You are on page 1of 22

CASE REPORT I

ANESTESI PADA MODERATE HI + CLOSED # LINEAR A/R


TEMPORAL DEXTRA + SDH A/R TEMPORAL
SINISTRA + ICH A/R TEMPORAL SINISTRA +
G1P0A0 22 24 MINGGU

Abstrack
Trauma is another leading cause of incidental death during pregnancy. Trauma
in itself complicates 6-7% of pregnancies and may well involve cranial or spinal injury
that will necessitate surgery. The parturient involved in a multi-trauma will present
significant clinical challenges in the care of mother and fetus. The emphasis is on
maternal resuscitation and in life-threatening multi-trauma, Fetal compromise may also
be the result of maternal hypoxia, hypovolaemia, acidosis, acute blood loss, infection or
as a result of drugs used during the resuscitation process.
Patients presenting for surgery during the course of pregnancy carry a number of
important challenges for anesthesiologists. Optimum management requires a thorough
understanding of maternal and fetal physiology, altered drug pharmacodynamics and
pharmacokinetics, and a sensitive approach to the parturient, who must be counseled
carefully about the risks and benefits of intervention. The ultimate goal is to provide safe
anesthesia to the mother while simultaneously minimizing the risk of preterm labor or
fetal demise. Multidisciplinary input from surgeons, anesthesiologists, and obstetricians
is essential to ensure fetal and maternal wellbeing throughout the perioperative period. A
successful maternal and fetal outcome is dependent on expert management of both the
surgical disease process and anesthesia.
. Traumatic brain injury in the pregnant patient maybe associated with other
trauma and early aggressive maternal resuscitation is the main priority because effective
maternal resuscitation also provides fetal resuscitation. If tracheal intubation and
positive pressure ventilation are indicated, a rapid sequence induction with thiopental or
propofol and succinylcholine should be used. To avoid caval venous compression, after
20 wk gestation, left lateral tilt of the whole body should be applied.
Key word : Anesthesia, neurosurgery, pregnancy

ABSTRAK

Trauma merupakan penyebab utama kematian terkait selama kehamilan.


Trauma itu sendiri mempersulit 6-7% dari kehamilan dan mungkin melibatkan
cedera tengkorak atau tulang belakang yang akan

membutuhkan operasi.

Kehamilan dengan multi-trauma akan memberikan tantangan

klinis dalam

perawatan ibu dan janin. Penekanannya adalah pada resusitasi ibu dan yang
mengancam jiwa pada multi-trauma, Resiko pada janin mungkin juga terjadi
akibat dari hipoksia ibu, hipovolemia, asidosis, kehilangan darah akut, infeksi atau
sebagai akibat dari obat yang digunakan selama proses resusitasi.
Pasien hamil yang akan menjalani operasi membawa sejumlah tantangan
penting bagi ahli anestesi. Manajemen yang optimal memerlukan pemahaman
menyeluruh

tentang fisiologi ibu dan janin, perubahan farmakodinamik dan

farmakokinetik, dan pendekatan kepada ibu hamil yang bersifat sensitif sehingga
harus hati-hati ketika konseling tentang risiko dan manfaat dari intervensi. Tujuan
utamanya adalah untuk memberikan anestesi yang aman untuk ibu sekaligus
meminimalkan risiko persalinan prematur atau kematian janin. Masukan
multidisiplin dari ahli bedah, ahli anestesi, dan dokter kandungan sangat penting
untuk memastikan kesejahteraan janin dan ibu selama periode perioperatif.
Sebuah hasil ibu dan janin yang sukses tergantung pada manajemen ahli dari
kedua proses penyakit bedah dan anestesi.
Cedera otak traumatis pada pasien hamil mungkin terkait dengan trauma
lain dan resusitasi awal yang agresif pada ibu merupakan prioritas utama karena
resusitasi ibu yang efektif juga memberikan resusitasi janin. Apabila diindikasikan
untu dilakukan intubasi trakea dan ventilasi tekanan positif. Rapid sequence
induction dibutuhkan baik dengan thiopental atau propofol dan succinylcholine.
Untuk menghindari kompresi vena kava, setelah kehamilan 20 minggu, dapat
dilakukan dengan memiringkan tubuh ke lateral kiri.
Kata kunci : Anestesi, bedah syaraf, kehamilan

