You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang Masalah


1) Konsep Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai
penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus
berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai
generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab :
1. Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria
berkaitan dengan fungsi reproduksinya
2. Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang
dikandung dan dilahirkan.
3. Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan
mengatas namakan pembangunan seperti program KB, dan pengendalian
jumlah penduduk.
4. Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional
diantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai
kesehatan reproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo).
5. Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling
penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu
pada wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik
menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya di mana ia sendiri yang
memutuskan atas tubuhnya sendiri.
2) Definisi Kesehatan Reproduksi Wanita.
Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995
dan Koperensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994 sudah
disepakati perihal hak-hak reproduksi tersebut. Dalam hal ini (Cholil,1996)
menyimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu :
1. Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)
2. Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making)
3. Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women)
4. Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security)

Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara
internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses
reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada
pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk
menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak,
penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka.
3) Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita.
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam, bukan
semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup
pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa
kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di
negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara
tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita.
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara
lain:
a) Jender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis
kelaminmenurut budaya yang berbeda-beda. Jender sebagai suatu kontruksi
sosialmempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda
dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbedabeda.
b) Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang
tidak layak.
Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
c) Pendidikan yang rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi
tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan
indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini
mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya
mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah
kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan
yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan
ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.

1)

Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada
wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini
banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia
tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang
tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya
dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti
wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di
samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita
yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah,
pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan
pengambilan keputusan.

2)

Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk.


Menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia
diperkirakan 450 juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang
gizi pada masa kanak-kanak, akibat kemiskinan. Jika pun
berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki
mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu
memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan
membutuhkan gizi yang lebih banyak dari pria untuk mengganti darah
yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali
lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping itu wanita juga
membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini
akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin
baik fisik maupun mental. Wanita juga sangat rawan terhadap beberapa
penyakit, termasuk penyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka
atau tubuh mereka yang berbeda dengan pria. Salah satu situasi yang
rawan adalah, pekerjaan wanita yang selalu berhubungan dengan air,
misalnya mencuci, memasak, dan sebagainya. Seperti diketahui air
adalah media yang cukup berbahaya dalam penularan bakteri penyakit.

3)

Beban Kerja yang berat.


Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian
yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam
lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih
lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan
wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu

Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara


fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi,

keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang.


Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap
keluarga, masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

4)

Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada


aborsi yang tidak aman dan komplikasinya
Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko
kesakitan dan kematian ibu dan bayi
Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual
dan transaksi seks komersial
Alat reproduksi wanita
Terdiri alat / organ eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi dan internal :
fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan
fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormonhormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus hipothalamus
hipofisis adrenal ovarium.
a) Genitalia eksterna

Vulva : Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding
vagina.

Mons pubis / mons veneris : Lapisan lemak di bagian anterior symphisis


os pubis. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.

Labia mayora : Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan
belakang, banyak mengandung pleksus vena.Ligamentum rotundum uteri
berakhir pada batas atas labia mayora.Di bagian bawah perineum, labia
mayora menyatu (pada commisura posterior).

Labia minora : Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak


mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos
dan ujung serabut saraf.

Clitoris : Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior


vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior
vagina. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.

Vestibulum : Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet,


batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital.Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae,
ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri.
Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.

Introitus / orificium vagina : Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada


gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen,
utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae.
Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang
menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae).
Bentuk himen postpartum disebut parous.Corrunculae myrtiformis adalah
sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah
melahirkan / para.Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak
berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat
menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.

Vagina : Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi


cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal
ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran :
fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina
memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel
skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,
untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).Bagian atas vagina
terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam
secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix
uteri.Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di
sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi
orgasmus vaginal.

Perineum : Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis
(m.perinealis
transversus
profunda,
m.constrictor
urethra).Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina.Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

b) Genitalia interna
Uterus : Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat
implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan
adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi
konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan
serviks uteri.
Serviks uteri : Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis
(berbatasan / menembus dinding dalam vagina) dan pars
supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan
jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di
dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan
lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel
skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang
ostium externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks
mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar
mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung
glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam,
peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks
dipengaruhi siklus haid.
Corpus uteri : Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang
melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam
arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam
lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan
runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium.
Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus
uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi
selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.

