You are on page 1of 16

JTM Vol. XVIII No.

4/2011

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK


HIDROKARBON BERDASARKAN METODE GAYABERAT
PADA CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR
Rizka1, Wawan Gunawan A. Kadir1, Susanti Alawiyah1, Eko Januari Wahyudi1
Sari
Cekungan Kutai terletak di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi
struktur dan prospek hidrokarbon Cekungan Kutai dengan menggunakan salah satu metode geofisika yaitu
metode gayaberat. Interpretasi struktur sesar dan delineasi cekungan dilakukan dengan menggunakan turunan
tegak orde dua. Distribusi kontras densitas model bawah permukaan dengan metode pemodelan ke depan dan
pemodelan inversi. Hasil akhir dari pemodelan tersebut adalah peta kontur top basement dan ketebalan sedimen.
Hasil analisis gayaberat menunjukan struktur Cekungan Kutai berarah Timurlaut-Baratdaya dengan adanya
lipatan (Antiklinorium Samarinda) dan sesar yaitu sesar naik dan sesar geser. Cekungan Kutai memiliki dua SubCekungan yaitu Sub-Cekungan Kutai Atas yang memiliki basement benua dan Sub-Cekungan Kutai Bawah yang
memiliki basement samudra. Berdasarkan pemodelan gayaberat diperoleh nilai kontras densitas batuan basalt
pada basement samudra 0,17 gr/cc dan batuan granit pada basement benua 0,07 gr/cc. Cekungan Kutai memiliki
sedimen yang tebal dan top basement yang dalam dengan kedalaman maksimum sekitar 9,4 km. Selain itu,
berdasarkan hidrokarbon play, Cekungan Kutai sangat berprospek menghasilkan hidrokarbon.
Kata kunci: gayaberat, Cekungan Kutai, turunan tegak orde kedua, pemodelan ke depan, pemodelan inversi, top
basement, hidrokarbon
Abstract
Kutei Basin is located in East Kalimantan, Indonesia. In this study, it has been identified the structural controls
and hydrocarbon prospects of the Kutei Basin using gravity method. Interpretation of faults structure controls and
basin delineation have been derived from the second vertical derivative anomaly. Then, it has been conducted
subsurface geological modeling using gravity forward and inverse modeling to determine distibution of
subsurface density contrasts.The final result of modeling are the contour map of top basement and sediment
thickness. Based on gravity anomaly can be analyzed that Kutei Basin has faults structure with almost NE-SW
direction trending folds in the presence (Antiklinorium Samarinda) and the structures are reverse faults and
wrench faults. It can be identified that there are two sub-basins in Kutei Basin, i.e. Upper Kutei Sub-Basin with
continental basement and Lower Kutei Sub-Basin with oceanic basement. Based on gravity modeling, it can be
estimated the density contrast of basaltic rocks in oceanic basement is 0.17 gr/cc and granitic rocks in continental
basement is 0.07 gr/cc. Kutei Basin has deep top basement with maximum sediment thickness are approximately
9.4 km. Supported by geology data and hydrocarbons play, the Kutei Basin could be as hydrocarbon prospects
area.
Keywords: gravity, Kutai Basin, second vertical derivative, forward modeling, inverse modeling, top basement,
hydrocarbons
1)

Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp.:+62-222534137, Fax.: +62-22-2534137, Email: belongs_ik2701@yahoo.com

I. PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan pada Cekungan Kutai,
Kalimantan Timur, Indonesia. Cekungan Kutai
merupakan cekungan sedimen terluas dan
terdalam di Indonesia bagian timur (Satyana et
al., 1999). Luasnya mencapai 165.000 km2 dan
ketebalan sedimen 12-14 km. Cekungan Kutai
merupakan salah satu penghasil minyak yang
paling produktif di Indonesia dan merupakan
cekungan ekonomis kedua setelah Cekungan

Dumai. Metode gayaberat digunakan untuk


mengidentifikasi batas cekungan dan struktur
regional Cekungan Kutai, memodelkan bawah
permukaan berdasarkan nilai kontras densitas,
estimasi ketebalan sedimen dan kedalaman top
basement, memberikan rekomendasi area
prospek hidrokarbon untuk eksplorasi lebih
lanjut.

