Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties)
dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material
yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini
bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik
(Metallurgy Engineering).Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam
terhadap indentasi (penekanan) dari material lain yang lebih keras, sedangkan didalam
mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan
menggunakan standar kekerasan mohs. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut,
dikenal tiga metode uji kekerasan yaitu:
1) Metode goresan (scratch methods) atau Kekerasan mohs.
Metode goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan
mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun
berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan
diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri dari atas 10 standar mineral disusun
berdasarkan kemampuannya untuk digores. Tabel 2.1 menunjukkan skala dari
kekerasan mohs. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan
goresan 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Kuku jari mempunyai
kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, dan martensit 7. Skala
Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan yang
tinggi. Logam yang paling keras mempunyai kekerasan pada skala Mohs, antara 4
sampai 8. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan goresannya adalah mengukur
kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum
penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas. Cara ini merupakan
metode yang sangat berguna untuk mengukur kekerasan relatif kandungan
kandungan mikro, tetapi metode ini tidak memberikan ketelitian yang besar atau
kemampu-ulangan yang tinggi.
Scale Number
Common Object
Talc
Gypsum
Finger nail
Calcite
Copper Penny
Fluorite
Steel Nail
Apatite
Glass Plate
Orthoclase
Quartz
Topaz
Corundum
Diamond
10
Streak Plate
Metode Brinell
Uji lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun
pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Metode Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan
memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg dan waktu indentasi
biasanya sekitar 30 detik untuk pengujian logam-logam ferrous. Sedangkan untuk
pengujian logam-logam non-ferrous beban dikurangi hingga tinggal 500 kg untuk
menghindarkan jejak yang dalam dan waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik.
Walaupun begitu pengaturan beban dan waktu indentasi setiap material dapat pula
ditentukan oleh karakteristik alat pebguji. Untuk bahan yang sangat keras, digunakan
paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Diameter
lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah atau khusus, setelah beban tersebut
dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada
jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif
halus, bebas dari debu atau kerak. Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan
sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan
tersebut adalah :
Dimana:
P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
Metode Vickers
Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida
dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang
berhadapan 136. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar
nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola
penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka
pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Seperti diperlihatkan
oleh gambar dibawah dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk
bujur sangkar. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak
yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur
dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan
oleh:
Dimana :
P = Beban yang digunakan (kg)
d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm)
Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg,
tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi
keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat
digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan
persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan
manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal
bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter
bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat
keras.
Metode Rockwell
