You are on page 1of 10

NUR MAHMUDI ISMA'IL, SEORANG ALIM YANG

MENJAGA MORAL DAN AKHLAK


MAMAN GANTRA
AKHLAK ATAU MORAL MENJADI DASAR PARTAI YANG BARU
DIBANGUNNYA: PARTAI
KEADILAN. IA BERNIAT
MENGUBAH WACANA, PARADIGMA, DAN KEBIASAAN DALAM DUNIA
PERPOLITIKAN NEGERI
INI.
Kesan mewah pernah terpancar dari gedung berlantai tiga itu. Tapi, itu
dulu ketika gedung tersebut masih menjadi
ruang pamer mobil. Namun, kini, kesederhanaanlah yang berbinar dari
bangunan itu. Ruang-ruang di dalamnya
disekat dengan kayu lapis dan para penghuninya tak alpa mengucap salam
setiap berpapasan. Yang lelaki tak
pernah menggulung lengan kemeja panjangnya dan yang perempuan tak pernah
lepas dari jilbab. Asap rokok yang
biasanya mengepul dari kantor seperti itu nyaris tidak ada. Ruang tamu
kaum lelaki terpisah dari ruang tamu
perempuan.
Sementara, ruangan sang Presiden adalah sebuah kamar berukuran tak lebih
dari 3 X 3 meter. Berpendingin,
memang. Tetapi, selain seperangkat meja tulis dan lemari buku, di sana
hanya ada sebuah sofa yang melingkar
membentuk huruf L. Di sebelah meja tulis tergantung almanak terbitan
sebuah pesantren. Di pintu tertulis kata
"Presiden", seiring tulisan "Wakil Presiden" di pintu seberangnya.
Tentu saja ruangan itu bukan ruang kerja seorang presiden sebuah negeri
nun di Afrika sana. Juga, bukan biro
presiden sebuah pemerintahan dalam pengasingan, melainkan ruang kerja Dr.
Ir. Nur Mahmudi Isma'il, M.Sc.,
Presiden Partai Keadilan. Bangunan yang kini memancarkan kesederhanaan
itu tak lain dan tak bukan adalah
markas besar Partai Keadilan, partai baru bernapaskan Islam yang
disebut-sebut sebagai partai fenomenal.
Fenomenal? Sebutan itu cukup masuk akal. Tak ada angin tak ada hujan,
kala memaklumkan diri, partai baru itu
mampu membuat sesak Senayan. Ratusan bus yang mengangkut ribuan manusia
memadati kawasan olah raga itu.
Konon, hanya dalam tempo tiga bulan partai itu telah memiliki 23 pengurus
daerah di tingkat provinsi. Sementara, di

tingkat kabupaten telah terbentuk 200 pengurus cabang dan seribu lebih
pengurus ranting di tingkat kecamatan.
Sebuah kemampuan konsolidasi diri yang tidak bisa dianggap enteng. "Yang
belum ada pengurusnya hanya di
Kalimantan Tengah dan Timor Timur," kata Nur Mahmudi.
Bila hal tersebut terjadi pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atau
Partai Bulan Bintang (PBB), misalnya,
banyaknya pengikut partai baru itu tidaklah terlalu mengherankan. Para
pendukung Masyumi, yang disebut-sebut
sebagai pilar utama pendukung PBB, tersebar di seluruh negeri. Maklum, di
zaman Orde Lama, Masyumi yang
dicitrakan sebagai partai kalangan muslim intelektual, modern, dan
(dengan sendirinya) pembaru, tergolong partai
yang besar. Bahkan, partai yang kerap diidentikkan dengan almarhum
Mohammad Natsir, pendiri dan pemimpin
Masyumi, itu meraih kursi cukup besar kala Pemilu 1955. Tapi, Partai
Keadilan?
Jangan dulu berburuk sangka. Partai baru ini ternyata sudah dirintis
puluhan tahun. Setidaknya, sejak era
kebangkitan Islam menghinggapi kesadaran dan nurani muslimin muda
Indonesia. Seperti diketahui, ada sebuah
hadis Nabi Muhammad saw. yang "menjamin" kebangkitan Islam itu setiap
peralihan abad. Kebangkitan itu bisa
diartikan sebagai reaktualisasi ajaran-ajaran Islam itu sendiri, termasuk
dalam hal peribadatan. Bisa juga diartikan
kemenangan umat muslim dalam percaturan politik suatu negeri. Filsuf
besar Al Ghazali, misalnya, disebut-sebut
sebagai salah seorang pembaru Islam di masa silam. Sedangkan untuk abad
XV Hijriah ini, kebangkitan itu--antara
lain--ditandai dengan kemenangan Revolusi Islam Iran yang dikomandani
Imam Besar Khomeini pada 1979.
Sejak itu, permulaan dekade 80-an, kehidupan beragama (Islam) marak di
Tanah Air. Anak-anak muda tak segan
menunjukkan identitas kemuslimannya; hotel-hotel membuka acara salat
tarawih; para cerdik-pandai--bahkan para
artis--tak sungkan lagi melaksanakan syariat agama. Padahal, dulu, di era
"kegelapan", ketaatan atas syariat itu
kerap diidentikkan dengan sikap ketinggalan zaman atau kampungan.
Kebangkitan serupa juga berlangsung di kampus-kampus. Khusus di pabrik
intelektual itu, maraknya kehidupan
beragama tadi turut didorong oleh pengapnya kehidupan politik kampus
akibat penerapan program NKK/BKK

(Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus). Selain membuat


para mahasiswa menyalurkan energi
kreatifnya di organisasi-organisasi nonpemerintah, program itu juga
membuat banyak mahasiswa muslim berkiprah
dalam aktivitas keagamaan. Halaqah-halaqah, kelompok-kelompok diskusi,
bermunculan. Dengan tekun, guyub, dan
nyaris tanpa teriakan, sejumlah masalah keagamaan dibicarakan.
Dan, harap dicatat, "agama" atau "keagamaan" yang dimaksud tak cuma
perkara salat, zakat, atau puasa, tapi juga
meluas ke dalam setiap aspek kehidupan. Mulai dari soal kesenian, sistem
perekonomian, hingga tata krama
berpacaran. Pendeknya, Islam dilihat dan dibahas secara utuh, secara
total. Islam pun bisa dilaksanakan secara
kafah: total dan utuh tadi.
Nah, dari halaqah-halaqah seperti itulah Partai Keadilan tumbuh dan
terbentuk. Nur Mahmudi, misalnya, adalah
aktivis masjid kampus Intitut Pertanian Bogor. Begitu juga dengan
pengurus-pengurus lain, termasuk mereka yang
duduk di tingkat wilayah, cabang, maupun ranting. Sehingga, tak
mengherankan bila ketika mereka memaklumkan
diri sebagai partai, pengikutnya bisa mencapai ribuan orang.
Konon, pola rekrutmen anggota halaqah-halaqah yang kemudian menjadi
cikal-bakal jaringan Partai Keadilan itu
berjalan dengan intens dan tertutup. Maksudnya, dilakukan dengan sistem
sel. Pola hubungan antaraktivis diatur
dalam sebuah strata yang ketat dan menggunakan pola patron-klien.
Seorang anggota baru tak serta-merta mengetahui siapa gerangan pemimpin
mereka yang sebenarnya. Ia hanya
kenal orang yang merekrutnya tadi. Baru setelah keanggotaan mereka cukup
lama dan dinilai memiliki nilai-nilai dan
sikap yang selaras dengan ajaran Islam, anggota baru itu tahu lebih
banyak tentang organisasinya tersebut. Itulah
kelompok-kelompok yang juga kerap disebut sebagai usrah (secara harfiah
berarti keluarga).
Bisik-bisik menyebutkan, sebenarnya ideolog partai yang satu ini adalah
seorang tokoh yang kerap disapa Abu
Ridho, lengkapnya Drs. H. Abu Ridho Abdi Sumaiti. "Dia itu orang
pergerakan tulen," kata Ahmad Sumargono,
Ketua KISDI, suatu kali. Hanya, tokoh yang juga sempat aktif di Dewan
Dakwah Islamiyah itu, sebagaimana lazimnya
seorang ideolog sebuah "gerakan", lebih suka berada di belakang layar.

