You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik dari logam. Pengujian kekerasan
secara luas digunakan dalam proses inspeksi dan control. Salah saru proses yang
mempengaruhi kekerasan suatu material adalah proses heat treatment. Kekerasan sulit
untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang
pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu
logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan
merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar
kekerasan mohs.
Pemilihan logam yang akan digunakan untuk aplikasi ketahanan gesekan (wear
resistence) harus mempertimbangkan sifat kekerasan logam tersebut. Hubungan kekerasan
sebanding dengan kekuatan logam dimana kekerasan suatu logam akan meningkat maka
kekutan logam tersebut juga cendrung meningkat, namun nilai kekerasan ini berbanding
terrbalik dengan keuletan dari logam. Meskipun logam keras dipandang lebih kuat
daripada logam lunak, namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat kekerasan
bahan yang tinggi belum menjamin bahwa komponen mesin memiliki kekuatan
(ketahanan) untuk menerima beban.
Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, kita memaklumi bahwa
teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih dalam tahap pengembangan
teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang tingkat resikonya tidak terlalu tinggi,
sehingga ketelitian dalam perancangan pun menjadi rendah, sebab perancangan konstruksi
mesin berteknologi sederhana tentunya jauh berbeda dengan perancangan konstruksi
mesin berteknologi tinggi, dan yang pasti perancangan konstruksi mesin berteknologi
tinggi memerlukan pengolahan logam yang berkualitas pula.
Dengan demikian, bahan benda kerja yang baik dan berkualitas tidak hanya
ditentukan oleh keras atau lunaknya bahan tersebut, tetapi sangat banyak ditentukan oleh
ketepatan memilih bahan sesuai besarnya pembebanan yang diberikan. Dengan pemilihan
bahan yang tepat, akan diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan dijamin kuat untuk
menerima beban.

Pentingnya sifat kekerasan dalam pemilihan material logam untuk peralatan


teknik seperti untuk komponen mesin yang mengalami gesekan contohnya piston dan lain
sebagainya. Maka penting untuk melakukan praktikum ini untuk memahami seta
mempelajari lebih lanjut bagaimana proses pengukuran kekerasan logam khususnya
material baja dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell, Vickers, Brinell.
1.2 Tujuan Praktikum
Dalam percobaan praktikum ini memiliki tujuan:
a) Untuk mengetahui kekerasan benda uji dengan menggunakan alat pengujian brinell,
vickers dan rockwell.
b) Untuk membandingkan harga kekerasan dari benda uji yaitu sebelum dan sesudah
heat treatment dengan menggunakan alat uji brineel, vickers dan rockwell.
c) Mahasiswa mampu menguasai beberapa metode pengujian yang umum digunakan
untuk mengetahui nilai kekerasan logam sebagai ukuran ketahanan beban terhadap
deformasi plastis.
d) Mahasiswa mengetahui nilai kekerasan benda uji, dimana dalam praktikum ini
menggunakan material baja ST 42, kuningan dan aluminium.
1.3 Manfaat Praktikum
a) Mengetahui nilai kekerasan suatu material serta mampu atau menguasai
mengoprasikan alat-alat pengujian kekerasan.
b) Menambah pengetahuan bagi para praktikum khususnya tentang sifat-sifat serta
karakteristik logam.
c) Sebagai pelatihan dalam melakukan pengujian suatu bahan atau material.

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties)
dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material
yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini
bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik
(Metallurgy Engineering).Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam
terhadap indentasi (penekanan) dari material lain yang lebih keras, sedangkan didalam
mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan
menggunakan standar kekerasan mohs. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut,
dikenal tiga metode uji kekerasan yaitu:
1) Metode goresan (scratch methods) atau Kekerasan mohs.
Metode goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan
mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun
berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan
diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri dari atas 10 standar mineral disusun
berdasarkan kemampuannya untuk digores. Tabel 2.1 menunjukkan skala dari
kekerasan mohs. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan
goresan 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Kuku jari mempunyai
kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, dan martensit 7. Skala
Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan yang
tinggi. Logam yang paling keras mempunyai kekerasan pada skala Mohs, antara 4
sampai 8. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan goresannya adalah mengukur
kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum
penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas. Cara ini merupakan
metode yang sangat berguna untuk mengukur kekerasan relatif kandungan
kandungan mikro, tetapi metode ini tidak memberikan ketelitian yang besar atau
kemampu-ulangan yang tinggi.