221

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Gambar 2. Distribusi titik pengukuran daerah


penelitian

Gambar 1. Diagram alir penelitian


II. METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
tahapan yang dapat dilihat pada Gambar 1.
III. DATA DAN GEOLOGI SETTING
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data gayaberat Complete Bouguer
Anomaly (CBA) Cekungan Kutai. Data
tersebut merupakan hasil kompilasi peta
anomali gayaberat Bouguer yang dibuat oleh
Badan Geologi. Adapun posisi geografis
penelitian yaitu pada koordinat 114,38 0BT
117,81 0BT dan 1,36 0LU 1,61 0LS dengan
luas (380 x 330) km2. Jumlah stasiun yang
ada pada pengukuran tersebut sekitar 1000 titik
stasiun dengan spasi grid 10 km (Gambar 2).

222

Secara fisiografis, Cekungan Kutai berbatasan


di sebelah utara dengan Tinggian Mangkalihat,
Zona Sesar Bengalon, dan Sangkulirang. Di
sebelah selatan berbatasan dengan Zona Sesar
Adang yang bertindak sebagai zona sumbu
cekungan sejak akhir Paleogen hingga
sekarang (Moss dan Chamber, 1999). Di
sebelah barat berbatasan dengan Central
Kalimantan Range yang dikenal sebagai
Kompleks Orogenesa Kuching, berupa
Metasedimen Kapur yang telah terangkat dan
telah terdeformasi. Di bagian timur berbatasan
dengan Selat Makassar.
Kerangka tektonik di Kalimantan bagian timur
dipengaruhi oleh perkembangan tektonik
regional yang melibatkan interaksi antara
Lempeng Pasifik, Lempeng India-Australia
dan Lempeng Eurasia, serta dipengaruhi oleh
tektonik regional di Asia bagian Tenggara
(Biantoro et al., 1992)

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur
Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi
oleh perlipatan dan pensesaran. Secara umum,
sumbu perlipatan dan pensesarannya berarah
Timurlaut-Baratdaya dan subparalel terhadap
garis pantai Timur pulau Kalimantan. Di
daerah ini juga terdapat tiga jenis sesar, yaitu
sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar.
Adapun struktur Cekungan Kutai dapat dilihat
pada Gambar 3.
Batuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai
diduga sebagai karakter benua dan samudera
yang dikenal sebagai transisi mengambang
(rafted transitional). Batuan dasar Cekungan
Kutai berkaitan dengan segmen yang lebih
awal pada periode waktu Kapur Akhir
Paleosen (70 60 MA).
Cekungan pada bagian Timur dan Tenggara
Kalimantan dikontrol oleh adanya proses
pergerakan lempeng kerak samudera dari arah
Tenggara yang mengarah
ke Baratlaut
Kalimantan seperti terlihat pada Gambar 4.
Dari gambar terlihat bahwa kerak samudera

yang berasal dari Tenggara Kalimantan


mendesak massa kerak benua Schwaner ke
arah Baratlaut, dikarenakan massa kerak
Schwaner sangat kuat maka kerak samudera
mengalami patah sehingga ada yang turun ke
bawah dan naik ke atas. Karena di dorong terus
dari arah Papua terjadilah obduksi yang
akhirnya membentuk batuan ofiolit pada
pegunungan Meratus. Ketika kerak samudera
mengalami tekanan dari arah Tenggara sudah
sampai pada titik jenuh maka kerak tersebut
patah dan karena adanya arus konveksi dari
bawah kerak maka terjadilah bukaan (rifting)
yang kemudian terisi sedimen sehingga
menyebabkan
terbentuknya
cekungancekungan yang berarah relatif UtaraSelatan
seperti Cekungan Kutai.
Kawasan daratan pesisir Delta Mahakam
memiliki seri perlipatan antiklin kuat dan
sinklin yang luas yang dikenal dengan nama
Antiklonorium Samarinda yang merupakan
hasil proses struktur pembalikan (inversi) dari
cekungan Paleogen.