Uji kekerasan metode Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika
Serikat dan diperindustrian karena pertimbangan praktis, metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Hal ini
disebabkan oleh sifatsifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu
untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan
ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang
lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini
menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran
kekerasan.
Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini
memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B
(dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C
(dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell
lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material
harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material
diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan tabel
dibawah yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:
BAB III
METODE PERCOBAAN
BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Data Pengujian Kekerasan Dengan Metode Brinell
No
Benda Uji
Kondisi
Indentasi
Baja ST 42
D = 10 mm
P = 3000 Kg
T = 15 Detik
Kuningan
D = 10 mm
P = 2500 Kg
T = 15 Detik
Aluminium
D = 10 mm
P = 1500 Kg
T = 15 Detik
Baja ST 42
Heat
Treatment
D = 10 mm
P = 3000 Kg
T = 15 Detik
Inde
ntasi
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Jejak (mm)
d1
d1
d1
2,45 3,25
2,85
2,95 3,40 3,175
4,45 5,5
4,975
2,80 3,35 3,075
3
3,3
3,15
2,2 2,45 2,325
2,15 2,35
2,25
2,25 2,40 2,235
2
2,05 2,025
2,3 2,35 2,325
1,9
2,2
2,05
2,2 2,45 2,325
2,15 2,45
2,30
2,25 2,4
2,325
2,2
2,5
2,35
2,25 3,1
2,675
2,15 2,75
2,45
2,53 3,1
2,7
2,55 3,15
2,85
2,55 3,05
2,8
BHN
BHNrata2
932,111
739,198
288,350
788,850
750.750
1110,617
1191,043
1110,617
1486,767
1110,617
869,313
666,370
681,973
666,370
651,466
1048,767
1253,918
1028,983
921,517
955,414
979,051
750,547
298,839
808,431
756,021
1121,154
1198,367
1114,516
1506,509
1111,199
884,229
672,633
691,203
668,71
721,139
1133,054
1312,615
1100,655
953,362
979,05
Benda Uji
Kondisi
Indentasi
Baja ST 42
P = 150 Kg
T = 15 Detik
Kuningan
P = 100 Kg
T = 15 Detik
Aluminium
P = 60 Kg
T = 15 Detik
Baja ST 42 Heat
Treatment
P = 150 Kg
T = 15 Detik
Indentasi
HRC
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
44,5
46
46
46,5
47
43,5
44,5
46,5
44,5
45
38
39
39,5
40,5
38,5
43,5
47,5
46,5
48
47,5
Benda Uji
Kondisi
Indentasi
Baja ST 42
P = 50 Kg
T = 15 Detik
Kuningan
P = 30 Kg
T = 15 Detik
Aluminium
P = 20 Kg
T = 15 Detik
Baja ST 42 Heat
Treatment
P = 50 Kg
T = 15 Detik
Indentasi
d (mm)
VHN
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
0,69
0,7
0,733
0,749
0,774
0,748
0,74
0,73
0,735
0,76
0,836
0,944
0,865
0,922
0,78
0,82
0,629
0,732
0,762
0,748
194,706
189,706
172,625
165,24
154,5
99,32
101,68
104,35
103
96,395
52,07
41,2
49,44
43,623
60,986
199,354
231,75
173,27
159,827
165,535
d1
2,45
2,95
4,45
2,80
3
Jejak (mm)
rata2
d2
3,25
2,85
3,40
3,175
5,5
4,975
3,35
3,075
3,3
3,15
BHN
BHNd1
BHNd2
BHNrata2
932,111
739,198
288,350
788,850
750.750
1253,001
858,749
365,831
955,414
829,760
7005,102
642,295
231,848
661,448
682,283
979,051
750,547
298,839
808,431
756,021
)(
)(
)(
)(
2. Kuningan
D = 5 mm
P = 2500 Kg
T = 15 Detik
No
1
2
3
4
5
d1
2,2
2,15
2,25
2
2,3
Jejak (mm)
rata2
d2
2,45
2,325
2,35
2,25
2,40
2,235
2,05
2,025
2,35
2,325
BHN
BHNd1
BHNd2
BHNrata2
1110,617
1191,043
1110,617
1486,767
1110,617
1249,063
1310,959
1191,043
1526,251
1136,622
993,245
1085,776
1037,99
1448,855
1085,776
1121,154
1198,367
1114,516
1506,509
1111,199
)(
)(
)(
)(
3. Aluminium
D = 5 mm
P = 1500 Kg
T = 15 Detik
No
1
2
3
4
5
d1
1,9
2,2
2,15
2,25
2,2
Jejak (mm)
rata2
d2
2,2
2,05
2,45
2,325
2,45
2,30
2,4
2,325
2,5
2,35
BHN
BHNd1
BHNd2
BHNrata2
869,313
666,370
681,973
666,370
651,466
1019,022
749,437
786,576
714,626
749,437
749,437
595,829
595,829
622,749
692,841
884,229
672,633
691,203
668,71
721,139
)(
)(
)(
)(
d1
2,25
2,15
2,53
2,55
2,55
Jejak (mm)
rata2
d2
3,1
2,675
2,75
2,45
3,1
2,7
3,15
2,85
3,05
2,8
BHN
BHNd1
BHNd2
BHNrata2
1048,767
1253,918
1028,983
921,517
955,414
1490,313
1633,987
1425,516
1156,069
1156,069
775,795
991,244
775,795
750,656
802,032
1133,054
1312,615
1100,655
953,362
979,05
)(
)(
)(
)(
HRC
44,5
46
46
46,5
47
230
( )
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
-1,5
0
0
0,5
1
)
2,25
0
0
0,25
1
3,5
2. Kuningan
No.
