Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian
(Definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
GAWAT JANIN
1. Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang
menyebabkan penurunan aliran darah uteroplasenta sehingga
terjadi asfiksia intrauterin karena kegagalan transport oksigen
pada ruang intervilosa yang bila dibiarkan dapat menyebabkan
kematian janin atau kerusakan jaringan yang permanen.
2. Keadaan hipoksia janin.
3. Suatu keadaan terganggunya kesejahteraan janin.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gawat janin
Faktor Maternal :
Hipotensi sistemik (syok)
Supine hipotensi
Penyakit pembuluh darah (ateroma)
Anemia
Vasospasme akibat hipertensi
Kontraksi uterus yang berlebihan
Faktor janin:
Anemia
Penekanan tali pusat
Penurunan cardiac output
Kelahiran kurang bulan
Faktor plasenta :
Infark plasenta
Solusio plasenta
Plasenta previa
Pemantauan denyut jantung (fetal heart rate/FHR) dengan
auskultasi menggunakan stetoskop monoaural/doptone secara
berkala. Auskultasi berkala dengan menggunakan stetoskop
monoaural/doptone sebaiknya dilakukan setiap 2 jam pada kala
I selama 1 menit, setelah kontraksi uterus dengan ketuban
masih intak. Pada ketuban sudah pecah sebaiknya dilakukan
tiap 1,5 jam.
Kardiotokografi.
Apabila menggunakan kardiotokografi dapat dilihat adanya
gambaran abnormal yang menggambarkan gawat janin berupa:
Deselerasi variabel.
Deselerasi lambat
Penurunan variabilitas
Gabungan salah satu dari ketiga diatas dengan takikardi
atau bradikardi.
Mekonium staining.
Analisa gas darah janin.
Gambaran Kardiotokografi
Penilaian perubahan FHR ialah berdasarkan pada
1. Baseline Rate
Normal baseline ialah antara 120-160 beat per minute (bpm). Jika
baseline FHR diatas 160 bpm disebut takikardi dan bila dibawah
120 bpm disebut bradikardi.
2. Variabilitas
Variabilitas merupakan aspek penting pada FHR dan terdiri dari 2
komponen: Long term dan short term variability. Short term
variability mencerminkan perbedaan interval yang sesungguhnya
(beat to beat (R-R)). Long term variability mencerminkan
perubahan FHR dengan siklus 3-6 menit. Variabilitas digambarkan
sebagai perubahan FHR serial dengan arah positif dan negatif.
3. Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan mendadak (didefinisikan sebagai
awitan akselerasi yang mencapai puncak dalam waktu <30 detik)
frekuensi denyut jantung basal janin.
4. Deselerasi dini
Gambaran deselerasi dini ditandai dengan bentuk yang sama dan
berbentuk seperti bayangan cermin dengan kontraksi uterus, dari
kontraksi ke kontraksi berikutnya
5. Deselerasi Variabel
Gambaran deselerasi ditandai oleh penurunan tiba-tiba dari FHR
yang diikuti peningkatan mendadak dari FHR. Turunnya FHR
dibawah 120 bpm dan sering di bawah 60 bpm. Bentuk, lama dan
waktu deselerasi variabel tidak sama.
6. Deselerasi lambat
Deselerasi lambat pada FHR adalah penurunan bertahap yang
nampak secara jelas (onset deselerasi sampai ke nadir sedikitnya 30
detik) dan kembali ke baseline FHR berkaitan dengan kontraksi
uterus.
Klasifikasi CTG untuk pemantauan janin elektronik secara
kontinyu:
Normal apabila keempat kriteria masuk dalam kategori
reassuring
Suspicious apabila satu kriteria non-reassuring dan yang
lainnya reassuring
3
Patologis apabila dua atau lebih kriteria non-reassuring dan
satu atau lebih kriteria masuk dalam kategori abnormal
Klasifikasi Pola Denyut Jantung Janin
Reassuring
Non
Reassuring
Baseline
(bpm)
Variabilitas
(bpm)
Deselerasi
120-160
Tidak Ada
100-119
161-180
<5 selama
>40 menit
tetapi <90
menit
Deselerasi dini,
deselerasi
variabel,
prolonged
deselerasi sampai
dengan 3 menit
< 5 selama
< 90 menit
Deselerasi
variabel atipik,
deselerasi lambat,
prolonged
deselerasi > 3
menit
< 100
> 180
Abnormal
Pola
Sinusoidal
> 10 menit
Akselerasi
Ada
Tidak adanya
akselerasi
meskipun
dengan kriteria
lain CTG yang
normal,
signifikansinya
diragukan
4. Pemeriksaan
Penunjang
5. Penatalaksanaan
4
6. Konsultasi
7. Perawatan Rumah
Sakit
8. Terapi
9. Izin tindakan
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Anamnesis
4. Pemeriksaan Fisik
4. Diagnosa Banding
EKLAMSI
Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan,
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan
atau tanpa penurunan kesadaraan (gangguan sistem saraf pusat).
Eclampsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh
penurunan kesadaran tanpa kejang
Penderita preeklamsi berat disertai kejang
1. Umur kehamilan > 20 minggu
2. Hipertensi
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. Penglihatan kabur
6. Nyeri kepala hebat
7. Nyeri ulu hati
1. Kesadaran: somnolen sampai koma
2. Tanda vital: Tekanan darah >160/110 mmHg
3. Proteinuria (+3)-(+4)
1. Epilepsi
2. Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi
5. Pemeriksaan
Penunjang
6
6. Terapi
Pengobatan medisinal:
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian obat: MgSO4
Cara pemberian MgSO4 ada dua pilihan:
1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan
infusion pump):
Dosis awal: 4 gram (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan
kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20
menit.
Dosis pemeliharaan: 10 gram dalam 500 cc cairan RL,
diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 20-30 tetes
per menit)
2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%)
diberikan secara IV. dengan kecepatan 1 gram/menit.
Dosis pemeliharaan: Selanjutnya diberikan MgSO4 4
gram (10 cc MgSO4 40%) IM setiap 4 jam. Tambahkan
1cc lidokain 2% pada setiap pemberian IM untuk
mengurangi perasaan nyeri dan panas.
Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan
2g MgSO4 40% IV selama 2 menit, sekurang-kurangnya
20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 g
hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis
tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital 3-5 mg/kg/bb/IV pelan-pelan
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas
10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5
menit.
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg
bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda intoksikasi
2. Setelah 24 jam pasca salin
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah (normotensif).
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna
menghindari fraktur.
8
Antihipertensi diberikan bila :
1. Tekanan darah :
Sistolik > 180 mmHg
Diastolik > 110 mmHg
2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
Nifedipin 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit
(maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
tekanan darah. Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi
penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20
mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya,
diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80
mg pada 10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul
dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk
suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc IV. perlahan-lahan
selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur,
bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc
IV selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian
secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc Dextrose 5%
atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai
target tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean
Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian
setiap jam sampai tekanan darah stabil.
Kardiotonika:
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-tanda
payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan :
Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Bagian Penyakit
Jantung
Lain-lain :
1. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol
2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
3. Anti nyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat
diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja.
9
Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
a. Penglihatan kabur
b. Nyeri ulu hati
c. Nyeri kepala yang hebat
b. Saat pengakhiran kehamilan :
Terminasi kehamilan impending eklamsi adalah dengan
seksio sesarea.
Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaankeadaan sbb:
- Pasien inpartu, kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan
kriteria Eden yang berat.
- HELLP syndrome
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
- Kontra indikasi operasi (ASA IV)
Perawatan rumah sakit :
Diperlukan perawatan di ruang rawat intensif, dan ruang
HCU (High Care Unit).
Penyulit:
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah,
perdarahan otak, kematian
Prognosis: Dubia
Informed consent
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan,
baik diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan
sudah sangat mengancam jiwa.