Ligamenta penyangga uterus : Ligamentum latum uteri, ligamentum


rotundum uteri, ligamentum cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum
sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum
vesicouterina, ligamentum rectouterina.
Vaskularisasi uterus : Terutama dari arteri uterina cabang arteri
hypogastrica/illiaca interna, serta arteri ovarica cabang aorta
abdominalis.
Salping / Tuba Falopii : Embriologik uterus dan tuba berasal dari
ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi
sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.

Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan


sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan
dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya.

Pars isthmica (proksimal/isthmus) : Merupakan bagian dengan lumen


tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer gamet.
Pars ampularis (medial/ampula) : Tempat yang sering terjadi fertilisasi
adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik
(patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.
Pars infundibulum (distal) : Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium
tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium.
Fimbriae berfungsi menangkap ovum yang keluar saat ovulasi dari
permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.
Mesosalping : Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya
mesenterium pada usus).
Ovarium : Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai
jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks
dan medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel
menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar
epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel,
progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan
pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae
menangkap ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari
cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

BAB II
ISI
II. Isu-Isu yang Berhubungan dengan Kesehatan Reproduksi Remaja
1. KURANGNYA PENGETAHUAN TENTANG KESPRO
Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari
remaja akan menyelamatkan mereka dari free sex yang sudah menjadi trend hidup
modern saat ini. ini merupakan cara pandang yang kurang benar. Bagaimanapun
juga perkembangan biologis, fisiologis, dan psikologis remaja memang mendorong
mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan sendirinya. Tanpa
pengetahuan yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara mereka
sendiri. Dan cara tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan.
Pengetahuan yang benar tentang seks akan mendorong remaja untuk
berpikir tentang risiko-risiko yang akan mereka hadapi ketika mereka melakukan
free sex. Sayangnya, kini sebagian besar orang tua kehilangan skill untuk
berkomunikasi dengan anak mengenai pengetahuan seks.
Kurikulum pendidikan di Indonesia pun kurang mendukung pengetahuan
seks bagi remaja. Memang di mata pelajaran biologi siswa diberi pengetahuan
tentang reproduksi tetapi hanya sebatas pengetahuan biologis dan fungsional. Dan
pengetahuan ini tentu sangat kurang mengingat perilaku seks bukan hanya sebatas
organ genital, perjalanan sperma, pelepasan ovum, pembuahan, dan perkembangan
bayi. Remaja membutuhkan pendidikan dan pembimbingan ekstra ketika di
sekolah dimana remaja tersebut bergaul dengan remaja-remaja lain yang memiliki
keingintahuan yang sama. Dorongan coba-coba yang dimiliki remaja
menyebabkan mereka melakukan perilaku-perilaku berisiko terhadap kesehatan
reproduksi mereka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan reproduksi remaja
a) BUDAYA, AGAMA, TRADISI DAN MITOS
Pengetahuan dan pemahaman remaja tentang kesehatan resproduksi dan
resiko seksual merupakan hal penting, mengingat meningkatnya penundaan
usia pernikahan di kalangan perempuan, berimplikasi pada lamanya mereka
menjalani masa aktif secara seksual sebelum pernikahan. Sementara itu,
informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual masih dianggap sebagai
kebutuhan perempuan yang telah menikah, misalnya pengetahuan tentang
kontrasepsi. Namun demikian, studi yang dilakukan Hidayana dkk (2010) di
Kota Karawang, Sukabumi, dan Tasikmalaya menunjukkan minimnya
pemahaman remaja tentang masalah reproduksi, bahkan berkenaan dengan
pengalaman menstruasi. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar (>75%)