1
2
3
4
5
HRC
43,5
44,5
46,5
44,5
45
224
( )
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
-1,3
-0,3
1,7
-0,3
0,2
)
1,69
0,09
2,89
0,09
0,04
4,8
3. Aluminium
No.
1
2
3
4
5
HRC
38
39
39,5
40,5
38,5
195,5
( )
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
-1,1
-0,1
0,4
1,4
-0,6
)
1,21
0,01
0,16
1,96
0,36
3,7
HRC
43,5
47,5
46,5
48
47,5
233
( )
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
-3,1
0,9
-0,4
1,4
0,9
)
9,61
0,81
0,01
1,96
0,81
13,2
)
(
19,456
13,933
-2,625
-10,01
-20,75
VHN (Kg/mm)
194,706
189,706
172,625
165,24
154,5
876,254
d (mm)
0,69
0,7
0,733
0,749
0,774
Dimana:
VHN
Contoh Perhitungan:
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
(
378,535
194,128
6,89
100,2
430,562
1110,315
2. Kuningan
P = 30 Kg
No.
1
2
3
4
5
VHN (Kg/mm)
99,32
101,68
104,35
103
96,395
504,745
d (mm)
0,748
0,74
0,73
0,735
0,76
Dimana:
VHN
Contoh Perhitungan:
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
-1,63
0,73
3,4
2,05
-4,55
)
2,657
0,533
11,56
4,202
20,748
39,7
3. Aluminium
P = 20 Kg
No.
1
2
3
4
5
)
2,953
-8,444
-0,204
-6,021
11,342
VHN (Kg/mm)
52,07
41,2
49,44
43,623
60,986
248,219
d (mm)
0,836
0,944
0,865
0,922
0,78
Dimana:
VHN
Contoh Perhitungan:
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
8,72
71,3
0,041
36,252
128,64
244,953
)
(
13,403
45,803
-12,677
-26,12
-20,412
VHN (Kg/mm)
199,354
231,75
173,27
159,827
165,535
929,736
d (mm)
0,82
0,629
0,732
0,762
0,748
Dimana:
VHN
Contoh Perhitungan:
)
(
Kesalahan Relatif (
Hasil Pengukuran (
)
179,64
2097,914
160,706
682,254
416,649
3537,163
(
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan tabel diatas yang telah dilakukan percobaan atau pengujian sebanyak
lima kali pengujian , maka dapat disimpulkan bahwa:
Semakin besar jejak indentasi pada material, maka semakin kecil nilai kekerasan
suatu material tersebut.
Material setelah mendapatkan heat treatment akan cenderung lebih keras dari pada
sebelum mendapatkan heat treatment.
Baja ST 42 setelah mendapatkan heat treatment nilai kekerasanya jauh lebih tinggi
dari pada nilai kekerasan dari material spesimen yang lain, seperti aluminium,
kuningan dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Avner, S.H., Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New York,
(hal. 18). 1964.
Bradbury, Dasar Metalurgi Untuk Rekasasawan PT. Gramedia Pustaka Utama.
1997.
Djaprie , Sriati . Metalurgi Mekanis jilid 1 Erlangga , Jakarta . 1992.
Djaprie, Sriati. Teknologi Mekanik jilid 1 Erlangga, Jakarta. 1992.
Koswara, Engkos. Pengujian Logam Humaniora Utama Press Bandung,
Bandung. 1999.
Laboratorium Teknik Mesin. Buku Panduan Praktikum Pengujian Material,
Universitas Muhammadiyah, Malang ( 2010).