Tabel 2.1. Skala Metode Gores


Mohs Scale of Hardness
Mineral

Scale Number

Common Object

Talc

Gypsum

Finger nail

Calcite

Copper Penny

Fluorite

Steel Nail

Apatite

Glass Plate

Orthoclase

Quartz

Topaz

Corundum

Diamond

10

Streak Plate

2) Metode Elastik atau Pantul (rebound)


Pada pengukuran metode ini, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan
logam dan kekerasan dinyatakan sebagai energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore
sceleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji metode
elastik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi elastik atau tinggi
pantulan.
3) Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan
indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang telah di tentukan. Kekerasan
suatu material ditentukan oleh dalam atu luas area indentasi yang dihasilkan
(tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya
metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Metode Brinell
Uji lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun
pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Metode Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan

memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg dan waktu indentasi
biasanya sekitar 30 detik untuk pengujian logam-logam ferrous. Sedangkan untuk
pengujian logam-logam non-ferrous beban dikurangi hingga tinggal 500 kg untuk
menghindarkan jejak yang dalam dan waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik.
Walaupun begitu pengaturan beban dan waktu indentasi setiap material dapat pula
ditentukan oleh karakteristik alat pebguji. Untuk bahan yang sangat keras, digunakan
paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Diameter
lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah atau khusus, setelah beban tersebut
dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada
jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif
halus, bebas dari debu atau kerak. Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan
sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan
tersebut adalah :

Dimana:
P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)

Gambar 2.1 Skematis Prinsip indentasi dengan metode brinell

Metode Vickers
Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida
dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang
berhadapan 136. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar
nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola
penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka
pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Seperti diperlihatkan
oleh gambar dibawah dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk
bujur sangkar. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak
yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur
dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan
oleh:

Dimana :
P = Beban yang digunakan (kg)
d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm)

Gambar 2.1 Skematis Prinsip indentasi dengan metode Vickers

Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg,
tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi

keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat
digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan
persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan
manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal
bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter
bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat
keras.

Metode Rockwell
Uji kekerasan metode Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika
Serikat dan diperindustrian karena pertimbangan praktis, metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Hal ini
disebabkan oleh sifatsifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu
untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan
ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang
lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini
menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran
kekerasan.
Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini
memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B
(dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C
(dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell
lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material
harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material
diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan tabel
dibawah yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:

Tabel 2.1 Skala pada metode Uji kekerasan Rockwell

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang


(reproducible) asalkan sejumlah kondisi yang diperlukan terpenuhi. Diantaramya yaitu:
1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik.
2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida.
Permukaan yang agak kasar biasanya dapat mengganggu uji Rockwell.
3. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.
4. Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah,
kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk, dan
kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.
5. Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada permukaan
dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian
dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam.
6. Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan.
7. Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengatur daspot pada mesin Rockwell.

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan yang digunakan


1. Spesiman uji kekersan
Baja ST 42 Standart
Baja ST 42 Standart setelah heat treatment
Kuningan
Aluminium
2. Jangka sorong
3. Stop watch
4. Kertas gosok ( amplas)
5. Alat pencatat waktu
6. Finance
7. Alat ukur kekerasan
Brinell hardness tester
Vickers hardness tester
Rockwell hardness tester
8. Media pendingin oli
3.2 Gambar Benda Uji

