You are on page 1of 27

LAPORAN H ASIL SGD 6 LBM 4

MANAJEMEN PENCABUTAN

Nama Anggota SGD 6 :


Wahyu Lusiana
Putri Fatmala
Harris Satya W
Muhammad Fikri Irfani
Mutia Mandallassari
Isni Rabbika
Dewi Ratma
Tia Andriyani
Dwinda Rizki I
Maharani Ratna P
Rachma Tria
Devi Dwi
Tahta Danifatis

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2014 / 2015
Page 1

DAFTAR ISI
Cover...........................................................................................................1
Daftar isi......................................................................................................2
Kata pengantar.............................................................................................3
Bab I Pendahuluan
1.1

Latar belakang.............................................................................4

1.2

Identifikasi masalah.....................................................................4

1.3

Rumusan masalah........................................................................4

Bab II Pembahasan
Pembahasan.............................................................................................5
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan.........................................................................................26
Daftar Pustaka...............................................................................................27

Page 2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami bisa menyelesaikan laporan hasil SGD 6
LBM 4 Blok 17 Manajemen Pencabutan . Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas SGD
yang telah dilaksanakan. Meskipun banyak hambatan dan rintangan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Keberadaan makalah ini sungguh sangat membahagiakan, karena selama ini
mahasiswa kedokteran gigi dapat belajar mengenai topik atau subjek yang memang harus
dipelajari. Selain itu kita sebagai mahasiswa kedokteran gigi juga sudah seharusnya mengenal
dan memahami tentang manajemen penjabutan.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah bersusah payah membantu baik langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil laporan
ini. Karena itu kami berharap semoga laporan ini dapat menjadi seuatu yang berguna bagi kita
bersama. Pada bagian akhir, kami akan mengulas tentang berbagai pendapat dari orang-orang
yang ahli di bidangnya, karena itu kami harapkan hal ini juga dapat berguna bagi kita
bersama. Semoga laporan yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang
lebih baik lagi. Amin.
Jazakumullhahikhoirojaza

Semarang, 19 Desember 2014

Penyusun

Page 3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Salah satu tindakan perawatan dalam bidang Kedokteran Gigi adalah pencabutan gigi.
Hal ini terutama disebabkan oleh karena tingkat pendidikan, ekonomi, sosial dan kesadaran
dari masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan gigi masih rendah, termasuk di Indonesia.
Penderita umumnya datang ke dokter gigi jika telah timbul keluhan yang sangat mengganggu
dengan kerusakan gigi sudah parah. Sehingga dalam tindakan pencabutannya mendapatkan
kesulitan dan pembutuhan teknik dan trik yang sesuai dengan kasusnya. Untuk melakukan
tindakan tersebut maka sebaiknya seorang dokter gigi mengkonsultasikan dulu dengan
pasiennya sebelum melakukan tindakan untuk memperoleh persetujuan. Hal ini dilakukan
agar pasien mengerti dan menyadari akan kesulitan yang dihadapi oleh dokter gigi. Untuk
tindakan tersebut pasien harus dipastikan dalam keadaan kesehatan umum yang baik, apabila
mempunyai penyakit sistemik harus terkontrol. (Dym, 2001, Pedersen, 1996, Pedlar, 2001,
Peterson, 2003).
1.2 Identifikasi Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apa persiapan yang harus dilakukan sebelum pencabutan gigi?


Bagaimana rencana pengambilan gigi sisa akar?
Apa saja indikasi dan kontraindikasi pencabutan?
Apa yang harus diperhatikan saat pencabutan?
Apa saja alat-alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa akar gigi?
Mengapa dokter menunda pencabutan gigi?
Apa saja Komplikasi yang dapat teradi pada kasus pasca ekstraksi?
Sebutkan beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi perdarahan pasca
pencabutan?
9. Bagaimana teknik pencabutan pada gigi di scenario?
10. Apa saja yang harus diinstruksikan kepada pasien post ekstraksi gigi?
11. Apa saja obat yang diberikan kepda pasien pasca pencabutan gigi?
12. Apa saja obat antihipertensi dan obat diabetes?
13. Bagaimana mekanisme penyembuhan luka pada pencabutan?
1.3 RumusanMasalah
Dari uraian identifikasi masalah diatas dapat dirumuskan bahwa masalah yang
dibahas adalah mengenai Manajemen Pencabutan ?

Page 4

BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan
1. Penyakit sistemik yang mampu memepengaruhi perdarahan pasca pencabutan
a. Diabetes mellitus tidak terkontrol.
Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer,
sehingga penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu,
PMN akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena
hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya
perdarahan.
b. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia).

Hemofilli

Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor


VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX.
Sedangkan pada von Willebrands disease terjadi kegagalan pembentukan
platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.

Leukimia

Penderita leukemia kronis memiliki kecenderungan mengalami


perdarahan akibat trombositopenia yang disebabkan oleh sel-sel kanker pada
sumsum tulang sehingga tidak terdapat tempat bagi sel-sel darah merah dan
prekursor

Anemia
Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah
sehingga kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang.
Selain itu, penderita anemia memiliki kecenderungan adanya kerusakan
mekanisme pertahanan seluler.
c.

