You are on page 1of 16

STROKE NON HEMORAGIK

A. DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer,
2000).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).

B. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan
infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.

2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan


gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle
sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).

C. FAKTOR RISIKO
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar
estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat (kokain)
9. Konsumsi alkohol

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan
oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi,
bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a.

Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.

b.

Sementara, namun lebih dari 24 jam


Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND)

c.

Gejala makin lama makin berat (progresif)


Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang
disebut progressing stroke atau stroke inevolution

d.

Sudah menetap/permanen

Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk, 2000):


a.

Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia

b.

Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)


atau afasia (kehilangan berbicara).
c.

Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.

d.

Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

e.

Disfungsi

kandung

kemih

meliputi: inkontinensiaurinarius

transier,

inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari


kerusakan

otak

bilateral), Inkontinensia

urinarius dan defekasi

yang

berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
a.

Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah

b.

Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,


gangguan penglihatan

c.

Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri

Hemisfer kanan

Mengalami hemiparese kanan

Hemiparese sebelah kiri tubuh

Perilaku lambat dan hati-hati

Penilaian buruk

Kelainan lapan pandang kanan

Mempunyai kerentanan terhadap sisi

Disfagia global

kontralateral sehingga memungkinkan

Afasia

terjatuh ke sisi yang berlawanan

Mudah frustasi

tersebut

E. PATOFISIOLOGI
Infark

serebri

arteriosklerosis.

sangat

erat

Aterosklerosis

hubungannya
dapat

dengan aterosklerosis

menimbulkan

dan

bermacam-macam

manifestasi klinis dengan cara:


1.

Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran


darah.

2.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan


perdarahan aterm.

3.

Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4.

Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau


menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:


1.

Keadaan pembuluh darah.

2.

Keadaan darah: viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran


darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.

3.

Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak


yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.

4.

Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena


lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke
otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis siikuti thrombosis dan hipertensi
pembuluh darah. Pendarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan

kematian

dibandingkan

dari

keseluruhan

penyakit

cerebrovaskular. Anoksia serebral dapat reversible untuk jangka waktu 4-6


menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya
cardiac arrest.

F. PEMERIKSAAN FISIK
1.

Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnosa medis.

2.

Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,


dan tidak dapat berkomunikasi.
3.

Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

4.

Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

5.

Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
melitus.

Pengkajian Fokus:
1.

Aktivitas dan istirahat


- kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot (flaksid atau spastik), paralisis (hemiplegia),
kelemahan umum.

2.

Sirkulasi
- Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3.

Integritas ego
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri

4.

Eliminasi

- Inkontinensia, anuria
- Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara
usus (ileus paralitik)
5.

Makan/ minum
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
- Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
- Obesitas (faktor resiko)

6.

Sensori neural
- Pusing / syncope (sebelum CVA/ sementara selama TIA)
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral

atau perdarahan sub

arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/ kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral (sisi yang sama)
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
- Status mental; koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
- Ekstremitas: kelemahan/ paraliysis (kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam (kontralateral)
- Wajah: paralisis/ parese (ipsilateral)
- Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif/ kesulitan berkata kata
komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
- Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsilateral

7.

Nyeri/ kenyamanan
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/ fasial

9.

Keamanan
- Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury
- Perubahan persepsi dan orientasi
- Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi.
- Tidak mampu mengambil keputusan.

10. Interaksi social


- Gangguan dalam berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.

Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.

2.

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).

3.

CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.

4.

MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.

5.

EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.

6.

Pemeriksaan laboratorium

a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada


perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg/dl di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah


ke otak terhambat

2.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke


otak

3.

Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan


kerusakan neurovaskuler

4.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

5.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

6.

Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

7.

Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

I.
No
1.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Ketidakefektifan Perfusi jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Monitoring neurologis

serebral berhubungan dengan aliran

diharapkan suplai aliran darah ke otak lancar

- Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil

darah ke otak terhambat.

dengan kriteria hasil:

- Monitor tingkat kesadaran klien

- Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai


de-ngan hilang

- Monitor tanda-tanda vital


- Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah

- Berfungsinya saraf dengan baik

- Monitor respon klien terhadap pengobatan

- Tanda-tanda vital stabil

- Hindari aktivitas jika TIK meningkat


- Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen
- Bersihkan jalan nafas dari sekret
- Pertahankan jalan nafas tetap efektif
- Berikan oksigen sesuai intruksi
- Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
- Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian
oksigen
- Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi
- Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
- Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas
dan tidur

Kerusakan komunikasi verbal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan,

berhubungan dengan penurunan

diharapkan klien mampu untuk

sirkulasi ke otak

berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:

- Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian

- Dapat menjawab pertanyaan yang diajukan

- Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi

perawat
- Dapat mengerti dan memahami pesanpesan melalui gambar
- Dapat mengekspresikan perasaannya
secara verbal maupun nonverbal

- Libatkan keluarga untuk membantu memahami/ memahamkan


informasi dari/ ke klien

dengan klien
- Dorong klien untuk mengulang kata-kata
- Berikan arahan/ perintah yang sederhana setiap interaksi dengan
klien
- Programkan speech-language teraphy
- Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien

Defisit perawatan diri; mandi,

Setelah dilakukan tindakan keperawatan,

- Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri

berpakaian, makan

diharapkan kebutuhan mandiri klien

- Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan,

terpenuhi, dengan kriteria hasil:


- Klien dapat makan dengan bantuan orang
lain/ mandiri

mandi, berpakaian dan toileting


- Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
mandiri

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan
- Klien dapat mandi dengan bantuan orang
lain
- Klien dapat memakai pakaian dengan
bantuan orang lain/ mandiri

Intervensi
- Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas
normal sesuai kemampuannya
- Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
klien

- Klien dapat toileting dengan bantuan alat


4

Kerusakan mobilitas fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

berhubungan dengan kerusakan

selama, diharapkan klien dapat melakukan

neurovaskuler

pergerakan fisik dengan kriteria hasil :


- Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
- Pasien berpartisipasi dalam program
latihan

- Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi


ekstrimitas yang sehat
- Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese/
plegi dalam toleransi nyeri
- Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
mangurangi bengkak

- Pasien mencapai keseimbangan saat duduk

- Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien

- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh

- Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang

yang tidak sakit untuk kompensasi


hilangnya fungsi pada sisi yang parese/

disarankan
- Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi

plegi
5

Resiko kerusakan integritas kulit

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama,

berhubungan immobilisasi fisik

diharapkan pasien mampu mengetahui dan

- Beri penjelasan pada klien/ keluarga klien tentang: resiko adanya


luka tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan
mengontrol resiko dengan kriteria hasil :
- Pasien/ keluarga pasien mampu mengenali
tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
- Pasien/ keluarga pasien mampu
berpartisipasi dalam pencegahan resiko

Intervensi
agar tidak terjadi luka tekan)
- Berikan masase sederhana
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
- Lakukan masase secara teratur

luka tekan (masase sederhana, alih baring,

- Anjurkan klien untuk rileks selama masase

manajemen nutrisi, manajemen tekanan).

- Jangan masase pada area kemerahan untuk menghindari


kerusakan kapiler
- Evaluasi respon klien terhadap masase
- Lakukan alih baring
- Ubah posisi klien setiap 30 menit-2 jam
- Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi
kekuatan geseran
- Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
- Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum,
skrotum, siku, ischium, skapula)
- Berikan manajemen nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi
- Monitor intake nutrisi
- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara keseimbangan nitrogen positif
- Berikan manajemen tekanan
- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
- Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
- Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
- Monitor aktivitas dan mobilitas klien
- Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

Resiko aspirasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan perawatan,


penurunan tingkat kesadaran

diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien


dengan kriteria hasil :
- Dapat bernafas dengan mudah,frekuensi
pernafasan normal
- Mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi
aspirasi

- Aspiration Control Management :


- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan
menelan
- Pelihara jalan nafas
- Lakukan suction bila diperlukan
- Haluskan makanan yang akan diberikan
- Haluskan obat sebelum pemberian

No
7

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Resiko injuri berhubungan dengan

Setelah dilakukan tindakan perawatan,

penurunan tingkat kesadaran

diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien

- Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien

dengan kriteria hasil:

- Memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera

- Bebas dari cedera

- Memberikan penerangan yang cukup

- Mampu menjelaskan factor resiko dari

- Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien

lingkungan dan cara untuk mencegah


cedera
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

- Risk Control Injury

DAFTAR PUSTAKA

Johnson,

M., et

all. 2002. Nursing

Outcomes

Classification

(NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River


Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

You might also like