PENDAHULUAN
Pasien hamil yang akan menjalani operasi membawa sejumlah tantangan
penting bagi ahli anestesi. Manajemen yang optimal memerlukan pemahaman
menyeluruh

tentang fisiologi ibu dan janin, perubahan farmakodinamik dan

farmakokinetik, dan pendekatan kepada ibu hamil yang bersifat sensitif sehingga
harus hati-hati ketika konseling tentang risiko dan manfaat dari intervensi. Tujuan
utamanya adalah untuk memberikan anestesi yang aman untuk ibu sekaligus
meminimalkan risiko persalinan prematur atau kematian janin. Masukan
multidisiplin dari ahli bedah, ahli anestesi, dan dokter kandungan sangat penting
untuk memastikan kesejahteraan janin dan ibu selama periode perioperatif.
Sebuah hasil ibu dan janin yang sukses tergantung pada manajemen ahli dari
kedua proses penyakit bedah dan anestesi. (1)
Diperkirakan jumlah operasi nonobstetric yang dilakukan selama
kehamilan berkisar 0,3% sampai 2,2%, sebanyak 87.000 dan 115.000 wanita
hamil di Amerika Serikat dan Uni Eropa, memerlukan intervensi bedah atau
anestesi setiap tahun. Angka-angka ini cenderung kurang, karena kehamilan
mungkin belum diketahui pada saat operasi. Dalam studi terbaru, 0,3% dari
perempuan yang menjalani bedah rawat jalan, 2,6% dari perempuan yang
menjalani sterilisasi laparoskopi, dan 1,2% dari remaja yang dijadwalkan untuk
operasi memiliki hasil tes kehamilan positif ketika mereka direncanakan untuk
operasi. Pada dasarnya Tes kehamilan perlu dilakukan , namun, secara umum
tidak direkomendasikan. Jika anamnesa pasien menunjukkan bahwa dia bisa
hamil, pertanyaan spesifik mengenai kemungkinan kehamilan harus mendahului
tes kehamilan. Pada populasi tertentu, bagaimanapun, anamnesa medis saja
merupakan cara yang dapat diandalkan memperkirakan kemungkinan kehamilan,
dan pengujian rutin dapat menjadi pilihan tambahan. Pembedahan dapat terjadi
pada setiap tahan kehamilan. Di antara 5405 wanita Swedia yang menjalani
operasi selama kehamilan, 42% terjadi selama trimester pertama, 35% selama
trimester kedua, dan 23% selama trimester ketiga.(2)

Trauma merupakan penyebab utama kematian terkait selama kehamilan.


Trauma itu sendiri mempersulit 6-7% dari kehamilan dan mungkin melibatkan
cedera tengkorak atau tulang belakang yang akan

membutuhkan operasi.

Kehamilan dengan multi-trauma akan memberikan tantangan

klinis dalam

perawatan ibu dan janin. Penekanannya adalah pada resusitasi ibu dan yang
mengancam jiwa pada multi-trauma, Resiko pada janin mungkin juga terjadi
akibat dari hipoksia ibu, hipovolemia, asidosis, kehilangan darah akut, infeksi atau
sebagai akibat dari obat yang digunakan selama proses resusitasi.(3)
Ketika akan melakukan tindakan operasi pada ibu hamil yang akan
menjalani nonobstetric bedah, seorang anestesi harus memastikan anestesi yang
aman untuk ibu dan anak. Prosedur tandar anestesi mungkin harus diubah untuk
mengakomodasi perubahan fisiologis yang terjadi padaibu hamil dan ada
kehadiran janin. Dua laporan terbaru the Confidential Enquiries into Maternal
and Child Health di Inggrisvmenunjukkan bahwa kematian pada awal kehamilan
dikarenakan perdarahan, sepsis tromboemboli, dan anesthesia. Risiko pada janin
yaitu (1) efek dari proses penyakit itu sendiri atau terapi terkait; (2) yang
teratogenisitas

dari

agen

diberikan

periode

perioperatif,

selama

anestesi
(3)

atau
intraoperatif

obat
gangguan

lain
dari

uteroplasenta dan perfusi / atau janin oksigenasi, dan (4) risiko aborsi atau
kelahiran prematur. (2)

LAPORAN KASUS
Resume
Nama

: Nn. R

Umur

: 22 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

Bandung

Agama

Islam

Pekerjaan

: Tidak Bekerja

MedRec

120xxxxx

Masuk RS

29 September 2012

Alasan masuk rumah sakit


Diagnosis

Pukul : 10 : 15 Wib

: Kecelakaan Lalu Lintas


:

Moderate HI + Closed # Linear a/r Temporal


Dextra + SDH a/r Temporal Sinistra + ICH
a/rTemporal Sinistra + G1P0A0 22 24 minggu

Rencana Operasi

Craniotomi Decompresi

Konsul Anestesi.( 29 September 2012 pk 16.15 )