Gambar 3. Struktur regional Kalimantan (Satyana et al., 1999) dan Cekungan Kutai
(Von de Weerd dan Armin, 1992)

223

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Gambar 4. Perkembangan tektonik Cekungan Kutai (Hutchison, 1996)


Stratigrafi Cekungan Kutai menurut Allen dan
Chamber
(1998)
terdiri
dari
dua
pengelompokan utama yaitu:
Seri transgresi Paleogen
Zona ini dimulai dari tektonik ekstensional
dan rift infill saat Eosen dan diakhiri
dengan ekstensional post-rift laut dalam
dan karbonat platform pada kala Oligosen
Akhir.
Seri regresi Neogen
Zona ini dimulai Miosen Akhir hingga
sekarang, yang menghasilkan deltaic
progradation. Sedimen regresi ini terdiri
dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta
hingga paralik atau laut dangkal dengan
progradasi dari barat ke arah timur dan
banyak dijumpai lapisan batubara (lignit).
Adapun stratigrafi Cekungan Kutai dapat
dilihat pada Gambar 5.

224

3.1 Sistem Petroleum


Batuan induk utama terdiri dari Formasi
Pamaluan, Pulau Balang, dan Balikpapan.
Formasi Pamaluan, kandungan material
organiknya cukup (1-2%), tetapi hanya
terdapat di bagian utara dari Cekungan Kutai.
Pada Formasi Bebulu terdapat kandungan
material organik yang cukup dengan HI di atas
300. Formasi Balikpapan merupakan batuan
induk yang terbaik di Cekungan Kutai karena
kandungan material organiknya tinggi dengan
HI lebih besar dari 400 dan matang. Formasi
ini ketebalannya mencapai lebih dari 3000 m,
sehingga diperkirakan mampu menghasilkan
hidrokarbon dalam jumlah yang cukup banyak
(Hadipandoyo et al., 2007).

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur
IV. ANALISIS
4.1 Analisis Batas Cekungan dan Struktur
Regional
Batas cekungan dan struktur regional
ditentukan dari anomali second vertical
derivative (SVD) dan informasi geologi.
Berdasarkan informasi geologi, Cekungan
Kutai terdiri dari dua yaitu:
Cekungan Kutai Atas yang terletak pada
bagian
barat
didominasi
oleh
vulkanoklastik, konglomerat, batupasir
kwarsa dengan geometri dan struktur
sedimen lingkungan pengendapan alluvialfluvial (Chamber dan Moss, 1999).
Cekungan Kutai Bawah yang terletak di
timur didominasi oleh endapan delta
progradasi, sedimen halus paparan luar dan
sedimen distal flood (Chamber dan Moss,
1999).

Gambar 5. Stratigrafi Cekungan Kutai


(Satyana et al., 1999)
Batuan reservoar terdapat pada formasi Kiham
Haloq, Balikpapan, dan Kampung Baru, tetapi
yang produktif hanya Formasi Balikpapan dan
Kampung Baru (Hadipandoyo et al., 2007).
Porositas permukaan pasir literanitik berkisar
<5% - 25% dengan permeabilitas <10 mD 200 mD.
Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari
serpih dan dijumpai hampir di semua formasi
yang berumur Miosen. Kelompok Balikpapan
dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih
yang sangat potensial sebagai seal.

Batas cekungan dengan metode gayaberat


berdasarkan nilai anomali nol dari nilai SVD.
Berdasarkan anomali SVD, Cekungan Kutai
dibagi dua yaitu Sub-Cekungan Kutai Bawah
dan Sub-Cekungan Kutai Atas. Sub-Cekungan
Kutai Atas dan Sub-Cekungan Kutai Bawah
dipisahkan oleh Muyup High, Kutai High, dan
Kedang Kepala High. Berdasarkan Gambar 6
Sub-Cekungan Kutai Atas dibagi dua yaitu
Sub-Cekungan Kutai Atas-1 dan SubCekungan Kutai Atas-2 karena Sub-Cekungan
tersebut dipisahkan oleh Muyup High. Namun,
secara
umum
Sub-Cekungan
tersebut
merupakan kesatuan Sub-Cekungan Kutai
Atas.

Migrasi vertikal dari dapur Paleogen matang


terjadi melalui jaringan sesar-sesar menuju ke
reservoar yang berumur Miosen Tengah dan
Atas. Migrasi lateral dari areal dapur matang
oleh reservoar lapisan kemiringan ke timur
menuju trap stratigrafi ataupun struktur.
Jenis perangkap didominasi oleh perangkap
struktur khususnya tutupan (closure) four-way
yang diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi
menjadi perangkap yang penting namun lebih
sulit diidentifikasi keberadaannya bila
dibandingkan dengan perangkap struktur.
Kombinasi dari perangkap struktur dan
stratigrafi lebih umum ditemukan pada
Cekungan Kutai.