Kelainan kardiovaskular ( hipertensi).

Penyakit kardiovaskuler

Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan


darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong
sehingga terjadi perdarahan.
Page 5

Hipertensi

Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,


pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat,
pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita
menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah
dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga
ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti
obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena
juga dapat menyebabkan perdarahan.
d. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).
e. Penyakit sifilis
karena pada pasien sifilis daya tahan tubuh rendah sehingga mudah
terjadi infeksi dan penyembuhan memakan waktu lama.
f. Purpura hemoragik
Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan dari
dalam gusi merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena
fragilitas kapiler (daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pada pasien
tersebut dalam keadaan kurang, sehingga menuju kearah keadaan mudah
terjadi pendarahan petechie dan ecchimosis.
Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia,
atau pengalaman pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan
darah yaitu waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi
protrombin.
g. Gondok Beracun (Toxic Goitre)
Gondok beracun biasa juga disebut tirotoksikosis. Referensi-referensi
lain menyamakan tirotoksikosis dengan hipertiroidisme,Oleh karena itu,
informasi yang dipaparkan mengacu pada tirotoksikosis dan hipertiroidisme.
Penyakit ini merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat peningkatan
kadar hormon tiroid dalam darah. Salah satu penyebab terjadinya
tirotoksikosis yaitu ekses yodium. Jumlah yodium yang berlebihan dapat
memblok fungsi tiroid, sehingga aktivitas tiroid dalam membuat hormon
menjadi tidak terkontrol.
Perawatan pasien penderita tirotoksikosis dapat berupa antitiroid
(propylthiouracil, karbimasol, dan metimasol) yang menghambat sintesis
hormon; asam iopanoic dan ipodate natrium yang merupakan penghambat
konversi periferal dari T4 ke T3; beta-bloker (propanolol) yang
memperlambat aktivitas adrenergik dan mengatasi takikardi, kecemasan,
gugup, tremor dan berkeringat; glukokortikosteroid, seperti deksametason,
yang mengurangi sekresi hormon tiroid dan yodium yang menghambat
pelepasan hormon preforme
h. Pasien Terapi Antikoagulan

Page 6

Terapi antikoagulan adalah salah satu bentuk yang paling umum digunakan
dalam pengobatan kontemporer. Seiring bertambahnya usia penduduk dan
tingginya insiden penyakit kardiovaskular pada masyarakat maju, jutaan
subjek menjalani terapi antikoagulan. Tujuan utama dari terapi ini adalah
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya tromboemboli, karena itu biasanya
dianjurkan pada semua pasien dengan risiko tromboemboli. Risiko
tromboemboli dapat terjadi pada subyek dengan riwayat angina,
aterosklerosis, fibrilasi atrium, kecelakaan cerebrovaskular, trombosis vena
dalam, penyakit arteri perifer, penyakit jantung iskemik, infark miokard dan
emboli paru, dan juga pada pasien setelah angioplasty dan pemasangan stent,
operasi bypass dan prostetik pemasangan katup jantung. Antikoagulan saat ini
terdiri dari dua obat dasar yaitu natrium warfarin dan heparin. Antikoagulan
sering dikombinasikan dengan obat antiplatelet seperti asam asetilsalisilat
atau sulfat clopidogrel untuk mencegah agregasi trombosit.Pasien yang
mengkonsumsi antikoagulan dan obat antiplatelet lebih beresiko mengalami
perdarahan oleh karena prosedur dental dibandingkan pasien lain. Namun,
menghentikan penggunaan obat-obatan ini dapat memicu peristiwa trombotik
(misalnya, deep vein thrombosis (DVT), stroke) pada pasien. Oleh karena itu,
risiko perdarahan harus dipertimbangkan bersama dengan risiko dan
konsekuensi dari trombosis. Status koagulasi pasien, berdasarkan
international normalized ratio (INR), harus dievaluasi sebelum prosedur
bedah dental dilakukan dan segala bentuk perubahan pada terapi
antikoagulannya harus didiskusikan dengan internis yang menangani
pasien.24 Dokter gigi harus memastikan INR pasien terapi antikoagulan
berada dalam kisaran terapeutik. Ketika nilai INR pasien berada pada kisaran
terapeutik (INR 2,0 - 4,0), prosedur bedah minor dental dapat dilakukan tanpa
perubahan pada terapi antikoagulannya. Nilai INR yang optimal adalah 3
karena meminimalkan risiko komplikasi baik perdarahan maupun
tromboemboli.
2. Teknik pencabutan gigi tanpa komplikasi
Pencabutan intra-alveolar
Pencabutan intra-alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan
menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini sering
juga disebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa dilakukan pada
sebagian besar kasus pencabutan gigi.
Dalam metode ini instrumen yang digunakan yaitu tang atau bein ditekan
masuk ke dalam ligamen periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang
alveolar. Bila akar telah terpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kearah
buko-lingual atau buko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari soketnya.
Gerakan rotasi kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan
dan gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga fraktur gigi
dapat dihindari.
Pencabutan trans-alveolar
Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan
metode intra-alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dilakukan
pencabutan dengan metode trans-alveolar. Metode pencabutan ini dilakukan
dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini
Page 7

