Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis
dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus
yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat (Mochtar, 1998).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia
luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar
bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan
lebih daripada 20 minggu (Sastrawinata et al., 2005). Abortus spontan merujuk
kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan
medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri kehamilan (Griebel et al., 2005).
Abortus
spontan
adalah
merupakan
mekanisme
alamiah
yang
Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005) adalah
seperti berikut :
i.
ii.
Etiologi Abortus
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus
paternal. Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan,
dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom.
Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali
kromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).
2.3.1. Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia,
sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester
pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah
seperti autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy (Lebedev et al., 2004).
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin
yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan
kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada
kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat
diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).
Patogenesis Abortus
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), kebanyakan abortus
spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan
perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik
pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya
perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang
diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan
kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing
itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan.
Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan
jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum
minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini
disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan
erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara
minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan
vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa
korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi
didasarkan 4 cara:
i.
ii.
iii.
iv.
Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.
2.5.
abortion),
abortus
insipiens
(inevitable
abortion),
abortus
inkompletus
ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi
lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang
setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10
hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).
10
aerogenes,
Proteus
vulgaris,
Hemolytic
streptococci
dan
11
2.6.
Diagnosa Abortus
Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang
ii.
iii.
Riwayat amenorea.
Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan
12
ii.
iii.
iv.
waktu
perdarahan,
waktu
pembekuan dan
waktu
protrombin).
Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus septik (septic
abortion) menurut Mochtar (1998) adalah seperti berikut:
i.
13
ii.
2.7.
Penatalaksanaan Abortus
Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok
maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian,
jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase.
Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus
kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus),
sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk
abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan
desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan.
Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika
dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis
lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya.
Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks
inkompeten, terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald
(Mochtar, 1998).
14
2.8.
Abortus Provokatus
Abortus provokatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi
disengaja
dengan
campur
tangan
15
ii.
Mekanis:
a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan
evakuasi dengan kuret tajam atau vakum.
b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar
dilanjutkan dengan kuretasi.
c. Histerotomi / histerektomi.