You are on page 1of 49

HUKUM ISLAM, FIQIH ISLAM, dan SYARIAT ISLAM

Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa inggris, Syariat Islam


diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan
Islamic Jurispudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk syariat Islam, sering,
dipergunakan istilah hukum syariat atau hukum syara untuk fikih Islam
dipergunakan istilsh hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.[1]
Dalam praktek seringkali, kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam,
tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan ke
duanya memang sangat erat, dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin dicerai
pisahkan. Syariat adalah landasan fikih adalah pemahaman tentang syariat.
Perkataan syariat dan fikih (kedua-duanya) terdapat di dalam al-Quran, syariat
dalam surat al-jatsiyah (45):18
Artinya :. Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. [2]
Sedangkan perkataan fikih tersebut surat at-Taubah (9): 122.
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke
dalam satu perkataan, sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau
dihubungkan dengan perubahan dan pengembangan hukum Islam.[3]
Oleh karena itu seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan mana
hukum islam yang di sebut (hukum syariat) dan mana pula hukum Islam yang
disebut dengan (hukum fikih). Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci,
hukum Tuhan, syariah Allah, dan semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian

yang beranggapan bahwa hukum Islam itu pasti benar dan diatas segala-galanya,
juga tidak jarang kita dengar. Disini tampak tdak adana kejelasan possi dan
wilayah antara istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya
adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.[4]
Pengkaburan istilah antara hukum islam, hukum syari / syariah, atau bahkan
syariah Islam, pada hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi
dan posisi antara hukum Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil
ijtihad tadi, dengan syariah yang identik dengan wahyu, yang berarti diluar
jangkauan manusia, adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan
pada posisi yang seharusnya.
Sumber utama hukum islam adalah al-quran, maka hukum islam berfungsi
sebagai pemberi petunjuk, pemberi pedoman dan batasan terhadap manusia. Jika
sesuatu itu haram, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk bahwa
hal tersebut tidak boleh dikerjakan, sebaliknya jika sesuatu itu wajib maka
haruslah dikerjakan.. dengan istilah lain ketentuan hukum islam itu berarti hasil
ijtihad fuqaha dalam menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi
selama ini seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan
batasan yang sudah mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam
menimbulkan kesan menakutkan bagi masyarakat sekitarnya, padahal hukum
islam itu harus bersifat aktif sesuai dengan pendapat Abu Hanifah adanya istilah
marifat (mengetahui) dimana kalimah tersebut memberi inspirasi untuk aktif
tidak terlambat memberi ketentuan hukum islam, jika muncul kasus baru.
Batasan-batasan tersebut dalam ilmu hukum disebut sebagai fungsi sosial control.
[5]
A Hukum Islam
1. Pengertian Hukum Islam :
Menurut Hasby Ash Shiddieqie menyatakan bahwa hukum islam yang
sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya

upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. [6]

Kumpulan daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syariat atas kebutuhan
masyarakat.
Istilah hukum islam walaupun berlafad Arab, namun telah dijadikan bahasa
Indoneisa, sebagai terjemahan dari Fiqh Islam atau syariat Islam yang bersumber
kepada al-Quran As-Sunnah dan Ijmak para sahabat dan tabiin.lebih jauh Hasby
menjelaskan bahwa Hukum Islam itu adalah hukum yang terus hidup, sesuai
dengan undang-undang gerak dan subur. Dia mempunyai gerak yang tetap dan
perkembangan yang terus menerus.[7]
Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia.. fungsi ini bisa meliputi beberapa hal yaitu : a. fungsi
social engineering. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan
kemajuan umuat. Untuk merealisasi ini dan dalam kapasitasnya yang lebih besar,
bisa melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundangundangan ; b. perubahan untuk tujuan lebih baik. Disini berarti sangat besar
kemungkinannya untuk berubah, jika pertimbangan kemanfaatan untuk
masyarakat itu muncul.
2. Ruang Lingkup Hukum Islam
Dalan hukum islam tidak dibedakan antara hukum perdata dengan hukum publik.
Hal ini disebabkan menurut sistem hukum islam pada hukum perdata terdapat
segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya. Oleh karena itu
dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan
hanya bagian-bagiannya saja, seperti (1). Munakahat., (2.).wirasah (3). Muamalat
dalam arti khusus (4). Jinayat atau ukubat (5). Al-ahkam as-sultoniyyah (khalifa)
(6). Siyar.; (7). Mukhasshamat[8]

Kalau bagian bagian-bagian tersebut disusun menurut sistimatika hukum barat


yang membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik Maka susunan
hukum muamalah dalam arti luas itu adalah sebagai berikut : Hukum Privat : 1.
Munakahat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian serta akibat-akibatnya ; 2. wirasah (faraidl) mengaur segala masalah
yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian
warisan ;
Muamalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak
atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam, perserikatan dan sebagainya.
Hukum Publik adalah : Jinayat yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatanperbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun
dalam jarimah takzir. Al-ahkam assultoniyyah membicarakan soal-soal yang
berpusat kepada negara, ke pemerintah 3. Siyar mengatur urusan perang dan
damai, tata hubungannya dengan pemeluk agama dan negara lain ; 4.
Mukshshonat mengatur soal; peradilan, kehakiman dan hukum acara. [9]
3. Prinsip-prinsip Hukum Islam
Maksud prinsip dalam bahasan ini adalah titik tolak pembinaan hukum Islam dan
pengembangannya. Prinsip ini berlaku dimanapun dan kapanpun di wilayah
hukum Islam. Prinsip-prinsp itu adalah :
Pertama : Tauhid Allah, prinsip ini menyatakan bahwa segala hukum dan tindakan
seorang muslim mesti menuj kepada satu tujuan, yaitu Tauhid Allah, Tauhid Allah
disini berarti kesatuan substansi hukum dan tujuan setiap tindakan manusia dalam
rangka menyatu dengan kehendak Tuhan. Jalan untuk meraihnya tidak bisa lain
kecuali deng n pernyataan :
Kedua :

prinsip ini menyatakan bahwa wahyu yang shah bersesuaian dengan penalaran
yang sarih. Dengan kata lain wahyu tidak akan pernah bertentangan dengan akal.
Ini berarti bahwa kebanaran wahyu adalah kebenaan yang mutlak dengan
sendirinya. Wahyu tidak memerlukan pembuktian kebenarannya, baik secara
rasional maupun empirik. Ia telah benar dengan sendirinya.
Ketiga :
Kembali kepada al-quran dan assunnah yang tidak pernah berlawanan dengan
penalaran akal yang sarih. Namun demikian karena wahyu telah terhenti seiring
dengan wafatnya Rasululah SAW. Maka pokok-pokok ajaran agama dianggap
telah sempurna. Sementara response masyarakat muslim terhadap perubahan
sosial budaya dapat berkembang melalui proses ijtihadi.
Ke empat
hal-hal yang berkenaan dengan pokok-pokok agama an sich telah dijelaskan oleh
Rasul. Ini berarti bahwa dalam hal-hal kehidupan dunia yang terus berubah
menganut prinsip-prinsip keadlan dan kebenaran.
Kelima al-adalah, yang berarti keadilan. Yaitu keseimbangan dan moderasi
yang menghendaki adanya keseimbangan dan kelayakan antara apa yang
seharusnya dilakukan dengan kenyataan, keseimbangan antara kehendak manusia
dan kemampuan merealisasikannya.
Keenam,
Bahwa kebenaran itu bukan pada alam idea, bukan pada alam cita-cita dan apa
seharusnya, melainkan apa yang menjadi kenyataan. Prinsip ini menghendaki
pelaksanaan. Hukum Islam itu dilakukan sesuai dengan apa yang paling mungkin
dan tidak selalu mengharuskan dilaksanakan sesuai dengan apa yang diyakini
paling tepat dan benar.
Ketujuh Al-Huriyyah.

