You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama.
Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat
(SSP) yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di
otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya
fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan
listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang
ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik,
disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi
penyandangnya.
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan
episode singkat dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.
Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan
epilepsy berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (
kejang klonus hebat ). Semua obat antikonvulsi memiliki masa paruh
panjang, dieliminasi dengan lambat dan berkumulasi dalam tubuh pada
penggunaan kronis

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epilepsi?
2. Apa saja jenis-jenis epilepsi?
3. Apa saja yang termasuk golongan obat antiepilepsi?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat antiepilepsi?
5. Bagaimana farmakokinetik dari obat antiepilepsi?
6. Bagaimana toksikologi dari obat antiepilepsi?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari epilepsi
2. Untuk mengetahui jenis-jenis epilepsi
3. Untuk mengetahui penggolongan obat antiepilepsi
4. Untuk mengatahui mekanisme kerja dari obat antiepilepsi
5. Untuk mengetahui farmakokinetik obat antiepilepsi
6. Untuk mengetahui toksikologi dari obat antiepilepsi

BAB II
ISI
A. Definisi Epilepsi
Epilepsi ( Yunani = serangan ) atau sawan/ penyakit ayan adalah
suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba- tiba dan berkala, biasanya
dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan
mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai
pelepasan muatan listrik yang berlebihana dari neuron-neuron tersebut.
Lazimnya pelepasan muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas
dalam kelompok-kelompok kecil, yang memberikan ritme normal pada
elektroencrfalogram (EEG) (Tjay,2010).
Epilepsi diperkirakan diderita oleh sekitar 3% individu pada saat
berusia 80 tahun. Kira-kira 10% populasi akan mengalami sedikitnya 1
kali kejang selama hidupnya. Secara global, epilepsy merupakan
penyakit neurologis ketiga yang paling banyak dijumpai setelah penyakit
serebrovaskular dan penyakit Alzheimer. Epilepsi bukanlah bentuk
tunggal, melainkan suatu kumpulan beberapa jenis bangkitan kejang dan
sindrom yang bersumber dari beberapa jenis bangkitan kejang dan
sindrom yang bersumber dari beberapa mekanisme dengan kesamaan
dalam hal muatan neuron serebrum yang bersifat tiba-tiba, berlebihan
dan muatan yang sinkron. Aktivitas listrik yang tidak normal ini

mengakibatkan

beragam

kejadian,

seperti

kehilangan

kesadaran,

gerakan yang tidak normal, perilaku yang tidak biasa, atau aneh, dan
persepsi yang terganggu yang biasanya terjadi sementara, tetapi akan
terjadi secara langsung jika tidak ditangani. Lokasi penimbulan letupan
neuron akan menentukan gejala yang dihasilkan (Harvey, 2013).
B. Jenis-jenis Epilepsi
Dikenal sejumlah jenis 4pilepsy dan yang paling lazim adalah dengan
bentuk serangan luas (grand mal, petit mal , absence) pada mana
sebagian besar otak terlibat dan serangan parsial (sebagian) pada mana
pelepasan muatan listrik hanya terbatas sampai bentuk campurannya
(Tjay,2010).
1. Grand mal
Grand mal ( Perancis = penyakit besar atau serangan tonis- tonis
generalized [ Yunani. Tonis = kontraksi otot otonom yang bertahan
lama, klonos = gerakan liar hebat, klonis= kontraksi ritmis]). Bercirikan
kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota
badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pada
umumnya serangan demikian diawali oleh suatu

perasaan alamat

khusus ( aura). Hilangnya tonus menyebabkan penderita terjatuh ,


berkejang hebat dan otot- ototnya menjadi kaku. Fase tonis ini
berlangsung kira-kira 1 menit untuk kemudian disusul oleh fase klonis