Patologi anatomi: Tidak diperlukan
Otopsi: Dilakukan pada kasus kematian akibat eklamsi
Catatan medik:
Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan,
tindak lanjut, konsultasi, prognosis
7. Pengobatan
Obstetrik
10
Gejala impending eklamsi, adalah :
o Penglihatan kabur
o Nyeri ulu hati yang hebat
o Nyeri kepala yang hebat
b. Saat pengakhiran kehamilan :
o Terminasi kehamilan pasien eklamsi dan impending
eklamsi adalah dengan seksio sesarea.
o Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaankeadaan sbb:
- Pasien inpartu kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu
dengan kriteria Eden yang berat.
- Sindroma HELLP
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
- Kontra indikasi operasi (ASA IV)
Sindroma HELLP
Weinstein, 1982, yang mula-mula menggunakan istilah HELLP
syndrome untuk kumpulan gejakla hemolysis, Elevated liver enzym
dan Low Platelets yang merupakan gejala utama dari sindroma ini.
Diagnosis laboratorium:
Hemolisis:
adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangular, dan sel
Burr pada apus darah perifer
kadar bilirubin total > 1,2 mg%
Kenaikan kadar enzim hati
kadar SGOT > 70 IU/L
kadar LDH > 600 IU/L
Trombosit < 100 x 103/mm3
Pengelolaaan :
Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:
1. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipetensi (lihat
pengelolaan preeklamsi berat).
2. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit
<30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.
5. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan <34
minggu, tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg, diuresis
normal (>30cc/jam), kenaikan kadar enzim hati yang tidak
disertai nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri ulu hati.
6. Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan 24-34
minggu atau kadar trombosit <100.000 /mm3, diberikan
deksametason 10 mg IV 2 x sehari sampai terjadi perbaikan
klinis (trombosit > 100.000 /mm3, kadar LDH menurun dan
11
diuresis > 100 cc/jam). Pemberian deksametason dipertahankan
sampai pascasalin sebanyak 10 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari,
kemudian 5 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari lagi.
7. Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan
indikasi seperti: serviks yang belum matang (skor Bishop < 6),
bayi prematur, atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
8. Bila akan dilakukan operasi seksio sesarea, kadar trombosit <
50.000/mm3 merupakan indikasi untuk melakukan transfusi
trombosit.
9. Pemasangan
drain
intraperitoneal
dianjurkan
untuk
mengantisipasi adanya perdarahan intraabdominal. Bila
ditemukan cairan asites yang berlebihan, perawatan pascabedah
di ICU merupakan indikasi untuk mencegah komplikasi gagal
jantung kongestif dan sindroma distres pernafasan.
Penyulit
: Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal
jantung,
edema
paru,
kelainan
pembekuan darah, perdarahan otak.
Konsultasi
: Disiplin ilmu terkait (UPF Ilmu Penyakit
Dalam, ICU, UPF Syaraf, UPF Mata)
Perawatan Rumah Sakit : Lampiran protokol
Terapi
: Lampiran protocol
Izin Tindakan
: Seksio sesarea, ekstraksi forseps,
embryotomi
Lama Perawatan
: Lampiran protokol
Unit Terkait
: 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Neurologi
3. ICU
4. Departemen Anestesi
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
12
1. Pengertian (Definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
PREEKLAMSI
Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Dibedakan :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah
ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang menetap setelah 12
minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi kronis adalah
timbulnya preeklamsi atau eklamsi pada pasien hipertensi
kronik.
3. Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal
dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik atau
preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan
hilang dalam waktu < 12 minggu pascasalin.
1. Umur kehamilan > 20 minggu
2. Hipertensi
3. Tidak ada kejang, penurunan kesadaran, penglihatan kabur,
nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati.
Preeklamsi ringan:
Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas timbulnya hipertensi
(sistolik antara 140-<160 mmHg dan diastolik antara 90-<110
mmHg) disertai proteinuri (> 300 mg/24 jam, atau 1+ dipstick).
Preeklamsi berat :
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi
digolongkan berat.
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 110 mmHg.
Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan kualitatif
(dipstick)
Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/ 24 jam)
Trombosit < 100.000/mm3
Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
13
4. Diagnosa Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Penatalaksanaan
14
B. Pengobatan medisinal
Infus larutan ringer laktat
Pemberian obat: MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan
infusion pump):
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan
kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20
menit.
b. Dosis pemeliharaan :
10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan
kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit)
2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20 %) diberikan secara
IV dengan kecepatan 1 gram/menit.
b. Dosis pemeliharaan:
Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4
40%) IM setiap 4 jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2%
pada setiap pemberian IM untuk mengurangi perasaan
nyeri dan panas.
Syarat-syarat pemberian MgSO4
o Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium
glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan IV
dalam waktu 3-5 menit.
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
o Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5
cc/kg bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila:
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pasca salin
o Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan
tekanan darah (normotensif)
3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
edem paru
payah jantung kongestif
edem anasarka
4. Antihipertensi diberikan bila:
a. Tekanan darah:
Sistolik > 180 mmHg
Diastolik > 110 mmHg
b. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
15
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg IV.
pelan-pelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam
waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan
Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
Nifedipin: 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit
(maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
tekanan darah.
Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi
penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi
pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10
menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit
kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit
berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan: Klonidin 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal
atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc
IV perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit
kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada
penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc IV.
selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian
secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose
5% atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk
mencapai target tekanan darah yang diinginkan,
yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan
darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai
tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam
sampai tekanan darah stabil.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-tanda
payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan:
Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian
Penyakit Jantung
6. Lain-lain
a. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C.
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol
b. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
c. Antinyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat
diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja
16
C. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6
2. Seksio sesarea, bila :
a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra
indikasi tetes oksitosin.
b. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase
aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan
terminasi dengan seksio sesarea.
Sudah inpartu :
Kala I
Fase laten: Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor
Bishop > 6.
Fase aktif:
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap, pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurangkurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan
partus buatan.
D. Pengelolaan konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan IV cukup IM
saja.(MgSO4 40%, 8 gram IM). Pemberian MgSO4 dihentikan
bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan, selambatlambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif, termasuk
pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau
kesejahteraan janin
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan
ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan
17
3.
4.
5.
6.
7.
8.
UNIT TERKAIT:
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. ICU
3. Departemen Mata
4. Departemen Syaraf
18
1. Pengertian (Definisi)
2. Klasifikasi
ABORTUS
Berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan < 20 mg (berat janin
< 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara spontan tanpa
penyebab yang jelas (miscarriage)
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi
tertentu yang bertujuan untuk mengahiri proses kehamilan
(pengguguran, aborsi, abortus provokatus).
a. Abortus Imminens (O.O5):
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan
lahir, dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan, buah
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus Insipiens:
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan
atau sedang disertai kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai
abortus komplit atau inkomplit.
c. Abortus Inkomplit (O.03.4):
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis
dan masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim.
d. Abortus komplit (O.03.9):
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui
kanalis servikalis secara lengkap.
e. Abortus tertunda (missed abortion) (O.02.1):
Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam
rahim selama 8 minggu atau lebih.
f. Abortus Habitualis (O.O5):
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali
atau lebih.
19
3. Kriteria Diagnosis,
Pemeriksaan
Penunjang dan
Penatalaksanaan:
I. Abortus imminens :
Klinis :
Anamnesis: - Perdarahan sedikit dari jalan lahir
- Nyeri perut tidak ada atau ringan
Pemeriksaan dalam : - Fluksus sedikit
- Ostium uteri tertutup
Pemeriksaan penunjang :
USG, hasilnya dapat ditemukan :
a. Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
b. Meragukan (kantong kehamilan masih utuh, pulsasi jantung
janin belum jelas)
c. Buah kehamilan tidak baik: janin mati.
Terapi :
a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin :
Rawat jalan
Tidak diperlukan tirah baring total
Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan atau
hubungan seksual.
Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan
kehamilan selanjutnya.
Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi
janin (USG) 1 mg kemudian.
b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 mg
kemudian.
c. Bila hasil USG tidak baik: evakuasi tergantung umur
kehamilan (lihat prosedur terminasi kehamilan)
II. Abortus insipiens :
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi
rahim. Pemeriksaan dalam:
a. Ostium terbuka
b. Buah kehamilan masih dalam rahim.
c. Ketuban utuh, dapat menonjol.
Terapi :
a. Evakuasi (lihat prosedur terminasi kehamilan)
b. Uterotonika pasca evakuasi
c. Antibiotika selama 3 hari
III. Abortus inkomplit :
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dari jalan lahir, biasanya banyak,
nyeri/kontraksi rahim ada, bila perdarahan banyak dapat terjadi
syok.
Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus
20
yang tidak aman, oleh karena itu periksa tanda-tanda komplikasi
yang mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti
perforasi, tanda - tanda infeksi atau sepsis.
Pemeriksaan Dalam: - Ostium uteri terbuka.
- Teraba sisa jaringan buah kehamilan
Terapi:
a. Bila ada syok, atasi dahulu syok (perbaiki keadaan umum)
b. Transfusi bila Hb < 8 gr%
c. Evakuasi (lihat prosedur terminasi kehamilan)
d. Uterotonika (metilergometrin tablet 3 x 0,125 mg)
e. Beri antibiotika berspektrum luas selama 3 hari
IV. Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar.
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar
buah kehamilan. Pemeriksaan Dalam : Ostium biasanya tertutup,
bila ostium terbuka teraba rongga uterus kosong.
Terapi :
a. Antibiotika selama 3 hari
b. Uterotonika
V. Abortus tertunda
Kematian janin dan belum dikeluarkan dari dalam rahim selama
8 minggu atau lebih.
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dapat ada atau tidak.
Pemeriksaan:
a. Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
b. Bunyi jantung janin tidak ada
Pemeriksaan penunjang:
a. USG : terdapat tanda janin mati
b. Laboratorium: Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, waktu protombin.
Terapi:
a. Evakuasi pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan
tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi (lihat prosedur
terminasi kehamilan); hati-hati karena pada keadaan ini
biasanya plasenta bisa melekat sangat erat sehingga
prosedur kuretase lebih sulit dan dapat berisiko tidak
bersih/perdarahan pasca kuretase.
b. Uterotonika pasca evakuasi
c. Antibiotika selama 3 hari
21
VI. Abortus febrilis/abortus infeksiosa :
Abortus yang disertai infeksi, biasanya ditandai rasa nyeri dan
febris.
Klinis:
Anamnesis: Waktu masuk Rumah Sakit mungkin disertai syok
septik.
Tanyakan kemungkinan abortus provokatus dan cari tanda-tanda
komplikasi yang dapat menyertainya (perforasi, peritonitis).
Pemeriksaan dalam: Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba
sisa jaringan, baik rahim maupun adneksa terasa nyeri pada
perabaan, fluksus berbau.
Terapi :
a. Perbaiki keadaan umum (pasang infus, atau transfusi darah
bila perlu), atasi syok septik bila ada
b. Posisi Fowler
c. Antibiotika yang adekuat (berspektrum luas, aerob dan
anaerob) dilanjutkan dengan tindakan kuretase
d. Uterotonika (metil ergometrin 0,2mg IM)
e. Kuretase untuk mengevakuasi sisa jaringan dilakukan
setelah 6 jam pemberian antibiotik dan uterotonika
parenteral
Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa
Kombinasi
antibiotika
Dosis oral
Ampisilin
dan
Metronidazol
3 x 1 g oral
dan
3 x 500 mg
Tetrasiklin
dan
Klindamisin
4 x 500 mg
dan
2 x 300 mg
Trimethoprim
dan
Sulfamethoksazol
160 mg
dan
800 mg
Catatan
Berspektrum luas
dan mencakup untuk
gonorrhoea dan bakteri
anaerob
Baik untuk klamidia,
gonorrhoea dan
bakteroides
fragilis
Spektrum cukup luas
dan harganya relatif
murah
22
Cara pemberian
Dosis
Sulbenisilin
Gentamisin
Metronidazol
IV
3x1g
2 x 80 mg
2x1g
Seftriaksone
IV
1x1g
Amoksisiklin + Asam
Klavulanik
Klindamisin
IV
3 x 500 mg
3 x 600 mg
23
1.
2.
3.
4.
24
5. Konsultasi
6. Terapi
7. Perawatan rumah
sakit
8. Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
25
1. Pengertian (Definisi)
2. Anamnesis
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir pada
wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat
berupa plasenta previa atau solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau
seluruhnya, pada plasenta yang implantasinya normal sebelum janin
lahir.
1. Perdarahan dari jalan lahir pertama kali atau berulang tanpa
disertai rasa nyeri, dapat sedikit-sedikit ataupun banyak.
2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi rahim.
3. Faktor predisposisi: grande multipara, riwayat kuretase berulang
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri
eksternum.
3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan
Penunjang
26
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum:
Informed consent
Stabilisasi, ABC (Posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan
nafas, O2 jika perlu, resusitasi cairan). Tentukan ada syok
atau tidak. Jika ada, berikan transfusi darah, infus cairan,
oksigen dan kontrol perdarahan. Jika tidak ada syok atau
keadaan umum optimal, segera lakukan pemeriksaan untuk
mencari etiologi.
Hentikan sumber perdarahan.
Monitor tanda-tanda vital.
Penatalaksanaan spesifik:
Ekspektatif :
Syarat :
Keadaan umum ibu dan anak baik.
Perdarahan sedikit.
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat
badan janin kurang dari 2500 gr.
Tidak ada his persalinan.
Penatalaksanaan ekspektatif :
Pasang infus, tirah baring
Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik.
Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan CTG
setiap minggu.
6. Penyulit
7. Konsultasi
8. Perawatan rumah
sakit
9. Terapi
10. Ijin tindakan
Aktif :
Persalinan pervaginam :
Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis
atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak
kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan USG, perabaan fornises atau pemeriksaan
dalam di kamar operasi tergantung indikasi.
Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
Persalinan perabdominam, dilakukan pada keadaan:
Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa lateralis di posterior.
Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
Syok irreversible, DIC.
Departemen Anestesi
ICU
Lampiran protokol
Lampiran protokol
Seksio sesarea
27
11. Lama perawatan
12. Indikator klinis
13. Unit terkait
14. Dokumen terkait
28
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Diagnosis banding
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Terapi Ekspektatif
6. Penatalaksanaan
7. Terapi Aktif
PLASENTA PREVIA
Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
1. Perdarahan dari jalan lahir berulang tanpa disertai rasa nyeri
2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi.
3. Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum
masuk pintu atas panggul atau ada kelainan letak.
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri
eksternum.
Robekan jalan lahir, polip serviks, erosi portio
1. Pemeriksaan laboratorium: golongan darah, kadar hemoglobin,
hematokrit, waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
2. Pemeriksaan USG untuk mengetahui jenis plasenta previa dan
taksiran berat badan janin
1. Keadaan umum ibu dan anak baik
2. Perdarahan sedikit
3. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badan
janin kurang dari 2500 gr
4. Tidak ada his persalinan
1. Pasang infus, tirah baring
2. Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik (lihat
pengelolaan prematuritas)
3. Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan KTG setiap
minggu.
Persalinan pervaginam
1. Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau
plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak kepala).
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan USG,
perabaan fornises atau pemeriksaan dalam di kamar operasi
tergantung indikasi.
2. Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
Persalinan perabdominam
1. Dilakukan pada keadaan :
2. Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
3. Plasenta previa totalis.
29
4. Plasenta previa lateralis di posterior.
5. Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
8. Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
13. Otopsi
30
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Derajat solusio
plasenta
4. Diagnosis Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
SOLUSIO PLASENTA
Terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya, pada plasenta yang
implantasinya normal sebelum janin lahir.
1. Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai rasa nyeri
(tergantung derajat solusio plasenta).
2. Perabaan uterus pada umumnya tegang, palpasi bagianbagian
janin biasanya sulit.
3. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati
(tergantung derajat solusio plasenta).
4. Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban
yang tegang dan menonjol.
1. Ringan :
- perdarahan yang keluar kurang dari 100-200cc
- uterus tidak tegang
- belum ada tanda renjatan
- janin hidup
- kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
2. Sedang :
- perdarahan lebih dari 200 cc
- uterus tegang
- terdapat tanda renjatan
- gawat janin atau janin mati
- kadar fibrinogen plasma 120 - 150 mg%
3. Berat :
- uterus tegang dan kontraksi tetanik
- terdapat renjatan
- janin biasanya sudah mati
Tidak ada
Pemeriksaan USG :
Pada pemeriksaan USG didapatkan implantasi plasenta normal
dengan gambaran hematom retroplasenter.
Pemeriksaan laboratorium :
1. Bed side clotting test (untuk menilai fungsi pembekuan
darah/penilaian tidak langsung kadar fibrinogen)
Cara :
- Ambil darah vena 2 ml masukkan ke dalam tabung
kemudian diobservasi
31
-
6. Konsultasi
7. Terapi
32
-
8. Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
13. Otopsi
33
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Gambaran Klinis
34
d.
e.
f.
g.
5. Pemeriksaan
penunjang
6. Penatalaksanaan
Laboratorium: Crossmatch, kadar Hb, L, Tr, Ht, Fibrinogen, DDimer, BT, CT, PT, APTT.
Pemeriksaan USG
Penatalaksanaan umum
a. Informed consent
b. Stabilisasi, ABC (Posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan nafas,
O2 jika perlu, resusitasi cairan).
c. Tentukan ada syok atau tidak. Jika ada, berikan transfusi darah,
infus cairan, oksigen dan kontrol perdarahan. Jika tidak ada syok
atau keadaan umum optimal, segera lakukan pemeriksaan untuk
mencari etiologi.
d. Hentikan sumber perdarahan.
e. Monitor tanda-tanda vital.
35
7. Penyulit
8. Konsultasi
9. Terapi
10. Perawatan rumah
Penatalaksanaan spesifik
l. Atonia Uteri (ICD10-072.1):
Masase uterus, Pemberian oksitosin 20 unit dalam NaCL
1000cc tetesan cepat (dapat diberikan sampai 3 liter dengan
tetesan 40 tetes/menit) dan ergometrin IV/IM 0,2 mg (dapat
diulang lx setelah 15 menit dan bila masih diperlukan dapat
diberikan tiap 2-4 jam IM/IV sampai maksimal 1 mg atau 5
dosis) atau misoprostol 400 mikrogram perektal/peroral (dapat
diulang 400 mikrogram tiap 2-4 jam sampai maksimal 1200
mikrogram atau 3 dosis). Bila setelah pemberian dosis awal ada
perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin/misoprostol
diteruskan, bila tidak ada perbaikan lakukan kompresi bimanual
atau pemasangan tampon balon. Jika kontraksi tetap buruk,
lakukan laparotomi. (lakukan ligasi arteri uterina atau
hipogastrika atau teknik B-lynch suture untuk pasien yang
belum punya anak, jika tidak mungkin lakukan histerektomi)
2. Laserasi jalan lahir (ICD10-O.71):
Segera lakukan penjahitan laserasi
3. Ruptur uteri (ICD10-O.71.1):
Stabilisasi keadaan umum dan segera lakukan laparotomi.
Rencana histerorafi atau histerektomi.
4. Inversio uteri (ICD10-O.71.2):
Reposisi manual setelah syok teratasi. Jika plasenta belum
lepas, sebaiknya jangan dilepaskan dulu sebelum uterus
direposisi karena akan mengakibatkan perdarahan banyak.
Setelah reposisi berhasil, diberi drip oksitosin. Pemasangan
tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi inversio. Jika
reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif.
5. Retensio plasenta (ICD10-O.71.0):
Dilakukan pelepasan plasenta secara manual. Jika plasenta sulit
dilepaskan, pikirkan kemungkinan plasenta akreta. Terapi
terbaik pada plasenta akreta komplit adalah histerektomi.
6. Sisa plasenta (ICD10-O.72.0):
Dilakukan kuretase dengan pemberian uterotonika dan transfusi
darah bila diperlukan. Jika terjadi pada masa nifas, berikan
uterotonika, antibiotik spektrum luas dan kuretase. Jika kuretase
tidak berhasil, lakukan histerektomi.
7. Gangguan koagulopati (ICD10-O.72.3):
Rawat bersama Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Koreksi
faktor pembekuan dengan transfusi darah segar/pemberian FFP,
kriopresipitat, trombosit dan PRC, kontrol DIC dengan heparin.
Syok irreversible, DIC, Syndrom Seehan
Ke disiplin ilmu terkait, atas indikasi. (Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, ICU/Anestesi, Patologi Anatomi)
Lampiran protokol
Diperlukan
36
sakit
11. Ijin Tindakan
12. Lama Perawatan
13. Indikator Klinis
14. Unit Terkait
37
2. Terapi
38
3. Pemeriksaan
penunjang
4. Diagnosis banding
5. Pelaku
6. Penyulit
7. Konsultasi
8. Perawatan rumah
sakit
9. Prognosis
10. Informed consent
39
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
RUPTURA UTERI
Robeknya dinding rahim, pada saat kehamilan atau persalinan
dengan atau tanpa robeknya peritoneum.
Adanya faktor predisposisi.
Nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda adanya perdarahan
intraabdominal.
Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak.
Syok dengan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai
dengan jumlah darah yang keluar, karena adanya perdarahan
intra abdominal.
Kadang-kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung atau
nyeri bahu.
His tidak ada.
Bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut.
Bunyi jantung janin tidak terdengar.
Urin bercampur darah.
Pada ruptura uteri inkomplit :
Nyeri perut mendadak.
Tidak jelas ada tanda perdarahan intraabdominal.
Perdarahan pervaginam.
Dapat terjadi syok.
His bisa ada atau tidak ada.
Bagian janin tidak teraba langsung di bawah kulit dinding
perut.
Bunyi jantung janin bisa terdengar atau tidak.
Urin bisa bercampur darah.
Pada eksplorasi rahim setelah janin lahir terdapat robekan
dinding rahim tanpa ada robekan peritoneum.
40
3. Diagnosis banding
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Konsultasi
Laboratorium:
Hemoglobin, Leukosit, Hematokrit, Trombosit.
Dokter Spesialis Anestesi.
Bila terjadi sepsis konsul ke Departemen Penyakit Dalam.
Bila luka robekan meluas ke kandung kencing konsul ke
Departemen Bedah.
1. Atasi syok segera, berikan infus cairan intravena, transfusi
darah, oksigen dan antibiotik.
2. Laparotomi.
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk,
jenis dan luas robekan.
Diperlukan
6. Terapi
7. Perawatan rumah
sakit
8. Penyulit
Syok ireversibel
Sepsis
Luka yang meluas sampai ke kandung kencing dan vagina
Hematom pada daerah parametrium
Dubia
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
Tidak diperlukan
12. Otopsi
9. Prognosis
10. Informed consent
41
42
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Diagnosis banding
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Terapi
6. Perwatan rumah
sakit
7. Penyulit
8. Prognosis
9. Informed consent
10. Output
11. Patologi anatomi
12. Otopsi
43
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Diagnosis banding
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Konsultasi
6. Terapi
7. Perawatan rumah
sakit
8. Penyulit
44
9. Prognosis
10. Informed consent
11. Output
12. Patologi anatomi
13. Otopsi
14. Catatan medik
Infeksi/sepsis
Torsi (pada tumor yang bertangkai)
Degenerasi merah, degenerasi ganas (miosarkom)
Komplikasi akibat tindakan operatif
Dubia
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
Jaringan mioma dapat diangkat
Jaringan yang diangkat
Diperlukan pada kasus kemarian akibat penyulit tindakan operatif
maupun keadaan penyakitnya sendiri
Mencakup keluhan utama, gejala klinis, pemeriksaan fisik &
penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak lanjut, konsultasi,
prognosis
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.