Ini berarti kemerdekaan atas kebebasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap
orang mempunyai kebebasan baik untuk beragama ataupun tidak. Tidak ada
paksaan dalam beragama. Namun demikian sesuai dengan prinsif tauhid Allah,
manusia telah diberi dua pilihan bersyukur atau berkufur.
Kedelapan al-musawah prinip ini secara etimologis berarti persamaan,
prinsip menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai derajat yang sama.
Pembentukan qonun hanya mungkin jika setiap individu masyarakat muslim
terlindungi hak-hak asasinya yang sesuai prinsip hukum islam, adalah alhurriyyah, dan al-musawwah . Hak-hak asasi setiap individu
muslim yang merupakan prinsip hukum islam dalam bermasyarakat itulah yang
memungkinkan terjadinya keseimbangan masyarakat,
Prinsip kesembilan al-musyawarah . Musyawarah dapat berarti meminta
pendapat dari pihak pimpinan kepada yang dipimpin atau berupa usul dari arus
bawah, yakni dari lapisan masyarakat yang dipimpin kepada yang memimpinnya.
Prinsip ini merupakan landasan hukum islam melalui proses taqnin dan
menjadikannya sebagai hukum positif.[10]
4. Tujuan Hukum Islam
Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan
kemaslahatan hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula
dengan hukum-hukumnya. Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam.
[11]
1. Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi
masyarakatnya dan tidak menjadi sumber malapetakata bagi orang lain;
2. Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama
ummat Islam maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar.
Agama Islam tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa,
agama. Warna kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.

3. Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan


kemaslahatan semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat
penderitaan bagi orang ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan
yang betul-betul bisa dirasakan oleh semua pihak.
Yang dimaksud dengan kemaslahatan hakiki itu meliputi lima hal yaitu Agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta. Yang lima ini merupakan pokok kehidupan
manusia di dunia dan manusia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan hidupnya
di dunia ini kecuali dengan kelima hal itu. Menurutnya yang dimaksud dengan
lima ini adalah:[12]
1. Memelihara Agama Memelihara agama adalah memelihara kemerdekaan
manusia di dalam menjalankan agamanya. Agamalah yang meninggikan
martabat manusia dari hewan. Tidak ada paksaan di dalam menjalankan
agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang salah.
2. Memelihara jiwa adalah memelihara hak hidup secara terhormat
memelihara jiwa dari segala macam ancaman, pembunuhan, penganiayaan
dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat, berpikir dan
bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di lingkungan
sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain.
3. Memelihara akal adalah memelihara manusia agar tidak menjadi beban
sosial, tidak menjadi sumber kejahatan dan penyakit di dalam masyarakat.
Islam berkewajiban memelihara akal sehat manusia karena dengan akal
sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam
bangunan sosial.
4. Memelihara keturunan, adalah memelihara jenis anak keturunan manusia
melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan
hukum agama.

5. Memelihara harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan


mengembang biakkan harta benda secara benar dan halal, Islam mengatur
tatacara bermuamalah secara benar, halal, adil dan saling ridla merdlai.
Islam melarang cara mendapatkan harta secara paksa, melalui tipuan dan
sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu, memeras dan sebagainya.
Muhammad Abu Zahro telah membagi kemaslahatan kepada 3 tingkatan : (1).
Bersifat dlaruri (2). Haaji; (3). Tahsini.[13]
1. Yang bersifat daruri adalah sesuatu yang tidak boleh tidak harus ada untuk
terwujudnya suatu maslahat seperti kewajiban melaksanakan hukuman
qisas bagi yang melakukan pembunuhan sengaja, diyat bagi pembunuhan
yang tidak sengaja.
2. Masalahat yang bersifat haaji adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk
menolak timbulnya kemadlaratan dan kesusahan di dalam hidup manusia.
Seperti diharamkan bermusuhan, iri dengki terhadap orang lain, tidak
boleh egois.
3. Maslahat yang bersifat tahsini adalah sesuatu yang diperlukan untuk
mewujudkan kesempurnaan hidup manusia.
Menurut Abdul Wahab Khalaf bahwa tujuan hukum Islam itu ada dua tujuan
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Dimaksud dengan tujuan umum
ditetapkannya aturan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia didalam hidupnya, yang prinsifnya adalah menarik manfaat dan menolak
kemadlaratan. Kemaslahatan manusia itu ada yang bersifat daruri, haaji dan
tahsini.[14] Tujuan hukum Islam yang bersifat khusus adalah yang berkaitan
dengan satu persatu aturan hukum Islam. Hal ini dapat diketahui dengan
memahami asbabun nuzul dan hadits-hadits yang shahih.
B. SYARIAT

Pengertian syariat islam menurut Mahmud Syaltut adalah ;






Syariat menurut bahasa ialah : tempat yang didatangi atau dituju oleh manusia dan
hewan guna meminum air. Menurut istilah ialah : hukum-hukum dan aturan yang
Allah syariatkan buat hambanya untuk diikuti dan hubungan mereka sesama
manusia. Disini kami maksudkan makna secara yang istilah yaitu syariat tertuju
kepada hukum yang didatangkan al-quran dan rasulnya, kemudian yang
disepakati para sahabat dari hukum hukum yang tidak datang mengenai urusannya
sesuatu nash dari al-quran atau as-sunnah. Kemudian hukum yang diistimbatkan
dengan jalan ijtihad, dan masuk ke ruang ijtihad menetapkan hukum dengan
perantaraan qiyas, karinah, tanda-tanda dan dalil-dalil.[15]
Sedangkan Syariat menurut Salam Madkur adalah



Tasyri ialah lafadl yang diambil dari kata syariat yang diantara maknanya dalam
pandangan orang Arab ialah ; jalan yang lurus dan yang dipergunakan oleh ahli
fikih islam untuk nama bagi hukum-hukum yang Allah tetapkan bagi hambanya
dan dituangkan dengan perantaraan rasul-Nya agar mereka mengerjakan dengan
penuh keimanan baik hukum-hukum itu berkaitan dengan perbuatan ataupun
dengan aqidah maupun dengan akhlak budi pekerti. dan dinamakan dengan makna
ini dipetik kalimat tasyri yang berarti menciptakan undang-undang dan membuat

qaidah-qaidah Nya, maka tasyri menurut pengertian ini ialah membuat undangundang baik undang-undang itu datang dari agama dan dinamakan tasyri samawi
atau pun dari perbuatan manusia dan pikiran mereka dinamakan tasyri wadli. [16]
Syariat seperti telah disinggung dalam uraian terdahulu terdapat di dalam alQuran Dan kitab kitab Hadits. Kalau kita berbicara tentang syariat, yang
dimaksud adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah
Apabila diihat dari segi ilmu hukum, maka syariat merupakan dasar-dasar
hukumyang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang
islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubunganya
dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.
Dasar-dasar hukum ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi
Muhammad sebagai Rosul-Nya. Karena itu, syariat terdapat didalam al qur an dan
di dalam kitab kitab Hadits.
Menurut Sunnah Nabi Muhammad, ummat islam tiak akan pernah sesat dalam
perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegang teguh atau
berpedoman kepada Quran dan Sunnah Rasulullah.[17]
Dengan perkataan lain, ummat islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan
hidupnya di dunia ini selama ia mempergunakan pola hidup, pedoman lhidup,
tolok ukur hidup dan kehidupan yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits yang
sahih.
Karena norma-norma dasar yang terdapat di dalam AL Quran itu masih bersifat
umum, demikian juga halnya dengan aturan yang ditentukan oleh nabi
Muhammad terutama mengenai muamalah, maka setelah Nabi Muhammad wafat,
norma-norma dasar yang masih bersifat umum itu perlu dirinci lebih lanjut.
Perumusan dan penggolongan norma-norma dasar yang bersifat umum itu ke
dalam kaidah-kaidah lebih konkrit agar dapat dilaksanakan dalam praktek,
memerlukan disiplin dan cara cara tertentu.

Muncullah ilmu pengetahuan baru yang khusus menguraikan syariat dimaksud.