Hasil visit pk. 16.30
Anamnesis :
Sejak kurang lebih 4 jam yang lalu ketika sedang mengendarai sepeda
motor mengalami kecelakaan ditabrak mobil minibus tanpa menggunakan helm,
kemudian penderita dibawa ke RS AMC dikarenakan tidak memiliki peralatan
memadai penderita kemudian dirujuk ke RSHS. Penurunan kesadaran (+), Mual
dan Muntah (-), Pendarahan dari telinga hidung dan mulut (-), Kejang (-).
Penderita tidak memilik riwayat asma, alergi, hipertensi, Diabetes mellitus,
aktivitas sehari hari sebelumnya tidak ada gangguan, tidak ada riwayat penyakit
tertentu seperti ginjal, dan jantung, belum pernah operasi, saat ini penderita
diketahui sedang hamil kurang lebih 22 minggu (G1P0A0)

Anamnesa Tambahan :
Bedah Thorax

: Tidak ada kelainan

Bedah Digestif

: FAST : (-), Tidak ada kelainan

Obstetri dan Ginekologi

: Gravida 22 24 minggu, Tindakan khusus tidak


Ada, Therapi : Prolutan 1 x 1 im, Asam folat 1 x 1,
Fe 1 x1

Bedah Syaraf

: Manitol 150 cc

Pemeriksaan fisik :
KU

: sakit berat

Kesadaran

: GCS 9 E2M5V2
TD :120/80mmHg

HR : 92 x/m, reguler

RR : 22-24 x/m

S : Afebris

Spo2 : 99% dengan SMNR 8 lpm


Kepala

: Konjungtiva anemis (+/+) sub anemis, sklera ikterik(-/-), pupil


bulat anisokor ODS mm, RC +/

Mulut

: Sulit dinilai

Leher

: JVP tidak terisi, ROM baik

Thoraks

: Bentuk dan gerak simetris,


Paru

: VBS kiri = kanan, Ronkhi (-)/(-), wheezing(-)/(-)


Slem (+)

Jantung

: S1, S2, reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

: cembung, distensi, bising usus (+) Meningkat

Ekstremitas

: capillary refill< 2, Akral hangat, Oedem (-), Sianosis (-)


Motorik : Kesan Hemiparese Dextra

Diuresis

: 80 cc/jam, jernih

Lab (29 September 2012 pukul 11.37 WB)


Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
PH

9.5 g/dl
27
24400 mm3
355000 mm3
7,43

PT
InR
ApTT
Na
K

11,3 detik
0.9
25,8detik
129 meq/L
2.8 mEq/L

PCO2
PO2
HCO3
TCO2
BE
SpO2

27 mm HG
227 mmHG
18 mEq/L
19 mmol
-5 mEq/L
100 %

SGOT
SGPT
Ur
Cr
GDS
Laktat

86 U/L
30 U/L
10 mg/dl
0,29 mg/dl
139 mg /dL
1.4 mmol

Rontgen thorak (29 /09/2012) : tidak tampak kardiomegali, tidak tampak TB paru
aktif
Saran anestesi

: SIO, SIA,
Puasa
Koreksi Natrium dengan Nacl 3% 14 gtt/mnt
Koreksi Kalium dengan KCL 25 meq dalam RL
500 cc 30 gtt/mnt
Sedia Darah

PUKUL 20.00
Pasien dinaikkan ke OK dari EMG
Pasien dimasukkan ke dalam Kamar OK 303
Penilaian ulang :
Kesadaran : GCS 9 E2M5V2
TD : 118/70 mmHg

RR : 21 x/mnt

HR : 97 x/mnt

SpO2 : 99 % dengan SMNR 8 LPM

Kepala

: Konjungtiva anemis (+/+) sub anemis, sklera ikterik(-/-), pupil


bulat anisokor ODS mm, RC +/+

Mulut

: Sulit dinilai

Leher

: JVP tidak terisi, ROM baik

Thoraks

: Bentuk dan gerak simetris,


Paru

: VBS kiri = kanan, Ronkhi (-)/(-), wheezing(-)/(-)


Slem (+)

Jantung
Abdomen

: S1, S2, reguler, gallop (-), murmur (-)

: cembung, distensi, bising usus (+) Meningkat

Ekstremitas

: capillary refill< 2, Akral hangat, Oedem (-), Sianosis (-)


Motorik : Kesan Hemiparese Dextra

Diuresis

: 200 cc/jam, jernih manitol 100 (dari NC)