juga sering disebut metode terbuka atau metode bedah yang digunakan pada
kasus-kasus:
a. Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar
b. Gigi yang mengalami hipersementosis atau ankilosis
c. Gigi yang mengalami germinasi atau dilaserasi
d. Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan bein,
terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris.
Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans-alveolar harus dibuat
secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan.
Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang disesuaikan
dengan keadaan dari setiap kasus. Secara garis besarnya, komponen penting
dalam perencanaan adalah bentuk flep mukoperiostal dan cara yang digunakan
untuk

Posisi Operator
Untuk mendapatkan tekanan terrkontrol pasien dan operator harus enempati
posisi tertentu yang etrkadang harus merelakan posisi kenyamanan pasien.
Pencabutan gigi atas sebaiknya dilakukan pada posisi pasien relative lebih
tinggi (di atas dataran siku) dan duduk pada kursi setengah menyandar.
Pada pencabutan gigi rahang bawah posisi pasien sebaiknya relative lebih
rendah dari pasien (di bawah adataran siku) dan posisi tegak. Untuk mencabut gigi
gigi rahang bawah anterior, rahang bawah kiri, posisi operator ada di kanan depan
pasien. Rahang bawah kanan, dibelakang kanan pasien.

Penggunaan Tang
1. Posisi telapak tangan
Tang dipegang dengan posisi telapak tangan menghadap kebawah untuk
pencabutan gigi bawah dan menghadap ketas utntuk gigi pada rahang atas.
Tindakan ini memungkinkan terjadinya posisi pergelangan lurus dan dan siku
mendekati badan.
2. Pinch Grasp
Teknik penggunaan elevator atau tang yang efektif tergantung pula pada
retraksi pipi atau bibir dan stabilitas prosesus alveolaris. Pinch grasp dugunakan
saat pencabutan gigi rahang atas. Pinch drasp dilakukan dengan cara memegang
prosesus alveolaris di antara ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang bebas. Ini
akan memebantu retraksi pipi, stabilitas kepala, mendukung prosesus alveolaris
dan meraba tulang bukal. Perluasa dataran bukal alveolar (labial) mudah teraba,
sehingga dapat dinilai apakah tekanan perlu ditambah atau dikurangi.
3. Sling grasp
Sling grasp mandibula memungkinkan retraksi pipi/lidah, memberikan
dukungan mandibula. Dukungan diperoleh dari memegang mandibula diantara ibu
jari dan jari telunjuk.
4. Pegangan dua tangan
Diindikasikan untuk pencabutan yang mempunyai tingkat kesulitan tertentu
sehingga memerlukan control tekanan yang besar atau memang untuk operator
Page 8

dengan kekuatan fisik yang kurang. Memegang dengan kedua tangan sesuai hadap
telapak tangan.

Gigi rahang atas


1. Gigi incisivus Rahang Atas
Gigi incisivue RA diekstraksi menggunakan upper universal forceps (no. 150)
walau pun forceps lain bisa diunakan. Gerakan awal pada ekstraksi ini harus pelan,
konstan dan tegas pada arah labial yang akan memperluas crestal buccal bone. Setelah
itu dilakukan gerakan memutar yang lebih pelan. Gerakan memutar tersebut harus
diminimalisasi pada ekstraksi gigi insisif lateral terutama jika ada lekukan pada gigi.

2. Gigi kaninus rahang atas

Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan untuk menggunakan


upper universal forceps (no. 150). Gerakan awal ekstraksi gigi caninus dilakukan pada
aspek buccal dengan tekanan ke arah palatal. Sedikit gaya berputar pada forceps
mungkin berguna untuk memperluas socket gigi,terutama jika gigi sebelahnya tidak
atau telah di ekstraksi. Setelah gigi terluksasi dengan baik, gigi bisa di cabut dari
socket ke arah labial-incisal dengan labial tractional forceps

3. Gigi premolar 1 Rahang Atas

Page 9

Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper universal forceps (no. 150). Sebagai
alternatif, bisa juga digunakan forceps no. 150A. gigi harus diluksasi sebanyak
mungkin dengan menggunakan elevator lurus. Gaya berputar harus dihindari pada gigi
ini agar tidak terjadi fraktur akar.

4. Gigi premolar 2 Rahang Atas

Forceps yang direkomendasikan untuk ekstraksi gigi ini adalah forceps no. 150
atau 150 A. gigi ini memiliki akar yang kuat, sehingga pergerakan yang kuat bisa
diberikan pada ekstraksi gigi ini.