Gambar 3.1 Benda Uji Baja ST 42

3.3 Prosedur Pengujian Kekerasan


3.3.1 Metode Brinell dan Vickers
1. Menyiapkan sampel uji kekerasan berbentuk silinder (besi tuang, baja, tembaga,
dan kuningan) dengan cara melakukan pengamplasan dan pemolesan yang
memadai, di dindikasikan dengan permukaan benda uji yang cukup mengkilat.
2. Memastikan bahwa peralatan uji (Brinell dan Vickers) telah di setup dengan baik.
Memasang indentor untuk masing-masing metode dengan seksama.
3. Memilih beban yang sesuai dengan benda uji.Melihat buku manual alat.
4. Memutar poros tempat dudukan benda uji searah jarum jam hingga indentor
menyentuh benda uji dengan perlahan-lahan. Melakukan dengan hati-hati.
Menjaga indentor tidak sampai menghujam benda uji karena hal ini akan
mengakibatkan kerusakan berat pada mata indentor tersebut.
5. Setelah benda uji bersentuhan dengan indentor, memutar terus poros dudukan
sampel hingga jarum merah kecil pada lingkaran dalam menyentuh batas merah.
Langkah ini merupakan preload dari indentasi. Jangan Meneruskan putaran poros
bila batas ini telah tercapai.
6. Memutar tuas beban kearah belakang dengan hati-hati lalu lepaskan tuas tersebut
hingga berputar perlahan-lahan. Pada tahap ini berlangsung pembebanan
indentasi pada benda uji selama 10-15 detik hingga jarum pada lingkaran dalam
dan luar kembali keposisi awal.
7. Melepaskan kontak indentor dengan benda uji secara hati-hati. Yaitu dengan
memutar poros dudukan berlawanan arah jarum jam. Hati-hati agar tidak terjadi
pemutaran poros tersebut searah jarum jam karena akan mengakibatkan rusaknya
jejak hasil indentasi.
8. Indentasi pada satu lokasi telah selesai. Melakukan tahap-tahap operasional diatas
untuk lokasi atau benda uji lainya.
9. Mengukur diameter jejak indentasi dengan menggunakan mikroskop pengukur
jejak. Mencatat hasil pengukuran pada buku lembar.
10. Menghitung nilai kekerasan dengan rumus yang sesuai dengan metode uji
(Brinell atau Vickers).

3.3.2 Metode Rockwell


1. Menyiapkan benda uji dengan baik (amplas dan poles secukupnya).
2. Memasang indentor yang sesuai (Rockwell B atau C).
3. Memasang beban yang sesuai, melihat buku manual alat.
4. Memutar ring dari dial pembaca sehingga jarum panjang berwarna hitam
menunjuk angka nol pada skala. Menyesuaikan skala tersebut dengan metode
Rockwell yang dipilih. Untuk Rockwell C memilih skala terluar (merah)
sedangkan Rockwell memakai skala dalam (hitam).
5. Melakukan preload dengan memutar poros dudukan benda uji searah jarum jam
hingga jarum jam kecil pada dialpembaca menyentuh batas merah.
6. Melakukan pembebanan dengan memutar tuas beban ke belakang dengan hati-hati.
Membiarkan tuas bergerak dengan halus selama beberapa waktu, antara 10-15
detik.
7. Mengembalikan tuas beban ke posisi semula dengan hati-hati.
8. Membaca nilai kekerasan material pada dial yaitu posisi jarum hitam panjang
sesuai metode Rockwell yang dipakai.
9. Melepaskan benda uji dengan memutar poros dudukan benda uji berlawan arah
jarum jam.
10. Melanjutkan pengujian untuk lokasio atau material lain.

BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Data Pengujian Kekerasan Dengan Metode Brinell
No

Benda Uji

Kondisi
Indentasi

Baja ST 42

D = 10 mm
P = 3000 Kg
T = 15 Detik

Kuningan

D = 10 mm
P = 2500 Kg
T = 15 Detik

Aluminium

D = 10 mm
P = 1500 Kg
T = 15 Detik

Baja ST 42
Heat
Treatment

D = 10 mm
P = 3000 Kg
T = 15 Detik

Inde
ntasi

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Jejak (mm)
d1
d1
d1
2,45 3,25
2,85
2,95 3,40 3,175
4,45 5,5
4,975
2,80 3,35 3,075
3
3,3
3,15
2,2 2,45 2,325
2,15 2,35
2,25
2,25 2,40 2,235
2
2,05 2,025
2,3 2,35 2,325
1,9
2,2
2,05
2,2 2,45 2,325
2,15 2,45
2,30
2,25 2,4
2,325
2,2
2,5
2,35
2,25 3,1
2,675
2,15 2,75
2,45
2,53 3,1
2,7
2,55 3,15
2,85
2,55 3,05
2,8

BHN

BHNrata2

932,111
739,198
288,350
788,850
750.750
1110,617
1191,043
1110,617
1486,767
1110,617
869,313
666,370
681,973
666,370
651,466
1048,767
1253,918
1028,983
921,517
955,414

979,051
750,547
298,839
808,431
756,021
1121,154
1198,367
1114,516
1506,509
1111,199
884,229
672,633
691,203
668,71
721,139
1133,054
1312,615
1100,655
953,362
979,05