menyatakan kaget saat pertama kali menstruasi. Perasaan kaget yang dialami
oleh mayoritas responden dapat merupakan refleksi dari kurangnya informasi
yang diberikan pada remaja seputas pubertas, khususnya menstruasi.
Kurangnya pengetahuan responden tentang menstruasi, meski mereka
mengalaminya di usia yang terkategori normal (12-14 tahun). Hal ini sekaligus
menunjukkan keterbatasan informasi yang didapat remaja, bahkan dari orang
terdekatnya (ibu, saudara perempuan, guru, dll).
Temuan menarik menyangkut pemahaman remaja adalah masih
banyaknya mitos-mitos seputar menstruasi yang direproduksi dan diajarkan
pada remaja, antara lain: tidak boleh memakan nanas dan ketimun, meminum
air es, tidak boleh memakan makanan yang pedas, tidak boleh tidur siang
karena darah menstruasi akan naik menuju mata, dan lainnya.
Kecenderungannya orang tua atau saudara perempuan ketika mengajari atau
menasehati responden dan informan penelitian ini mereproduksi mitos-mitos
budaya seputar menstruasi yang tidak berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Misalnya paparan sejumlah remaja/informan berikut ini:
Ngga boleh minum air kelapa... (Cinta, 19 tahun, lajang, Tasikmalaya)
Ngga boleh gunting kuku dan rambut, ngga boleh mandi lewat dari jam
empat sore (Rita, 16 tahun, lajang, Tasikmalaya)
Nggak boleh sholat, ngga boleh ngaji, ngga boleh pegang Quran, ngga boleh
masuk masjid, karena nanti darahnya berceceran gimana (Yayah, 24 tahun,
janda, Tasikmalaya)

Temuan studi tersebut setidaknya menunjukkan bagaimana sebagian


besar remaja perempuan khususnya, terkesan tidak siap untuk mengalami
perubahan-perubahan fisik dan hormonal seiring dengan pubersitas yang
dialaminya. Terkesan bahwa lingkungan sosial terdekat, khususnya keluarga
dan komunitas, belum menanamkan nilai-nilai yang positif dan konstruktif
berkenaan dengan pubersitas remaja, termasuk bagaimana mereka menyikapi
hasrat seksualnya. Ketidaksiapan remaja akan pubersitasnya ini terkait dengan
faktor budaya, yang terefleksi dari mitos-mitos yang berkembang di
masyarakat, juga tradisi yang telah dipraktekkan turun temurun. Selain itu,
tafsir agama juga ikut berkonstribusi atas cara pandang masyarakat tentang
tubuhnya, seksualitasnya, yang langsung atau tidak langsung terkait dengan
kesehatan reproduksi dan seksualnya. Hal ini mengingat seksualitas
merupakan konstruksi sosial atas nilai, orientasi, dan perilaku yang berkaitan
dengan seks.

Seksualitas sebagai sebuah konstruksi sosial bisa ditunjukkan melalui


berkembangnya anggapan di masyarakat bahwa virginitas dilekatkan pada
perempuan, sementara laki-laki ditolerir karena mencerminkan keperkasaan
(maskulinitasnya).
Hal ini menunjukkan bagaimana dorongan seksual
individu berkonteks budaya, termasuk merupakan hasil pembelajaran sosial
berbasis gender, padahal dorongan seksual laki dan perempuan pada dasarnya
sama namun ekspresinya dikonstruksikan secara berbeda pada perempuan
karena nilai-nilai sosial budaya yang dilekatkan pada keperempuanannya.
Realitas ini menunjukkan bagaimana kontruksi sosial tentang seksualitas yang
tentunya dalam konteks masyarakat yang berbeda akan berbeda pula
pemaknaannya. Sebab itu, seiring dengan dinamika di masyarakat, maka
konstruksi sosial ini dapat berubah. Berkenaan dengan upaya melakukan
rekonstruksi sosial di masyarakat, maka agen-agen pembelajaran sosial yang
dapat peran siginifikan pada kelompok anak dan remaja adalah keluarga,
sekolah, dan media massa. Namun hal ini dimungkinkan jika seksualitas,
kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual tidak lagi dianggap sebagai hal
tabu di masyarakat. Artinya, dibutuhkan iklim sosial budaya yang kondusif.
b) SEKSUALITAS
Persoalan seksualitas tidak bisa dilepaskan dengan konstruksi sosial
budaya, yang justru dimungkinkan mengakari berbagai persoalan, misalnya
HIV/AIDS, kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan perempuan dan anak,
dan lainnya. Implikasinya dalam merancang kebijakan dan program kesehatan
reproduksi dan kesehatan seksual, perlu mengaitkan dengan persoalan gender
dan seksualitas.
Hal ini sejalan dengan Deklarasi Kairo tahun 1994 pasal VII butir 7.34
yang secara jelas menyatakan bahwa seksualitas dan relasi gender adalah
saling berkait dan mempengaruhi kemampuan laki-laki dan perempuan untuk
mencapai dan mempertahankan kesehatan seksual dan mengelola kehidupan
reproduksi mereka. Komitmen Kairo tersebut diperkuat dalam Deklarasi dan
Rencana Aksi Beijing tahun 1995 yaitu Konferensi Perempuan Internasional
-- dalam paragraf 96 yang menyatakan bahwa hak asasi perempuan meliputi
hak mereka untuk menguasai dan secara bertanggung jawab memutuskan soalsoal yang menyangkut seksualitasnya termasuk kesehatan seksual dan
reproduksinya, bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan.
Komitmen terbaru dunia internasional dalam pertemuan UNGASS tahun
2006 menelurkan Deklarasi Politik tentang HIV/AIDS yang dalam paragraf 30
menyatakan bahwa negara-negara berjanji untuk menghapuskan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender serta meningkatkan kapasitas
perempuan untuk melindungi dirinya dari resiko terinfeksi HIV melalui
kebijakan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan seksual dan kesehatan
reproduksi.