Gambar 6. Batas Cekungan Kutai berdasarkan


anomali SVD

225

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Secara umum, Cekungan Kutai berarah


Timurlaut-Baratdaya
(NE-SW).
Pada
cekungan tersebut dijumpai adanya sesar yaitu
sesar geser dan sesar naik. Sesar naik dan sesar
geser ditentukan berdasarkan anomali SVD.
Sesar naik berarah Timurlaut-Baratdaya yang
sesuai dengan arah struktur. Sesar geser
dijumpai pada bagian timur cekungan yang
berarah Baratlaut-Tenggara. Sesar geser yang
dijumpai
diantaranya
adalah
Sesar
Sangkulirang dan Sesar Bengalon. Adapun
peta struktur sesar berdasarkan anomali SVD
dapat dilihat pada Gambar 7. Sesar tersebut
dibuktikan dengan membuat penampang
lintasan sesar pada anomali SVD yang dapat
dilihat pada Gambar 8.

4.2 Analisis Pemodelan


Pada penelitian ini, penulis membuat model
bawah permukaan dengan metode pemodelan
ke depan dan pemodelan inversi. Pemodelan
ke depan yaitu menghitung anomali model
serta membandingkan anomali model tersebut
dengan anomali hasil pengukuran sehingga
diperoleh kecocokan antara kedua anomali
tersebut. Sedangkan metode pemodelan
inversi, parameter densitas dapat dihitung
langsung dari anomali hasil pengukuran
melalui metode numerik (Blakely, 1995).

Gambar 7. Struktur sesar Cekungan Kutai berdasarkan anomali SVD

226

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur

Gambar 8. Nilai anomali SVD tiap lintasan


Pemodelan ke depan gayaberat lintasan A-A
(Gambar 9) berarah Baratlaut-Tenggara
dengan panjang lintasan 180 km. Lintasan ini

merupakan bagian dari Sub-Cekungan Kutai


Atas-2 yang memiliki basement benua dengan
= 0,07 gr/cc.

227

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Gambar 9. Model bawah permukaan pemodelan ke depan lintasan A-A


Pemodelan ke depan gayaberat lintasan B-B
berarah Baratlaut-Tenggara dengan panjang
lintasan 330 km. Lintasan ini merupakan SubCekungan Kutai Atas-1, Sub-Cekungan Kutai
Atas-2, dan Sub-Cekungan Kutai Bawah. Pada
lintasan ini, basement samudra dan basement
mengalami obduksi akibat basement samudera
yang berasal dari Tenggara Kalimantan
mendesak massa basement benua Schwaner ke

arah Baratlaut. Peristiwa obduksi tersebut


menyebabkan sesar naik.
Lintasan B-B (Gambar 10) memiliki batuan
sedimen dengan = -0,17 gr/cc, batuan
granit (basement benua) dengan = 0,07
gr/cc, dan batuan basalt (basement samudra)
dengan = 0,17 gr/cc.

Gambar 10. Model bawah permukaan berdasarkan pemodelan ke depan lintasan B-B

228

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur

Setelah dibuat pemodelan ke depan, peneliti


membandingkannya dengan hasil pemodelan
inversi. Lintasan untuk perbandingan hasil
pemodelan inversi disesuaikan dengan lintasan
pemodelan ke depan. Pemodelan inversi
menggunakan pemodelan ke depan sebagai
model awal.

Gambar 11 menunjukkan model bawah


permukaan pemodelan ke depan dan
pemodelan inversi lintasan A-A. Ketebalan
sedimen maksimum Sub-Cekungan Kutai
Atas-1 pemodelan ke depan 6,60 km dan
pemodelan inversi 6,84 km. Namun ketebalan
sedimen rata-rata pemodelan ke depan 4,21 km
sedangkan pemodelan inversi 4,60 km.

