Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Anderson, 2005).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi
fraktur. Empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit
yang terbagi menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada
tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, fraktur
kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi (Mansjoer, 2000).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. Fraktur ini
sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan
tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau benturan benda keras
(Henderson, 1998).
( Sumber, Http://www.docpods.com/im )
Menurut Mutaqin (2008), secara garis besar struktur tulang dibagi menjadi enam
yaitu :
1. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula ulna, dan humerulus.
Daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifissis
disebut metafisis. Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau
penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek (short bone) misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih (flet bone), misal tulang iga, skapula, dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid, misal tulang patela.
6. Tulang sutura ada di atap tengkorak.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada daerah luar disebut korteks dan
bagian dalam (endosteum) yang bersifat sepongiosa berbentuk trabekula dan
diluarnya dilapisi oleh periosteum. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun
kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan
baikya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang
lain. Struktur tulang-tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk
otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh
bergerak. Tulang tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis ; tibia adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Suratun, 2008).
Menurut Evelyn (2002) tulang tibia terdiri :
a. Ujung atas :
Melihatkan adanya kondil media dan kondil lateral. Kondilkondil ini merupakan
bagian yang paling atas dan paling pinggir vdari tulang. Permukaan suporiornya
meperlihatkan dua dataran permuukaan persendian untuk femur dalam formasi
sendi lutut permukaan - permukaan tersebut halus dan diatas permukaannya
yang datar terdapat tulang rawan semilunar yang membuat permukaan
persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur.
b. Batang :
Bagian ini membentuk krista tibia. Permukaan medial adalah bsubkutanius pada
hampir seluruh panjangnya dan merupakan daerah berguna dari mana dapat
diambil serpihan tulang untuk transplatasi. Permukaan posterior ditandai oleh
garis solial atau linia poplitea yaitu garis meninggi diatas tulang yang kuat dan
yang berjalan kebawah dan medial.
c. Ujung bawah :
Masuk dalam persendian mata kaki. Tulang sedikit melebar dan kebawah
sebelah medial menjulang menjadi mateulus medial atau mateulus tibiae.
Sebelah depan tibia halus dan tendontendon menjulur di atasnya ke arah kaki.
d. Permukaan lateral
Ujung bawah bersendi dari dengan fibula pada persendian tibiafibuler inferior.
Tibia memuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula, dan talus (Evelyn C,
2002).
C. Etiologi
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm
(Suddart, 2002). Sedangkan menurut Henderson, (1989) fraktur yang paling
sering adalah pergerseran condilius lateralis tibia yang disebabkan oleh pukulan
yang
disebabkan
oleh
proses
penyakit
seperti
osteomielitis,
imperfecta
(gangguan
congenital
yang
mempengaruhi
pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah
patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh
dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan
oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain
dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan
tulang rawan (Muttaqin, 2008).
D. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan hingga pada akhirnya daerah
luka tampak merah dan sedikit bengkak.
2. Fase polifrasi sel
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum sekitar
lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearah frakmen
tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi setelah hari
ke-2 paska fraktur.
3. Fase pembentukan kallus Pada fase ini osteoblas membentuk tulang lunak
(kallus), Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang yang
imatur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray maka fraktur telah menyatu. Pada
fase ini terjadi setelah 6-10 hari setelah fraktur.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada minggu
ke-3-10 setelah fraktur.
5. Fase remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan
osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lanan menghilang.
Kallus inter mediet berubah menjadi tulang yang kompak dan kallus bagian
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum. Pada
fase remodeling ini dimulai dari minggu ke 8-12 dan berahir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.
E. Patofisologi
F. Komplikas
tidak
ditangani
segera.komplikasi
lainnya
adalah
infeksi,
2. Komplikasi lanjut
a. Delayed union. Adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3-5 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak
bawah. Hal ini juga merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.
c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk anggulasi, vagus/valgus, rotasi,
pemendekan.
G. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk bidai alami
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frekmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alami ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. (
uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada fraktur linear
atau frakturimpaksi (perrmukaan patahan saling berdesak satu sama lain).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, klien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berjalan dengan tulang kering yang mengalami
fraktur, maka langkah yang penting untuk memobilisasi bagian yang cidera
segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera akan
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstermitas
harus disangga di bawah dan diatas tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
atau memutar. Gerakan fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak, dan pendarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur
sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang
dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
2. Penatalaksanaan
fraktur
Prinsip
penanganan
fraktur
meliputi
reduksi,
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak. Tindakan pada
fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7
jam (golden period). Berikan toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau tetanus
human globulin. Berikan anti biotik untuk kuman gram positif dengan dosis
tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur
terbuka ( Smeltzer, 2001 ).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang fraktur menurut Doenges (1999) :
1. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior
lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler
HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat. Kadar Ca
kalsium, Hb (Doenges, 1999).