c) NAPZA
Berdasarkan proses pembuatannya, ada yang alami seperti ganja, opium,
kafein, nikotin. Ada yang semi sintetis yang dibuat melalui proses fermentasi
seperti morfin, heroin. Dan ada yang sintesis seperti metadon, petidin,
dipipanon, amfetamin dan ekstasi. NAPZA menurut efek yang ditimbulkan
digolongkan sebagai depresan yang berfungsi mengurangi fungsional tubuh
seperti morfin putau atau opium.
Stimulan atau sebagai obat yang merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan fungsi kerja serta kesadaran seperti kokain, nikotin atau sabusabu. Dan halusinogen atau zat yang menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat mengubah perasaan dan fikiran seperti ganja, jamur masrum dan LSD.
Pengguna NAPZA terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu seseorang yang
menggunakan hanya sesekali (user), orang yang menggunakan karena alas an
tertentu (abuser) dan orang yang memakai atas dasar kebutuhan (addict). Pada
tingkat addict, bila kebutuhan NAPZA tidak terpenuhi akan menimbulkan efek
secara fisik maupun psikis. Apakah seseorang yang kecanduan Narkotika
dapat tertular HIV? Bukan narkotikanya yang menyebabkan orang tertular
HIV tetapi perilaku penggunaannya yang beresiko seperti penggunaan satu
jarum suntik yang bergantian dengan teman pakainya. Atau dalam kondisi
mabuk, control seorang pecandu akan menyempit sehingga memungkinkan
terjadinya hubungan seksual yang tidak aman.
Dampak penyalahgunaan NAPZA dapat bersifat jasmani seperti
gangguan pada system syaraf dan kesadaran, kejang sampai gangguan pada
jantung dan peredaran darah. Dampak yang bersifat kejiwaan seperti gejala
putus zat atau sakau, ketergantungan seseorang untuk selalu membutuhkan zat
tertentu, dan meningkatnya kebutuhan zat lebih banyak untuk memperoleh
efek yang sama setelah pemakaian berulang. Serta perilaku agresif baik
bersifat fisik maupun psikis dari para pecandu yang mendorong pada tindakan
kriminal dalam keluarga maupun di masyarakat.
2. SEKS PRANIKAH
Meskipun masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi keperawanan,
nampaknya budaya tersebut tidak mengikat masyarakat secara kuat. pandangan
traditional yang mengatakan bahwa seorang wanita harus perawan sampai ia
menikah ternyata tidak sesuai dengan kehidupan kota yang penuh dengan
globalisasi, mudahnya akses informasi, banyaknya fasilitas hiburan, diskotik, mall,
film, dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, keperawanan seseorang sudah tidak terlalu
dipentingkan lagi. Banyak laki-laki yang memilih calon istri dengan melihat
kualitas personal dan kematangan psikologis tanpa harus memikirkan apakah dia
masih perawan atau tidak.