Dalam kepustakaan, ilmu tersebut dinamakan ilmu fiqih yang ke dalam bahasa
indonesia diterjemahkan dengan ilmu hukum islam. Ilmu fiqih adalah ilmu yang
mempelajari atau memahami syariat dengan memusatkan perhatiannya pada
perbuatan (hukum) manusia mukallaf yaitu manusia yang berkewajiban
melaksanakan hukum islam karena telah dewasa dan berakal sehat. Orang yang
faham tentang ilmu fikih disebut fakih atau fukaha (jamaknya). Artinya ahli atau
para ahli hukum islam.[18]
Kata yang sangat dekat hubungannya dengan perkataan syariat seperti telah
disebut di atas adalah syara dan syari yang diterjemahkan dengan agama. Oleh
karena itu, jika orang berbicara tentang hukum syara yang dimaksudnya adalah
hukum agama yaitu hukum yang ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh RosulNya, yakni hukum syariat. Dari perkataan syariat ini lahir kemudian perkataan
tasyri, artinya pembuatan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari
wahyu dan sunnah yang disebut tasyri samawi dalam kepustakaan (samawi =
langit), dan peraturan perundangundangan yang bersumber dari pemikiran
manusia, yang disebut tasyri wadhi (wadhaa = membuat sesuatu menjadi lebih
jelas dengan karya manusia). Membicarakan soal pemikiran atau penalaran
manusia dalam bidang hukum, kita telah membicarakan soal fiqih.
C. Fiqh
1. Pengertian Fiqh

Fiqh ialah mengetahui sesuatu memahaminya dan menanggapnya dengan
sempurna. [19]
Di dalam bahasa Arab, perkataan fiqih yang di dalam bahasa Indonesia ditulis
fikih atau fiqih atau kadangkadang feqih, artinya faham atau pengertian. Kalau
dihubungkan perkataan ilmu tersebut di atas, dalam hubungan ini dapat juga

dirumuskan, ilmu fikih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan
norma-norma dasar dan ketentuan- ketentuan umum yang terdapat di dalam alQuran dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab Hadits.
Dengan kata lain, ilmu fikih, selain rumusan di atas, adalah ilmu yang berusaha
memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah nabi
Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang
sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum islam. [20]
Pengertian fiqh menurut sebagian para ulama adalah :

Hukum-hukum syara-syara yang diperlukan kedalam renungan yang mendalam,
pemahaman dari ijtihad.[21]
Menurut pendapat sayid Ridla :

Dan banyak dalam al-quran sebutan kalimat fiqh yaitu faham yang mendalam
yang amat halus bagi segenap haqiqat yang dengan mengetahui fiqh. Itulah para
alim menjadi hakim yang sempurna lagi amat teguh.[22]
Hasil pemahaman tentang hukum islam itu disusun secara sistematis dalam kitab
fiqih dan disebut hukum fiqih. Contoh hukum fiqih islam yang ditulis dalam
bahasa Indonesia oleh orang Indonesia adalah, misalnya, Fiqih islam karya H.
Sulaiman Rasjid yang sejak di terbitkan pertama kali tahun 1954 sampai kini
(1990) telah puluhan kali dicetak ulang. Beberapa kitab hukum fikih yang ditulis
dalam bahasa Indonesia. Diantaranya adalah karya Mohammad Idris as-Syafii,
salah seorang pendiri mazhab hukum fikih islam, yang bernama : al-Um, artinya
(kitab) Induk.[23]
Fiqh arti asal katanya Paham. Disini fiqh merupakan pemahaman terhadap ilmu
yang berupa wahyu (yaitu al-quran dan al-hadits sahih). Jadi fiqh sebagai

suplemen dan sekaligus perbedaan prinsip dengan ilmu. Kelanjutan pengertian


seperti ini adalah bahwa fiqih identik dengan al-rayi yang menjadi kebalikan
ilmu tadi. Pengertian fiqh yang demikian kemudian berkembang menjadi berarti
ilmu agama. Atau ilmu yang berdasar agama yakni fase kedua. Dalam fase ini
fiqh mencakup kepada semua jenis, termasuk akidah tasawuf, dan lain-lain. Kitab
al-fiqh akbar karya Abu Hanifah sama sekali tidak menyinggung hukum, namun
isinya adalah hal-hal yang berkaitan dengan akidah . pada akhirnya pada fase
ketiga fiqh difahami sebagai disiplin hukum Islam. Kalau pada awalnya fiqh itu
alat untuk memahami atau untuk mengkaji dalam fase tarkhir ini fiqh menjadi
sosok objek kajian. Suatu disiplin yang dikaji tidak lagi alat apalagi suatu proses.
Fiqh berarti hukum Islam atau ada pula yang menyebut sebagai hukum positif
Islam, oleh karena adanya dominasi akal manusia dalam memahami wahyu. [24]
Dalam kenyataannya meskipun fiqh bisa diartikan dengan hukum Islam, namun
mengandung aspek-aspek selain hukum. Dalam kitab-kitab fiqh dengan konsep
etika agama, juga terkadang mengandung pembahasaan akidah yang berarti
wilayah kajian ilmu kalam. Dan dalam kenyataannya pula, meskipun fiqh bisa
diartikan dengan hukum Islam, namun hukum di sini tidak selalu identik dengan
law atau peraturan perundang-undangan Hukum yang mempunyai al-ahkam alkhamsah (wajib, sunat, makruh harm, jaiz) dalam fiqh lebih identik dengan
konsep etika agama, dalam hal ini Islam yakni ciri utamanya adalah terwujudnya
kandungan nilai ibadah yang sarat dengan pahala dan siksa dan berkonsekuensi
akhirat. Inilah ciri utama dalam hal-hal yang digabungkan dengan fiqh.
Dilihat dari cakupannya yang sarat dengan muatan religious ethic, fiqh bisa
diartikan dengan ilmu tentang perilaku manusia yang landasan utamanya adalah
nas / wahyu, atau lebih singkat ilmu Islam tentang perilaku manusia. Istilah
perilaku dimaksudkan dengan al-amaliyah yaitu dengan mengecualikan diskursus
teologis, perasaan, dan filsafat, sehingga ilmu kalam dan filsafat tidak masuk
disini.. sedangkan predikat Islam atau landasan utamanya wahyu membedaan
fiqih dengan ilmu atau konsep non islam.

Menurut definisi Abu Hanifah fiqh adalah marifat al-nafs malaha waman alaiha
amalan. (mengetahui hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perilaku
seseorang). Konsep hak dan kewajiban adalah konsep etika. Sedangkan definisi
yang
sering diketahui adalah

ilmu tentang hukum-hukum atau etika agama syara untuk hal-hal yang berkaitan
dengan amaliyah perilaku manusia yang diuwujudkan dengan landasan utama dari
dalil-dalil syara yang rinci). Bisa juga didefiniskan sebagai kumpulan hukumhukum atau etika syara untuk hal-hal yang berkaitan dengan amaliyah perilaku
manusia yang termasuk dengan landasan utama dari dalil-dalil syara yang rinci.
[25]
Di samping uraian di atas, dalam membahas fiqh sering ditemui pengertian hukum
dalam pengertiannya menurut ilmu hukum (hukum sekuler), artinya fiqh juga
memuat pembahasan beberapa ketentuan sanksi terhadap tindak criminal
(jarimah), bagian-bagian hukum waris (mawaris), hukum perkawinan
( munakahat), hukum perdagangan, hukum pidana (jinayah) dan lain-lain.
Meskipun matan fiqh tersebut dalam beberapa hal masih tampak sederhana,
namun sudah bisa dikatakan cukup maju untuk masanya. Jadi kesederhanaan itu
bukan lantaran ketinggalan jaman, namun sesuai dengan tuntutan waktu ketika
pemikiran fiqh dihasilkan.
Di pihak lain adanya anggapan atau pemikiran yang membuat sacral dan absolute
terhadap pengertian hukum islam. Dalam hal ini tidak ada pemisahan antara
hukum atau fiqh yang merupakan hasil ijtihad ulama dengan konsep syariah Allah
yang identik dengan wahyu, yang memang bisa dikatakan sebagai hal yang
absolute, retorika seperti inilah yang sering dijumpai di kalangan masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh Muhamad Muslihudin Islamic law is diviney
ordained syatem, the Will of Good to be established on earth. It is called Shariah
or the rigt path, Quran and the sunnah (traditions of the Prophet) are its two

