Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.
Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara
internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses
reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada
pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk
menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak,
penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka.
3) Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita.
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam, bukan
semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup
pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa
kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di
negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara
tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita.
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara
lain:
a) Jender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis
kelaminmenurut budaya yang berbeda-beda. Jender sebagai suatu kontruksi
sosialmempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda
dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbedabeda.
b) Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang
tidak layak.
Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
c) Pendidikan yang rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi
tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan
indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini
mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya
mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah
kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan
yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan
ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
1)
Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada
wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini
banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia
tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang
tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya
dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti
wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di
samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita
yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah,
pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan
pengambilan keputusan.
2)
3)
4)
Vulva : Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding
vagina.
Labia mayora : Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan
belakang, banyak mengandung pleksus vena.Ligamentum rotundum uteri
berakhir pada batas atas labia mayora.Di bagian bawah perineum, labia
mayora menyatu (pada commisura posterior).
Perineum : Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis
(m.perinealis
transversus
profunda,
m.constrictor
urethra).Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina.Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.
b) Genitalia interna
Uterus : Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat
implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan
adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi
konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan
serviks uteri.
Serviks uteri : Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis
(berbatasan / menembus dinding dalam vagina) dan pars
supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan
jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di
dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan
lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel
skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang
ostium externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks
mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar
mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung
glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam,
peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks
dipengaruhi siklus haid.
Corpus uteri : Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang
melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam
arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam
lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan
runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium.
Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus
uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi
selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.
BAB II
ISI
II. Isu-Isu yang Berhubungan dengan Kesehatan Reproduksi Remaja
1. KURANGNYA PENGETAHUAN TENTANG KESPRO
Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari
remaja akan menyelamatkan mereka dari free sex yang sudah menjadi trend hidup
modern saat ini. ini merupakan cara pandang yang kurang benar. Bagaimanapun
juga perkembangan biologis, fisiologis, dan psikologis remaja memang mendorong
mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan sendirinya. Tanpa
pengetahuan yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara mereka
sendiri. Dan cara tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan.
Pengetahuan yang benar tentang seks akan mendorong remaja untuk
berpikir tentang risiko-risiko yang akan mereka hadapi ketika mereka melakukan
free sex. Sayangnya, kini sebagian besar orang tua kehilangan skill untuk
berkomunikasi dengan anak mengenai pengetahuan seks.
Kurikulum pendidikan di Indonesia pun kurang mendukung pengetahuan
seks bagi remaja. Memang di mata pelajaran biologi siswa diberi pengetahuan
tentang reproduksi tetapi hanya sebatas pengetahuan biologis dan fungsional. Dan
pengetahuan ini tentu sangat kurang mengingat perilaku seks bukan hanya sebatas
organ genital, perjalanan sperma, pelepasan ovum, pembuahan, dan perkembangan
bayi. Remaja membutuhkan pendidikan dan pembimbingan ekstra ketika di
sekolah dimana remaja tersebut bergaul dengan remaja-remaja lain yang memiliki
keingintahuan yang sama. Dorongan coba-coba yang dimiliki remaja
menyebabkan mereka melakukan perilaku-perilaku berisiko terhadap kesehatan
reproduksi mereka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan reproduksi remaja
a) BUDAYA, AGAMA, TRADISI DAN MITOS
Pengetahuan dan pemahaman remaja tentang kesehatan resproduksi dan
resiko seksual merupakan hal penting, mengingat meningkatnya penundaan
usia pernikahan di kalangan perempuan, berimplikasi pada lamanya mereka
menjalani masa aktif secara seksual sebelum pernikahan. Sementara itu,
informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual masih dianggap sebagai
kebutuhan perempuan yang telah menikah, misalnya pengetahuan tentang
kontrasepsi. Namun demikian, studi yang dilakukan Hidayana dkk (2010) di
Kota Karawang, Sukabumi, dan Tasikmalaya menunjukkan minimnya
pemahaman remaja tentang masalah reproduksi, bahkan berkenaan dengan
pengalaman menstruasi. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar (>75%)
menyatakan kaget saat pertama kali menstruasi. Perasaan kaget yang dialami
oleh mayoritas responden dapat merupakan refleksi dari kurangnya informasi
yang diberikan pada remaja seputas pubertas, khususnya menstruasi.
