[6] Jika
manajemen melakukan perubahan signifikan dalam strategi organisasinya,
struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung dan mendukung
perubahan ini.[6] Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada
tiga dimensi -inovasi, minimalisasi biaya, dan imitasi- dan pada desain
struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing dimensi.[6]
Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan diperkenalkannya
produk dan jasa baru yang menjadi andalan.[6] Strategi minimalisasi biaya
adalah strategi yang menekankan pengendalian biaya secara ketat,
menghindari pengeluaran untuk inovasi dan pemasaran yang tidak perlu,
dan pemotongan harga.[6] Strategi imitasi adalah strategi yang mencoba
masuk ke produk-produk atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitas
terbukti.

Ukuran organisasi
Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah
organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. Sebagai contoh,
organisasi-organisasi besar yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih
cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan
vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun,
hubungan itu tidak bersifat linier.Alih-alih, ukuran memengaruhi dengan
kadar yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting
saat organisasi meluas.

Teknologi
Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input
menjadi output.[6] Setiap organisasi paling tidak memiliki satu teknologi

untuk mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisik
menjadi produk atau jasa.[6]

Lingkungan
Lingkungan sebuah organisasi terbentuk dari lembaga-lembaga atau
kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi memengaruhi
kinerja organisasi.[6] Kekuatan-kekuatan ini biasanya meliputi pemasok,
pelanggan, pesaing, badan peraturan pemerintah, kelompok-kelompok
tekanan publik, dan sebagainya.[6]
Struktur organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya karena lingkungan
selalu berubah.Beberapa organisasi menghadapi lingkungan yang relatif
statis -tak banyak kekuatan di lingkungan mereka yang berubah. Misalnya,
tidak muncul pesaing baru, tidak ada terobosan teknologi baru oleh
pesaing saat ini, atau tidak banyak aktivitas dari kelompok-kelompok
tekanan publik yang mungkin memengaruhi organisasi. Organisasiorganisasi lain menghadapi lingkungan yang sangat dinamis -peraturan
pemerintah cepat berubah dan memengaruhi bisnis mereka, pesaing baru,
kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, preferensi pelanggan yang terus
berubah terhadap produk, dan semacamnya. Secara signifikan, lingkungan
yang statis memberi lebih sedikit ketidakpastian bagi
paramanajer dibanding lingkungan yang dinamis. Karena ketidakpastian
adalah sebuah ancaman bagi keefektifan sebuah
organisasi, manajemen akan menocba meminimalkannya. Salah satu cara
untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan adalah melalui penyesuaian
struktur organisasi.

You might also like