5. Gigi molar Rahang Atas

Forceps no. 53 R dan 53 L biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi molar


rahang atas. Paruh pada forceps ini memiliki bentuk yang pas pada bifurkasi buccal.
Beberapa dokter gigi memilih untuk menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang
biasa disebut upper cowhorn forceps. Kedua forceps tersebit biasa digunakan untuk
gigi molar yang memiliki karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk
mengekstraksi gigi molar ketiga yang sudah erupsi, biasanya menggunakan forceps
210 S yang bisa dgunakan untuk sebelah kiri atau kanan. Pergerakan dasar ekstraksi
gigi molar biasanya menggunakan tekanan yang kuat buccal dan palatal, akan tetapi
gaya yang diberikan pada buccal lebih besar dibandingkan yang ke arah palatal. Gaya
Page 10

rotational tidak digunakan pada ekstraksi gigi ini karena gigi molar rahang atas
memiliki 3 akar.

Teknik ekstraksi gigi Rahang Bawah


ekstraksi Rahang bawah dianjurkan untuk menggunakan bite block. Selain itu,
tangan operator juga harus selalu menyokong rahang bawah
1. Gigi anterior rahang bawah
Lower universal forceps (no. 151) biasanya digunakan untuk ekstraksi
gigi rahang bawah anterior. Pergerakan ekstraksi biasanya dilakukan ke arah
labial dan lingual, dengan menggunakan tekanan yang sama besar. Gigi
dicabut menggunakan tractional forceps pada arah labial-incisal.

2. Pencabutan gigi kaninus bawah

Kaninus bawah dicabut dengan tang #151, yang dipegang dengan


telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Seperti gigi kaninus atas, akarnya
panjang, sehingga memerlukan tekanan terkontrol yang cukup kuat untuk
mengekspansi alveolusnya. Selama proses pencabutan gigi ini, tekanan yang
diberikan adalah tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah
fasial. Tekanan rotasional bias juga bermanfaat.

Page 11

3. Gigi premolar rahang bawah

Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah, biasanya digunakan juga


forceps no. 151. Akan tetapi forceps no. 151A bisa dijadikan alternatif.
Pergerakan awal diarahkan ke aspek buccal lalu kembali ke aspek lingual dan
akhirmya berotasi. Pergerakan rotasi sangat diperlukan pada ekstraksi gigi ini.
4. Gigi molar Rahang Bawah
Forceps no. 17 biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi ini. Pergerakan
kuat pada arah buccolingual digunakan unutuk memperluas socket gigi dan
memberikan kemudahan gigi untuk di ekstraksi pada arah buccoocclusal.
Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga yang telah erupsi, biasanya digunakan
forceps no. 222

Page 12

5. Gerakan Pencabutan

Luxasi
Gerakan arah lingual-labial atau lingo-bucal atau palato-labial atau palato bucal
Rotasi
Gerakan memutar yang diputar sejajar sumbu gigi yang bersangkutan
Gerakan kombinasi
Gerakan yang digabung antara luxasi dan rotasi
Gerakan extraksi
Gerakan mencabut sejajar sumbu gigi

3. Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan

Indikasi Pencabutan Gigi


Gigi perlu diCabut karena berbagai alasan, beberapa di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Persistensi gigi sulung dan supernumerary teeth/crowding teeth Keadaan
tersebut dapat menyebabkan maloklusi pada gigi permanen. Oleh karena
itu,pencabutan gigi harus segera dilakukan. Juga merupakan predisposisi
terjadinya penyakit periodontal yang prematur pada gigi geligi permanen
karena adanya akumulasi dental plak dan kalkulus, serta akan menyebabkan
trauma pada jaringan lunak.
b. Penyakit periodontal yang parah
Yaitu apabila terdapat abses periapikal, poket periodontal yang meluas ke
apeks gigi, atau yang menyebabkan gigi goyang.
c. Gigi yang fraktur dan gigi yang menyebabkan abses periapikal Perlu dilakukan
Pencabutan apabila sudah tidak dapat dilakukan perawatan endodontik atau
bila pasien menolak perawatan endodontik.
d. Gigi dengan karies yang dalam Gigi tidak dapat dipertahankan lagi apabila gigi
sudah tidak dapat direstorasi
e. Gigi yang terletak pada garis fraktur Gigi ini harus diCabut sebelum dilakukan
fiksasi rahang yang mengalami fraktur karena gigi tersebut dapat menghalangi
penyembuhan fraktur.
f. Gigi impaksi Gigi impaksi harus Dicabut jika menyebabkan gangguan gangguan misalnya pada hidung, kepala, TMJ, atau rasa sakit pada wajah.
g. Tujuan ortodontik
Untuk tujuan perawatan ortodontik beberapa gigi premolar atau molar
permanen harus dicabut (Pencabutan terapeutik). Serial extraction juga
merupakan salah satu wujud tindakan yang bijaksana ketika beberapa gigi
sulung dicabut untuk memberikan ruang yang cukup bagi erupsi gigi
permanen.
h. Tujuan prostetik
Pencabutan satu atau dua gigi dibenarkan jika dilakukan untuk menunjang
desain atau stabilitas protesa agar lebih baik.
i. Sebelum perawatan radioterapi
Pada pasien yang harus menjalani terapi radiasi untuk tumor ganas sebaiknya
dilakukan pencabutan pada gigi yang mempunyai prognosis buruk dan yang
Page 13