Terpasang infuse line 1. NaCL 3%


2. RL 450 cc
Tindakan

: Urine di Kosong kan


: Persiapan induksi
: Loading RL 200 cc

Kes : GCS : 9
TD

: 123/78 mmHg
HR

RR

: 89 x/mnt

: 19 x/mnt
SpO2 : 99% dengan SMNR 8 LPM

Persiapan induksi
Penilaian akhir sebelum induksi :
Kes : GCS 9
TD

: 124/78 mmHg

RR

: 17 x/mnt

HR

: 87 x/mnt

SpO2 : 99 % dengan SMNR 8 LPM

Preoksigenasi 02 10 LPM 100% dengan Facemask no. 5 selama 5 menit


Isoflurane 2 meq/l
Lidokain

75 mg

Fentanyl

100 mcg

Profofol

80 mg

Pancuronium

5 mg

Persiapan intubasi
Kes

: DPO

TD

: 98/51 mmHg

RR

HR

: 73 x/mnt

SpO2 : 99 100% dengan 02 : Air 50 : 50

: 12 x/mnt
4 cc/mnt

Dilakukan intubasi dengan blade 3, insersi ETT no. 7 kedalaman 20 cm


Setelah intubasi keadaan :
Kes : DPO
TD

: 134/78 mmhg

RR

: 12 16 x/mnt dengan SpO2 99


100% dengan Manual bagging

HR

: 89 x/mnt

Kemudian di hubungkan dengan ventilator mode volume control VT : 400 ml


peep 3 FIO2 50 % (O2 : H2O) 1:1 2 cc/mnt, RR : 12 x/mnt, I : E 1: 2.
Pasang IV line
Maintenance :
O2 : AIR 50 : 50 2 cc/mnt
Isoflurene 0.8 vol%
Ecron 2 mg/jam
Profofol 10 mcg/mnt
Operasi berlangsung selama 4 jam
TDS

: 90 110

TDD : 60 80
HR

: 70 90

SpO2 : 99 100 %
Perdarahan

: 600 cc

Urine

: 150 cc/jam

DJJ

: 130 160 x/mnt

Obat obatan

: Fentanyl 100 mcg, Manitol 150 mg, ondasentron 4 mg, antrain


500 mg

Operasi selesai :
Kes : DPO
TD

: 130/80 mmHg

RR

HR

: 76 x/mnt

SpO2 : 99 % dengan O2 6 LPM Via T-piece

DJJ : 156 x/mnt

: 16 x/mnt

Observasi selama 20 menit


Keadaan pasien :

kes

: GCS7T

TD

: 121/80 mmHg

RR

HR

: 71 x/mnt

SpO2 : 99 % dengan O2 6

: 18 x/mnt
LPM Via T-piece

DJJ

: 150 160x/mnt

Analgetik post op : Antrain 1500 cmg dalam RL 500 cc/8 jam


Pasien dipindahkan ke ICU
Di ruang ICU
Kes

: GCS 7T E2M5Vt

TD

: 120/80 mmHg

HR

: 77 x.mnt

RR

: 17 x/mnt terhubung dengan T-piece O2 6 LPM SpO2 97 99%

DJJ

: 161 x/mnt

Lab (30 September 2012 pukul 02.57 WB)


Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
PH
PCO2
PO2
HCO3
TCO2
BE
SpO2

8.4 g/dl
24
27900 mm3
268000 mm3
7,394
25.2 mm HG
212.1 mmHG
16 mEq/L
16.8 mmol
-9.7 mEq/L
99.8 %

PT
InR
ApTT
Na
K
Cl
Ca
Ur
Cr
GDS
Laktat

12,1 detik
0.97
38,8detik
133 meq/L
5.3 mEq/L
108 mEq/L
3.93 mEq/L
11 mg/dl
0,38 mg/dl
109 mg /dL
2.9 mmol

PEMBAHASAN
Kehamilan

berhubungan

dengan

perubahan

fisiologi

ibu

yang

mempengaruhi manajemen anestesi. Sedangkan perubahan ini digambarkan


dengan baik pada akhir kehamilan, ada beberapa studi sistematis tentang
bagaimana perubahan fisiologi akibat kehamilan dapat mempengaruhi manajemen
anestesi pada trimester pertama atau kedua. Secara umum, perubahan fisiologis
pada paruh pertama kehamilan berada di bawah kendali hormonal, sedangkan di

paruh kedua kehamilan, efek mekanik dari membesarnya rahim datang setelah.
Selama kehamilan, fisiologi ibu mengalami perubahan besar. Perubahan utama
terjadi di bawah pengaruh hormon kehamilan, yang penting untuk menjamin
pasokan oksigen dan nutrisi ke janin dan mempersiapkan untuk kelahiran.
Perubahan sekunder terjadi sebagai akibat dari efek mekanik memperbesar uteri
gravid. (4)
Perubahan Kardiovaskuler