Hasan Sadikin, Bagian Kedua (Ginekologi), 2005
45
46
Penyakit trofoblas
terdiri dari penyakit
PENYAKIT TROFOBLAS
1) Trofoblas kehamilan (gestational trophoblastic disease) ialah
penyakit trofoblas yang berhubungan dengan kehamilan dan
2) Penyakit trofoblas yang tidak berhubungan dengan kehamilan
(non gestational trophoblastic disease) tetapi berasal dari sel
indung telur dan kejadiannya sangat jarang.
Yang dibicarakan di sini adalah penyakit trofoblas yang
berhubungan dengan kehamilan, sedangkan yang tidak berhubungan
dengan kehamilan akan dibicarakan pada bab keganasan ovarium
(bab teratoma)
Perkembangan hasil konsepsi ada kalanya mengalami kelainan
antara lain hasil konsepsi tidak berupa janin, melainkan berkembang
secara patologis berupa gelembung-gelembung yang disebut mola
hidatidosa.
Penyakit trofoblas terdiri dari mola hidatidosa (jinak) dan
koriokarsinoma (ganas). Umumnya penderita mola akan menjadi
baik setelah diobati, tetapi sekitar 15% akan mengalami degenerasi
keganasan menjadi koriokarsinoma.
Dalam perjalanannya penyakit trofoblas sering menunjukkan
gejala-gejala di luar bidang obstetri-ginekologi, misalnya
tirotoksikosis, sesak, batuk darah dan kelainan neurologis. Karena itu
penanganan di rumah sakit perlu kerjasama Bag/SMF ObstetriGinekologi dengan Departemen Penyakit Dalam, Neurologi,
laboratorium, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pasien trofoblas
harus mendapat pengawasan selama waktu tertentu untuk mendeteksi
adanya keganasan pada stadium dini.
47
1. Pengertian (Definisi)
2. Klasisifikasi
3. Kriteria diagnosis
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Diagnosis banding
6. Terapi
MOLA HIDATIDOSA
Kegagalan kehamilan normal yang disertai dengan proliferasi sel
trofoblas yang berlebihan dan degenerasi hidrofik, yang secara
klinis tampak sebagai gelembung-gelembung
1. Mola hidatidosa komplit (O01.0)
2. Mola hidatidosa parsial (O01.1)
Anamnesis dan perneriksaan fisik:
Amenore
Keluhan gestosis seperti hiperemesis gravidarum yang berat
Perdarahan
Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
Klinis terlihat gelembung mola yang keluar dari uterus
1. USG: Didapatkan gambaran gelembung vesikel (Vesicular
ultrasonic pattern)
2. Kadar hCG yang lebih tinggi
3. Pemeriksaan patologi anatomi
Tumor trofoblas gestasional (C58)
Perbaiki keadaan umum:
Transfusi darah (99.0)
Pengobatan gestosis sesuai protokol
Evakuasi dengan vakum kuretase (69.0)
Kemoterapi profilaksis
Histerektomi dilakukan bila usia lebih dari 35 tahun dengan
jumlah anak cukup (68.4)
Tirotoksikosis (pengobatan bersama-sama dengan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam)
Emboli paru (pengobatan bersama-sama Departemen Ilmu
Penyakit Dalam)
1.
Evakuasi :
(sesuaikan dengan cara terminasi kehamilan trimester I)
Vakum kuretase
a. Bila gelembung sudah ke luar.
Setelah keadaan umum diperbaiki langsung dilakukan
vakum kuretase dan untuk pemeriksaan PA dilakukan
pengambilan jaringan dengan kuret tajam.
Bila perdarahan banyak: bersamaan dengan perbaikan KU,
48
evakuasi harus segera dilakukan.
b. Bila gelembung belum ke luar.
Pasang laminaria stift, 12 jam kemudian dilakukan vakum
kuretase tanpa pembiusan, kemudian dilakukan kuretase
tajam, untuk mengambil jaringan (untuk pemeriksaan PA).
(Pada laporan harus dituliskan: jumlah dan diameter
jaringan mola, perdarahan, ada tidaknya janin atau bagian
janin seperti kantung janin, cairan ketuban dan lain-lain).
Khusus untuk pasien umur 35 tahun atau lebih dengan
jumlah anak cukup, dilakukan histerektomi totalis, baik
dengan jaringan mola in-toto atau beberapa hari pasca
kuret.
2. Terapi profilaksis: dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Kemoterapi
b. Histerektomi
a) Kemoterapi
Diberikan pada pasien dengan resiko tinggi, yaitu:
Hasil PA mencurigakan keganasan
Umur pasien 35 tahun atau lebih yang menolak
dilakukan histerektomi.
Obat yang diberikan adalah :
Metotreksat (MTX): 20 mg/hari IM selama 5 hari
(ditambah dengan asam folat) atau
Aktinomisin D (ACTD): 1 vial (0,5 mg)/ hari IV
selama 5 hari
b) Histerektomi
Dilakukan terutama pada pasien yang berumur > 35
tahun dengan jumlah anak cukup
3. Pengawasan lanjut:
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin adanya perubahan
kearah keganasan.
Lama Pengawasan: Satu tahun.
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu, dengan menggunakan KB
kondom/sistem kalender, atau pil KB bila haid teratur dan tidak
dianjurkan menggunakan IUD atau suntikan
Akhir pengawasan
Bila setelah pengawasan satu tahun, kadar hCG dalam batas
normal, atau bila telah hamil lagi
Jadwal pengawasan
3 bulan ke-I
: dua minggu sekali
3 bulan ke II
: 1 bulan sekali
6 bulan terakhir : 2 bulan sekali
Pemeriksaan yang dilakukan selama pengawasan:
Pemeriksaan klinis dan hCG setiap kali datang
Foto toraks, pada bulan ke-6 dan ke-12 atau bila ada keluhan.
49
7. Penyulit
8. Konsultasi
9. Indikator klinis
10. Unit terkait
1.
2.
1.
2.
1.
2.
Perdarahan
Syok hipovolemik
Preeklamsi/eklamsi
Tirotoksikosis
Infeksi
Emboli paru
Keganasan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Departemen Anestesiologi
Penurunan angka kematian
Penurunan angka rekurensi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Departemen Anestesiologi
50
Batasan
Klasifikasi
Stadium
Dasar Diagnosis
51
Pengelolaan :
Terapi diberikan berdasarkan skor prognosis (WHO)
FAKTOR
PROGNOSIS
< 39
> 39
MH
Abortus
Aterm
4-6
7 - 12
>12
hCG (IU/L)
< 103
103 - 104
104 - 105
106
ABO Group
(wanita X pria)
Besar tumor
Tempat
metastasis
Jumlah
metastasis
Th / Sitostatika
sebelumnya
OXA
AXO
B
AB
3-5 cm
Limpa
Ginjal
5 cm
Usus
hati
1-4
4-8
1 jenis
2 atau
lebih
Umur (tahun)
Kehamilan
sebelumnya
Periode laten
(bulan)
Terapi Utama:
Sitostatika
Otak
Risiko rendah
(skor < 4)
Risiko rendah
(skor 5-7)
Risiko tinggi
(skor > 8)
a. Risiko rendah (skor < 6) diberikan kemoterapi tunggal antara
lain:
1. MTX 20 mg/hari selama 5 hari IM
2. Act-D 12 mg/kg BB selama 5 hari IV
3. Etoposid : 200 mg/m2 per oral atau 100 mg/m2 IV dilarutkan
dalam NaCl 0,9 %
b. Risiko tinggi (skor > 6) : diberikan kemoterapi kombinasi antara
lain :
1. MTX / Lekovorin + Act-D (MA)
2. Act.D + Etoposid
3. MTX/Lekovorin + Act.D + Klorambusil (MAC)
4. MTX/Leukovorin + Act.D + Siklofosfamid (MAC III)
5. Etoposid + MTX/lekovorin + Act.D (EMA)
6. Sisplatinum + Etoposid
7. EMA - CO (EMA + Onkovin + Siklofosfamid)
8. Vinkristin, MTX/Lekovorin, Sisplatinum
Pengobatan kemoterapi masih dilanjutkan 2-4 seri (rata-rata 3
seri) setelah kadar -hCG normal.