rawan terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya


osteoradionekrosis.
j. Pencabutan profilaksis
Prosedur ini dilakukan setelah melalui pemeriksaan medis pada pasien dengan
demam yang persisten (menetap) atau dengan suatu bentuk arthritis dan iritis.
Tindakan ini membutuhan pencabutan semua gigi non - vital serta yang
diragukan kevitalannya dalam upaya untuk menghilangkan semua fokal infeksi
atau yang berpotensi menjadi fokal infeksi.
k. Sisa akar
Sisa akar harus dicabut segera setelah ditemukan. Meskipun bagian kecil dari
akar ini dapat dibiarkan begitu saja dalam soket selama tidak menimbulkan
masalah, namun seiring berjalannya waktu dapat menjadi berbahaya sehingga
harus segera dicabut. Pada pasien tak bergigi, keberadaan segmen fraktur di
bawah mukosa akan terus menurus teriritasi oleh gigi tiruan di atasnya hingga
menghasilkan ulkus kronis yang kadang-kadang mengalami perubahan
neoplastik. Sisa akar juga bisa mengalami perubahan kistik atau perubahan
patologis lainnya.

Kontaindikasi sistemik
a. Kelainan jantung
b. Kelainan darah.
Pasien yang mengidap kelainan darah seperti leukemia, haemoragic
purpura, hemophilia dan anemia
c. Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
d. Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis)
pada kasus ini bila dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan
keadaan akut
e. Penyakit hepar (hepatitis).
f. Pasien dengan penyakit syphilis
karena pada saat itu daya tahan terutama tubuh sangat rendah sehingga
mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan memakan waktu yang lama.
g. Alergi pada anastesi local
h. Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah menurun
sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal.
i. Toxic goiter
j. Kehamilan.
pada trimester ke-dua karena obat-obatan pada saat itu mempunyai efek
rendah terhadap janin.
k. Psychosis dan neurosis
pasien yang mempunyai mental yang tidak stabil karena dapat
berpengaruh pada saat dilakukan ekstraksi gigi
l. Terapi dengan antikoagulan.

Kontraindikasi lokal
a. Radang akut.
Keradangan akut dengan cellulitis (tahap menjadi abses, abses menyebar
dalam kondisi akut disertai demam, malaise), terlebih dahulu keradangannya
harus dikontrol untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh
langsung dicabut.
Page 14

b. Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat M3 RB erupsi
terlebih dahulu
c. Malignancy oral.
Adanya keganasan (kanker, tumor dll), dikhawatirkan pencabutan akan
menyebabkan pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu. Sehingga luka
bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya harus diatasi terlebih
dahulu.
d. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan konservasi,
endodontik dan sebagainya

4. Komplikasi pencabutan dan pasca pencabutan


Pederson (1996) komplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang di anggap
seagai kelanjutan normal suatu tindakan pembedahan, yaitu rasa sakit, edema dan
perdarahan. Namun apabila terjadi secara berlebih patut dicurigai apakah hal itu
merupakan morbiditas (kedaaan terkena sakit, atau penyakit yang merubah
kulaitas hidup) atau kompliasi penyakit. Sedangkan menurut KBBI kompliakasi
adalah sutu penyakit yang terjadi setelah setelah terkena suatu penyakit.
Komplikasi saat pencabutan:
1. Gagalnya anastesi
2. Fraktur mahkota gigi yang dicabut
3. Fraktur akar gigi yang dicabut
4. Rusaknya gigi tetangganya atau gigi antagonisnya
5. Fraktur tulang alveolar
6. Fraktur tuberositas maksila
7. Dislokasi sendi temporomandibular
8. Perpindahan akar ke jaringan lunak
9. Perpundahan akar ke sinus maksilaris
10. Kerusakan bibir, gusi
11. Kerusakan pada nervus alveolaris, lingualis dan mentalis
Komplikasi pasca pencabutan
1. Perdarahan
Sedikit perdarahan setelah dilakukan pencabutan gigi merupakan
keadaan yang normal. Perdarahan yang masih terjadi setelah 30-60 menit
dilakukan penekanan dengan menggigit tampon perlu perawatan lanjut hal ini
disebut sebagai perdarahan primer ( primary hemorrhage ).
Dapat pula terjadi perdarahan setelah beberapa hari dilakukan pencabutan
disebut perdarahan sekunder ( secondary hemorrhage ).
2. Echymosis dan hematoma
Dapat terjadi sedikit echymosis setelah pencabutan gigi terutama pada
penderita usia lanjut. Bila terdapat echymosis dan hematoma dapat diatasi
dengan kompres es pada hari pertama dan selanjutnya dengan terapi panas.
3. Pembengkakan
Biasa terjadi setelah trauma, bila keadaan berlanjut biasanya terdapat
infeksi dan perlu diatasi dengan pemberian antibiotika. Kadangkala bila terjadi
infeksi disertai pula keadaan kesulitan membuka mulut ( trismus ), bilamana
Page 15