Gambar 11. Perbandingan model bawah permukaan pemodelan ke depan dan pemodelan inversi
lintasan A-A
Gambar 12 merupakan perbandingan model
bawah permukaan lintasan B-B pada SubCekungan Kutai Atas-1, Sub-Cekungan Kutai
Atas-2, dan Sub-Cekungan Kutai Bawah.
Ketebalan sedimen maksimum Sub-Cekungan
Kutai Atas-1 pemodelan ke depan 5,04 km dan
pemodelan inversi 5,40 km, Sub-Cekungan
Kutai Atas-2 pemodelan ke depan 5,22 km dan
pemodelan inversi 5,42 km, Sub-Cekungan

Kutai Bawah pemodelan ke depan 7,67 km dan


pemodelan inversi 7,69 km. Ketebalan
sedimen rata-rata Sub-Cekungan Kutai Atas-1
pemodelan ke depan 4,22 km dan pemodelan
inversi 4,60 km, Sub-Cekungan Kutai Atas-2
pemodelan ke depan 4,20 km dan pemodelan
inversi 4,57 km, Sub-Cekungan Kutai Bawah
5,99 km dan pemodelan inversi 6,21 km.

229

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Gambar 12. Perbandingan model bawah permukaan pemodelan ke depan dan pemodelan inversi
lintasan B-B
Berdasarkan hasil perbandingan model bawah
permukaan pemodelan ke depan dan
pemodelan inversi maka secara umum
pemodelan ke depan hampir sama dengan
pemodelan inversi dengan selisih sebagai
berikut:
Ketebalan sedimen maksimum: 0,14 0,36
km.
Ketebalan sedimen rata-rata: 0,01 0,39
km.
Pemodelan ke depan dan pemodelan inversi
memiliki
kelebihan
saat
melakukan
pemodelan, yaitu:
Pemodelan ke depan dapat menunjukkan
struktur
sesar
yang
lebih
detail
dibandingkan pemodelan inversi.
Pemodelan inversi dapat menunjukkan kontras
densitas semua area yang lebih detail
dibandingkan pemodelan ke depan sehingga

230

pemodelan inversi dapat


basement semua area.

membuat

top

4.3 Analisis Peta Kontur Top Basement dan


Ketebalan Sedimen
Berdasarkan peta kontur top basement dan
ketebalan sedimen, Cekungan Kutai memiliki
cekungan yang dalam dan luas dengan
kedalaman maksimum pemodelan inversi
mencapai 9,40 km. Sub-Cekungan Kutai
Bawah lebih dalam dan lebih luas dari SubCekungan Kutai Atas. Sub-Cekungan Kutai
Atas menunjukkan adanya tinggian dan
rendahan, sedangkan Sub-Cekungan Kutai
Bawah ke arah pantai lebih landai dan lebih
smooth. Adapun peta kontur top basement
pemodelan ke depan dan pemodelan inversi
Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 13.

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur

Gambar 13. Peta kontur 3D top basement dan ketebalan sedimen pemodelan ke depan dan inversi
4.4 Analisis
Prospek
Hidrokarbon
Cekungan Kutai
Pola migrasi hidrokarbon Cekungan Kutai
dilakukan pada peta anomali SVD. Pada
anomali SVD, nilai kontur SVD diasumsikan
berbanding lurus dengan kedalaman cekungan
(kontur rendah diasumsikan cekungan,
sedangkan
kontur
tinggi
diasumsikan
tinggian). Penarikan garis jalur migrasi
didasarkan pada prinsip perbedaan tekanan
yaitu fluida mengalir dari daerah bertekanan
tinggi menuju daerah bertekanan rendah.

V. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA


Pada penelitian ini data yang didapat adalah
data hasil anomali CBA (Complete Bouguer
Anomaly) yang sebelumnya sudah dilakukan
koreksi (Gambar 15).

Arah migrasi ditunjukkan oleh pola pergerakan


di bagian Timur (Sub-Cekungan Kutai Bawah)
berarah Baratlaut-Tenggara, sedangkan di
bagian tengah cekungan berarah TenggaraBaratlaut.
Perangkap yang berperan dalam akumulasi
hidrokarbon di Cekungan Kutai merupakan
perangkap struktural yaitu antiklin dan
kombinasi dari sesar dan sesar. Pada penelitian
ini, penulis hanya menemukan perangkap
struktur karena penelitian ini hanya dibatasi
sampai struktur regional cekungan.
Gambar 14 ditunjukkan rekomendasi posisi
area sumur yaitu area A dan area B. Area A
terletak di Sub-Cekungan Kutai Bawah
sedangkan area B terletak di Sub-Cekungan
Kutai Atas. Kedua area tersebut terletak di
daerah tinggian berupa antiklin. Area yang
direkomendasikan merupakan:
Area yang memiliki struktur antiklin dan
closure.
Area yang telah terbukti adanya
hidrokarbon.
Area yang tidak memiliki adanya batuan
vulkanik.