Meskipun, dalam hal Partai Keadilan, Abu


turut duduk dalam kepengurusan. Ia menjabat Wakil Ketua Majelis
Pertimbangan Partai, lembaga yang tak kalah
penting dalam organisasi partai. Lalu, siapakah Nur Mahmudi sendiri?
Dialah Presiden Partai Keadilan.
Seperti disebut tadi, aktivitas Nur dimulai dari masjid kampus, tepatnya
masjid kampus IPB. Rekan-rekan
se-usrah-nya mengenal lelaki itu sebagai manusia pendiam. Ia jarang
bergabung dalam acara-acara yang diadakan
teman-temannya. Terutama, acara-acara yang dinilainya kurang bermanfaat
atau tidak jelas landasan akhlaknya.
Misalnya, acara peringatan ulang tahun. "Bagaimana, ya.... Sebenarnya
mau-mau saja. Tapi, kadang-kadang saya
berpikir, landasan akhlak yang dimunculkannya itu kurang, sehingga saya
enggan," kata Nur kepada sebuah harian,
medio Januari lalu.
Akhlak alias moral. Itulah rupanya yang menjadi dasar sekaligus ukuran
Nur. Itu pulalah yang menjadi salah satu ciri
dasar partainya. Dalam risalah Sekilas Partai Keadilan yang diterbitkan
partai tersebut, disebutkan tujuh hal yang
menjadi karakteristik partai. Dan, soal akhlak tadi merupakan
karakteristik yang pertama. "Partai Keadilan berupaya
menjadikan komitmen moral sebagai ciri seluruh perilaku individu dan
politiknya. Partai berusaha menampilkan sisi
moralitas yang bersumber pada nilai-nilai Islam sebagai basis serta
keteladanan", demikian tulis risalah tadi.
Sebagai manusia biasa, Nur, yang lebih memilih sepak bola daripada renang
sebagai olah raga rutinnya itu,
bukannya anti dengan acara-acara seremonial seperti perayaan ulang tahun
tadi. Tapi, katanya, selain banyak hal
yang mubazir, dalam perayaan ulang tahun itu terkandung pengultusan dan
kesombongan. "Saya tidak bicara soal
agama. Tapi, menurut saya, di situ ada suasana pengultusan dan mengarah
pada kesombongan. Sehingga, istri
maupun anak-anak saya tidak merayakan ulang tahun," katanya.
Mungkin, karena latar belakang ke-usrah-annya itu, Partai Keadilan sempat
dicurigai sebagai partai eksklusif.
Bahkan, ada juga yang menyebut partai itu memanfaatkan jaringan para
bekas pendukung NII/TII. "Kami sering
membuat imbauan untuk tidak memplot-plotkan partai yang membuat kita
sepertinya tidak bisa bermitra. Itu
membuat saya geregetan," kata Nur suatu kali. Menurut Nur, kecurigaan

terhadap partainya itu, sebagaimana halnya


terhadap Islam, tak lain datang dari pikiran mereka yang tak pernah
memperhatikan kualitas agama. "Karena,
selama Orde Baru orang dikebiri untuk melihat kualitas agama secara
formal dan rasional. Saya katakan, begitu
mudahnya orang terprovokasi membakar rumah ibadah karena tidak memahami
ajaran agama dengan baik,"
katanya lagi.
"Bagi saya, itu bukti keperluan kita berpolitik dengan landasan agama.
Kita juga mengharapkan hal serupa kepada
partai agama lain untuk menggunakan moral force. Silakan, agar rakyat dan
bangsa ini bermoral dan berakhlak,"
katanya lebih jauh lagi.
Apa latar belakang didirikannya Partai Keadilan?
Kami cukup lama berbincang dengan teman-teman mengenai nasib bangsa ini.
Tetapi, selama Orde Baru, kami
cukup sulit menyalurkan di mana kami bisa berperan dan mengoreksi
kebijakan-kebijakan bangsa ini. Oleh karena
itu, yang kami lakukan terlebih dahulu adalah apa saja yang bisa kami
lakukan. Ngobrol-ngobrol kecil, seminar, juga
melalui jalur pendidikan. Tapi, peluang di akhir 1997 membuat kami
semakin serius untuk berpikir apa yang harus
digulirkan dalam menyalurkan peran kami. Setelah lengser-nya Pak Harto,
semakin nyata bahwa ada kemungkinan
bagi kami untuk berpartisipasi dalam skala nasional, yaitu berupa partai
politik. Sehingga, setelah rekan-rekan yang
terlibat itu berpikir, diputuskan pilihan yang tepat dan efektif adalah
partai politik.
Alasannya?
Karena, yang kami inginkan adalah berpikir pada skala nasional. Dan,
skala nasional itu beranjak dari
perundang-undangan, kemudian peraturan pemerintah, juga kebijakan
pemerintah, sampai kepada
program-program pemerintah. Jadi, satu-satunya jalan supaya kami bisa
berperan di pemerintahan adalah melalui
partai politik, pemilihan umum, dan keberadaan kami di legislatif.
Lalu, apa yang ingin Anda sumbangkan kepada masyarakat?
Pertama, kami ingin mengubah wacana perpolitikan: dari upaya perebutan
kekuasaan kepada upaya menerapkan