hal ini terjadi maka perlu diberikan latihan untuk membuka mulut serta
diberikan terapi panas. Bila trismus berkelanjutan perlu pemberian terapi
diatermi dan latihan membuka mulut.
4. Drysocket
Keadaan ini sering terjadi dan menyebabkan rasa sakit yang
berkepanjangan setelah pencabutan gigi. Drysocket ditandai dengan hilangnya
rusaknya blood clot pada socket, dimulai dengan adanya blood clod yang
keabu-abuan dan diikuti rusaknya blood clot sehingga socket terlihat kering.
Penatalaksanaan
Tujuan utama : relief of pain
Debridemen dan Irigasi dengan normal salin
Kontraindikasi : kuretase dinding soket !
Insersi dressing obat ke dalam soket (prinsip : analgesik, topikal
anestesi, pelarut)
Pemberian antiinflamasi
Instruksi jaga OH
5.

6.

7.

8.

9.

Fraktur akar
Keadaan ini sering terjadi pada pencabutan dengan tang, pada gigi yang
mati oleh karena rapuh, akar gigi yang bengkok, atau adanya hipercementosis
dll. Bila akar yang fraktur amat kecil dan letaknya jauh terbenam dalam tulang
dapat dibiarkan dengan catatan penderita diberitahu keadaan tersebut.
Fraktur tulang alveolar
Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila terasa
bahwa terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya dipisahkan terlebih
dahulu dari tulang yang patah, baru dilanjutkan pencabutan.
Fraktur dari tuberositas maxilaris
Terjdi pada waktu pencabutan gigi molar tiga rahang atas. Perlu
dihindari oleh karena tuberositas diperlukan sebagai retensi pada pembuatan
gIgi palsu.
Perforasi Sinus Maxilaris
Terjadi pada pencabutan gigi-gigi premolar atau molar rahang atas.
Keadaan ini lebih mudah terjadi pada gigi dengan keadaan adanya infeksi pada
apikal karena tulang antara akar dan sinus terlibat keradangan kronis sehingga
rusak. Biasanya hal ini ditandai dengan adanya cairan yang keluar melalui
hidung bilamana penderita kumur atau minum, kadang kala saat pencabutan
tidak diketahui baik oleh dokter ataupun penderita kalau terjadi perforasi.
Bila terjadi segera diatasi dengan menutup socket dengan jahitan yang
rapat bila perlu tulang bagian bukal dikurangi sehingga dapat dilakukan tarikan
pada mukosa dari bukal untuk menutup. Penderita dianjurkan tidak meniupniup hidung kurang lebih selama satu minggu, jangan kumur terlalu keras.
Terdorongnya akar pada Sinus Maxillaris
Bila terjadi, dapat dicoba untuk mengambil bagian tersebut dengan
jalan :Penderita disuruh meniup dengan lubang hidung ditutup, Diambil
dengan ujung alat penghisap ( suction tip ) pada socket ), Bila tidak berhasil
perlu dilakukan tindakan pembedahan dengan merujuk penderita ke dokter
ahli.

Page 16

Immediate

Delayed

Late

Local
Fraktur akar, alveolus,
tuberocitas, mandibula,
gigi sebelahnya, mukosa
alveolar
Dry socket, infeksi local,
delayed or secondary
haemorrhage
Atropi alveolar

Regional
Injuri pada inverior
dental, lingual nerve,
lacerated tongue or
palate
Myofasial
paint
dysfunction,
injection
track haematoma
Osteomylitis

5. Kondisi penyulit pencabutanharus ada jalan masuk yang memadai untuk menempatkan tang. Rongga
mulut yang terlalu kecil karena anatomi, patologi (scleroderma) atau trauma
(luka bakar elektrik atau kaustik) akan menyulitkan pencabutan dengan tang
atau bahkan pencabutan tidaklah mungkin dilakukan. Jarak antar incisal yang
terganggu atau kecil (<20mm) baik karena anatomi, patologi sendi tmj, kejang
otot, atau infeksi (trismus) mengakibatkan pencabutan dengan tang sulit dan
bahkan tidak mungkin dilakukan. Ukuran lidah atau kebiasaan bias juga
membatasi jalan masuk dan visualisasi pada pencabutan gigi bawah
6. Teknik ekstraksi gigi dengan komplikasi