Melunturnya budaya ini menyebabkan seks pra nikah menjadi suatu hal
yang umum. Apalagi membanjirnya informasi dari budaya barat menyebabkan
adat-adat ketimuran menjadi terlupakan. Bahkan sebagian besar menganggap
bahwa seks pra nikah merupakan suatu bagian dari modernisasi kehidupan.
Sungguh ironis jika modernisasi yag dielu-elukan ternyata menggiring masyarakat
untuk terjun ke dalam kehidupan tak beraturan yang penuh dengan risiko penyakit
bahkan kematian.
Membanjirnya budaya luar ini diperparah dengan tingkat pendidikan seks
masyarakat yang rendah. Bahkan program-program mengenai pencegahan seks
yang berisiko sulit sekali menjangkau mereka. akhirnya ribuan penduduk terlena
dengan free sex yang mereka anggap sebagai having fun tanpa mengetahui risiko
dan bahaya yang akan mereka hadapi. Bahkan mereka tidak menggunakan
pengaman seperti kondom yang ujungnya semakin meningkatkan risiko mereka
untuk terkena Penyakit Menular Seks (PMS). Mereka tidak hanya melakukan
hubungan seks dengan satu pasangan tetapi dengan banyak pasangan untuk
melampiaskan keingintahuan mereka.
Risiko hubungan seks yang tidak aman
Kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan dan persalinan pada wanita dengan usia kurang dari 20
tahun lebih berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas, terutama di
wilayah-wilayah dengan pelayanan medis yang minim atau tidak ada.
Remaja usia kurang dari 18 tahun berisiko kematian 2 sampai 5 kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita berusia 18-25 tahun akibat persalinan
lama, pendarahan, persalinan macet, dan faktor-faktor lainnya.
Kehamilan yang tdak diinginkan ini sering kali berakhir dengan
aborsi. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, hampir 60%
kehamilan di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang tidak
diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan sering kali berujung pada
aborsi.
Penyakit menular seksual
PMS merupakan infeksi yang dapat menjadi masalah kesehatan
seumur hidup, seperti HIV. 333 juta kasus PMS yang dapat disembuhkan
terjadi setiap tahunnya, dan data yang ada menunjukkan sepertiga dari
infeksi PMS di negara-negara berkembang terjadi pada mereka kelompok
usia 13-20 tahun. Risiko remaja yang tertular HIV-AIDS juga meningkat.
Diperkirakan 40% dari infeksi HIV terjadi pada usia 15-24 tahun. 7000
dari 16000 kasus infeksi baru terjadi setiap hari. Wanita 2 kali lebih
berisiko terkena HIV-AIDS dibandingkan pria.

Kaum muda cenderung lebih berisiko tertular PMS karena sering


berhubungan seksual tanpa rencana walaupun seks dilakukan atas
keinginan. Remaja juga sering lalai menggunakan kondom dan tidak seiap
menggunakan alat kontrasepsi lain. selain itu remaja putri berisiko lebih
tinggi terhadap infeksi dibandingkan wanita tua karena sistem reproduksi
lemah belum matang. Indonesia membutuhkan suatu pendidikan seksual
serta bimbingan masa puber.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Perkembangan reproduksi remaja terkait erat dengan perkembangan
seksualnya. Sebagian remaja tidak mengalami masalah dalam perkembangan
seksualnya, tapi tidak sedikit dari mereka karena proses tersebut kehidupan mereka di
hari tua menjadi kurang menguntungkan.
Saat ini sebagian besar kaum remaja lebih berani mengambil risiko yang
mengancam kesehatan reproduksinya, tetapi mereka tidak mengetahui banyak
informasi mengenai apa itu kesehatan reproduksi.
Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap menjadi salah satu
persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil keputusan. Informasi
kesehatan reproduksi (kespro) pada remaja harus ditingkatkan, agar kelompok kaum
muda yang sedang tumbuh berkembang ini dapat memperoleh sumber informasi yang
benar. Karenanya, semua remaja memerlukan dukungan dan perawatan selama masa
transisi dari remaja menuju dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

http://ceria.bkkbn.go.id/referensi/substansi/detail/114
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/kesehatan-reproduksi-wanita
http://www.path.org/files/Indonesian_16-3.pdf
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW748.pdf

You might also like