You are on page 1of 5

TAUHID SIRR RASULULLAH | MUKADIMAH KITAB BAYAN ALIF

[dari pengajian tauhid ibu-ibu Pusaka Madinah]


"Ibu-ibu, kalau sirr sudah berkata, 'Ludahi'. Ludahi saja muka orang itu! Dia tidak
akan melawan meskipun kita ini perempuan. Mana bisa kesesatan melawan
kebenaran."

Sebenarya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu
menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. [Q.S. AlAnbiya:18]

Uraian dari para muwwahid, dikatakan bahwa


mim ( )itu ruh jasmani;
ha ( )itu ruh ruhani;
mim ( )itu ruh mani;
dal ( )itu ruh idhafi.
ruh
ruh
ruh
ruh

jasmani itu syariat;


ruhani itu tarikat;
mani itu hakikat;
idhafi itu makrifat.

ruh
ruh
ruh
ruh

jasmani itu ada pada jasad;


ruhani itu ada pada hati;
mani itu ada pada nyawa;
idhafi itu ada pada Rahasia.

gerak jasad dari ruhani;


gerak ruhani dari nurani;
gerak nurani dari Rabbani.

Bahwa Allah dan Muhammad itu esa; tidak bercerai. Maka dalam Tauhid Sirr atau
Tauhid Dzukiyyah alias Tauhid Rasa dikatakan, jasad ini tempat merasakan saja.
Dari prosedur di atas tadi, rasa jasad hanya merasakan "ada" ini dengan rasa
Rabbani. Di hati jangan ada lagi berkata-kata gerak ini dari itu lagi [maksudnya:
ketika berpraktik, teori jangan diingat-ingat lagi]

Jadi Diri Rabbani itu diri siapa? Diri Allah.


Kalau sudah paham gerak jasmani dari ruhani, gerak ruhani dari nurani, gerak
nurani dari Rabbani; dan sudah tahu diri Rabbani itu Diri Allah, mengapa takut

mengatakan Diri Rabbani itu Diri Allah? Takut apa? Takut dosa; terkena dosa. Takut
neraka; masuk neraka, takut syirik tertimpa syirik. Tidak perlu takut karena yang
dimaksud di sini adalah jasad kita tidak lagi merasa ada diri baharu ini dan hanya
merasakan Diri Rabbani yang berkuasa. Bukan kita merasakan diri kita ini jadi Allah
atau mau sama dengan Allah, melainkan yang dirasakan jasad ini hanya Diri
Rabbani saja sumber dari segala sumber pergerakan nurani, ruhani, dan jasmani.
Ingat hadis qudsy,

Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.

Aku ada pada sangka hamba-Ku. Persangkaan kita tetap: Diri Rabbani itulah Diri
Allah yang bersifat Hayat, Qudrat, Iradat, Sama`, Bashar, Kalam, Ilmu. Diri Rabbani
ini Diri Zat. Diri Zat ini bersifat ma`ani.
Firman Allah lainnya dalam hadis qudsy,
"Al insanu sirrihi wa Ana sirruhu."
Manusia itu Rahasia-Ku, Aku Rahasianya.
Maksud perkataan ini, lembaga jasad manusia itu adalah Rahasia Allah. Rahasia
Allah itu Zat Allah. Tentulah Zat Allah yang menjadi diri kita. Bukan diri kita ini
menjadi Allah, melainkan Zat Allah itu yang dijadikan diri kita. Firman di atas itu
agar kita dapat membedakan apa itu zat dan apa itu diri.