dengan kejang-kejang dari kaki-tangan, rahang dan muka. Penderita


kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi
inkontinensia urin atau feces. Selain itu dapat timbul hentakan
hentakan klonis, yakni gerakan ritmis dari kaki- tangan secara tak
sadar, sering kali dengan jeritan, mulut berbusa, mata membelalak dan
gejala lainnya. Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit yang
disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan
kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi
(Tjay,2010).
2. Petit mal
Petit mal (Perancis = penyakit kecil) atau absence (Penyakit =
tak hadir). Berciikan serangan yang hanya singkat sekali, antara
beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran
ringan tanpa kejang-kejang. Seperti grand mal, petit mal juga bersifat
serangan luas di seluruh otak. Gejalanya berupa keadaan termangumangu (pikiran kosong; kehilangan kesadaran dan respons sesaat),
muka pucat , pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti
bergerak, terutama anak-anak . Setelah serangan, anak kemudian
melanjutkan aktivitasnya seolah olah tidak terjadi apa-apa. Bila
serangan singkat tersebut berlangsung berturut-turut dengan cepat,
maka dapat pula timbul suatu status epilepticus. Serangan petit mal

pada anak-anak dapat berkembang menjadi grand mal pada usia


pubertas (Tjay,2010).
3. Parsial
Parsial ( Epilepsi psikomotor ). Bentuk serangan parsial
umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya menurun untuk
sebagaian

tanpa

hilangnya

ingatan.

Penderita

memperlihatkan

kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam dan atau


menelan atau berjalan dalam lingkaran (Tjay,2010).
C. Penggolongan obat antiepilepsi
Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan
epilepsy berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (
kejang klonus hebat ). Semua obat antikonvulsi memiliki masa paruh
panjang, dieliminasi dengan lambat dan berkumulasi dalam tubuh pada
penggunaan kronis (Tjay,2010).
Hingga kini, ada 16 obat antiepilepsi dan obat-obat tersebut
digolongkan dalam 5 golongan kimiawi, yakni hidantion, barbiturate,
oksazolidindion, suksimid dan asetil urea. Akhir-akhir ini karbamazepin
dan asam valproate memegang peran penting dalam pengobatan
epilepsy; karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun
kompleks, sedangkan asam valproate terutama untuk bangkitan lena
maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik-klonik
(Gunawan, 2007)

a. Golongan Hidantoin
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi
yaitu fenitoin (difenilhidantion), mefenitoin dan etotoin dengan fenitoin
sebagai prototipe. Kini juga telah tersedia fosfenitoin yakni bentuk
fenitoin yang lebih mudah larut dan dipakai untuk penggunaan
parenteral. Fenitoin yang semula merupakan obat utama untuk
hamper semua jenis epilepsy, kecuali bangkitan lena, sekarang telah
tergeser oleh obat utam untuk profil keamanannya lebih baik yaitu
valproate dan lamotrigine (Gunawan, 2007).
b. Golongan Barbiturat
Disamping sebagia hipnotik-sedatif, golongan barbitura efektif
sebagai obat antikonvulsi dan yang biasa digunakan adalah barbitura
kerja lama.Obat golongan barbiturate adalah Fenobarbital dan
Primidon.Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria,
sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi. Senyawa
fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitter misalnya Ach, dan untuk
repolarisasi membrane sel neuron setelah depolarisasi (Gunawan,
2007)
c. Golongan Oksazolidindion
Trimetadion merupakan obat antiepilepsi tipe absence namun
setelah etosuksimid dipakai secara luas pada tahun 1960, trimetadion
sudah jarang digunakan (Gunawan, 2007).

d. Golongan Suksimid
Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan diklinik adalah
etosuksimid, metsuksimid dan fensuksimid. Metsuksimid bersifat lebih
toksik.