primary and original sources. ( Hukum islam adalah system illahiyyah, kehendak
Allah yang ditegakan di atas bumi. Hukum islam itu disebut syariah atau jalan
yang benar. Quran dan sunnah Nabi merupakan dua sumber utama dan asli bagi
hukum Islam tersebut.
2. Pencabangan Fiqh.
Fiqh atau hokum Islam mempunyai cakupan yang sangat luas, seluas aspek
perilaku menusia dengan segala macam jenisnya. Dalam pembagian klasik fiqh
meliputi empat kelompok a. ibadah b. muamalat. . munakahat; d. jinayat.
Keempat kelompok ini juga memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga hal-hal
yang berkaitan dengan Negara dan politik juga tidak terlewatkan menjadi obyek
pembahasan dalam buku fiqh. Dengan kata lain, dari kandungan yang ada dalam
buku-buku fiqh, sasaran kajian fiqh meliputi banyak hal yang kemudian tidak
jarang mempunyai nama sendiri.[26]
Kemudian muncul istilah fiqh politik (fiqh siyasah ) dan fiqih-fiqih lainnya. Fiqh
siyasah sebenarnya tidak sekedar diterjemahkan sebagai ilmu tata Negara dalam
Islam, namun disejajarkan dengan ilmu politik islam atau Islamic Poltical
Thought dan seterusnya sehingga istilah-istilah tersebut menampakkan ciri fiqh
yang berupa exersice pemikiran yang tidak berhenti dan tetap berkelanjutan, tidak
malah didominasi oleh ciri fiqh yang sarat dengan nilai ibadah yang
berkonsekwensi mandeg. Selanjutnya ketka beribicara mengenai hukum pidana
maka sudah memakai bahasa hukum yang lazim dipergunakan dalam ilmu hukum.
Hal yang samapun juga berlaku bagi cabang fiqh yang lainnya yang sudah muncul
atau yang belum muncul, seperti fiqh ekonomi, fiqh perdagangan, fiqh keluarga,
fiqh lingkungan, fiqh perbankan dan lainnya.
Apabila hal ini bisa dikenal maka disini tidak hanya bicara mengenai hukum,
namun hukum Islam yang menjadi ruhnya pada dasarnya berarti etika atau ruh
islam, tidak diskursus hukum dalam ilmu hukum atau perundang-undangan.
Dengan demikian maka metode induktif harus bisa dipakai dengan leluasa sambil

mengakui deduktif dan bahkan landasan wahyu yang dalam banyak sisi bisa
dilihat sebagai metafisika. Ini proyek besar, dimana mengerjakannya harus
menguasai pula ilmu-ilmu sosial dan humaniora modern.
Dari uraian tersebut diatas, ada dua hal yang bisa dikemukakan yaitu :
Pertama : Cakupan fiqh baik dalam pengertiannya yang bercabang-cabang tadi
maupun masih dalam pengertian hukum Islam, adalah sangat luas, seluas perilaku
manusia. Sehingga kasus-kasus baru yang sedang dan akan bermunculan akan
selalu menuntut jawaban dari fiqh atau hukum islam.
Kedua : agar selalu tetap eksis hukum islam harus mampu memberi jawaban
dengan cepat terhadap tuntutan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Disatu sisi
jawaban itu harus cepat dan tepat., untuk itu diperlukan pemikir yang mumpuni,
dari sisi lain spesialisasi cabang-cabang fiqh perlu dikembangkan sesuai dengan
perkembangan sosial budaya dan tehnologi yang ada. [27]
BAB. III
KESIMPULAN
Bab ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan masalah yang penulis ajukan
dalam bab. I. yaitu bahwa yang dimaksud dengan :
1. Hukum Islam sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam,
yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang bersumber kepada al-Quran As-Sunnah dan
Ijmak para sahabat dan tabiin.
2. Syariat : Bawa syariat, yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sabda
Rasulullah, merupakan dasar-dasar hukum yang ditetapkan Allah melalui RasulNya, yang wajib diikuti oleh orang islam dasar-dasar hukum ini dijelaskan lebih
lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rosul-Nya.

3. Fiqh artinya faham atau pengertian., dapat juga dirumuskan sebagai ilmu yang
bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuanketentuan umum yang terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad
yang direkam dalam kitab-kitab hadits, dan berusaha memahami hukum-hukum
yang terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah nabi Muhammad untuk diterapkan
pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang
berkewajiban melaksanakan hukum islam.
2. Karakter dan tantangannya
Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu mewujudkan kemaslahatan
manusia. dan kemajuan umuat melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk
qanun atau perundang-undangan ;
Dalam membahas fiqh sering ditemui pengertian hukum dalam pengertiannya
menurut ilmu hukum, artinya fiqh. tidak ada pemisahan antara hokum Islam atau
fiqh yang merupakan hasil ijtihad ulama dengan konsep syariah Allah. Karena
norma-norma dasar yang terdapat di dalam AL Quran itu masih bersifat umum,
perlu dirinci lebih lanjut ke dalam kaidah-kaidah lebih konkrit agar dapat
dilaksanakan dalam praktek..
SUMBER HUKUM ISLAM DAN DALILNYA
Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik
yang bersifat material maupun yang bersifat nonmaterial.
Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang dijadikan
landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara'
yang bersifat praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti )
atau Dhani (relatif).

A. Sumber dan Dan Dalil Yang Disepakati


1. Al-quran
a. Pengertian Al-quran
Al-quran di dalam kajian Ushul Fiqh merupakan objek
pertama dan utama pada kegiatan penelitian dalammemecahkan
suatu hukum.Al-quran berarti bacaan dan menurut istilah
Ushul Fiqh berarti kalam (perkataan) Allah yang diturunkan-Nya
dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
SAW.dengan bahasa Arab serta dianggap ibadah dengan
membacanya.1[5]
b. Hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran
Al-Quran sebagai petunjuk hidup secara umum mengandung
tiga ajaran pokok:
1. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akidah (keimanan)
yang membicarakan hal-hal yang wajib diyakini, seperti masalah
tauhid, masalah kenabian, mengenai kitabnya, Malaikat, hari
kemudian dan sebaginya yang berhubungan dengan doktrin
akidah.
2. Ajaran-ajaran yang berhububgan dengan Akhlak, yaitu hal-hal
yang harus dijadikan perhiasan diri oelh setiap mukallaf berupa
sifat-sifat keutamaan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang
membawa kepada kehinaan (doktrin akhlak).
1

3. Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang


berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf (doktrin
Sayariah/fiqh). Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan
berkembnagnya ilmu fikih. Hukum-hukum amaliyah dalam alQuran terdiri dari dua caban, yaitu hukum ibadah yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hukum
muamalah yang berhubungan manusia dengan sesamanya2[6].

2. Sunnah
a.

Pengertian Sunnah
Kata sunnahsecara bahasa berarti prilaku seseorang tertentu,
baik prilaku yang baik atau prilaku yang buruk3[7]. Dalam
pengertian inilah dipahami kata sunnah dalam sebuah hadis
Rasulullah :





}
{
Dari al-Munzir bin Jarir, dari bapaknya, dari Nabi SAW. bersabda :
barangsiapa yang melakukan perilaku(sunnah) yang baik dalam
Islam ini, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala
orang yang menirunya dan sedikitpun tidak dikurangi, dan
barangsiapa yang melakukan perilaku (sunnah) yang buruk
dalam Islam, makaia akan mendapat dosanya dan dosa orang
yang menirunya dan tidak dikurangi sedikitpun. (HR.Muslim)