Selama kehamilan, sistem kardiovaskular menjadi semakin lebih


hiperdinamik untuk memenuhi meningkatnya permintaan metabolisme janin. Ini
adalah hasil dari perubahan volume darah dan konstituen, serta hemodinamik,
yang terjadi pada awal trimester pertama. Peningkatan volume plasma pada ibu
hamil, adalah 50% lebih besar daripada ibu tidak hamil. Peningkatan yang paling
cepat volume plasma terjadi pada tengah kehamilan, antara 24 dan 28 minggu.
Pada waktu bersamaan, peningkatan volume sel darah merah terjadi, yang tidak
proporsional lebih rendah dari peningkatan volume plasma. Oleh karena itu,
bahkan di awal kehamilan, hematokrit wanita hamil lebih rendah (33% - 35%)
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Peningkatan volume plasma juga
menghasilkan hemodilusi konstituen darah lainnya. Misalnya, meskipun jumlah
total protein plasma meningkat selama kehamilan, konsentrasi protein per mililiter
plasma menurun relatif terhadap wanita hamil. Akibatnya, ada peningkatan efek
anestesi karena fraksi bebas dari protein-terikat agen anestesi. Cardiac output
meningkat secara progresif selama kehamilan, terkait dengan total volume darah.
Namun, ada juga redistribusi curah jantung mengakibatkan peningkatan aliran
darah ke rahim dan kelenjar susu. Bersamaan dengan hal itu, resistensi vaskular
sistemik menurun karena efek relaksasi dari progesteron prostasiklin pada otot
polos, yang meningkat selama kehamilan, dan juga karena pertumbuhan plasenta,
sebagai respon dari penurunan vascular resistensi. Penurunan curah jantung dapat
terjadi dalam posisi terlentang pada masa kedua kehamilan akibat kompresi aorta
dan inferior vena cava oleh membesarnya rahim. Kompresi vena kava dapat
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena ke jantung dan penurunan curah

jantung namun masih di bawah tingkat obstruksi. Dalam bentuk yang paling
parah, kompresi pembuluh darah besar dalam hasil posisi terlentang di "Sindrom
Hipotensi Supine," yang mempengaruhi 10% sampai 15% dari ibu dan
diwujudkan oleh sakit kepala ringan, hipotensi, takikardia, diaforesis, dan bahkan
sinkop. Dengan demikian, dari bulan kelima dan seterusnya sangat penting untuk
memastikan bahwa rahim memadai selama anestesi dan operasi dari bulan kelima
dan seterusnya kehamilan. (4)
Sistem Respirasi dan Keseimbangan Asam-Basa
Ventilasi alveolar meningkat 25% sampai 30% atau lebih pada tengah
kehamilan. Peningkatan ini menyebabkan pernapasan alkalosis kronis, dengan
PaCO2 28 hingga 32 mm Hg, pH sedikit basa (sekitar 7,44), dan penurunan
tingkat bikarbonat dan dasar buffer. walaupun oksigen konsumsi meningkat, PaO2
biasanya meningkat hanya sedikit atau tetap dalam kisaran normal. Fungsionil
kapasitas residu (FRC) berkurang sekitar 20% sebagai akibat perkembangan
rahim, sehingga cadangan oksigen menurun dan potensi untuk penutupan jalan
napas. Ketika FRC adalah semakin menurun (misalnya, obesitas morbid,
perioperatif

intra-abdomen

distensi,

penempatan

pasien

di

terlentang,

Trendelenburg, atau litotomi posisi; atau induksi anestesi), penutupan jalan nafas
dapat menyebabkan hipoksemia. Kenaikan berat badan selama kehamilan dan
pembengkakan kapiler dari mukosa saluran pernapasan menyebabkan masalah
lebih sering dengan ventilasi masker dan intubasi endotrakeal. Gagal intubasi
(penyebab utama terkait kematian ibu karena anestesi) sama resiko selama awal
kehamilan dan operasi nonobstetric maupun selama operasi SC. Penurunan FRC,
konsumsi oksigen meningkat, dan kapasitasi penyangga berkurang mengakibatkan
hipoksemi dan asidosis selama periode hipoventilasi atau apnea. Selain itu induksi
inhalasi terjadi lebih cepat selama kehamilan karena hiperventilasi alveolar dan
penurunan FRC akibat ekuilibrasi agen inhalasi yang cepat tercapai. Sejak awal
kehamilan konsentrasi MAC menurun 30% sampai 40 % untuk volatile anestesi.
Anestesi harus waspada ketika pemberian konsentrasi analgesik dan agen anestesi

kepada pasien hamil, kerena penurunan kesadaran dapat terjadi dengan cepat dan
tak terduga.(2)