program. Kedua, ingin mengubah paradigma, kebiasaan birokrasi, lembaga


negara yang terbiasa pada pola
kekuasaan menuju pola pelayanan. Ketiga, kami ingin menerapkan kebiasaan
untuk menegakkan keadilan serta
kejujuran. Nah, semua itu diharapkan dilandasi oleh nilai akhlak.
Karena itukah partai Anda ingin masuk ke dalam struktur kekuasaan?
Tentunya, yang kami inginkan adalah ide atau nilai-nilai yang kami
perjuangkan bisa diterapkan. Maksudnya,
diadopsi oleh negara. Salah satu upaya untuk bisa merealisasikan itu
memang kami berharap bisa berpartisipasi
langsung. Akan tetapi, bukan hanya itu yang kami inginkan. Kami berharap,
parlemen lainnya juga mempunyai
pandangan yang sejalan dengan kami dalam hal nilai-nilai kebenaran,
kejujuran, serta keadilan. Jadi, mereka tidak
harus berada dalam partai kami. Kalau partai lain juga sama-sama ingin
menegakkan, mereka kami anggap mitra
kami.
Lahir dan tumbuh di tengah sebuah keluarga petani di Mranggen, Purwosari,
Kediri, Jawa Timur, Nur sudah terbiasa
dengan kebersahajaan. "Kami hidup dari tanah warisan seluas 3,5 hektare.
Ayah dan ibu saya bukan termasuk yang
berpendidikan tinggi. Mereka tidak lulus SD. Maklumlah, zaman Belanda,"
tutur Nur.
Kendati demikian, kedua orang tuanya sangat menekankan pentingnya bekal
pendidikan. "Almarhum bapak saya
sering mengatakan beliau akan berusaha semampunya menyekolahkan saya
karena beliau tidak memiliki harta
untuk diwariskan," kata Nur lagi. Dan, ia memang terpacu untuk meraih
pendidikan setinggi-tingginya. Selepas
meraih gelar sarjana Teknologi Pangan dan Gizi IPB (1984), ia bekerja di
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT). "Saya memilih BPPT karena kerja sebagai Korpri dulu
agak saya benci, banyak peraturannya,
termasuk janji-janji," katanya.
Dan, "kebencian" itu rupanya diutarakannya kepada Prof. Dr. Ir. A.M.
Satari, guru besar IPB. Profesor Satari pun
menyarankannya masuk ke lembaga pengkajian yang dulu dikepalai Presiden
Habibie itu. "Di situ Anda
mengerjakan penelitian, Anda laporkan, dan semua itu dikerjakan sendiri,"
kata Satari. Nur pun masuk ke BPPT.
Sebuah pilihan yang tidak salah. Sebab, di lembaga itu ia mendapat

