You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Anderson, 2005).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi
fraktur. Empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit
yang terbagi menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada
tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, fraktur
kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi (Mansjoer, 2000).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. Fraktur ini
sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan
tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau benturan benda keras
(Henderson, 1998).

B. Anatomi dan Fisiologi

( Sumber, Http://www.docpods.com/im )

Menurut Mutaqin (2008), secara garis besar struktur tulang dibagi menjadi enam
yaitu :
1. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula ulna, dan humerulus.
Daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifissis
disebut metafisis. Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau
penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek (short bone) misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih (flet bone), misal tulang iga, skapula, dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid, misal tulang patela.
6. Tulang sutura ada di atap tengkorak.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada daerah luar disebut korteks dan
bagian dalam (endosteum) yang bersifat sepongiosa berbentuk trabekula dan
diluarnya dilapisi oleh periosteum. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun
kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan
baikya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang
lain. Struktur tulang-tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk
otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh

bergerak. Tulang tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis ; tibia adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Suratun, 2008).
Menurut Evelyn (2002) tulang tibia terdiri :
a. Ujung atas :
Melihatkan adanya kondil media dan kondil lateral. Kondilkondil ini merupakan
bagian yang paling atas dan paling pinggir vdari tulang. Permukaan suporiornya
meperlihatkan dua dataran permuukaan persendian untuk femur dalam formasi
sendi lutut permukaan - permukaan tersebut halus dan diatas permukaannya
yang datar terdapat tulang rawan semilunar yang membuat permukaan
persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur.
b. Batang :
Bagian ini membentuk krista tibia. Permukaan medial adalah bsubkutanius pada
hampir seluruh panjangnya dan merupakan daerah berguna dari mana dapat
diambil serpihan tulang untuk transplatasi. Permukaan posterior ditandai oleh
garis solial atau linia poplitea yaitu garis meninggi diatas tulang yang kuat dan
yang berjalan kebawah dan medial.
c. Ujung bawah :
Masuk dalam persendian mata kaki. Tulang sedikit melebar dan kebawah
sebelah medial menjulang menjadi mateulus medial atau mateulus tibiae.
Sebelah depan tibia halus dan tendontendon menjulur di atasnya ke arah kaki.
d. Permukaan lateral
Ujung bawah bersendi dari dengan fibula pada persendian tibiafibuler inferior.
Tibia memuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula, dan talus (Evelyn C,
2002).

C. Etiologi
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm
(Suddart, 2002). Sedangkan menurut Henderson, (1989) fraktur yang paling
sering adalah pergerseran condilius lateralis tibia yang disebabkan oleh pukulan

yang membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis sendi


tersebut. Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur

yang

disebabkan

oleh

proses

penyakit

seperti

osteomielitis,

osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,


osteogenesis

imperfecta

(gangguan

congenital

yang

mempengaruhi

pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah
patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh
dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan
oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain
dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan
tulang rawan (Muttaqin, 2008).

D. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi

perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan


poliferasi menjadi odem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Henderson, 1989).
Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2008) meliputi:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses
utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) terjadi akibat fase kontriksi pembuluh darah besar
didaerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh trombosit yang menyiapkan
matriksfibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Fagositosis
merupakan perpindahan sel, leokosit ke daerah interestisial. Tempat ini di
tempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama kurang lebih 24 jam
setelah cedera. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah akan
mempercepat proses penyembuhan. Fase inflamasi juga memerlukan pembuluh
darah dan respons seluler yang digunakan untuk mengangkat bendabenda asing
dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan

nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan hingga pada akhirnya daerah
luka tampak merah dan sedikit bengkak.
2. Fase polifrasi sel
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum sekitar
lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearah frakmen
tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi setelah hari
ke-2 paska fraktur.
3. Fase pembentukan kallus Pada fase ini osteoblas membentuk tulang lunak
(kallus), Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang yang
imatur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray maka fraktur telah menyatu. Pada
fase ini terjadi setelah 6-10 hari setelah fraktur.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada minggu
ke-3-10 setelah fraktur.
5. Fase remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan
osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lanan menghilang.
Kallus inter mediet berubah menjadi tulang yang kompak dan kallus bagian
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum. Pada
fase remodeling ini dimulai dari minggu ke 8-12 dan berahir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.

E. Patofisologi

F. Komplikas

Komplikasi yang terjadi akibat fraktur menurut Mutaqin (2008) yaitu :


1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat di tandai dengan
tidak adanya nadi, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar dan
rasa dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan darurat
splinting, perubahan posisi pada daerah yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
b. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut.
c. Fat emboli sindrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk kealiran pembuluh darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun. Hal tersebut ditandai
dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipenia, dan
demam.
d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk
kedalam.
e. Nekrosis faskuler. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Syok
dapat berakibat fatal dalam beberapa hal setelah udema cedera, emboli
lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent
jika

tidak

ditangani

segera.komplikasi

lainnya

adalah

infeksi,

tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu


setelah cedera.

2. Komplikasi lanjut

a. Delayed union. Adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3-5 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak
bawah. Hal ini juga merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.
c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk anggulasi, vagus/valgus, rotasi,
pemendekan.

G. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk bidai alami
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frekmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alami ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. (
uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada fraktur linear
atau frakturimpaksi (perrmukaan patahan saling berdesak satu sama lain).

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, pemeriksaan sinar-x


pasien (Smeltzer, 2001).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, klien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berjalan dengan tulang kering yang mengalami
fraktur, maka langkah yang penting untuk memobilisasi bagian yang cidera
segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera akan
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstermitas
harus disangga di bawah dan diatas tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
atau memutar. Gerakan fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak, dan pendarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur
sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang
dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
2. Penatalaksanaan

fraktur

Prinsip

penanganan

fraktur

meliputi

reduksi,

imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan ketentuan normal dengan rehabilitasi.


Reduksi fraktur (seting tulang) berarti mengembalikan fregmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka
dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Reduksi fraktur harus segera mungkin
diberikan untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrari akibat edema dan perdarahan. Fraktur biasanya menyertai trauma.
Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas
(airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), untuk
mengetahui apakah terjadi syok atau tidak. Bila dinyatakan tidak ada masalah,
lakukan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di rumah sakit untuk
mengetahui berapa lama perjalanan kerumah sakit, jika lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak. Tindakan pada
fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7
jam (golden period). Berikan toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau tetanus
human globulin. Berikan anti biotik untuk kuman gram positif dengan dosis
tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur
terbuka ( Smeltzer, 2001 ).

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang fraktur menurut Doenges (1999) :
1. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior
lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler
HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat. Kadar Ca
kalsium, Hb (Doenges, 1999).

You might also like

  • Leaflet Waham
    Leaflet Waham
    Document2 pages
    Leaflet Waham
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • Leaflet DM Ges
    Leaflet DM Ges
    Document2 pages
    Leaflet DM Ges
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • Inti Komunitas
    Inti Komunitas
    Document4 pages
    Inti Komunitas
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • Kelebihan Volume
    Kelebihan Volume
    Document2 pages
    Kelebihan Volume
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • Observasi PHBS SD
    Observasi PHBS SD
    Document30 pages
    Observasi PHBS SD
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • TAK Lansia2
    TAK Lansia2
    Document10 pages
    TAK Lansia2
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • Terapi Okupasi
    Terapi Okupasi
    Document10 pages
    Terapi Okupasi
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • AGD
    AGD
    Document10 pages
    AGD
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet
  • KB Penyuluhan
    KB Penyuluhan
    Document16 pages
    KB Penyuluhan
    Sambel Korekiblis Pakkumis
    No ratings yet