Etosuksimid

paling

efektif

bila

dibandingakan

dengan

metsuksimid atau fensuksimid. Berdasarkan penilitian pada hewan,


terungkapa bahwa spectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan
trimetadion. Sifat yang menonjol dari etosuksimid trimetadion ialah
mencegah bangkitan konvulsi pentilentetrazol. Etosuksimid dengan
sifat antipetilentrazol terkuat merupaka obat yang paling selektif
terhadap bangkitan lena (Gunawan,2007).
e. Karbamazepin
Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan
trigeminal neuralgia, kemudian ternyata bahwa obat ini efektif
terhadapa bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik
(Gunawan,2007)
f. Golongan Benzodiazepin
Disamping sebagai antiansietas, sebagian golongan obat
benzodiazepine bermanfaat sebagai antikonvulsi, khususnya untuk
epilepsi. Obat golongan ini adalah diazepam, klonazepam dan
nitrazepam. Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi
rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk
terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan

hipsaritmia

yang

merupakan

refrakter

benzodiazepine

Penggunaannya

tersendiri

terhadap

terapi

dengan
atau

lazim.

masa

sebagai

Klonazepam

kerja

panajng.

tambahan

bersama

antiepilepsi lain, untuk terapi bangkitan mioklonik, bangkitan akinetik


dan

spasme

infantile.

Nitrazepam

dapat

dimanfaatkan

untuk

mengendalikan hipsaritmia, spasme infantile dan bangkitan mioklonik.


Namun kurang efektif bila dibandingkan deng klonazepam. Malahan
ada yang berpendapat nitrazepam paling efektif terhadap bangkitan
mioklonik (Gunawan,2007).
g. Asam Valproat
Valproat terutama untuk terapi epilepsy tonik-klonik umum,
terutama yang primer dan kurang efektif terhadapa epilepsi fokal.
Valproat menyebabkan hiperpolarisasi potensial istirahat membrane
neuron, akibat peningkatan daya konduksi membrane untuk kalium
(Gunawan,2007).
h. Antiepilepsi lain
Obat antiepilepsi lainnya yaitu Fenasemid, Asetozalamid,
Vigabatrin,

Gabapentin,

Topiramat,

Tiagabin,

Zonisamid,

dan

Levetirasetam. Fenasemid merupaka turuna fenitoin yang mempunyai


efektivitas yang rendah bila dibandingkan dengan fenitoin. Fenasemid
bersifat toksi sehingga hanya dipakai untuk kejang parsial yang
refrakter. Asetazolamid adalah suatu penghamabt karbonim anhidrase

sebagai suatu diuretic akan menyebabkan asidosis ringan akibat


kehilangan natrium dan kalium. Vigabatrin merupakan inhibitor GABA
amino transferase. Gabapentin merupakan suatu analog GABA, tidak
bekerja pada resptor GABA tetapi berperan dalam metabolism GABA.
Topiramat merupaka turunan monosakarida yang sangat berbeda
dengan struktur antikonvulsan lainnya. Tiagabin merupakan turunan
asam nipekotik suatu inhibitor GABA sehingga meningkatkan kadar
GABA dalam otak. Dan Zonasamid merupaka turunan sulfonamide
dan bekerja melalui blok kanal ion natrium dan ion kalsium
(Gunawan,2007).
D. Mekanisme kerja
GABA (gamma-aminobutiric acid). Di otak terdapat dua kelompok
neurotransmitter, yakni zat-zat seperti noradrenalin dan serotonin yang
memperlancar transmisi rangsangan listrik di sinaps sel-sel saraf. Selain
itu juga terdapat zat-zat yang menghambar neurotransmissi, antara lain
GABA dan glisin. Asam amino GABA memiliki efek dopamine lemah,
yang berdaya meghambat produksi prolactin oleh hipofisis. GABA-A dan
GABA-B yang daya kerjanya berhubungan erat dengan reseptor
benzodiazepine. Ternyata pula bahwa terdapat hubungan langsung
antara serangan kejang dan GABA. Zat- zat yang memicu timbulnya
konvulsi diketahui bersifat mengurangi aktivitas GABA. Dilain pihak zatzat yang memperkuat sistem penghambatan yang diatur oleh GABA