kesempatan melanjutkan studinya. Setelah


meraih M.Sc.-nya di bidang ilmu teknologi makanan dan gizi (1991) dari
Texas A&M University, ia pun mendapatkan
gelar doktor di universitas yang sama (1994).
Kepakaran dan intelektualitas juga bisa disebut sebagai ciri lain dari
partainya. Meskipun, ia sendiri menyebut
anggota partainya tak melulu para sarjana dan doktor, tapi juga kalangan
rakyat kebanyakan. "Jalur kami memang
para intelektual. Terutama, yang mau berpikir tentang nasib bangsa,"
katanya. "Tapi, mereka itu banyak yang berasal
dari masyarakat bawah. Mereka adalah orang-orang biasa yang sebelumnya
memiliki interaksi di tataran
masyarakat bawah. Sehingga, kami memperoleh respons cukup banyak dari
kalangan itu, seperti kalangan buruh
dan pesantren-pesantren," tutur Mahmudi.
Beristrikan Hj. Nur Azizah Tamhid, M.A., Nur beranak tiga. Satu pria dan
dua wanita. Sebagai pakar gizi dan
makanan, selain menjadi anggota Komisi Fatwa MUI, karya-karya tulis Nur
sudah mencapai lebih dari 20 buah.
Seminar-seminar dan pertemuan ilmiah pun sudah banyak diikutinya. Selain
berpolitik, aktivitasnya melebar ke dunia
keilmuan dan kepakaran itu. Sejumlah organisasi profesi menjadikannya
sebagai salah seorang pengurus.
Apa upaya Partai Keadilan untuk Pemilu?
Kami berupaya memiliki perbedaan di tengah partai-partai yang menjamur
itu. Perbedaan yang ada pada kami itu,
pertama, kami muncul bukan dari orang-orang yang punya romantika masa
lalu. Sehingga, insya Allah kami bersih
dari Orde Baru dan Orde Lama. Kedua, para pengurusnya lebih banyak
dimotori tenaga-tenaga muda, usianya
antara 30-an dan 40-an, bahkan di bawah 30-an juga ada. Selain itu,
partai kami memiliki Dewan Syariah, yang
barangkali tidak dimiliki partai mana pun. Sesuai asas Islam yang kami
pakai, fungsi Dewan Syariah itu bisa
mengkaji segala sepak terjang kami, kebijakan-kebijakan, hingga pada
etika kampanye yang kami lakukan. Dengan
Dewan Syariah, kami harapkan seluruh kebijakan yang kami lakukan
berlandaskan akhlak dan nilai-nilai yang tidak
mengganggu orang lain. Dengan adanya Dewan Syariah, kami berpolitik tetap
berlandaskan pada nilai moral.
Artinya, ada partai yang berpolitik secara tidak bermoral?

Sementara ini, paradigma lama itu memang seperti itu: politik itu kotor,
menghalalkan segala cara, ngotot ingin
mencapai sesuatu, kemudian melupakan akhlak. Itu yang terjadi. Bahkan,
kekuasaan itu adalah tujuan. Apa pun akan
dikorbankan selama itu ditujukan untuk mencapai kekuasaan. Sehingga,
metode kompromi, metode oportunis,
pendekatan pragmatis, selalu dipakai oleh politisi yang tidak melandaskan
diri pada akhlak. Nah, kami berupaya
tetap berpegang teguh pada akhlak.
Kalau kekuasaan bukan tujuan, lalu apa tujuan utama Anda?
Kami ingin bahwa dalam perjuangan partai itu betul-betul serius menyentuh
bidang kehidupan lain. Aspek moralitas
dan akhlak para pelaku tetap diutamakan. Sehingga, pendidikan akhlak para
kader, pendukung, dan simpatisan,
merupakan sesuatu yang sangat diperhatikan.
Maksudnya, pendidikan nilai dan moral Islam?
Kami mengakui bahwa Islam itu adalah "rahmatan lil alamin". Tetapi, dalam
hal makanan, misalnya, kami hanya
memperhatikan barang-barang yang ditujukan untuk umat Islam saja dan
hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana perlakuan antara Islam dan non-Islam. Sehingga, kalau dikatakan
bahwa seolah-olah kami mau
memaksakan nilai-nilai Islam kepada umat lain, itu keliru besar. Yang
akan tetap kami pegang adalah: harus ada
sikap saling menghormati dalam masalah akidah dan ibadah antarumat
beragama. Kami berharap umat Islam yang
mendukung kami akan kami ajarkan agama Islam dengan baik. Kami juga
berharap mereka bisa mengerti
bagaimana berperilaku dengan orang lain. Sehingga, konsep Islam untuk
kemanusiaan itulah yang kami utamakan.
Jadi, seharusnya tidak ada stigma pada umat nonmuslim bahwa Anda akan
memaksakan akidah Islam?
Itu yang akan terus kami perjuangkan dan wujudkan, melalui bermacam
awareness atau perhatian kami terhadap
seluruh komponen bangsa.
Di mata anggota dan pengurus Partai Keadilan, Nur dikenal sebagai pribadi
yang tidak disangsikan. Sekretaris
Ranting Setiabudi, Umu Rohimah, misalnya, adalah salah seorang pengurus
yang beranggapan demikian. Menurut