52
Terapi Tambahan
Pemeriksaan sebelum
pasien dipulangkan
dari rumah sakit
1. Status generalis
2. Status ginekologis :
Pengawasan Lanjut
Jenis Pemeriksaan
- Besar uterus
- Perdarahan
3. Kadar -hCG
4. Foto toraks
5. Pemeriksaan PA
6. Efek samping sitostatika
Tujuan : untuk memantau hasil pengobatan dan untuk mengetahui
sedini mungkin timbulnya keganasan kembali (relapse)
1. Lama Pengawasan : Satu tahun
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu.
Pencegahan kehamilan dengan menggunakan KB
kondom/sistem kalender, tidak boleh menggunakan IUD atau
suntikan.
2. Akhir Pengawasan
Bila setelah pengawasan satu tahun kadar hCG dalam batas
normal atau bila pasien hamil lagi
3. Jadwal Pengawasan
3 bulan I
: dua minggu sekali
3 bulan II
: 1 bulan sekali
6 bulan terakhir : 2 bulan sekali
Pemeriksaan klinik dan kadar hCG setiap kali datang, sedang foto
toraks, pada bulan ke-6 dan ke-12 atau bila ada keluhan.
53
54
** CATATAN:
PENGAWASAN SELAMA 1 TAHUN
3 Bulan I
: 2 minggu sekali
3 Bulan II
: 1 bulan sekali
6 Bulan terakhir : 2 bulan sekali
Diperiksa :
- Pemeriksaan klinik dan kadar beta HCG setiap datang
- Foto toraks bulan ke-6 dan ke-12
55
1. Pengertian
(Definisi)
2. Klasifikasi
3. Kriteria Diagnosis
4. Pemeriksaan
penunjang
KANKER SERVIKS
Keganasan primer pada serviks uteri
Stadium klinis kanker serviks (FIGO, 1987)
56
5. Diagnosis banding
6. Terapi
7. Pengawasan lanjut
8. Penyulit
9. Perawatan rumah
sakit
10. Konsultasi
57
58
59
1.
2.
III.
IV.
60
2.
3.
4.
5.
3.
Stadium kanker
ovarium (FIGO
1985)
V. Gonadoblastoma
VI. Tumor jaringan ikat lain yang tidak khas ovarium
VII. Limfoma maligna
VIII. Tumor primer yang tidak dapat diklasifikasi
IX. Tumor metastasis
Stadium I. Tumor terbatas pada ovarium
Ia. Tumor terdapat pada satu ovarium, tidak ada tumor
pada permukaan luar, kapsul utuh.
Ib. Tumor terdapat pada kedua ovarium, tidak ada asites,
tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsul utuh.
Ic. Tumor stadium Ia dan Ib, disertai pertumbuhan tumor
pada permukaan satu atau dua ovarium, atau kapsul
pecah, atau terdapat asites yang mengandung sel-sel
ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
Stadium II. Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium
dengan penyebaran ke panggul
IIa. Penyebaran dan /atau metastasis ke uterus dan /atau tuba
IIb. Penyebaran ke jaringan panggul lain
IIc. Tumor stadium IIa atau IIB, disertai pertumbuhan
tumor pada permukaan satu atau dua ovarium, atau
kapsul pecah, atau disertai asites yang mengandung selsel ganas atau bilasan peritoneum positif.
Stadium III. Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium
dengan implantasi anak sebar di luar pelvis dan/atau kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
Adanya metastasis ke permukaan hepar setara dengan stadium III.
IIIa. Tumor terbatas pada rongga pelvis minor, KGB negatif
tetapi dengan penyebaran mikroskopis di permukaan
peritoneum abdomen.
IIIb. Tumor pada salah satu atau kedua ovarium
dengan penyebaran pada permukaan peritoneum
abdomen, dengan garis tengah yang tidak melebihi 2
cm; KGB negatif.
IIIc. Terdapat implantasi tumor di abdomen dengan diameter
lebih besar dari 2 cm dan/atau KGB retroperitoneal atau
inguinal positif.
Stadium IV. Tumor meliputi salah satu atau kedua ovarium
dengan metastasis jauh, efusi pleura bila ada, sitologi harus positif,
61
metastasis jauh ke parenkim hepar.
4.
Diagnosis
5.
6.
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
7.
Terapi
62
8.
Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
16. Otopsi
17. Indikator klinis
18. Konsultasi
2. Kemoterapi (99.25)
Pada umumnya diberikan setelah terapi pembedahan, kadangkadang sebelum pembedahan (neoajuvan).
Untuk kanker ovarium jenis epitel sebaiknya kombinasi
CAP (siklofosfamid, adriamisin, sisplatin), atau AP
(adriamisin, sisplatin), atau EP (epirubisin, sisplatin), Taksol
atau Taksol + Karboplatin
Untuk jenis sel germinal diberikan: VAC (vinkristin,
adriamisin, siklofosfamid) atau PVB (sisplatin, vinblastin,
bleomisin).
3. Radiasi
Diberikan setelah terapi pembedahan (pengangkatan massa
tumor secara optimal, atau dengan tumor terangkat seluruhnya
atau bila dengan residu tumor minimal 1,5-2 cm)
4. Kombinasi antara:
Pembedahan, kemoterapi, radiasi
Penyulit sebelum pembedahan: hipoalbuminemia, efusi pleura
Penyulit selama pembedahan: perdarahan, cedera usus, kandung
kemih, ureter
Penyulit kemoterapi
Dubia
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
Sitologi cairan peritoneum
Biopsi:
Daerah bagian bawah diafragma
Lateral kolon ascenden dan kolon descenden
Kavum Douglasi
Peritoneum kandung kemih, ovarium, omentum, kelenjar getah
bening.
Diperlukan
Diperlukan
Lampiran protokol
Mencakup keluhan utama, gejala medis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
Diperlukan pada kasus kematian
1. Penurunan angka kematian
2. Penurunan angka rekurensi
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Ilmu Bedah Digestif
3. Departemen Ilmu Bedah Urologi
4. Departemen Anestesiologi
63
KGB REGIONAL
N0
Tak ada penyebaran tumor ke KGB
N1
Penyebaran tumor unilateral ke KGB regional
N2
Penyebaran tumor bilateral ke KGB regional.
Penyebaran Jauh
M0
Secara klinis tak ada penyebaran tumor
M1
Terdapat penyebaran jauh (termasuk KGB pelvis).
Tidak diketahui
Distropia vulva kronis
Kondiloma akuminata
PHS (Penyakit hubungan seksual) dengan lesi granulomatosa.
Keluhan: Pruritus vulva
Inspeksi: Dilakukan untuk menentukan daerah yang akan dibiopsi.
Bentuk pra invasif, gambarannya sebagai berikut:
Bercak-bercak kemerahan atau keputihan yang menebal, kadangkadang hiperpigmentasi.
Bentuk yang invasif: lesi lebih keras, meninggi, noduler dan
bentuknya tidak teratur. Sering kali lesi ini bersifat unifokal dan
menunjukkan ulserasi.
Palpasi dilakukan pada lesi dan pada kelenjar-kelenjar getah
bening regional.
Etiologi
Faktor Predisposisi
Gejala-gejala
Diagnosis
Palpasi
KANKER VULVA
Diameter tumor < 2 cm dan invasi ke stroma < 5 mm
T
TUMOR PRIMER
Tis
Kanker pra invasif (in-situ)
T1
Tumor terbatas pada vulva dan atau perineum, diameter
< 2 cm.
T2
Tumor terbatas pada vulva dan atau perineum, diameter
tumor > 2 cm.
T3
Tumor dari semua ukuran dengan penyebaran ke uretra
dan atau vagina dan atau anus
T4
Tumor dari semua ukuran dengan adanya infiltrasi ke
mukosa kandung kencing dan atau mukosa rektum,
termasuk bagian proksimal dari mukosa uretra dan atau
penyebaran ke tulang.