Gambar 14. Peta rekomendasi sumur


hidrokarbon dan pola migrasi hidrokarbon
berdasarkan peta anomali SVD

Gambar 15. Peta anomali CBA

231

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Analisis
spektrum
dilakukan
untuk
mendapatkan window yang selanjutnya
digunakan dalam proses filtering (moving
average). Pada penelitian ini, dibuat trend
sebanyak tiga sehingga didapatkan dua lebar
jendela rata-rata pada analisis spektrum. Hal
ini dilakukan karena daerah penelitian ini
memiliki dua basement. Lebar jendela
merupakan lebar jendela rata-rata setiap
penampang sehingga hasil lebar jendelanya
adalah 6.071 dan 4.870. Lebar jendela yang
digunakan adalah lebar jendela 6.071 sehingga
luas jendelanya adalah 7 dan luas moving
average yang digunakan adalah ((71)*(10))km * ((7-1)*(10)km = (60 * 60) km2.
Adapun grafik antara ln A dan k dapat dilihat
pada Gambar 16.

berdasarkan densitas batuan granit pada


Telford et al. (1990) yaitu 2,7-3,30 gr/cc).
Strike yang digunakan 100 km.
Kedalaman model bawah permukaan 12
km.

Metode yang digunakan untuk melakukan


pemisahan anomali regional dan residual
adalah metode moving average (Tabel 1 dan
Gambar 17). Peta anomali residual dapat
dilihat pada Gambar 18. Pada Gambar 18
terlihat nilai anomali residual dengan lebar
jendela 5 x 5 tidak terlihat perbedaan antara
anomali rendah dan anomali tinggi sedangkan
nilai anomali residual terlihat perbedaan
anomali rendah dan anomali tingginya.
Sehingga, anomali residual yang digunakan
dalam pemodelan adalah anomali residual
dengan lebar jendela 7 x 7.
Metode SVD (second vertical derivative) dapat
menghasilkan efek lokal dari anomali bouguer.
Metode ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi struktur dan batas cekungan. Pada
penelitian ini, metode SVD didapatkan dengan
menggunakan perangkat lunak Encom Model
Vision Pro version 9.0.
Pemodelan ke depan (forward modeling)
disebut juga dengan pemodelan 2,5D.
Pemodelan ini dibuat dengan menggunakan
perangkat lunak Encom ModelVision Pro
version 9.0.
Pada pemodelan ke depan, penulis membuat
model bawah permukaan dengan parameter
sebagai berikut:
Densitas batuan sedimen dengan densitas
2,50 gr/cc ( = -0,17 gr/cc). Densitasnya
merupakan densitas rata-rata batuan
sedimen pada Telford et al. (1990), batuan
granit sebagai basement benua dengan
densitas 2,74 gr/cc ( = 0,07 gr/cc).
Densitasnya adalah densitas batuan granit
pada Telford (1990) yaitu 2,5-2,81 gr/cc,
dan batuan basalt sebagai basement
samudra dengan densitas 2,84 gr/cc ( =
0,17 gr/cc). Densitasnya ditentukan

232

Gambar 16. Grafik antara ln A dan k

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur

No

Line

Tabel 1. Hasil lebar jendela analisis spektral


Regional 1
Residual 1
Regional 2 Residual 2
k1 N1
k2
m
c
m
C
m
c
m
c

N2

A-A' -24,72 6,32

-9,62

4,99 0,09 7,15 -9,62 4,99 -6,58 4,37 0,21 3,05

B-B' -21,32 6,03

-8,09

4,52 0,11 5,49 -8,09 4,52 -4,98 4,11 0,14 4,77

C-C' -15,11 5,87

-7,39

5,00 0,11 5,56 -7,39 5,00 -4,82 4,76 0,09 6,79

Rata-rata -20,38

-8,36

Lebar
jendela
yang
digunakan

0,11 6,07 -8,37

-5,46

0,15 4,87

Gambar 17. Peta anomali regional lebar jendela 5 x 5 (kiri) dan peta anomali regional lebar jendela 7 x
7 (kanan)