Umu, Nur seorang yang ramah. Itu sudah dilihatnya sejak ia menjadi
mahasiswi jurusan Teknologi Pangan
Universitas Sahid, Jakarta, universitas tempat Nur menjadi salah seorang
pengajar.
"Hubungan dia dengan para mahasiswa juga terasa enak. Sebagai dosen, saya
merasa Pak Nur banyak memberi
masukan kepada mahasiswa. Secara umum, beliau sangat diterima oleh
mahasiswa. Rata-rata, hampir sebagian
besar mahasiswa bisa menangkap metode yang beliau pakai," kata Umu.
Meskipun, keterlibatannya dengan Partai
Keadilan bukan semata karena pribadi Nur. "Kalaupun Pak Nur tidak di
sana, saya pasti ikut Partai Keadilan,"
ujarnya.
Kembali ke soal pribadi Nur, ayah dua anak itu juga dikenal sebagai orang
yang alim dan taat menjalankan syariat.
Soal kesabaran dan penghargaannya terhadap orang lain juga tak
disangsikan Umu. "Ketika saya menulis skripsi,
saya sempat mengalami kemarahan, mungkin karena saya jenuh. Lalu, saya
menghubungi beliau. Beliau tidak
marah sama sekali. Beliau malah mengingatkan dan menasihati saya. Dari
situ saya rasakan bahwa beliau itu bisa
menjadi motivator buat saya," tutur Umu. "Kalau kami sedang berdiskusi,
berbeda pendapat dengan beliau, tidak
pernah beliau itu mencela atau merendahkan pendapat kami. Jadi, terlihat
bahwa beliau itu menghargai sekali
pendapat orang lain," ucap Umu.
Sementara, Daud Rasyid, Wakil Ketua Dewan Syariah Partai Keadilan,
menilai Nur sebagai tokoh yang sangat
menarik. "Dari segi performance-nya, sering kami lihat beliau menunjukkan
penampilan yang simpatik, penuh
senyum, dan tidak seram," kata Daud. "Selain itu, dari gaya
kepemimpinannya, walaupun baru beberapa bulan,
terlihat sangat demokratis. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan
kepartaian, dia sangat menghargai pendapat
Dewan Syariah," kata Daud. Dewan yang disebut-sebutnya itu adalah salah
satu lembaga tinggi Partai Keadilan.
Tugasnya, sebagaimana tertera dalam risalah yang sudah disebut di atas:
"Merumuskan landasan syariah terhadap
partai dalam melaksanakan aktivitasnya dan memberikan jawaban terhadap
berbagai permasalahan yang dihadapi
partai".

Karena kepribadiannya itulah, kongres mendaulat Nur sebagai presiden.


Selain soal loyalitas, intelektualitas Nur pun
sudah terbukti. "Berdasarkan pengalaman, dia adalah orang yang
mengorbankan segala sesuatunya untuk partai.
Saya tahu, jam terbangnya di partai itu lebih besar bila dibandingkan
dengan waktunya di rumah," kata Daud.
"Kemudian, dia juga orang umat. Dia adalah anggota Majelis Ulama
Indonesia dalam bidang makanan. Soal
kredibilitas, kapasitas, itulah yang memenangkannya menjadi pemimpin
partai," katanya. Dengan kata lain, di mata
pendukungnya, Nur adalah seorang alim alias orang berilmu yang mampu
menjaga akhlak dan pantas membawa
partainya ke pemilihan umum me

You might also like