2
3

Menurut istilah Ushul Fiqh, Sunnah Raasulullah, seperti


yang dikemukakan oleh Muhammad Ajjaj al-Khatib (Guru Besar
Hadis Universitas Damaskus), berarti segala perilaku Rasulullah
yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan (sunnah
qauliyah), perbuatan (sunnah fiiliyah), atau pengakuan (sunnah
taqririyah).
b. Dalil Keabsahan Sunnah Sebagai Sumber Hukum
Al-Quran memerintahkan kaum muslimin untuk menaati
Rasulullah seperti tersebut dalam ayat :
Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Nya), dan ulil amri di antara kamu.kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
c. Pembagian Sunnah
Sunnah atau Hadis dari segi sanadnya atau
periwayatannya dalam kajian ushul fiqh dapat dibagi kepada dua
macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan dari
Rasulullah Oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan
individu-individunya jauh dari kemungkinan bohong, karena
banyak jumlah mereka dan diketahui sifat masing-masing
mereka yang jujur serta berjauhan tempat antara yang stu
dengan yang lain. Dari kelompok ini diriwayatkan pula
selanjutnya oleh kelompok berikutnya yang jumlahnya tidak

kurang dari kelompok pertama, dan begitulah selanjutnya


sampai dibukukan oleh pentadwin Hadis. Dan pada masingmasing tingkatan itu sama sekali tidak ada kecurigaan bahwa
mereka akan berbuat kebohongan atas Rasulullah.
Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seseorang
atau lebih tetapi tidak sampai kebatas tingkatan Hadis
mutawatir. Hadis ahad terbagi kepada tiga macam :
Pertama, hadis masyhur yaitu hadis yang pada masa sahabat
diriwayatkan oleh tiga orang perawi, tetapi kemudian pada masa
tabiin dan seterusnya hadis itu menjadi mutawatir dilihat dari
segi jumlah perawinya.
Kedua, hadis aziz yaitu hadis yang pada masa periode
diriwayatkan oleh dua orang meskipun pada periode-periode
yang lain diriwayatkan oleh orang banyak.
Ketiga, hadis gharib yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
perorangan pada setiap periode sampai hadis itu dibukukan4[8].
d. Fungsi Sunnah Terhadap Ayat-ayat Hukum
Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai bayan
(penjelasan) atau tabyin seprti ditunjukkan oleh ayat 44 surat alNahl:
Artinya:keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
4

pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka


dan supaya mereka memikirkan,
Ada beberapa fungsi sunnah terhadap al-Quran:
1. Menjelaskan isi al-Quran, antara lain dengan merinci ayat-ayat
global.
2. Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu
keawjiban yang disebutkan pokok-pokoknya didalam al-Quran..
3. Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam al-Quran5[9].

3. Ijma
a.

Pengertian Ijma
Kata Ijma secara bahasa berarti kebetulan tekad
terhadap sesuatu persoalan atau kesepakatan tentang suatu
masalah. Menurut istilah Ushul Fiqh, seperti dikemukakan
Abdul-Karim Zaidan, adalah kesepakan para mujtahid dari
kalangan umat islam tentang hukum syara pada satu masa
setelah Rasulullah.
Menurut Muhammad Abu Zahrah, para Ulama sepakat
bahwa ijma adalah sah dijadikan sebagai dalil hukum.
Sungguhpun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai
jumlah pelaku kesepakatan sehingga dapat dianggap ijma yang
mengikat umat islam6[10].
5
6

b. Dalil Keabsahan Ijma


Para Ulama Ushul Fiqh mendasarkan kesimpulan mereka
bahwa ijma adalah sah dijadikan sebagai landasan hukum
kepada berbagai argumentasi, antara lain: surat an-Nisa ayat
115 :
Artinya: dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orangorang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
c.

Landasan (sanad) Ijma


Ijma baru dapat diakui sebagai dalil atau landasan hukum
bilamana dalam pembentukannya mempunyai landasan Syara
yang disebut sanad (landasan) syara.Para Ulama Ushul Fiqh
sepakat atas keabsahan al-Quran dan Sunnah sebagai landasan
ijma.Contoh ijma yang dilandaskan atas al-Quran adalah
kesepakatan para ulama atas keharaman menikahi nenek dan
cucu perempuan. Kesepakan tersebut dilandaskan atas Ayat 23
surat an-nisa7[11].

d. Macam-macam Ijma

Menurut Abdul-Karim Zaidan , ijma tebagi kepada dua,


yaitu ijma sarih (tegas) dan ijma sukuti (persetujuan yang
diketahui lewatnya diam sebagian ulama).
Ijma sarih adalah kesepakatan tegas dari para mujtahid dimana
masing-masing mujtahid menyatakan persetujuannya secara
tegas terhadap kesimpulan itu. Sedangkan ijma sukuti adalah
bahwa sebagian ulama mujtahid menyatakan pendapatnya,
sedangkan ulam mujtahid lainya hanya diam tampa
komentar8[12].
4. Qiyas
a.

Pengertian Qiyas
Dalil keempat yang disepakati adalah qiyas atau analog.
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur sesuatu dengan sesuatu
yang lain untuk diketahui adanya persamaan antara keduanya.
Menurut istilah Ushul Fiqh seperti yang dikemukakan oleh
Wahbah az-Zuhaili adalah: menghubungkan (menyamakan
hukum) sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan
sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada persamaan
llat antara keduanya.

b. Dalil Keabsahan Qiyas Sebagai Landasan Hukum

Para ulama Ushul Fiqh menganggap qiyas secara sah dapat


dijadikan sebagai dalil hukum denga berbagai argumentasi9[13],
antara lain: surat an-Nisa ayat 59:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika
kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
FUNGSI HUKUM ISLAM
Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut:
Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan
kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan
seseorang.
Fungsi Amar Maruf Nahi Mungkar
Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah bagian
dari kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum Islam tetap
bersentuhan dengan masyarakat. Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau
memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Contoh: Riba dan
khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi secara bertahap oleh karena itu
kita memahami fungsi kontrol sosial yang dilakukan lewat tahapan riba dan
khamr.
Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat
dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan.
Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar
proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan
sejahtera.

PERBEDAAN PRINSIP ANTARA KONSEP HAM MENURUT


PANDANGAN ISLAM DAN BARAT
1. Perbedaan pandangan tentang Hak Asasi Manusia versi Islam dan
versi Barat yaitu adanya perbedaan-perbedaan yang mendasar antara
konsep HAM dalam Islam dan HAM dalam konsep Barat sebagaimana
yang diterima oleh perangkat-perangkat internasional. HAM dalam Islam
didasarkan pada premis bahwa aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di
muka bumi. Sedangkan dunia Barat, bagaimanapun, percaya bahwa pola
tingkah laku hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah
otoritas yang mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan publik yang
aman dan perdamaian semesta.
Selain itu, perbedaan yang mendasar juga terlihat dari cara
memandang terhadap HAM itu sendiri. Di Barat, perhatian kepada
individu-individu timbul dari pandangan-pandangan yang bersifat
anthroposentris, dimana manusia merupakan ukuran terhadap gejala
tertentu. Sedangkan Islam, menganut pandangan yang bersifat
theosentris, yaitu Tuhan Yang Maha Tinggi dan manusia hanya untuk
mengabdi kepada-Nya. Berdasarkan atas pandangan yang bersifat
anthroposentris tersebut, maka nilai-nilai utama dari kebudayaan Barat
seperti demokrasi, institusi sosial dan kesejahteraan ekonomi sebagai
perangkat yang mendukung tegaknya HAM itu berorientasi kepada
penghargaan terhadap manusia. Dengan kata lain manusia menjadi akhir
dari pelaksanaan HAM tersebut.
Berbeda keadaanya pada dunia Timur (Islam) yang bersifat
theosentris, larangan dan perintah lebih didasarkan pada ajaran Islam
yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Al-Quran menjadi transformasi
dari kualitas kesadaran manusia. Manusia disuruh untuk hidup dan
bekerja diatas dunia ini dengan kesadaran penuh bahwa ia harus
menunjukkan kepatuhannya kepada kehendak Allah swt. Mengakui hakhak dari manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka kepatuhan
kepada-Nya.

HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi larangan negara
menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan
sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau
pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung
pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat
mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hakhak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
Berbeda dengan konsep barat, HAM menurut versi Islam, seluruh hak
merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh
diabaikan. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan
sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga
perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu
kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi
melindungi hak-hak ini. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran
terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Pemerintah mempunyai tugas
sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap
memerintah.
1. Perbedaan pandangan tentang Hak Asasi Manusia versi Islam dan
versi Barat terlihat dari adanya perbedaan yang mendasar antara konsep
HAM dalam Islam. HAM dalam Islam didasarkan pada premis bahwa
aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sedangkan dunia
Barat, bagaimanapun, percaya bahwa pola tingkah laku hanya ditentukan
oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi untuk
tercapainya aturan-aturan publik yang aman dan perdamaian semesta.
Selain itu, perbedaan yang mendasar juga terlihat dari cara
memandang terhadap HAM itu sendiri. Di Barat, perhatian kepada
individu-individu timbul dari pandangan-pandangan yang bersifat
anthroposentris, sedangkan Islam, menganut pandangan yang bersifat
theosentris.
2. HAM di negara Islam kebanyakan bersifat hak ekonomi. Hal lain
adalah bahwa semua individu adalah sama dimuka hukum (pasal 19).

