Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan
tugas-tugas organisasi secara suka rela (Fairholm, 1991; Gardner, 2000). Bahkan
menurut Gemmil dan Oakley (1992) kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama
antara anggota organisasi dalam merumuskan metode baru untuk meningkatkan
kualitas organisasi. Fulan (2000, hal. 3) mengatakan bahwa leadership is a process of
persuasion or example by which an individual (or leadership team) induce the group
to pursue objectives shared by the leaders and his or her followers. Fulan berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi anggota organisasi
lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota
organisasi lainnya. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan hanya didefinisikan dari
sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah
dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.
TEORI KEPEMIMPINAN
Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik,
dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini,
grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.
Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang
rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk
mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan
anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para
pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam
kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang
dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa
tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun,
sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi
dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada
kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni
karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat
memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang
mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang
High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik
dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin
dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang
kepemimpinan padainisiating structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada
tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau
masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1)
membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
(2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai
tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka
dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam
Houses path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang
menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan
akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke
kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan
dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana
pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan
bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat
digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan
(Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi
oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat
adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil
yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa
pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara
untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal,
yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and
demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku
pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku
tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai
suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan
mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil.
Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang
mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan
mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka
peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal
umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang
tingkatauthoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan
yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat
bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievementoriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan
mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka
memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan
yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan
bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan
menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.
Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagibagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
Departementalisasi. Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan
pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses,
produk, geografi, dan pelanggan.
Rantai komando. Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang
dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa
bertanggung jawab kepada siapa.
Rentang kendali. Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang
manajer secara efisien dan efektif.
Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana
tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam
organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi.
Formalisasi. Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi
dibakukan.
Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis
wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan
produk.[1] Struktur matriks dapat ditemukan di agen-agen periklanan,
perusahaan pesawat terbang, laboratorium penelitian dan pengembangan,
perusahaan konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah,
universitas, perusahaan konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan.[2]
Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk
departementalisasi: fungsional dan produk[1] Kekuatan departementalisasi
fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialis, yang
meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan
pengumpulan dan pembagian sumber daya khusus untuk keseluruhan
produk.[1] Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas
para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung
tepat waktu dan sesuai anggaran.[1] Departementalisasi produk, di lain
pihak, memiliki keuntungan dan kerugian yang
berlawanan.[1] Departementalisasi ini memudahkan koordinasi di antara
para spesialis untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan memenuhi target
anggaran.[1] Lebih jauh, departementalisasi ini memberikan tanggung
jawab yang jelas atas semua kegiatan yang terkait dengan sebuah produk,
tetapi dengan duplikasi biaya dan kegiatan.[1] Matriks berupaya menarik
kekuatan tersebut sembari menghindarkan kelemahan-kelemahan mereka.
Organisasi virtual
Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan
fungsi-fungsi utama bisnis.[5]
Organisasi Nirbatas
Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha
menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan
mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.[1]
Strategi
Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen
untuk mencapai sasarannya.[6] Karena sasaran diturunkan dari strategi
organisasi secara keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus
terkait erat.[6] tepatnya, struktur harus mengikuti strategi.[6] Jika
manajemen melakukan perubahan signifikan dalam strategi organisasinya,
struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung dan mendukung
perubahan ini.[6] Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada
tiga dimensi -inovasi, minimalisasi biaya, dan imitasi- dan pada desain
struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing dimensi.[6]
Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan diperkenalkannya
produk dan jasa baru yang menjadi andalan.[6] Strategi minimalisasi biaya
adalah strategi yang menekankan pengendalian biaya secara ketat,
menghindari pengeluaran untuk inovasi dan pemasaran yang tidak perlu,
dan pemotongan harga.[6] Strategi imitasi adalah strategi yang mencoba
masuk ke produk-produk atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitas
terbukti.
Ukuran organisasi
Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah
organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. Sebagai contoh,
organisasi-organisasi besar yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih
cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan
vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun,
hubungan itu tidak bersifat linier.Alih-alih, ukuran memengaruhi dengan
kadar yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting
saat organisasi meluas.
Teknologi
Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input
menjadi output.[6] Setiap organisasi paling tidak memiliki satu teknologi
untuk mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisik
menjadi produk atau jasa.[6]
Lingkungan
Lingkungan sebuah organisasi terbentuk dari lembaga-lembaga atau
kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi memengaruhi
kinerja organisasi.[6] Kekuatan-kekuatan ini biasanya meliputi pemasok,
pelanggan, pesaing, badan peraturan pemerintah, kelompok-kelompok
tekanan publik, dan sebagainya.[6]
Struktur organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya karena lingkungan
selalu berubah.Beberapa organisasi menghadapi lingkungan yang relatif
statis -tak banyak kekuatan di lingkungan mereka yang berubah. Misalnya,
tidak muncul pesaing baru, tidak ada terobosan teknologi baru oleh
pesaing saat ini, atau tidak banyak aktivitas dari kelompok-kelompok
tekanan publik yang mungkin memengaruhi organisasi. Organisasiorganisasi lain menghadapi lingkungan yang sangat dinamis -peraturan
pemerintah cepat berubah dan memengaruhi bisnis mereka, pesaing baru,
kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, preferensi pelanggan yang terus
berubah terhadap produk, dan semacamnya. Secara signifikan, lingkungan
yang statis memberi lebih sedikit ketidakpastian bagi
paramanajer dibanding lingkungan yang dinamis. Karena ketidakpastian
adalah sebuah ancaman bagi keefektifan sebuah
organisasi, manajemen akan menocba meminimalkannya. Salah satu cara
untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan adalah melalui penyesuaian
struktur organisasi.