berdaya

antikonvulsi,

antara

lain

benzodiazepine

diazepam,

klonazepam). Ini merupaka salah satu mekanisme kerja dari obat-obat


epilepsy (Tjay,2010).
Cara kerja antiepileptika belum semuanya jelas. Namun dari
sejumlah obat terdapat indikasi mengenai mekanisme kerjanya, yaitu
(Tjay,2010) :
a. Memperkuat efek GABA yaitu valporat dan vigabatrin bersifat
menghambat

perombakan

BAGA

oleh

transaminase,

sehingga

kadarnya disinaps meningkat dan neurotansmisi lebih diperlambat.


Juga topiramat bekerja menurut prinsip memperkuat GABA, sedangkan
lamotrigine meningkatkan kadar GABA. Fenobarbital juga menstimulir
pelepasannya.
b. Menghambat kerjanya aspartat dan glutamate. Kedua asam amino ini
adalah neurotransmitter yang merangsang neuron dan menimbulkan
serangan

epilepsi.

Pembebasannya

ini

dapat

dihambat

oleh

lamotrigine, juga oleh valproate, karbamazepin dan fenitoin.


c. Memblokir saluran-saluran ( channels) Na, K dan Ca yang berperan
penting pada timbul dan perbanyakannya muatan listrik. Contohnya
adalah etosuksimida, valproate, karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin,
lamotrigine, pregabalin dan topiramat.
d. Meningkatkan

ambang-serangan

membrane sel, seperti Felbamat..

dengan

jalan

menstabilkan

e. Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal dipangkalnya


(focus) dalam SSP, yakini Fenobarbital dan klonazepam.
f. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik) tersebut pada
neuron otak lainnya, seperti klonazepam dan fenitoin.

E. Farmakokinetik
Pada umumnya, sebagian besar obat antiepilepsi dimetabolisme
dihati, kecuali vigabatrin dan gabapentin yang dieliminasi oleh eksresi
ginjal. Fenitoin mengalami metabolism hepar yang tersaturasi. Banyak
pbat antiepilepsi bekerja pada beberapa tempat (Gunawan,2007).
a. Golongan Hidantoin
Absorpsi fenitoin yang diberikan secara per oral berlangsung
lambat, sesekali tidak lengkap; 10% dari dosis oral dieksresi bersama
tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam
3-12 jam. Sebagian besar metabolit fenitoin dieksresi bersama
empedu,

kemudia

mengalami

reabsorpsi

dan

absorpsi

dan

biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui ginjal. Diginjal,


metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk
utuhnya mengalami reabsorpsi (Gunawan,2007).
b. Golongan Barbiturat

Pada Fenobarbital, resorpsinya diusus baik (70-90%) dan lebih


kurang 50% terikat pada protein; plasma t nya panjang, lebih
kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus. K.I
50% dipecah menjadi p-hidroksifenobarbital yang diekskresikan lewat
urin dan hanya 10-30% dalam keadaan utuh (Tjay,2010).

c. Golongan Suksimid
Daya kerjanya panjang dengan plasma t-nya 2-4 hari. Praktis
tidak terikat pada protein, eksresinya diginjal yaitu 50% sebagai
metabolit dan 20% dalam keadaan utuh (Tjay,2010).
d. Karbamazepin
Resorpsinya lambat dan kadar maksimal dalam plasma dapat
tercapai setelah 4-24 jam. Pengikatan proteinnya tinggi,lebih kurang
80%, sedangkan plasma t-nya sangat variable (7-30 jam). Didalam
hati karbamazepin juga berdaya antikonvulsi (Tjay,2010).
F. Toksikologi obat antiepilepsi
Efek samping

atau toksinya yang paling sering timbul berupa

gangguan lambung usus ( nausea, muntah, ob-stipasi , diare dan hilang


cita rasa). Begitu pula efek SSP ( rasa kantuk, pusing, ataxia, nystagmus,
mudah

tersinggung)

sering

kali

terjadi.