Gambar 18. Peta anomali residual lebar jendela 5 x 5 (kiri) dan peta anomali residual lebar jendela 7 x
7 (kanan)
Pemodelan
inversi
dilakukan
dengan
menggunakan perangkat lunak Grav3D yang
dikembangkan oleh University of British
Columbia. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan spasi grid (10.000 x 10.000) m
pada arah x dan y. Adapun input yang

digunakan pada pemodelan inversi ini adalah


data observasi dan data mesh (Tabel 2).
Input data anomali terdiri dari koordinat
data, nilai anomalinya sendiri, dan error.
Input ukuran mesh (model sel) untuk
daerah penelitian dimodelkan dalam 30.096
233

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

sel (38 x 33 x 24). Koordinat X dimulai dari


12.700.000 sampai 13.070.000, koordinat Y
dimulai dari -1.700.000 sampai 1.500.000
sedangkan kedalaman maksimum yang

dimodelkan adalah 12.000 m (Gambar 19).


File masukan ini disimpan dalam ekstensi
*.mesh.

Gambar 19. Ukuran mesh pemodelan inversi


Adapun error yang dihasilkan pada pemodelan
inversi dapat dilihat pada Gambar 20. Pada
gambar tersebut ditunjukan bahwa nilai error
pemodelan inversi berkisar antara 0 9,3 %.

Input bounds digunakan untuk membatasi


hasil inversi yang berfungsi mengontrol
keluaran harga densitas tertentu pada proses
inversi.

Tabel 2. Ukuran bounds pemodelan inversi


No

Xmin

Xmax

Ymin

Ymax

Zmin

Zmax

min

max

12.700.000

13.080.000

-170.000

160.000

1.000

-0,175

-0,165

12.700.000

12.870.000

-170.000

160.000

1.000

6.000

-0,175

0,09

12.700.000

12.870.000

-170.000

160.000

6.000

12.000

0,05

0,09

12.870.000

12.930.000

-170.000

160.000

1.000

6.000

-0,175

0,09

12.870.000

12.930.000

-170.000

160.000

6.000

8.000

0,05

0,19

12.870.000

12.930.000

-170.000

160.000

8.000

12.000

0,05

0,19

12.930.000

13.080.000

-170.000

160.000

1.000

8.000

-0,175

0,19

12.930.000

13.080.000

-170.000

160.000

8.000

12.000

0,05

0,19

234

Studi Indentifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Berdasarkan Metode


Gayaberat pada Cekungan Kutai, Kalimatan Timur

Gambar 20. Perbandingan nilai observasi dan prediksi serta error pemodelan inversi
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah:
1. Berdasarkan analisis Second Vertical
Derivative (SVD), pemodelan gayaberat,
dan data geologi, Cekungan Kutai
memiliki Sub-Cekungan Kutai Atas dan
Sub-Cekungan Kutai Bawah dengan
struktur berarah Timurlaut-Baratdaya.
Cekungan Kutai memiliki sesar dan
antiklin-antiklin yang kuat (Antiklinorium
Samarinda). Adapun sesar yang ditemukan
adalah sesar naik dan sesar geser.
2. Pemodelan gayaberat yang dilakukan
dengan metode pemodelan ke depan dan
pemodelan inversi menunjukan bahwa
Cekungan Kutai memiliki dua batuan
dasar (basement) yaitu basement kontinen
yang merupakan batuan granit pada SubCekungan Kutai Atas dengan densitas 2,74
gr/cc (= 0,07 gr/cc) dan basement
samudra yang merupakan batuan basalt
pada Sub-Cekungan Kutai Bawah dengan
densitas 2,84 gr/cc ( = 0,17 gr/cc). Batas
antara basement tersebut terletak pada
daerah Kutai Gravity High.
3. Pemodelan ke depan dan pemodelan
inversi memiliki selisih kedalaman top
basement.
Top
basement
rata-rata
pemodelan inversi lebih dalam 0,01 0,39
km dibandingkan pemodelan ke depan.
Adapun
kedalaman
top
basement
maksimum Cekungan Kutai sekitar 9.4
km.