64
Pemeriksaan dalam
Biopsi
Pengelolaan
65
Pengelolaan Kanker
Vulva
Penyulit
Pengelolaan
66
Batasan
Klasifikasi
Etiologi/Patogenesis
Diagnosis
KANKER VAGINA
Tumor ganas primer pada vagina.
Kanker pra-invasif:
Stadium
: Kanker in-situ, kanker intraepitel.
Kanker invasif:
Stadium I
: Kanker terbatas pada dinding vagina.
Stadium II
: Kanker sudah mengenai jaringan sub vagina,
tetapi belum mengenai dinding pelvis
Stadium III
: Kanker sudah menyebar ke dinding pelvis.
Stadium IV
: Kanker sudah menyebar keluar rongga pelvis atau
sudah mengenai mukosa kandung kencing atau
rektum (edema bulosa saja belum masuk
stadium IV)
Kanker vagina primer adalah salah satu keganasan yang jarang,
hanya 1-2 % dari kanker ginekologi. Kanker vagina yang paling
sering adalah tipe sel skuamosa (80-90%). Kanker vagina sering
terjadi pada wanita berumur 55 -75 tahun.
Penyebab kanker ini belum jelas, meskipun terdapat beberapa
bukti yang dapat melibatkan iritasi mukosa vagina menahun seperti
pemakaian pesarium dan prosidentia.
Virus mungkin merupakan salah satu faktor penyebab kanker
vagina.
67
Pemeriksaan
Penunjang
Penyulit
Pengelolaan
68
1. Pengertian (Definisi)
2. Klasifikasi
3. Diagnosis
4. Diagnosis banding
5. Pemeriksaan
penunjang
6. Terapi
69
7. Perwatan rumah
sakit
8. Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
11. Output
12. Patologi anatomi
13. Otopsi
14. Catatan medik
70
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Diagnosis banding
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Konsultasi
6. Terapi
71
7. Perawatan rumah
sakit
8. Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
11. Output
12. Patologi anatomi
13. Otopsi
72
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Klasifikasi
RUPTURA PERINEUM
Robeknya mukosa vagina dan atau kulit badan perineum yang
disebabkan proses persalinan normal, episiotomi, persalinan buatan,
atau trauma lainnya
Anamnesis:
Tidak dapat menahan flatus, feses cair atau lembek yang
dirasakan setelah persalinan
Feses keluar dari vagina saat BAB
Riwayat persalinan dengan episiotomi
Riwayat persalinan dengan bantuan alat
Persalinan dengan dugaan trauma traktus genital
Pernah mengalami robekan perineum sebelumnya
Adanya faktor risiko terjadinya ruptura perineum, antara lain:
o Persalinan dengan ekstraksi forseps (7%)
o Nullipara (4%)
o Kala II lebih dari 1 jam (4%)
o Distosia bahu (4%)
o Episiotomi mediana (3%)
o Posisi oksipito posterior menetap (3%)
o Berat bayi >4000gr (2%)
o Induksi persalinan (2%)
o Analgesia epidural (2%)
Pemeriksaan ginekologis:
Pemeriksaan inspeksi daerah genital
Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan rectal toucher
Pemeriksan pill rolling action
73
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Konsultasi
6. Terapi
7. Perawatan rumah
sakit
8. Penyulit
9. Prognosis
10. Informed consent
11. Output
12. Patologi anatomi
13. Otopsi
74
Batasan
Diagnosis
Klasifikasi
Pengobatan
ENDOMETRIOSIS
Endometriosis adalah kelainan yang ditandai adanya kelenjar serta
stroma endometrium di tempat yang tidak umum.
Banyak teori menerangkan kejadian tersebut, namun yang saat ini
banyak dianut adalah teori imunologis.
Anamnesis:
Kecurigaan terhadap adanya endometriosis harus ditegakkan
bilamana ada gejala dismenore, dispareuni, nyeri panggul, serta
infertilitas.
Pemeriksaan klinis ginekologis:
Ditemukan antara lain nodul-nodul pada ligamenta sakrouterina
dan uterus retroversi terfiksasi.
Pemeriksaan penunjang:
a. USG
b. Laparoskopi
c. Pielografi intravena
d. Enema barium
e. Foto pelvis-abdomen
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologi
Sistem klasifikasi sampai saat ini belum ada yang sempuma dan
diakui secara menyeluruh. karena mempunyai kelemahan. Salah satu
pegangan yang dapat dipakai adalah klasifikasi dari American
Fertility Society yang direvisi.
I. Tingkat ringan minimal
Dapat diberikan analgetika
II. Pengobatan Hormonal
Dewasa ini merupakan terapi utama:
1. Pil kontrasepsi kombinasi.
Diberikan terus menerus selama 6-12 bulan.
Pil kontrasepsi hanya mempunyai dampak sedikit terhadap
endometriosis, lebih merupakan supresi penyakit daripada
75
kuratif. Di samping itu efek samping estrogen mungkin akan
menonjol.
2. Progestin.
Baik oral maupun suntikan diberikan dengan dosis 30 mg/hari,
cukup efektif, namun efek samping cukup banyak. Berkhasiat
mengurangi/menghilangkan gejala, namun tidak efektif untuk
pengobatan infertilitas.
3. Danazol
Efektifitasnya tidak lebih baik dari hormon-hormon lainnya.
Dosis 2x200 mg tablet selama 6 bulan.
4. GnRH Agonis
- Dipakai secara intramuskuler, subkutan atau intranasal.
- Pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan pseudomenopause
- Diberikan setiap 2-4 minggu. Pemakaian GnRH agonis
perlu pemantauan kadar estrogen. Dosis disesuaikan
dengan kadar estrogen, umumnya berkisar 20-40 pg/ml
(75-150 pmol/l)
- GnRH tidak merubah kadar lipid darah
5. Gestrinone
Gestrinone, yaitu derivat 19 Nortestosteron berupa
suntikan. Dipakai 2 kali/minggu, efektif untuk
endometriosis.
III. Pengobaran secara pembedahan.
Metode pembedahan biasa kurang membawa basil. Dengan
laparoskopi morbiditas berkurang tetapi angka kesembuhan sama
saja dengan metode pembedahan biasa.
IV. Pengobatan kombinasi hormon dengan pembedahan
Terapi hormon dapat diberikan selama 3 bulan pra bedah,
dilanjutkan 3 bulan pasca bedah
76
77
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
KOLPOSKOPI (70.21)
Pengertian (Definisi) Pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu alat yang dapat
disamakan dengan mikroskop pembesaran rendah dengan sumber
cahaya di dalam
Kelainan pada serviks, vagina, atau vulva.
Indikasi
1. Larutan NaCI fisiologis
Bahan/alat
2. Larutan asam asetat 3%
3. Larutan asam metakresilsulfonat pekat
4. Larutan formalin
5. Tang tampon
6. Pinset anatomi panjang
7. Kasa dan tampon vagina
8. Alat biopsi
9. Spekulum cocor bebek
10. Spekulum endoserviks
11. Kolposkop
Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi
Prosedur
Vulva dibersihkan, dipasang spekulum cocor bebek
Serviks dan vagina diperiksa dengan kolposkop tanpa dilakukan
pembersihan terlebih dulu. Mukus di serviks dibersihkan
dengan asam cuka 3% Serviks diperiksa secara sistematis
dengan kolposkop mulai arah jam 1 berputar searah jarum jam
sampai kembali ke daerah semula. Serviks berulangkali
dibersihkan dengan larutan NaCI fisiologis.
Jika sambungan skuamokolumnar tidak terlihat jelas, digunakan
spekulum endoserviks untuk membuka kanalis servikalis.
Bila diperlukan, dapat dilakukan biopsi.