Volume Darah dan Konstitusinya


Volume darah mengembang pada trimester pertama dan meningkat 30%
sampai 45%. Anemia dilusi terjadi sebagai akibat dari peningkatan yang lebih
kecil dalam volume sel darah merah daripada plasma volume. Meskipun
kehilangan darah moderat ditoleransi selama kehamilan, pada perdarahan yang
bermakna dapat menyebabkan penurunan pasien reserve. Kehamilan terkait
dengan benign leukositosis, akibatnya jumlah sel darah putih sulit diandalkan
sebagai

indicator infeksi. Secara umum, kehamilan menginduksi keadaan

hiperkoagulasi, dengan peningkatan fibrinogen, faktor VII, VIII, X, dan XII, dan
produk degradasi fibrin. Kehamilan dikaitkan dengan peningkatan trombosit,
pembekuan, dan fibrinolisis, dan ada rentang yang luas dalam jumlah trombosit
yang normal, sehingga kehamilan merupakan keadaan akselerasi namun dapat
dikompensasi oleh koagulasi intravaskuler. Benign trombositopenia terjadi pada
sekitar 1% dari wanita hamil. Bagaimanapun, masih mungkin terjadi
hiperkoagulopati. Pada pasca operasi, pasien hamil berada pada tinggi risiko
komplikasi tromboembolik, sehingga tromboemboli profilaksis dianjurkan. (2)
Sistem Gastrointestinal
Inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan distorsi anatomi
lambung dan pilorus meningkatkan risiko gastroesophageal reflux, sehingga
wanita hamil memiliki resiko untuk regurgitasi isi lambung dan pneumonitis
aspirasi. Tidak jelas pada tahap apa selama kehamilan ini resiko menjadi
signifikan. Meskipun esophageal sphincter tone terganggu awal kehamilan
(terutama pada pasien dengan heartburn), faktor mekanis tidak menjadi relevan
sampai

nanti

pada

akhir

kehamilan.

Itu

tampaknya

bijaksana

untuk

mempertimbangkan setiap pasien hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk aspirasi
setelah usia kehamilan 18 sampai 20 minggu, dan beberapa anestesi berpendapat

bahwa hamil perempuan beresiko untuk aspirasi dari awal dan seterusnya kedua
trimester. (2)
Konsiderasi Pada Janin
Potensi risiko pada janin dari ibu yang menjalani anestesi dan operasi
selama kehamilan yaitu potensi untuk kelainan kongenital, spontan aborsi,
kematian janin dalam kandungan, dan kelahiran prematur. (Kotak 2-2). Paparan
janin untuk agen anestesi mungkin akut, seperti yang terjadi selama anestesi
bedah atau subakut mungkin terjadi dengan paparan dari salah satu atau kedua
orangtua untuk sub-agen anestesi konsentrasi hirup di tempat kerja.(4)

Risiko Teratogenisitas
Meskipun masalah besar ibu adalah hal hal yang menyebabkan hipoksia
atau hipotensi berat yang menimbulkan risiko besar bagi janin, perhatian tetap
difokuskan pada peran anestesi agen sebagai aborsi dan teratogen. Teratogenisitas
didefinisikan sebagai perubahan yang signifikan dalam fungsi postnatal atau
bentuk dalam janin setelah perawatan prenatal. Perhatian tentang potensial efek
berbahaya dari agen anestesi berasal dari efeknya pada sel mamalia. Tidak ada
data khusus menghubungkan salah satu kejadian dengan perubahan selular
teratogenik. Sayangnya, prospektif klinis studi tentang efek teratogenik
agen anestesi tidak praktis, studi tersebut akan membutuhkan sejumlah besar
pasien terpapar obat yang diselidiki. Oleh karena itu, penyelidikan anestesi agen
telah mengambil salah satu arah berikut: (1) studi efek reproduksi dari agen
anestesi di hewan, (2) survei epidemiologi personil kamar operasi terus-menerus
terkena konsentrasi subanesthetic agen inhalasi, dan (3) studi hasil kehamilan
pada wanita yang telah menjalani operasi saat hamil.(2,5)

Waktu Pembedahan
Wanita hamil yang akan menjalani operasi non-obstetri merupakan situasi
klinis yang unik di mana kesehatan ibu adalah yang terpenting, tetapi
pertimbangan yang hati-hati sama perlu diberikan untuk perawatan nya mengenai
kesejahteraan janin. Pada usia kehamilan lebih dari 24 minggu pertimbangan
harus diberikan untuk terminasi dan mengenai waktu terminasi yang terkait
dengan intervensi bedah saraf keputusan yang dicapai memiliki beberapa pilihan.
Diantaranya : i) persalinan dengan operasi Caesearean dilanjutkan dengan bedah
saraf, ii) terminasi dengan Operasi caesar dengan bedah saraf di kemudian hari iii)
menjaga kehamilan dan lanjutkan dengan bedah saraf. Di usia kehamilan <24
minggu tidak ada pilihan untuk terminasi dan intervensi bedah saraf dapat
dilakukan. Mengoptimalkan fisiologi ibu dan pertimbangan untuk kesejahteraan
janin harus menghasilkan hasil terbaik. janin manajemen setelah operasi
kemudian berdasarkan indikasi obstetri.(1)
Pencegahan Persalinan Prematur
Banyak studi epidemiologi operasi selama operasi nonobstetrik pada ibu
hamil melaporkan insiden aborsi dan prematur persalinan yang tinggi. Penyebab
tidak