4.

Cekungan Kutai merupakan cekungan


yang berproduksi hidrokarbon. Posisi
sumur banyak ditemukan pada daerah
tinggian. Hal ini diakibatkan karena
adanya pengaruh fluida dan tekanan.
Daerah yang direkomendasi sebagai
daerah prospek baru adalah area A yang
terletak di Sub-Cekungan Kutai Bawah,
area B yang terletak pada Sub-Cekungan
Kutai Atas. Arah migrasi Sub-Cekungan
Kutai Bawah yaitu berarah BaratlautTenggara, sedangkan Sub-Cekungan Kutai
Atas berarah Baratlaut-Tenggara dan
Tenggara-Baratlaut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Allen, G.P. and Chambers, J.LC., 1998.
Deltaic Sediment in The Modern and
Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta.
2. Biantoro, E., Muritno, B.P., and
Mamuaya, J. M. B., 1992. Inversion
Faults As The Major Structural Control In
The Northern Part of The Kutai Basin,
East Kalimantan, Proceedings of 21st
Annual Convention of Indonesian
Petroleum Association.
3. Blakely, R.J., 1995. Potential Theory in
Gravity and Magnetic Application,
Cambridge Univ Press.
4. Departemen ESDM, Badan Penelitian dan
Pengembang ESDM Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan, 2009.
Cekungan Sedimen Berproduksi di
Kalimantan: Cekungan Barito, Kutai,
235

Rizka, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi

Tarakan, Puslitbang Geologi Kelautan


Departemen ESDM RI.
5. Grandis, H., 2008. Pemodelan Inversi
Geofisika, ITB
6. Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara,
Guntur, A., Riyanto, H., Saputro, H.H.,
Harahap, M.D., dan Firdaus, N., 2007.
Kualifikasi Sumberdaya Hidrokarbon
Indonesia,
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangn Energi dan Sumberdaya
Mineral LEMIGAS, Jakarta.
7. Hall, R., 2005. Cenozoic Tectonics of
Indonesia, Problems and Models,
Indonesian Petroleum Association and
Royal Halloway University of London.
8. Hutchison, C.S., 1996. The 'Rajang
Accretionary Prism' and 'Lupar Line'
Problem of Borneo, in R. Hall and D.J.
Blundell, (eds.), Tectonic Evolution of SE
Asia, Geological Society of London
Special Publication, p. 247-261.
9. Kadir, W.G.A., 2000. Eksplorasi Gaya
Berat dan Magnetik: Jurusan Teknik
Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, ITB.
10. ModelVision, 2009. Manual Encom
ModelVision Pro version 9.0.
11. Mora, S., Gardini, M., Kusumanegara, Y.,
and Wiweko, A.A., 2000. Modern,
ancient deltaic deposits & petroleum
system of Mahakam Area. AAPG-IPA
Fieldtrip Guidebook.

236

12. Moss, S.J. and Chambers, J.L.C., 1999.


Depositional Modelling And Facies
Architecture of Rift And Inversion In The
Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia,
Indonesian
Petroleum
Association,
Proceedings 27th Annual Convention,
Jakarta, 459-486.
13. Reynolds, J.M., 1997. An Introduction to
Applied and Environmental Geophysics,
John Wiley & Sons.
14. Satyana, A.H., Nugroho, D., and
Surantoko, I., 1999. Tectonic Controls on
The Hydrocarbon Habitats of The Barito,
Kutai and Tarakan Basin, Eastern
Kalimantan,
Indonesia;
Major
Dissimilarities, Journal of Asian Earth
Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2,
Elsevier Science, Oxford 99-120.
15. Telford, M.W., Geldart, L.P., Sheriff,
R.E., and Keys, D.A., 1990. Applied
Geophysics, Cambridge Univ Press.
16. Van de Weerd, A. A., and Armin, R.A.,
1992. Origin and evolution of the Tertiary
hydrocarbon
bearing
basins
in
Kalimantan (Borneo), Indonesia: AAPG
Bulletin, v.76,p.1778-1803.
17. Zhou, X., Zhong, B., and Li, X., 1990.
Gravimetric terrain corrections by
triangular-element method. Geophysics
55, 232-238.

You might also like