HAM di negara Barat merumuskan empat kebebasan. Di Negara Barat


hak politik lebih berakar dalam tradisi masyarakat barat dibanding hak
ekonomi.
3. Hak Asasi Manusia versi Islam yaitu Hak asasi manusia yang tertuang
secara jelas untuk kepentingan manusia, lewat syariah Islam yang
diturunkan melalui wahyu.
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang
persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
4. Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam yaitu dimana AlQuran dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia.
5. Hubungan antara Hukum Islam dan HAM yaitu dimana Hukum Islam
telah mengatur dan melindungi hak-hak asasi manusia dimana terdiri dari
sembilan poin.

Perbedaan HAM dalam Pandangan Islam dan Barat


Dalam Pandangan Islam
Bersifat teosentris ( segala sesuatu berpusat kepada Tuhan )
Allah lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah
ciptaan Alla h untuk mengabdi kepada Nya

Dalam Pandangan Barat


Bersifat antroposentris ( segala sesuatu berpusat kepada manusia )
Manusia lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu

Persamaan HAM dalam Pandangan Islam dan Barat


Persamaan dalam,

Pandangan Islam, dalam

Martabat Manusia

Al Quran Surat 17 : 70, 17 :


33, 5 : 32, dll
Al Quran Surat 49 : 13

Prinsip Persamaan

Pandangan Barat, dalam


Universal Declaration of
Human Rights
Pasal 1 dan 3
Pasal 6 dan 7

Prinsip Kebebasan
menyatakan Pendapat
Prinsip Kebebasan Beragama
Hak atas Jaminan Sosial
Hak atas Harta Benda

Al Quran

Pasal 19

Al Quran Surat 2 : 256, 88 :


22, 50 : 45
Al Quran Surat 51 : 19, 70 :
24
Muhammad Daud Ali ( 1995 :
316 )

Pasal 18
Pasal 22
Pasal 17

Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia sebagai mana


wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hakhak yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu
banyaknya pelanggaran yang terjadi, seperti kekerasan,
perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya baik yang
dilakukan oleh individu ataupun negara.
B. Perkembangan Pemikiran HAM
Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari
pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang
menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM.
Perkembangan HAM di Eropa
a. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna
Charta telah menghilangkan hak absolut raja10[4] yang
membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja.
Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak
terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan
kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya
monarki konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum
dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang menyatakan
bahwa para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda

10

berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran


yang dilakukannya.11[5]
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir UndangUndang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula
muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di
muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana
negara hukum dan negara demokrasi pada kurun waktu
selanjutnya. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di
hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan
yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka hak
kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya
maka lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang identik
dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan
selanjutnya Amerika.
Kontrak sosial (J.J Rousseau)
Kontrak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa
hubungan antara penguasa dan rakyat didasari oleh sebuah
kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah
pihak.
Trias politica (Montesquieu)
Trias politika adalah teori tentang sistem politik yang
membagikekuasaan pemerintahan negara dalam tiga komponen
(eksekutif), parlemen (legislatif), dan kekuasaan peradilan
( yudikatif).
Hukum kodrati (John Locke)
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa
di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang
tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan oleh
negara.
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas
Jefferson)
11

Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori


yang mengatakan bahwa semua manusia dilahirkan sama dan
merdeka.
Pada 1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat
aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam
proses hukum.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya
wacana empat hak kebebasan yaitu; kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan, dan
hak bebas daru rasa takut.
Tiga tahun kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944),
yang memuat tentang pentingnya menciptakan perdamaian
dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh
manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
Menurut DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima
jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu: hak personal
(hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak
jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan
hak ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan
politik meliputi:
1)
2)
3)
4)

Hak
Hak
Hak
Hak

untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;


bebas dari perbudakan dan penghambaan;
bebas dari penyiksaan atau perlakuan hukum yang kejam;
untuk memperoleh pengakuan hukum hak bebas dari

penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang;


5) Hak atas perlindungan terhadap serangan nama baik;
6) Hak atas satu kebangsaan;
7) Hak untuk memiliki hak milik;
8) Hak bebas berpikir, berpendapat dan beragama;
9) Hak untuk berserikat;
10) Hak untuk mengambil bagian dari pemerintahan.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak

atas jaminan sosial;


untuk bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan tersebut;
untuk bergabung dengan serikat-serikat buruh;
atas istirahat;
atas standar hidup yang layak;
atas pendidikan;
untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948


Secara garis besar perkembangan pemikiran tentang HAM
dibagi menjadi empat kurun generasi:12[6]
Generasi Pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya
berpusat pada bidang hukum dan politik.
Generasi Kedua, pemikiran Ham tidak hak yuridis seperti yang
dikampanyekan generasi pertama tetapi juga menyerukan hakhak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Generasi Ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM
antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum.
Generasi Keempat, ditandai dengan lahirnya pemikiran HAM
yang dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang dikenal
dengan Deklaration of Basic duties of Asia people and
Goverment.
C. Perkembangan HAM di Indonesia
1. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Perkembangan HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya
beberapa organisasi pergerakan nasional, antara lain Budi Utomo
yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks pemikiran HAM
Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat
dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan
kepada pemerintah kolonial maupun yang dimuat surat kabar
Goeroe Desa.
Selanjutnya pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia
banyak dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti
Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A.
12

Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik


beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
Kemudian Serikat Islam, organisasi kaum santri yang
dipelopori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis, menekankan pada
usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan
bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
Sedangkan pemikiran HAM dalam pandangan Partai
Komunis Indonesia sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan
menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij
yaitu pemikiran yang menekankan pada hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak
kemerdekaan.
Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi
dalam perdebatan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo
di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di
pihak lain. Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak
persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan
pendapat, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah
menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa
dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu
HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2. Periode Setelah Kemerdekaan
a. Periode 1945-1950
Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan
pada wacana hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi
politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat

terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat


legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan
dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD
1945. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan
sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1
November 1945 yang menyatakan:
... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan
umum bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu
benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan
negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu
pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan
menurut kehendak rakyat yang terbanyak.
Hal yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah
dengan adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap
sistem pemerintah dari sistem presidensil menjadi parlementer.
b. Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum
yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan karena
demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit
politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM
Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:13[7]
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2. Adanya kebebasan pers.
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan
demokratis.
4. Kontrol parlemen oleh eksekutif.
5. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan
oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan
presiden Soekarno.
Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut
pada presiden Soekarno. Presiden tidak dapat dikontrol oleh
parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari model
13

pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan


hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik
masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan
pemerintah yang otoriter.
d. Periode 1966-1998
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang
HAM dan demokrasi sebagai produk barat yang individualistis
dan bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan
kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penolakan
Orde Lama terhadap konsep universal HAM adalah:14[8]
1) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia.
2) Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang
tertuang dalam rumusan UUD 45.
3) Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk
memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pernyataan Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga
tidak semuanya salah.
Adapun pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde
Baru yaitu di Tanjung Priok, Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
Di tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM
dilakukan oleh organisasi nonpemerintah dan LSM dan
membuahkan hasil pada awal 90-an. Kuatnya tuntutan
penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian
Orde Baru untuk bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan
HAM, yang ditunjukkan dengan adanya ratifikasi terhadap tiga
konvensi HAM;
o Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan, melalui UU no. 7 tahun 1984.
o Konvensi Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun
1993.
o Konvensi Hak Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e. Periode Pasca Orde Baru
14

Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM


di Indonesia dengan berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan
rezim Soeharto. Pada tahun ini Soeharto digantikan oleh wakil
presiden saat itu yaitu B.J. Habibie.
Pada pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap
HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya
Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu
indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
Kesungguhan pemerintahan Habibie dalam perbaikan
pelaksanaan Ham ditunjukkan dengan pencanangan program
Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM,
1)
2)
3)
4)

pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:


Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
Diseminari dan pendidikan tentang HAM
Penentuan skala prioritas tentang HAM
Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang
telah diratifikasi melalui perundang0undangan Nasional.
Komitmen Pemerintah dalam penegakan HAM juga
ditunjukkan dengan pengesahan UU HAM, pembentukan Kantor
Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan
Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi
Departemen Kehakiman dan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia
juga menandatangani dua protokol hak anak yakni terkait
perdagangan anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol
yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata.
Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah
membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang
perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan Keppres
tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun20042009.
AKHLAK, ETIKA, DAN MORAL

PENGERTIANNYA
B. Etika Menurut Ajaran Islam
Istilah etika dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan
oleh para ilmuan barat. Bila etika barat sifatnya antroposentrik (berkisar
sekitar manusia), maka etika islam bersipat teosentrik (berkisar sekitar
Tuhan). Dalam etika Islam suatu perbuatan selalu dihubungkan dengan
amal saleh atau dosa dengan pahala atau siksa, dengan surga atau
neraka (Musnamar, 1986: 88).
Dipandang dari segi ajaran yang mendasari etika Islam tergolong etika
teologis. Menurut Dr. H. Hamzah Yaqub pengertian etika teologis ialah
yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, didasarkan
atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah
yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah
perbuatan yang buruk (Yaqub, 1985: 96).
Karakter khusus etika Islam sebagian besar bergantung kepada
konsepnya mengenai manusia dalam hubungannya dengan Tuhan,
dengan dirinya sendiri, dengan alam dan masyarakat (Naquib,1993: 83).

2.2 Butir-butir Etika Islam


Butir-butir etika Islam yang dapat diidentifkasikan, antara lain :
1. Tuhan merupakan sumber hukum dan sumber moral. Kedua hal
tersebut disampaikan berupa wahyu melalui para Nabi dan para Rasul,
dikodifikasikan ke dalam kitab-kitab suci Allah.
2. Sesuatu perbuatan adalah baik apabila sesuai dengan perintah Allah,
serta didasari atas niat baik.

3. Kebaikan adalah keindahan ahklak, sedangkan tanda-tanda dosa


adalah perasaan tidak enak, serta merasa tidak senang apabila
perbuatanya diketahui orang banyak.
4. Prikemanusiaan hendaknya berlaku bagi siapa saja, dimana saja,
kapan saja, bahkan dalam perang .
5. Anak wajib berbakti kepada orang tuanya (Musnamar, 1986: 89-93).

A. Moral Islam
Lima Nilai Moral Islam dikenal pula sebagai Sepuluh Perintah Tuhan versi
Islam. Perintah-perintah ini tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-An'aam
6:150-153 di mana Allah menyebutnya sebagai Jalan yang Lurus
(Shirathal Mustaqim ):
Tauhid (Nilai Pembebasan)
1. Katakanlah: "Bawalah ke mari saksi-saksi kamu yang dapat
mempersaksikan bahwasanya Allah telah mengharamkan yang kamu
haramkan ini." Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut
(pula) menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orangorang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka
mempersekutukan Tuhan mereka. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa
yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
Nikah (Nilai Keluarga)
2. berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
3. janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan
4. janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji (homoseks,
seks bebas dan incest), baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan Hayat (Nilai Kemanusiaan)
5. janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahami (nya).
Adil (Nilai Keadilan)
6. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
7. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar
kesanggupannya.
8. Dan apabila kamu bersaksi, maka hendaklah kamu berlaku adil
kendati pun dia adalah kerabat (mu), dan
Amanah (Nilai Kejujuran)

9. penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu


agar kamu ingat,
10. dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

.4

Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan


akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan
terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim
mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai
timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah
(perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan,
kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas
tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan
akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang
mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau
isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata
tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk
kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w.
421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak
terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal


sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam
membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan,
dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.
Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak:

1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi


kepribadiannya.
2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan
atau tekanan dari luar.
4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5) Dilakukan dengan ikhlas.
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
Persamaan
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila yang dapat
dipaparkan sebagai bePersamaan
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila yang dapat
dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, akhlak, etika, moral dan susila mengacu kepada ajaran atau gambaran
tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangkai yang baik.
Kedua, akhlak, etika, moral dan susila merupakan prinsip atau aturan hidup
manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya
semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau
sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
Ketiga, akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak
semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan,
tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan
dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan
keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan
dan konsistensi yang tinggi.
Perbedaan
Selain ada persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila sebagaimana
diuraikan di atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas
masing-masing dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai
segi-segi perbedaan yang dimaksud:

Pertama, akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu
perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan
bersumber dari ajaran Allah. Sementara itu, etika merupakan filsafat nilai,
pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan tentang baik dan buruk. Jadi, etika
bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis, yang pada
intinya bersumber dari akal sehat dan hati nurani. Etika besifat temporer, sangat
tergantung kepada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang
menganutnya.
OBJEK KAJIAN AKHLAK
tentan.2 Ruang lingkup kajian ilmu ahkalak
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia,
kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang
baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu
yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian
memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan
tersebut tergolong baik atau buruk.
Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau
penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Perbuatan tersebut
selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini
Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya
perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.[5]
Dengan demikian terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang
bersifat kolektif.
Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang
memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan yang dilakukan
atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan
secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau
tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai
perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula termasuk ke dalam
perbuatan akhlaki.
Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan
dengan tidak senganja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena

dilakukan tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW
yang berbunyi:
)

Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang berbuat salah, lupa dan
dipaksa. ( HR. Ibnu Majah dari Abi Zar )
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa
yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan
yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak
terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatanperbuatan yang demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai
apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yang baik atau
buruk menurut siapa, dan apa ukurannya.
Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam,
yaitu:
1.
Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang
mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil ( ) .
2.
Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa
meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya
) .
disebut al-jahil al-dhollu (
3.
Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik
baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka
) .
pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq (
4.
Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada nya,
sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya
kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang

melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-syarir (
).
Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan
ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali
tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk
memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat
umum. Sebab kalu dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi
hal-hal yang mengorbankan orang banyak.[6]
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk
memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar,

bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya.


Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat
bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk.
MEMBENTUK AKHLAK YANG BAIK
buaAGAIMANA MEMBENTUK AKHLAK

> Berguru dengan guru yang mampu mendidik anda. Guru itu mestilah seorang
yang bersih hatinya dan mantap agamanya. Beliau mampu melihat kelemahan
yang ada pada diri anda dan mampu memberikan petunjuk tentang cara untuk
memperbaiki dan mengubati kelemahan itu.
> Berkawan dengan seorang yang baik lagi mantap agamanya. Sahabat anda itu
bolehmembantu anda untuk memperbaiki akhlak dan anda perlu menerima
teguran ikhlas darinya. Inilah jalan yang pernah dilalui oleh tokoh-tokoh Islam
sebelum ini.

Sahabat Omar Al-Khattab pernah bertanya kepada Salman Al-Farisi, Apakah


kelemahan yang kamu ketahui tentang diriku? Sahabat Salman terus
menyebutkan dua kelemahan yang ada pada Omar dan Omar menerimanya
dengan baik sekali.