jelas

apakah

dikarenakan

operasi,

manipulasi

rahim,

atau

Kondisi yang mendasarinya. Dalam sebuah penelitian terhadap 778 perempuan


yang mengalami usus buntu selama kehamilan, Mazze dan Ka lle'n163
menemukan bahwa 22% dari perempuan yang menjalani operasi dengan
kehamilan antara 24 dan 36 minggu melahirkan seminggu setelah operasi. Pada
wanita yang hamil terus melampaui seminggu setelah operasi, tidak ada kelahiran
prematur. Operasi pada trimester kedua dan operasi yang tidak melibatkan
manipulasi rahim memberikan resiko terendah untuk persalinan prematur.
Meskipun volatile menekan iritabilitas miometrium dan secara teoritis
menguntungkan untuk operasi daerah perut, bukti tidak menunjukkan bahwa salah
satu anestesi agen atau teknik pengaruh positif atau negatif memberikan resiko
persalinan prematur. Bukti yang dipublikasikan tidak mendukung penggunaan
agen tokolitik profilaksis. Pemantauan kontraksi rahim dapat dilakukan Sebelum

dan

Selama

intraoperatif

dengan

tocodynamometer

eksternal

(apabila

memungkinkan) dan selama beberapa hari pasca operasi, terapi tokolitik mungkin
dilaksanakan. Surveilans tambahan diperlukan pada pasien yang menerima
analgesia poten pasca operasi, yang mungkin tidak disadari timbul kotraksi rahim
ringan. Secara umum pada kehamilan resiko lahir premature dan norma, dapat
diprediksi melalui penggunaan berbagai metode, seperti pengukuran fibronektin
janin dalam cairan servikovaginal dan penentuan panjang serviks menggunakan
transvaginal ultrasonography. Sebuah kelas baru agen tokolitik- antagonis reseptor
oksitosin (misalnya, atosiban) telah dipelajari. Atosiban selektif menumpulkan
masuknya kalsium dalam miometrium dan dengan demikian menghambat
miometrium kontraktilitas. pengawasan yang lebih besar dan tokolitik awal Terapi
akan mengurangi risiko kelahiran prematur setelah operasi selama kehamilan
tidak diketahui.(2,5)
Aliran Darah Uterus
Tujuan utama dari anestesi harus menjamin keselamatan ibu dan menjaga
perfusi uteroplasenta. Oksigenasi yang memadai dan ventilasi harus dijaga
terutama karena hipoksia dan hiperkarbia telah terbukti meningkatkan resiko
kelainan kongenital pada hewan. Hipotensi ibu mungkin karena aortocaval
kompresi atau anestesi. Kompresi Aortocaval sangat berbahaya bagi janin karena
dapat mengurangi uteroplasenta perfusi. Dari bulan kelima kehamilan uterus harus
rutin diperiksa. Hipotensi harus ditangani, meningkatkan laju infus kristaloid, dan
jika diperlukan, pemberian dosis kecil indirect-acting vasopressor, seperti
ephedrine. Control ventilasi pada anestesi umum dapat meningkatkan tekanan
intrathoracal menekan dan mengurangi perfusi uteroplasenta pada hewan sebagai
akibat dari aliran balik vena menurun dan jantung output. Hypocarbia dapat
memperburuk masalah dengan menyebabkan kontriksi umbilical cord dan
pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin.(4)
Pemantauan Janin
Pemantauan denyut jantung janin terus menerus (DJJ) dari usia kehamilan
18 minggu apabila memungkinkan. Hal ini mungkin sulit pada ibu dengan

obesitas.