Fardhu hendaknya diketahui bahwa yang dikatakan Zat itu Rahasia Allah dan jasad
kita ini dijadikan dari Zat Allah. Perlu kita ketahui tamsilnya, dinyatakan pula pada
orang yang mengetahui sifat yang tujuh, seperti pada sifat Hayat, dilihat jasad kita
yang hidup karena kita tahu jasad kita ini rahasia Allah atau Zat Allah. Rasakanlah
yang hidup ini Zat Allah. Lengkapnya begini:
Hayat : rasakan yang hidup itu Zat Allah;
Ilmu : rasakan yang mengetahui itu Zat Allah;
Sama` : rasakan yang mendengar itu Zat Allah;
Bashar : rasakan yang melihat itu Zat Allah;
Qudrat : rasakan yang berkuasa itu Zat Allah;
Iradat : rasakan yang berkehendak itu Zat Allah;
Kalam : rasakan yang berkata-kata itu Zat Allah.
Ingatlah, kedudukan jasad ini hanya tempat merasakan. Kalau sudah kita rasakan
Zat Allah saja semuanya, tidak perlu lagi ada merasakan baharunya atau tidak
merasakan lagi diri kita yang berkelakuan.

Zat Allah itu adalah Rahasia Allah. Rahasia Allah itulah Diri Allah. Kalau sudah rasa
Zat Allah saja yang ada. Yakinkan saja Allah segala-galanya. Jangan ada keraguan
lagi dan jangan diragukan lagi. Wajib yang kita yakinkan hanya Allah saja. Mustahil

yang kita yakinkan baharu. Itu namanya bersekutu. Karena Allah itu bukan baharu,
bukan jaiz. Lebih jelasnya, jasad kita ini Af`al Allah dan perbuatan-perbuatan jasad
kita ini rasakanlah sebagai perbuatan Allah atau Zat Allah.
Allah menciptakan kamu dan apa saja yang kamu perbuat. [Q.S. Ash-Shaffaat:
96].
Karena diri dengan perbuatannya itu satu; tidak bercerai. Perbuatan itu satu dengan
diri yang berbuat. Diri kita berbuat dan diri kita itu Zat Allah. Kalau diri kita berbuat,
tentulah Zat Allah berbuat. Zat Allah itu Rahasia Allah. Rahasia itu Diri Allah yang
sebenar-benarnya. Diri Allah itulah Rahasia Diri Allah.

Peringatan keras:
Ini pembicaraan dalam lingkup rasa Rabbani, bukan rasa jasmani. Jadi siapa pun
yang seenaknya minum khamr [atau melakukan maksiat lainnya] lalu mengatakan
itu perbuatan halal orang makrifat: itulah salah besar, sesat benar, syirik akbar.

Ingat, jasad kita yang baharu ini hanya tempat merasakan. Kita merasakan gula itu
manis. Siapa yang mengetahui gula itu manis? Tentulah rasa. Rasa itu Rahasia. Apa
Rahasia itu? Rahasia itu Zat Allah. Siapa Zat Allah itu? Zat Allah itu Diri Allah.
Yakinkan Zat itu Diri Allah. Jangan lagi kita berkata Zat Allah, berkatalah Allah saja.
Inilah dalam bahasa tauhid disebut 'dungu hakiki'. Duduk orang ini tanpa berpikirpikir, hatinya bebal, hatinya tidak ada bertanya-tanya kepada siapa pun, sudah
tetap dirasakannya Allah saja semata-mata.
Sadarlah, jasad kita ini hanya tempat merasakan. Sudah kita ketahui Zat Allah itu
meliputi diri kita luar dan dalam. Tentulah yang kita rasakan Zat Allah. Kalau kita
sudah tahu Zat Allah itu Diri Allah, rasakan saja Allahlah saja segala-galanya. Bawa
rasa ini dalam hidup sehari-hari agar kita tidak bercerai dengan Allah. Kalau sudah
rasa Allah terus yang kita bawa sehari-hari, akan timbullah rasa Adanya Allah itu.
Dari Allah kembali kepada Allah. Apa pun yang kita rasakan, kembali rasa itu tetap
kepada Allah. Kalau rasa sudah berkekalan dengan Allah, tentu rasa Adanya Allah
saja yang ADA.

Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.
Kalau hamba-Ku merasakan Aku saja yang ADA. Akulah Tuhannya. Maksud sangka di
sini bukan menyangka-sangka. Lebih baik kita merasakan Allah daripada
menyangka-sangka Allah. Siapa mengenal dirinya yang Rahasia, esa-lah dia dengan
Tuhannya.

"Jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan


kebaikan, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah
pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia
jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan
kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan
jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk
melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keraguraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap
kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya. (H.R.
Bukhari 6021)

Perangai-perangai ini jangan dilupakan, yaitu perangai tentang rasa. Perangai kita
musti tetap sampai kepada Allah. Apabila perangai rasa ini kekal kepada Allah,
sucilah ia. Tidak lalai zahir-batinnya dengan Allah artinya mengembalikan hak
kepada Yang Punya Hak. Tidak lalai zahir-batin dengan Allah, yakni
menyempurnakan zahir-batinsampai ke zarah-zarahnyakepada Allah. Walaupun
zarah-zarah itu tersembunyi di dalam batinnya dalam ruku`, sujud, berdiri di hadirat
Allah, tidak ada kelalaian dalam pikirannya, dalam perkataannya, dan dalam
kebaikannya. Sampai sehelai rambutnya pun tidak ada kelalaian lagi dan tidak ada
lagi yang mencegahnya khusyuk di dalam shalat. Inilah tauhid dzukiyyah atau
tauhid sirr alias tauhid rasa.

PENDALAMAN TEORI DAN PRAKTIK SIRR:

Sirr itu Rahasia. Rahasia itu Rasa.

Dari sirr ini kita bisa mengetahui apa isi badan seseorang. Menurut Abah Siradj,
orang-orang kebatinan itu [kejawen, spiritualis, paranormal, pribadi-pribadi indigo,
ustadz klenik, Islam abangan, tasawwuf nanar, pengamal khadam-khadam dan
muakkal-muakkal, pengamal meraga sukma atau astral projection] isi jasadnya jin
melulu.
Kontak saja orang-orang itu dengan sirr, kita akan tahu siapa yang berkuasa atas
jasadnya. Jangan dikata sirr itu tidak pandai berkata-kata. Kalau kalam sirr berkata
dengan rasa, "Jin." Jinlah isi orang itu. Kalau kalam sirr berkata, "Dengki." Dengkilah isi sikap seseorang itu pada kita. Kalau kalam sirr berkata, "Salah paham." Salah
pahamlah isi pernyataan seseorang itu atas penyampaian kita. Kalau kalam sirr
berkata, "Kambing Kurap." Kambing kurap-lah yang sebenarnya berkelakuan purapura bersimpati, memuji-puji, menyanjung-sanjungnya seseorang itu pada kita
untuk "cari modal" menipu umat.

"Takutilah firasat orang mukmin, sesungguhnya mereka memandang dengan Nur


Ilahi." [Hadis]
Kalau orang tauhid mau jahat, tinggal dimasukkan saja sirr kera ke orang-orang
sesat itu maka orang itu akan gila seperti kelakuan kera. Kalau orang tauhid mau
jahat, tinggal dimasukkan saja sirr anjing ke orang-orang sesat itu maka orang itu
akan "menggonggong" terus seperti anjing. Sudahlah, tauhid sirr ini bukan untuk
kejahatan. Ini untuk keselamatan.

Tauhid Sirr ini ilmu ketuhanan murni, bukan ilmu dari kesetanan dan ke-jin-an.
Tauhid Sirr inilah yang dinamakan juga Tauhid Dzukiyyah alias juga Pusaka Madinah
yang diajarkan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. selama 11 tahun sebelum turun
perintah Mi'raj kepada kalangan yang dipandang Rasulullah Saw. sudah duduk di
maqam arif billah, khawwasul khawwas dan mukminin-mukminat untuk
(*)"mengawal zaman". Sebab makna kata Rasulullah itu ialah yang dipercaya Allah.
SYAIKH SIRADJ
Tauhid Sirr | Tauhid Dzukiyyah | Bayan Alif | Pusaka Madinah

You might also like