Divisi Onkologi Ginekologi
Konsultasi
1. Normal
Interpretasi
2. Abnormal
3. Gambaran kolposkopik tidak memuaskan
4. Distrofi
Tidak diperlukan
Perawatan rumah
sakit
Nyeri, perdarahan, infeksi
Penyulit
78
9. Prognosis
10. Informed consent
11.
12.
13.
14.
Output
Patologi anatomi
Otopsi
Catatan medik
Ad bonam
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
Diagnosis dapat ditegakkan
Jaringan yang dibiopsi
Tidak diperlukan
Mencakup keluhan utama, gejala klinis, pemeriksaan fisik &
penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak lanjut, konsultasi,
prognosis
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.
Hasan Sadikin, Bagian Kedua (Ginekologi), 2005
79
1. Pengertian (Definisi)
2. Indikasi
3. Prosedur
KONISASI (ICD10-67.2)
Pengeluaran sebagian serviks sedemikian rupa sehingga bagian
yang dikeluarkan berbentuk kerucut dengan kanalis servikalis
menjadi sumbu kerucut
1. Pap smear abnormal dengan kolposkopi tidak memuaskan
2. Sambungan skuamokolumnar tidak dapat dilihat seluruhnya
3. Lesi menjorok ke dalam kanalis servikalis dan tidak tampak
seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
4. Hasil kuret endoserviks menunjukkan lesi prakanker derajat
berat
5. Biopsi yang dipandu kolposkopi menunjukkan adanya
mikroinvasi
6. Lesi prakanker derajat berat tetapi ada keinginan untuk
mempertahankan fertilitas
7. Pengamatan lanjut menunjukkan progresifitas penyakit secara
nyata
1. Tindakan sebaiknya dilakukan setelah haid selesai
2. Pasien dalam narkose umum dengan posisi litotomi
3. Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah genitalia eksterna
4. Dipasang spekulum Sims dengan pemberat
5. Bibir depan portio dijepit dengan tenakulum
6. Dilakukan penjahitan paraservikal setinggi ostium uteri
internum dengan benang kromik nomor 0 atau I
7. Ditentukan batas luar eksisi dengan bimbingan kolposkop atau
dengan pewarnaan lugol 5%
8. Infiltrasi bibir depan dan bibir belakang serviks dengan larutan
NaCl fisiologis yang mengandung zat vasokonstriktor pada jam
3, 6, 9, 12
9. Dilakukan sondase uterus dilanjutkan dengan dilatasi kanalis
servikalis menggunakan dilatator Hegar sampai no.8
10. Dilakukan eksisi konus dengan pisau Scott atau pisau tajam no
11 dimulai dari arah jam 6 mengikuti arah jarum jam. Konisasi
mencakup ekto dan endoserviks dan terambil 50% tanpa
mengenai ostium uteri internum
11. Beri tanda dengan benang pada jam 12
12. Konus ditarik keluar dengan klem Allis
13. Dilakukan kuretase kanalis servikalis dan kavum uteri dengan
kuret tajam
80
4. Konsultasi
5. Perawatan rumah
sakit
6. Penyulit
7. Prognosis
8. Informed consent
9. Output
10. Patologi anatomi
11. Otopsi
12. Catatan medik
untuk
81
1. Pengertian (Definisi)
2. Diagnosis
3. Kontraindikasi
LAPAROSKOPI (54.21)
Visualisasi kavum peritonei secara endoskopi melalui dinding perut
depan, setelah dibuat pneumoperitoneum
1. Pemeriksaan infertilitas
2. Tersangka endometriosis
3. Penilaian operasi rekonstruksi tuba
4. Nyeri panggul kronis
5. Tersangga infeksi panggul kronis
6. Nyeri abdomen akut
7. Tersangka kehamilan ektopik
8. Evaluasi atau konfirmasi massa intrapelvis
9. Kelainan uterus
10. Torsi tumor adneksa
11. Penilaian keganasan
Operatif:
1. Sterilisasi
2. Pengambilan benda asing
3. Operasi untuk infertilitas (adhesiolisis, salpingoovariolisis,
fimbrioplasti, salpingostomi)
4. Fulgurasi sarang-sarang endometriosis
5. Operasi kehamilan ektopik
6. Operasi kista ovarium
7. Miomektomi
8. Laparoscopy-assisted vaginal hysterectomy
9. Total laparoscopy hysterectomy
10. Histerektomi radikal
11. Kolposuspensi Burch
12. Sakrokolposuspensi
Absolut:
1. Penyakit jantung dan pernafasan yang berat
2. Hernia
3. Peritonitis umum
4. Ileus obstruktif dan paralitik
5. Tumor intraabdomen yang besar
Relatif:
1. Obesitas
82
4. Prosedur
5. Konsultasi
4. Perawatan rumah
sakit
5. Penyulit
6. Prognosis
7. Informed consent
8. Output
9. Patologi anatomi
10. Otopsi
11. Catatan medik
2.
3.
4.
5.
1.
2.
83
1. Pengertian (Definisi)
2. Prosedur
PERENCANAAN OPERASI
Operasi terencana adalah tindakan operatif yang dilakukan dengan
persiapan yang lebih optimal dibandingkan dengan tindakan
emergensi
Pasien menjalani pemeriksaan oleh dokter spesialis Obstetri &
Ginekologi
Diagnosis ditentukan oleh dokter Spesialis Obstetri &
Gjnekologi
Pasien didaftarkan untuk mendapatkan jadwal operasi oleh
dokter pengatur operasi
Pasien menjalani pemeriksaan penunjang meliputi EKG, foto
toraks, tes faal paru, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, kadar
elektrolit, tes faal pembekuan darah, dan tes lain yang dianggap
perlu.
Setelah hasil pemeriksaan penunjang telah tersedia, dilakukan
konsultasi ke bagian penyakit dalam dan atau bagian lain yang
dianggap perlu
Hasil konsultasi disampaikan kepada dokter penanggungjawab
pasien, untuk selanjutnya pasien akan dirawat inap sekurangkurangnya satu hari sebelum jadwal operasi yang telah
ditentukan
Dalam perawatan dilakukan konsultasi dengan bagian
anestesiologi atau bagian lain yang dianggap perlu.
Dilakukan penjadwalan ke petugas pendaftaran kamar operasi,
serta penentuan dokter asisten yang akan mendampingi saat
operasi
Hasil dari konsultasi tersebut disampaikan kepada dokter
penanggungjawab pasien
Operasi dilakukan pada jadwal yang telah ditentukan
sebelumnya
84
3. Konsultasi
4. Perawatan rumah
sakit
5. Informed consent
6. Output
7. Patologi anatomi
8. Otopsi
9. Catatan medik
DAFTAR ISI
GAWAT JANIN ..............................................................................................................................1
EKLAMSI ........................................................................................................................................5
PREEKLAMSI ..............................................................................................................................12
ABORTUS .....................................................................................................................................18
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU ...................................................................................23
PERDARAHAN ANTEPARTUM ................................................................................................25
PLASENTA PREVIA ....................................................................................................................28
SOLUSIO PLASENTA .................................................................................................................30
PERDARAHAN PASCASALIN ..................................................................................................33
PERDARAHAN PASCASALIN YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI ..............................37
RUPTURA UTERI ........................................................................................................................39
KISTA OVARIUM ........................................................................................................................42
MIOMA UTERI.............................................................................................................................43
PENYAKIT TROFOBLAS ...........................................................................................................46
MOLA HIDATIDOSA ..................................................................................................................47
TUMOR TROFOBLAS GESTASIONAL ....................................................................................50
KANKER SERVIKS .....................................................................................................................55
KANKER OVARIUM ...................................................................................................................59
KANKER VULVA ........................................................................................................................63
KANKER VAGINA ......................................................................................................................66
INVERSIO UTERI ........................................................................................................................68
PROLAPSUS UTERI ....................................................................................................................70
ENDOMETRIOSIS .......................................................................................................................74
KOLPOSKOPI...............................................................................................................................77
KONISASI .....................................................................................................................................79
LAPAROSKOPI ............................................................................................................................81
PERENCANAAN OPERASI ........................................................................................................83