4.1.2 Data Pengujian Kekerasan Dengan Metode Rockwell


No

Benda Uji

Kondisi
Indentasi

Baja ST 42

P = 150 Kg
T = 15 Detik

Kuningan

P = 100 Kg
T = 15 Detik

Aluminium

P = 60 Kg
T = 15 Detik

Baja ST 42 Heat
Treatment

P = 150 Kg
T = 15 Detik

Indentasi

HRC

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

44,5
46
46
46,5
47
43,5
44,5
46,5
44,5
45
38
39
39,5
40,5
38,5
43,5
47,5
46,5
48
47,5

4.1.3 Data Pengujian Kekerasan Dengan Metode Vickers


No

Benda Uji

Kondisi
Indentasi

Baja ST 42

P = 50 Kg
T = 15 Detik

Kuningan

P = 30 Kg
T = 15 Detik

Aluminium

P = 20 Kg
T = 15 Detik

Baja ST 42 Heat
Treatment

P = 50 Kg
T = 15 Detik

Indentasi

d (mm)

VHN

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

0,69
0,7
0,733
0,749
0,774
0,748
0,74
0,73
0,735
0,76
0,836
0,944
0,865
0,922
0,78
0,82
0,629
0,732
0,762
0,748

194,706
189,706
172,625
165,24
154,5
99,32
101,68
104,35
103
96,395
52,07
41,2
49,44
43,623
60,986
199,354
231,75
173,27
159,827
165,535