PENCABUTAN GIGI DENGAN TEKNIK OPEN METHOD EXTRACTION


Pencabutan gigi teknik open method extraction adalah teknik mengeluarkan gigi
dengan cara pembedahan dengan melakukan pemotongan gigi atau tulang . Prinsip
pada teknik ini adalah pembuatan flap, membuang sebagian tulang, pemotongan
gigi, pengangkatan gigi, penghalusan tulang, kuretase, dan penjahitan
(Dimitroulis, 1997). Pencabutan gigi dengan teknik open method extraction
diindikasikan untuk kasus sebagai berikut (Howe, 1993 Peterson, 2003):
1. Adanya gigi yang menahan usaha pencabutan intra-alveolar bila diaplikasikan
tekanan yang sedang besarnya.
2. Sisa akar yang tidak bisa dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan
elevator, khususnya yang berdekatan dengan sinus maksilaris.
3. Adanya riwayat kesulitan atau kegagalan pencabutan gigi sebelumnya
4. Gigi dengan restorasi yang luas, khususnya bila saluran akar telah dirawat atau
pulpa telah nonvital.
5. Gigi hipersementosis dan ankilosis
6. Gigi dilaserasi atau geminasi.
7. Gigi dengan gambaran radiografi bentuk akar yang rumit, atau akar yang
kurang menguntungkan atau berlawanan dengan arah pencabutan.
8. Bila ingin dipasangkan geligi tiruan imediat atau beberapa saat setelah
pencabutan. Metode ini memungkinkan dilakukannya penghalusan tulang
alveolar agar protesa dapat dipasang
Flap Mukoperiostal

Page 17

Untuk memperoleh akses yang jelas terhadap gigi yang akan dicabut atau
daerah pembedahan maka dibuat flap mukoperiostal. Flap yang dibuat harus cukup
suplai darah, memberikan lapang pandang / jalan masuk yang cukup, dan tepian flap
harus berada diatas tulang.. Dasar flap harus lebih lebar dibanding bagian yang bebas.
Sebagian besar flap yang dibuat untuk tujuan bedah mulut adalah dibagian bukal,
karena rute ini merupakan rute yang paling langsung dan tidak rumit untuk mencapai
gigi yang terpendam atau fragmen ujung akar. Desain flap yang biasa digunakan untuk
mencabut gigi adalah flap envelope dengan atau tanpa perluasan ke bukal/ labial
(Dym, 2001, Howe, 1993, Pedersen, 1996, Pedlar,2001).

Teknik Pencabutan Gigi Akar Tunggal (Dym, 2001, Gans, 1972 ,Peterson, 2003)
Teknik pencabutan open method extraction dilakukan pada gigi akar tunggal
jika pencabutan secara intra alveolar/ pencabutan tertutup mengalami kegagalan, atau
fraktur akar dibawah garis servikal. Tahap pertama teknik ini adalah membuat flap
mukoperiostal dengan desain flap envelope yang diperluas ke dua gigi anterior dan
satu gigi posterior atau dengan perluasan ke bukal/labial.
Setelah flap mukoperiostal terbuka secara bebas selanjutnya dilakukan
pengambilan tulang pada daerah bukal/labial dari gigi yang akan dicabut, atau bisa
juga diperluas kebagian posterior dari gigi yang akan dicabut. Jika tang akar/ elevator
memungkinkan masuk ke ruang ligamen periodontal, maka pengambilan dapat
digunakan tang sisa akar atau bisa juga menggunakan elevator dari bagian mesial atau
bukal gigi yang akan dicabut. Jika akar gigi terletak di bawah tulang alveolar dan tang
akar/ elevator tidak dapat masuk ke ruang ligamen periodontal maka diperlukan
pengambilan sebagian tulang alveolar. Pengambilan tulang diusahakan seminimal
mungkin untuk menghindari luka bedah yang besar.

Gambar 2: Pencabutan gigi teknik open method extraction tanpa


pengambilan tulang dan pemotongan tulang dengan tang (Peterson, 2003)
Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama,
pengambilan tulang dilakukan dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang
alveolar. Kedua, pembuangan tulang bagian bukal dengan bur atau chisel selebar
ukuran mesio-distal akar dan panjangnya setengah sampai dua pertiga panjang akar.
Pengambilan akar gigi bisa dilakukan dengan elevator atau tang akar. Jika dengan cara
ini tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian bukal diperdalam mendekati ujung
Page 18

akar dan dibuat takikan dengan bur untuk penempatan elevator. Setelah akar gigi
terangkat, selanjutnya menghaluskan tepian tulang, kuretase debris atau soket gigi,
mengirigasi dan melakukan penjahitan tepian flap pada tempatnya.

Gambar 3 : Pencabutan gigi teknik open method extraction dengan


pengambilan sebagian tulang bukal (Peterson, 2003)

Teknik Pencabutan Gigi Akar Multipel Atau Akar Divergen (Dym, 2001, Gans,
1972 ,Peterson, 2003)
Pencabutan gigi akar multipel dan akar divergen perlu pengambilan satu
persatu setelah dilakukan pemisahan pada bifurkasinya. Pertama pembuatan flap
mukoperiostal dengan desain flap envelop yang diperluas. Selanjutnya melakukan
pemotongan mahkota arah linguo-bukal dengan bur sampai akar terpisahkan.
Pengangkatan akar gigi beserta potongan mahkotanya satu-persatu dengan tang.