Kurangnya pengetahuan responden tentang menstruasi, meski mereka
mengalaminya di usia yang terkategori normal (12-14 tahun). Hal ini sekaligus
menunjukkan keterbatasan informasi yang didapat remaja, bahkan dari orang
terdekatnya (ibu, saudara perempuan, guru, dll).
Temuan menarik menyangkut pemahaman remaja adalah masih
banyaknya mitos-mitos seputar menstruasi yang direproduksi dan diajarkan
pada remaja, antara lain: tidak boleh memakan nanas dan ketimun, meminum
air es, tidak boleh memakan makanan yang pedas, tidak boleh tidur siang
karena darah menstruasi akan naik menuju mata, dan lainnya.
Kecenderungannya orang tua atau saudara perempuan ketika mengajari atau
menasehati responden dan informan penelitian ini mereproduksi mitos-mitos
budaya seputar menstruasi yang tidak berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Misalnya paparan sejumlah remaja/informan berikut ini:
Ngga boleh minum air kelapa... (Cinta, 19 tahun, lajang, Tasikmalaya)
Ngga boleh gunting kuku dan rambut, ngga boleh mandi lewat dari jam
empat sore (Rita, 16 tahun, lajang, Tasikmalaya)
Nggak boleh sholat, ngga boleh ngaji, ngga boleh pegang Quran, ngga boleh
masuk masjid, karena nanti darahnya berceceran gimana (Yayah, 24 tahun,
janda, Tasikmalaya)
c) NAPZA
Berdasarkan proses pembuatannya, ada yang alami seperti ganja, opium,
kafein, nikotin. Ada yang semi sintetis yang dibuat melalui proses fermentasi
seperti morfin, heroin. Dan ada yang sintesis seperti metadon, petidin,
dipipanon, amfetamin dan ekstasi. NAPZA menurut efek yang ditimbulkan
digolongkan sebagai depresan yang berfungsi mengurangi fungsional tubuh
seperti morfin putau atau opium.
Stimulan atau sebagai obat yang merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan fungsi kerja serta kesadaran seperti kokain, nikotin atau sabusabu. Dan halusinogen atau zat yang menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat mengubah perasaan dan fikiran seperti ganja, jamur masrum dan LSD.
Pengguna NAPZA terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu seseorang yang
menggunakan hanya sesekali (user), orang yang menggunakan karena alas an
tertentu (abuser) dan orang yang memakai atas dasar kebutuhan (addict). Pada
tingkat addict, bila kebutuhan NAPZA tidak terpenuhi akan menimbulkan efek
secara fisik maupun psikis. Apakah seseorang yang kecanduan Narkotika
dapat tertular HIV? Bukan narkotikanya yang menyebabkan orang tertular
HIV tetapi perilaku penggunaannya yang beresiko seperti penggunaan satu
jarum suntik yang bergantian dengan teman pakainya. Atau dalam kondisi
mabuk, control seorang pecandu akan menyempit sehingga memungkinkan
terjadinya hubungan seksual yang tidak aman.
Dampak penyalahgunaan NAPZA dapat bersifat jasmani seperti
gangguan pada system syaraf dan kesadaran, kejang sampai gangguan pada
jantung dan peredaran darah. Dampak yang bersifat kejiwaan seperti gejala
putus zat atau sakau, ketergantungan seseorang untuk selalu membutuhkan zat
tertentu, dan meningkatnya kebutuhan zat lebih banyak untuk memperoleh
efek yang sama setelah pemakaian berulang. Serta perilaku agresif baik
bersifat fisik maupun psikis dari para pecandu yang mendorong pada tindakan
kriminal dalam keluarga maupun di masyarakat.