Selain

itu

juga

reaksi

hipersensitivitas (dermatitis, ruam, urticarial, sindrom Stevens-Johnson,

hepatitis), rontok rambut, hirsutisme, kelainan psikis, gangguan darah


dan hati, serta perubahan berat badan. Valproat, gabapentin, pregabalin
dan adakalanya vigabatrin meningkatkan berat badan, sedangkan
topiramat justru menurunkannya. Okskarbazepin, gabapentin, dan
lamotrigine memperbaiki suasana jiwa, sedangkan vigabatrin dan
topiramat memperbesar risiko akan psikosis (Tjay, 2010).
Kebanyakan

antiepileptika

mempengaruhi

sistem

endokrin,

misalnya metabolisme vitamin D, dengan akibat penurunan kadar kalsium


dan fosfat dalam darah. Oleh karena itu penderita yang menggunakan
antiepileptika untuk jangka waktu lama, perlu periodik diperiksa kadar
kalsium dan fosfatnya (Tjay, 2010).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi atau sawan/ penyakit ayan adalah suatu gangguan saraf
yang timbul secara tiba- tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan
kesadaran. Jenis-jenis epilepsi adalah grand mal, petit mal dan parsial.
Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan
epilepsy berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (
kejang klonus hebat ). Semua obat antikonvulsi memiliki masa paruh
panjang, dieliminasi dengan lambat dan berkumulasi dalam tubuh pada
penggunaan kronis. Penggolongan obatnya adalah golongan Hidantoin,
golongan Barbiturat, golongan Suksimid, Karbamazepin, Golongan
Benzodiazepin, Asam Valproat dan Antiepilepsi lainnya.
Pada umumnya, sebagian besar obat antiepilepsi dimetabolisme
dihati, kecuali vigabatrin dan gabapentin yang dieliminasi oleh eksresi
ginjal. Fenitoin mengalami metabolism hepar yang tersaturasi. Banyak
pbat antiepilepsi bekerja pada beberapa tempat.
Efek toksik yang paling sering timbul berupa gangguan lambung
usus ( nausea, muntah, ob-stipasi , diare dan hilang cita rasa). Begitu
pula efek SSP seperti rasa kantuk, pusing, dan mudah tersinggung)
sering kali terjadi. Selain itu juga reaksi hipersensitivitas (dermatitis,

ruam, urticarial, sindrom Stevens-Johnson, hepatitis), rontok rambut,


hirsutisme, kelainan psikis, gangguan darah dan hati, serta perubahan
berat badan.

DAFTAR PUSTAKA
Harvey,Richard dan Pamela C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar edisi
4. Jakarta: Widya Medika
Gunawan. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi Kelima. FKUI: Jakarta.
Tjay, Tan. 2010. Obat Obat Penting Edisi Keenam. PT Gramedia:
Jakarta.

TUGAS FINAL

MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II

ANTIEPILEPSI

DISUSUN OLEH

NAMA

: YULIA RAHMAH

STAMBUK

: 15020130115

KELAS

: 34

DOSEN

: RACHMAT KOSMAN, S.Si.,M.Kes.,Apt.

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

TUGAS FINAL

MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II

HIPERLIPIDEMIA

DISUSUN OLEH

NAMA

: MUNARIA ASARI

STAMBUK

: 15020130130

KELAS

: 34

DOSEN

: RACHMAT KOSMAN, S.Si., M.Kes., Apt.

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

TUGAS FINAL

MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II

ANTIEPILEPSI

DISUSUN OLEH

NAMA

: DEWI ANDRIANI MUNIR

STAMBUK

: 15020130109

KELAS

: 34

DOSEN

: RACHMAT KOSMAN, S.Si.,M.Kes.,Apt.

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

You might also like