Page 19

Gambar 4 : Teknik open method extraction dengan pemotongan


mahkota gigi arah linguo-bukal ( Peterson, 2003)
Cara lain adalah dengan pengambilan sebagian tulang alveolar sebelah bukal
sampai dibawah servikal gigi. Bagian mahkota dipotong dengan bur arah horizontal
dibawah servikal. Kemudian akar gigi dipisahkan dengan bur atau elevator, dan satu
persatu akar gigi diangkat. Tepian tulang atau septum interdental yang tajam
dihaluskan. Selanjutnya socket atau debris dikuret dan diirigasi serta penjahitan tepian
flap pada tempatnya.

Gambar 5 : Pencabutan gigi molar bawah dengan teknik open method


extraction, dimana dilakukan pemotongan mahkota dan akar gigi (Peterson,
2003)
Page 20

Gambar 6 : Pencabutan gigi molar atas dengan pemotongan mahkota


dan pengambilan akar satu persatu ( Peterson, 2003)

Teknik Pencabutan Gigi Hipersementosis


Teknik pencabutan gigi ini pada prinsipnya sama dengan cara pencabutan
yang telah dijelaskan diatas. Gigi dengan akar hipersementosis biasanya ujung akar
membulat dan diameter lebih besar pada ujungnya sehingga menyulitkan pada saat
diangkat dan sering terjadi fraktur. Pengambilan tulang sebelah bukal perlu dilakukan
sampai ujung akar mengikuti bentuk akar gigi. Pengangkatan akar bisa dengan tang
Page 21

akar atau elevator. Flap mukoperiostal yang dibuat berbentuk flap envelope yang
diperluas ke arah bukal/ labial (Gans, 1972)

Gambar 7 : Teknik pencabutan gigi hipersementosis (Gans, 1972)


7. Obat hipertensi dan DM dan pasca pencabutan

Obat hipertensi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat
reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium.
1. Diuretik Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan
menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap
yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang
menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah
antung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga
berkurang.20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide,
Furosemide, Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide,
Chlorthaldion.
Page 22

2. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker) Berbagai mekanisme


penurunan tekanan darah akibat pemberian -blocker dapat dikaitkan dengan
hambatan reseptor 1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan
kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi
renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3)
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada
sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan
biosentesis prostasiklin.19
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah
Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol,
Penbutolol, Labetalol.
3. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Kaptopril
merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk
pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme kerja : secara langsung
menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang,
berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui
bradikinin). Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril,
Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.
4. Penghambat Reseptor Angiotensin
Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1).
Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali
tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. Contoh antihipertensi dari
golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan,
Eprosartan, Zolosartan.
5. Antagonis Kalsium Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks
kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah,
antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena
kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia
dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin
(Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia
karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung.Contoh antihipertensi dari
golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine

Diabetes
a. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular
dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan
hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita
yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
b. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan
berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan
kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya
penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat.
Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan
yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
menyebabkan kelelahan sel pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
Page 23

c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan

Page 24

BAB III
KONSEP MAPPING
Pasien

Pemeriksaan

IO

Penyakit
sistemik

EO

DM

46,47 sisa akar


Fraktur 1/3
Goyang derajat 3

Pemberian obat pasca


pencabutan

Ekstraksi

komplikasi

Indikasi &
kontraindikasi

Hipertensi

Alat

Teknik

Ekstraksi
komplikasi

Page 25

BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan berdasarkan scenario pasien lakilaki usia 66tahun datang ingin melakukan pencabutan gigi belakang bawah kanan yang
tinnggal sisa akar dan gigi depan atas kirinya patah sebagian dan goyang. Dulu pernah
dilakukan pencabutan tapi tidak ada komplikasi. Pasien memimiliki riwayat hipertensi dan
DM terkontrol. Pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi dan DM.
Setelah dokter gigi melakukan pemeriksaan vital sign kepada pasien tekanan darahya
150/100 mmHg, nadi 80 kali/menit, RR 18kali/menit, dan suhi tubuh 36,5C. ekstra oral
pasien tidak didapatkan kelainan. Intra oral pasien gigi 21 fraktur 1/3 mahkota dan goyang
derajat, gigi 46 , 47 sisa akar
Setelah mengetahui keadaan pasien dokter gigi menunda untuk melakukan pencabutan
gigi karena tekanan darah pasien sedang tinggi dan meminta pasien untuk mngecek gula
darahnya dahulu.
Dokter gigi melakukan penundaan penabutan gigi kepada pasien karena hipertensi dan
DM merupakn kontraindikasi pencabutan gigi. Bukan berarti sama sekali tidak boleh
dilakukan, namun pasien harus berada pada kondoisi tekanan darah dan gula darah yang
normal sebelum melakukan pencabutan. Ditakutkan jika pada pasien hipertensi dilakukan
pencabutan perdatahan akan sulit dihentikan dan pada pasien DM proses penyembuhan luka
terganggu.

Page 26

DAFTAR PUSTAKA

Topazian, Richard G., Goldberg, Morton H. Oral and Maxillofacial Infections 3rd
edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1994
Datarkar, Abhay N. Exodontia Practice. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers. 2007.
Fragiskos, Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin: Springer-Verlag. 2007
Pedersen. Buka Ajar Bedah Mulut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996.

Page 27

You might also like