Mengikut riwayat yang lain, Omar pernah bertanya kepada Huzaifah, Adakah
kamu nampak dalam diriku tanda-tanda kemunafikan? Sahabat Huzaifah berkata,
Tidak ada. Begitulah caranya sahabat-sahabat nabi bersahabat.
> Memanfaatkan komen-komen negatif dari musuh. Sepatutnya manusia lebih
banyak memanfaatkan komen musuh yang menceritakan tentang kekurangan
dirinya daripada mendengar puji-pujian kawan yang ingin mengampunya. Orangorang biasa menganggap komen-komen musuh sebagai pandangan yang tidak
bernilai.
Sebaliknya orang-orang yang tajam mata hatinya suka mengambil manfaat dari
komen-komen itu.
> Mengambil iktibar dari kelemahan orang lain. Dalam pergaulan kadangkala
anda akan melihat perangai dan sikap negatif orang lain. Ketika itu hendaklah

anda menjadikan kelemahan orang itu sebagai kelemahan anda yang perlu anda
perbaiki.
Jadikan orang lain sebagai cermin tentang diri anda kerana sesungguhnya orang
mukmin itu cermin bagi mukmin yang lain. Nabi Isa pernah ditanya, Siapakah
yang mendidik engkau? Nabi Isa menjawab, Aku melihat orang bodoh dengan
kebodohannya dan (aku mendidik diri) dengan menjauhi kebodohan itu.
PERBEDAAN MANUSIA DAN HEWAN
Paling tidak ada sepuluh perbedaan prinsip antara manusia dengan binatang.
Pertama, manusia makhluk paling sempurna. Selain fisik, manusia memiliki
keunggulan akal. Manusia memiliki akal kreatif, inovatif dan konstruktif sedang
binatang tidak. Binatang tidak dapat menggunakan otaknya untuk berfikir atau
belajar dan menangkap kebenaran laiknya manusia.
Kedua, manusia harus belajar. Allah menganugerahkan hati dan akal untuk belajar.
Dengan belajar manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta
mengambil hikmah dalam berbagai peristiwa kehidupan. Manusialah yang harus
menuntut ilmu untuk melaksanakan berbagai tugas kehidupan. Malalui proses
belajar, manusia dapat memajukan kehidupannya, dari primitive menuju
kehidupan beradab dan berbudaya.
Ketiga, manusia adalah Abdullah. Tugas utama manusia adalah untuk mengabdi
atau menjadi hamba-Nya dengan penuh tunduk dan taat sepenuhnya. Inilah
kehendak Allah ketika menciptakan jin dan manusia. Ibadah adalah tugas utama
manusia. Baik, ibadah hablun minallah maupun ibadah hablun manannas.
Kepada-Nya seorang hamba berikrar,Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain!
Keempat, manusia adalah khalifah. Khalifah artinya wakil Allah di bumi.
Khafifah juga berarti pemimpin. Tugas sebagai khafifah adalah tugas berat namun
mulia. Sebagai khafifah, manusia mengemban amanah memakmurkan bumi,
menciptakan perdamaian, ketrentraman, dan kesejahteraan hidup. Sebagai
khafifah, Allah menciptakan manusia setara. Hanya ketakwaan yang membedakan
dari lainnya.
Kelima, manusia adalah makhluk labil. Selain, memiliki akal, manusia memiliki
nafsu. Dengan akal manusia bisa melakukan perbuatan terpuji dan mulia. Tetapi
dengan nafsu, manusia bisa berbuat anarki, merusak dan merugikan kehidupan.
Dengan hidayah manusia bisa berbuat mulia. Tanpa hidayah, manusia hanya jadi
budak nafsu. Alquran menyebut ada yang menjadikan nafsu sebagai Tuhannya.
Keenam, manusia dicipta untuk hidup di dua alam: dunia dan akherat. Di dunia
manusia akan hidup sebentar. Dunia adalah lading amal. Akherat lebih kekal dan
lebih baik. Bila baik amal dunianya, insya Allah baik akheratnya, Syurgalah
tempatnya. Bila buruk dunianya, buruk pulalah akhirnya. Nerakalah ganjarannya.

Ketujuh, amal manusia dihitung. Perbuatan binatang tidak dihitung. Sekecil apa
pun kebaikan manusia, Allah akan memberikan pahala. Demikian pula sekecil apa
pun keburukannya, Allah akan memberikan sanksi. Takl satupun yang dirugikan.
Allah Maha Adil, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
Kedelapan, manusia harus bekerja. Allah menganugrahkan organ sempurna agar
manusia bekerja dan berkarya. Dengan bekerja manusia dapat memenuhi
kebutuhan hidup dan memenuhi kewajiban social dengan penuh tanggung jawab.
Bekerja adalah salah satu pintu kemuliaan manusia.
Kesembilan, manusia makhluk beragama. Dengan agama manusia menemukan
dan mengabdi kepada Tuhan dengan benar. Dengan agama hidip manusia menjadi
bermakna. Dengan agama, manusia yakin kepada Nabi dan Rasul-Nya, serta
adanya Hari Akhir. Tentu hanya Islam agama yang dapat menjelaskan dan
meyakinkan itu semua. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia.
Kesepuluh, manusia makhluk berbudaya. Manusia adalah makhluk kreatif,
inovatif dan konstruktif yang mampu membangun pereradaban. Sejarah mencatat
peradaban manusia sebagai kerya gemilang. Peradaban adalah mozaik budaya
manusia yang dibangun berkat kecerdasan manusia. Jadi, sungguh berbeda
memang manusia dengan binatang. Meskipun demikian, Al-Quran menyebutkan
tidak sedikit manusia bergaya seperti binatang, bahkan lebih buruk lagi dari itu.
Mereka tidak dapat membangun sepuluh keunggulan yang mampu diraih oleh
setiap manusia.
TANGGUNG JAWAB MANUSIA
TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI HAMBA DAN KHALIFAH
ALLAH
Sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan tidak boleh hanya untuk
kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri saja.
Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama umat
manusia dan hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada tiga instansi,
yaitu :
1. Pertanggung jawaban pada diri sendiri.
2. Pertanggung jawaban pada masyarakat.
3. Pertanggung jawaban pada Allah.
Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Makna yang esensial dari kata abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan,
dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan
kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada
kebenaran dan keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada
Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba


(budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas
segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai abid, kewajiban
manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .


Artinya Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus." (QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki
dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan
yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang
atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga .
tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab
terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah
memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-quran dinyatakan dengan
quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman,
dari neraka).
Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harusdipertanggung
jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah
tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allahdi muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.Manusia
menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepadamanusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah danmendayagunakan apa yang ada
di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hokum-hukumTuhan baik yang
tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat dalamkandungan pada
setiap gejala alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkarikedudukan dan peranannya serta mengkhianati kepercayaan yang
diwakilinya.Oleh karena itu dia diminta pertanggungjawaban terhadap
penggunaankewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman
Allah dalamsurat fathir : 39.


Artinya : Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.


Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.

Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua
peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
Pertama, memakmurkan bumi (al imarah).
Yakni dengan mengexploitasi alam dengan sebaik-baiknya dengan adil dan merata
dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah, supaya generasi berikutnya
dapat melanjutkan exploitasi itu.
Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak
manapun (ar riayah).
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak
manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan
jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat.
Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam.
Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.
Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah danabdun
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika
hidup yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilainilai kebenaran.
Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian
rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah,
seperti firman Allah

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang sebaikbaiknya." (QS.95:4)
Kebudayaang menurut islam

Al Quran memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses, dan meletakkan


kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu
totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang
menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karena itu, secara umum kebudayaan dapat
dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia. Ia tidak
mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilainilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia
yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia
untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa dan karsa yang telah
terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan aturanaturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari

nafsu hewani dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama
berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya
sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.
Oleh karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam sabdanya:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Artinya Nabi
Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar
mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.
Awal tugas kerasulan Nabi meletakkan dasar-dasar kebudayaan Islam yang
kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar dan
Jazirah Arab, kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses
panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya setempat dengan nilai-niali Islam itu
sendiri, kemudian menghasilkan kebudayaan Islam, kemudian berkembang
menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.

tan, tingkah laku, sifat, dan perangkai yang baik.


Kedua, akhlak, etika, moral dan susila merupakan prinsip atau aturan hidup
manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya
semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau
sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
Ketiga, akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak
semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan,
tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan
dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan
keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan
dan konsistensi yang tinggi.
Perbedaan
Selain ada persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila sebagaimana
diuraikan di atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas
masing-masing dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai
segi-segi perbedaan yang dimaksud:
Pertama, akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu

perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan
bersumber dari ajaran Allah. Sementara itu, etika merupakan filsafat nilai,
pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan tentang baik dan buruk. Jadi, etika
bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis, yang pada
intinya bersumber dari akal sehat dan hati nurani. Etika besifat temporer, sangat
tergantung kepada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang
menganutnya.

You might also like