Pemantauan

jantung

janin

harus

diinterpretasikan

oleh

operator yang berpengalaman selama operasi dan anestesi. ketika teknis


memungkinkan, pemantauan janin adalah wajib apabila stabilitas hemodinamik
ibu tidak memadai sebagai indikator kesejahtreran janin. Tingkat variabilitas
jantung janin merupakan indikator yang berguna kesejahteraan janin dan dapat
dipantau dari usia kehamilan 25. Agen anestesi mengurangi baik FHR baseline
dan FHR variabilitas, sehingga pembacaan harus ditafsirkan dalam konteks obat
yang diberikan diberikan. Janin manusia dapat merespon sejumlah rangsangan
dari lingkungan termasuk kebisingan, tekanan, nyeri, dan suhu dingin.
Rangsangan berbahaya menghasilkan respon otonom dan peningkatan hormon
stres. Persisten bradikardia janin umum menunjukkan janin distress dan harus
meminta tindakan cepat untuk perbaikan. Satu peringatan bahwa neostigmine
telah dicatat menyebabkan janin bradikardi bila diberikan dengan glycopyrrolate
karena transfer plasenta berkurang. Nilai pemantauan FHR intraoperatif adalah
sebagai peringatan awal, optimalisasi hemodinamik dan oksigenasi dengan cairan
yang sesuai, vasopressors, produk darah, hiperventilasi, atau posisi.(1)
Periode Pasca Operasi
Jika kehamilan berlanjut pasca operasi minggu pertama, maka kejadian
persalinan prematur tidak lebih tinggi dibandingkan pada pasien hamil
nonsurgical. Tocometry selama periode ini berguna untuk memantau penggunaan
analgesia pasca operasi memantau kontraksi dini ringan dan menunda
tokolisis. Administrasi rutin tokolitik profilaksis adalah kontroversial dan
umumnya terbatas pada mereka pasien yang telah terjadi manipulasi rahim
intraoperatively. Pemberian analgesia yang memadai juga penting pada periode
pasca operasi, rasa sakit telah terbukti meningkatkan risiko persalinan prematur. (1)

KESIMPULAN
1. Periode optimal untuk operasi selama kehamilan 20 sampai 24 minggu
kehamilan resiko teratogenisitas dan persalinan prematur yang rendah.
2. Nyeri dan kecemasan harus diperlakukan dengan obat yang sesuai.
Mengingat bukti dan banyak alternative yang bisa digunakan contoh
penggunaan diazepam pada trisemester pertama.
3. Dari bulan kelima kehamilan perubahan posisi uterus harus rutin di
periksa.

4.

Oksigen harus diberikan perioperatif, terutama ketika ibu sakit, anestesi,


atau pasca operasi obat nyeri dapat mengakibatkan hipoventilasi.

5. Tidak ada satu teknik anestesi telah muncul sebagai disukai. Sebaliknya,
pilihan anestesi harus berdasarkan kondisi ibu, operasi yang diusulkan,
dan diantisipasi durasi. Prosedur melibatkan organ panggul atau untuk
indikasi obstetri membawa tambahan risiko hasil reproduksi yang
merugikan.
6. Jika anestesi umum yang dipilih, sangat penting untuk mencegah
desaturation oksigen arteri selama Periode induksi dengan preoxygenation
yang

cukup.

Saat

ini,

tidak

ada

bukti

mencegah

penggunaan

N2O asalkan konsentrasi dihirup kurang dari 50% dan eksposur tidak
berkepanjangan.
7.

Surveilans ibu setidaknya harus mencakup semua dasar monitor yang


direkomendasikan oleh the American Society of Anesthesiology.
Tergantung pada keparahan penyakit ibu dan luasnya tindakan operasi,
monitor invasif tambahan mungkin dibutuhkan.

8. Pemantauan janin masih kontroversial. Kebanyakan akan setuju bahwa itu


cukup untuk mengkonfirmasi jantung janin tingkat sebelum dan pada akhir
prosedur jika janin previable. Jika janin yang layak, keputusan mengenai
pemantauan janin terus menerus selama anestesi dan operasi harus
dilakukan pada individu kasus-per kasus, dengan mempertimbangkan
Kondisi ibu, tempat operasi, dan potensi bahaya terhadap janin. Sampai
saat ini, tidak ada dikenal studi menunjukkan bahwa pemantauan janin
terus menerus menghasilkan luaran janin baik jika ibu memiliki
anestesi dan bedah saat hamil. Namun, jika janin yang layak, maka akan
tampak bijaksana dokter kandungan tersedia untuk mengelola kebidanan
terkait dengan prosedur bedah komplikasi.
9.

Sakit bedah dapat menutupi persalinan prematur, dan untuk itu


Alasannya,

mungkin

perlu

pada periode pasca operasi.

untuk

memantau

aktivitas

uterus

10. Nyeri ibu harus menjadi prioritas. Pasien harus mendapat oksigen pasca
operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mhuireachtaigh, Roisin N FFARCSI, MRCPI, David A. OGorman MD,
FFARCSI, DPM : Anesthesia in pregnant patients for nonobstetric surgery.
Journal of Clinical Anesthesia 18, 60 66, 2006.
2. Chesnut, David H, Linda S Polley, et al : Chestnuts obstetric anesthesia
principles and practice. 4th ed. Philadelphia. Mosby; 2009. 337 353

3. World Federation of societies of anaesthesilogist, Neurosurgey and the


parturient anaesthesia tutorial of the week. 5th March 2012
4. Braveman, RFerney: Obstetric and gynecologic anesthesia the requisites in
anesthesiology. 1st ed. Philadelphia. Mosby; 2006. 23 29
5. Datta, sanjay; Obstetric anesthesia handbook. 4th ed. Boston. Springer;
2006. 333 - 346

You might also like