You are on page 1of 2

Tugas Mata Kuliah Biomolekuler

Segi Biomolekuler Lestaurtinib, suatu inhibitor FLT3


sebagai Terapi Target Leukemia Myeloid Akut
Ni Putu Mayasri Wulandari (1114018105)
Peserta Combined Degree Semester II PPDS-1 Ilmu Penyakit Anak FK Unud/RSUP Sanglah
Leukemia myeloid akut (AML) merupakan tipe leukemia dengan perjalanan klinis yang
cepat dan sel kankernya berasal dari transformasi sel induk myeloid. Tanpa pengobatan adekuat,
penderita dapat meninggal dalam waktu 2-4 bulan (Bakta, 2003). Modal terapi AML saat ini kian
berkembang, dengan salah satu terapinya ialah dengan terapi target. Terapi target pada kanker
ialah agen yang menghambat pertumbuhan dan penyebaran kanker dengan menghambat molekul
spesifik yang terlibat dalam tumbuh kembang sel kanker (Rogers, 2012). Pada AML, salah satu
terapi target ialah dengan menghambat aktivitas enzim tirosin kinase dengan inhibitor LFT3 atau
lestaurtinib (Burnett & Knapper, 2007).
Enzim tirosin kinase berperan dalam regulasi proses seluler suatu sel myeloid. Pemacuan
terhadap enzim ini akan meningkatkan proliferasi dan menurunnya apoptosis sel-sel myeloid,
sehingga enzim ini berpengaruh dalam patogenesis LMK (Bakta, 2003). Berdasarkan pengaruh
aktivitas tirosin kinase terhadap terjadinya keganasan tersebut, dikembangkan suatu terapi
dengan target menghambat aktivitas enzim tersebut (Knapper dkk, 2006).
Aktifnya mutasi pada FMS-like tyrosine kinase 3 (FLT3) diperkirakan terdapat pada lebih
dari sepertiga pasien dengan AML dan berhubungan dengan kejadian relaps lebih sering serta
prognosis yang lebih buruk dibandingkan mutasi pada gen lainnya (Knapper dkk, 2006). Akibat
efek negatif mutasi FLT3 pada AML, beberapa agen telah dikembangkan sebagai inhibitor FLT3
yang memiliki aktivitas sitotoksik yaitu melawan sel dengan mutasi tersebut (Burnett &
Knapper, 2007). FLT3 memiliki peranan penting dalam kelangsungan dan proliferasi blast pada
pasien dengan AML. Lestaurtinib (CEP701), suatu inhibitor FLT3-selective tyrosine kinase,
digunakan sebagai monoterapi dalam mengobati pasien dengan AML yang tidak sanggup
menjalani kemoterapi intensif. Lestaurtinib diberikan secara oral selama 8 minggu, dengan dosis
inisial 60 mg sebanyak dua kali setiap harinya, kemudian meningkat 80 mg dua kali sehari
hingga 8 minggu. Pemakaian obat ini dapat ditoleransi oleh kebanyakan pasien. Aktivitas klinis
sel kanker, dilihat melalui jumlah sel blast di sumsum tulang dan darah perifer menunjukkan
1

penurunan setelah pemakaian lestaurtinib. Namun, diperlukan evaluasi dan penelitian lebih lanjut
mengenai penggunaan agen lestaurtinib, dengan kombinaso dengan penggunaan kemoterapi
sitotoksik ataupun dengan agen terapi target lainnya (Burnett & Knapper, 2007; Knapper, 2006).
Daftar Pustaka
Bakta, I.M. 2003. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. p.137-144.
Burnett, A.K. Knapper, S. 2007. Targeting Treatment in AML. American Society of Hematology.
p.429-434.
Knapper, S. et al. 2006. A Phase 2 Trial of The FLT3 Inhibitor Lestaurtinib (CEP701) as FirstLine Treatment for Older Patients with Acute Myeloid Leukemia Not Considered Fit for
Intensive Chemotherapy. The American Society of Hematology, vol.108, no.10: 32623270.
Quints-Cardama, A. Cortes, J. 2006. Kinase Inhibitors in Chronic Myelogenous Leukemia.
Clinical Advances in Hematology & Oncology, vol. 4, no. 5:365-374.
Rogers, B.B. 2012. Targeted Therapies in the Management of Leukemia and Lymphoma.
Oncology, vol. 26;2-16.

You might also like