4.2 Perhitungan Data


4.2.1 Metode Brinell
1. Baja ST 42 Standart
D = 10 mm
P = 3000 Kg
T = 15 Detik
No
1
2
3
4
5

d1
2,45
2,95
4,45
2,80
3

Jejak (mm)
rata2
d2
3,25
2,85
3,40
3,175
5,5
4,975
3,35
3,075
3,3
3,15

BHN

BHNd1

BHNd2

BHNrata2

932,111
739,198
288,350
788,850
750.750

1253,001
858,749
365,831
955,414
829,760

7005,102
642,295
231,848
661,448
682,283

979,051
750,547
298,839
808,431
756,021

Dimana jejak rata-rata


( )
Rumus:
(

)(

Contoh Perhitungan pada data No.1

)(

)(

)(

2. Kuningan
D = 5 mm
P = 2500 Kg
T = 15 Detik
No
1
2
3
4
5

d1
2,2
2,15
2,25
2
2,3

Jejak (mm)
rata2
d2
2,45
2,325
2,35
2,25
2,40
2,235
2,05
2,025
2,35
2,325

BHN

BHNd1

BHNd2

BHNrata2

1110,617
1191,043
1110,617
1486,767
1110,617

1249,063
1310,959
1191,043
1526,251
1136,622

993,245
1085,776
1037,99
1448,855
1085,776

1121,154
1198,367
1114,516
1506,509
1111,199

Dimana jejak rata-rata


( )
Rumus:
(

)(

Contoh Perhitungan pada data No.1

)(

)(

)(

3. Aluminium
D = 5 mm
P = 1500 Kg
T = 15 Detik
No
1
2
3
4
5

d1
1,9
2,2
2,15
2,25
2,2

Jejak (mm)
rata2
d2
2,2
2,05
2,45
2,325
2,45
2,30
2,4
2,325
2,5
2,35

BHN

BHNd1

BHNd2

BHNrata2

869,313
666,370
681,973
666,370
651,466

1019,022
749,437
786,576
714,626
749,437

749,437
595,829
595,829
622,749
692,841

884,229
672,633
691,203
668,71
721,139

Dimana jejak rata-rata


( )
Rumus:
(

)(

Contoh Perhitungan pada data No.1

)(

)(

)(

4. Baja ST 42 Setelah Heat Treatment


D = 10 mm
P = 3000 Kg
T = 15 Detik
No
1
2
3
4
5

d1
2,25
2,15
2,53
2,55
2,55

Jejak (mm)
rata2
d2
3,1
2,675
2,75
2,45
3,1
2,7
3,15
2,85
3,05
2,8

BHN

BHNd1

BHNd2

BHNrata2

1048,767
1253,918
1028,983
921,517
955,414

1490,313
1633,987
1425,516
1156,069
1156,069

775,795
991,244
775,795
750,656
802,032

1133,054
1312,615
1100,655
953,362
979,05

Dimana jejak rata-rata


( )
Rumus:
(

)(

Contoh Perhitungan pada data No.1

)(

)(

)(

4.2.2 Metode Rockwell


1. Baja ST 42 Standart
No.
1
2
3
4
5

HRC
44,5
46
46
46,5
47
230

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
-1,5
0
0
0,5
1

)
2,25
0
0
0,25
1
3,5

2. Kuningan
No.
1
2
3
4
5

HRC
43,5
44,5
46,5
44,5
45
224

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
-1,3
-0,3
1,7
-0,3
0,2

)
1,69
0,09
2,89
0,09
0,04
4,8

3. Aluminium
No.
1
2
3
4
5

HRC
38
39
39,5
40,5
38,5
195,5

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
-1,1
-0,1
0,4
1,4
-0,6

)
1,21
0,01
0,16
1,96
0,36
3,7

4. Baja ST 42 Setelah Heat Treatment


No.
1
2
3
4
5

HRC
43,5
47,5
46,5
48
47,5
233

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
-3,1
0,9
-0,4
1,4
0,9

)
9,61
0,81
0,01
1,96
0,81
13,2

4.2.3 Metode Vickers


1. Baja ST 42 Standart
P = 50 Kg
No.
1
2
3
4
5

)
(
19,456
13,933
-2,625
-10,01
-20,75

VHN (Kg/mm)
194,706
189,706
172,625
165,24
154,5
876,254

d (mm)
0,69
0,7
0,733
0,749
0,774

Dimana:

VHN

Contoh Perhitungan:

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
(
378,535
194,128
6,89
100,2
430,562
1110,315

2. Kuningan
P = 30 Kg
No.
1
2
3
4
5

VHN (Kg/mm)
99,32
101,68
104,35
103
96,395
504,745

d (mm)
0,748
0,74
0,73
0,735
0,76

Dimana:

VHN

Contoh Perhitungan:

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
-1,63
0,73
3,4
2,05
-4,55

)
2,657
0,533
11,56
4,202
20,748
39,7

3. Aluminium
P = 20 Kg
No.
1
2
3
4
5

)
2,953
-8,444
-0,204
-6,021
11,342

VHN (Kg/mm)
52,07
41,2
49,44
43,623
60,986
248,219

d (mm)
0,836
0,944
0,865
0,922
0,78

Dimana:

VHN

Contoh Perhitungan:

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
8,72
71,3
0,041
36,252
128,64
244,953

4. Baja ST 42 Setelah Heat Treatmen


P = 50 Kg
No.
1
2
3
4
5

)
(
13,403
45,803
-12,677
-26,12
-20,412

VHN (Kg/mm)
199,354
231,75
173,27
159,827
165,535
929,736

d (mm)
0,82
0,629
0,732
0,762
0,748

Dimana:

VHN

Contoh Perhitungan:

Standart Deviasi (sd)

Standart Deviasi Rata-rata ()


( )

)
(

Kesalahan Relatif (

Hasil Pengukuran (

)
179,64
2097,914
160,706
682,254
416,649
3537,163
(

BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan tabel diatas yang telah dilakukan percobaan atau pengujian sebanyak
lima kali pengujian , maka dapat disimpulkan bahwa:
Semakin besar jejak indentasi pada material, maka semakin kecil nilai kekerasan
suatu material tersebut.
Material setelah mendapatkan heat treatment akan cenderung lebih keras dari pada
sebelum mendapatkan heat treatment.
Baja ST 42 setelah mendapatkan heat treatment nilai kekerasanya jauh lebih tinggi
dari pada nilai kekerasan dari material spesimen yang lain, seperti aluminium,
kuningan dsb.

DAFTAR PUSTAKA
Avner, S.H., Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New York,
(hal. 18). 1964.
Bradbury, Dasar Metalurgi Untuk Rekasasawan PT. Gramedia Pustaka Utama.
1997.
Djaprie , Sriati . Metalurgi Mekanis jilid 1 Erlangga , Jakarta . 1992.
Djaprie, Sriati. Teknologi Mekanik jilid 1 Erlangga, Jakarta. 1992.
Koswara, Engkos. Pengujian Logam Humaniora Utama Press Bandung,
Bandung. 1999.
Laboratorium Teknik Mesin. Buku Panduan Praktikum Pengujian Material,
Universitas Muhammadiyah, Malang ( 2010).

You might also like