2. SEKS PRANIKAH
Meskipun masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi keperawanan,
nampaknya budaya tersebut tidak mengikat masyarakat secara kuat. pandangan
traditional yang mengatakan bahwa seorang wanita harus perawan sampai ia
menikah ternyata tidak sesuai dengan kehidupan kota yang penuh dengan
globalisasi, mudahnya akses informasi, banyaknya fasilitas hiburan, diskotik, mall,
film, dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, keperawanan seseorang sudah tidak terlalu
dipentingkan lagi. Banyak laki-laki yang memilih calon istri dengan melihat
kualitas personal dan kematangan psikologis tanpa harus memikirkan apakah dia
masih perawan atau tidak.
Melunturnya budaya ini menyebabkan seks pra nikah menjadi suatu hal
yang umum. Apalagi membanjirnya informasi dari budaya barat menyebabkan
adat-adat ketimuran menjadi terlupakan. Bahkan sebagian besar menganggap
bahwa seks pra nikah merupakan suatu bagian dari modernisasi kehidupan.
Sungguh ironis jika modernisasi yag dielu-elukan ternyata menggiring masyarakat
untuk terjun ke dalam kehidupan tak beraturan yang penuh dengan risiko penyakit
bahkan kematian.
Membanjirnya budaya luar ini diperparah dengan tingkat pendidikan seks
masyarakat yang rendah. Bahkan program-program mengenai pencegahan seks
yang berisiko sulit sekali menjangkau mereka. akhirnya ribuan penduduk terlena
dengan free sex yang mereka anggap sebagai having fun tanpa mengetahui risiko
dan bahaya yang akan mereka hadapi. Bahkan mereka tidak menggunakan
pengaman seperti kondom yang ujungnya semakin meningkatkan risiko mereka
untuk terkena Penyakit Menular Seks (PMS). Mereka tidak hanya melakukan
hubungan seks dengan satu pasangan tetapi dengan banyak pasangan untuk
melampiaskan keingintahuan mereka.
Risiko hubungan seks yang tidak aman
Kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan dan persalinan pada wanita dengan usia kurang dari 20
tahun lebih berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas, terutama di
wilayah-wilayah dengan pelayanan medis yang minim atau tidak ada.
Remaja usia kurang dari 18 tahun berisiko kematian 2 sampai 5 kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita berusia 18-25 tahun akibat persalinan
lama, pendarahan, persalinan macet, dan faktor-faktor lainnya.
Kehamilan yang tdak diinginkan ini sering kali berakhir dengan
aborsi. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, hampir 60%
kehamilan di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang tidak
diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan sering kali berujung pada
aborsi.
Penyakit menular seksual
PMS merupakan infeksi yang dapat menjadi masalah kesehatan
seumur hidup, seperti HIV. 333 juta kasus PMS yang dapat disembuhkan
terjadi setiap tahunnya, dan data yang ada menunjukkan sepertiga dari
infeksi PMS di negara-negara berkembang terjadi pada mereka kelompok
usia 13-20 tahun. Risiko remaja yang tertular HIV-AIDS juga meningkat.
Diperkirakan 40% dari infeksi HIV terjadi pada usia 15-24 tahun. 7000
dari 16000 kasus infeksi baru terjadi setiap hari. Wanita 2 kali lebih
berisiko terkena HIV-AIDS dibandingkan pria.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Perkembangan reproduksi remaja terkait erat dengan perkembangan
seksualnya. Sebagian remaja tidak mengalami masalah dalam perkembangan
seksualnya, tapi tidak sedikit dari mereka karena proses tersebut kehidupan mereka di
hari tua menjadi kurang menguntungkan.
Saat ini sebagian besar kaum remaja lebih berani mengambil risiko yang
mengancam kesehatan reproduksinya, tetapi mereka tidak mengetahui banyak
informasi mengenai apa itu kesehatan reproduksi.
Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap menjadi salah satu
persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil keputusan. Informasi
kesehatan reproduksi (kespro) pada remaja harus ditingkatkan, agar kelompok kaum
muda yang sedang tumbuh berkembang ini dapat memperoleh sumber informasi yang
benar. Karenanya, semua remaja memerlukan dukungan dan perawatan selama masa
transisi dari remaja menuju dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
http://ceria.bkkbn.go.id/referensi/substansi/detail/114
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/kesehatan-reproduksi-wanita
http://www.path.org/files/Indonesian_16-3.pdf
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW748.pdf