You are on page 1of 13

1.

JUDUL/TEMA:
PENETAPAN KADAR BESI ( Fe2+ ) DALAM REBUNG BAMBU
2. LATAR BELAKANG:
Rebung merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi
kita. Rebung adalah tunas muda dari pohon bambu yang tumbuh dari
akar pohon bambu. Rebung tumbuh dibagian pangkal rumpun bambu
dan biasanya dipenuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal.
Morfologi rebung berbentuk kerucut, setiap ujung glugut memiliki
bagian seperti ujung daun bambu, tetapi warnanya coklat.Tanaman
rebung ini di panen mulai umur 1-2 bulan pada musim hujan sekitar
bulan Desember hingga Februari sampe Maret. Rebung bambu petung
(Dendro calamus asper) biasa dibuat bahan makanan seperti sayur
lodeh dan sayur bening. Pemanfaatan rebung sebagai bahan pangan
karena rebung mengandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Rebung sebagian besar terdiri dari air sekitar 91 g selain itu
karbohidrat 5,2 g dari 100 g rebung (Poedjadi, 1994). Dalam bentuk
yang dapat difermentasi, kaya akan mineral dan vitamin terutama
vitamin C dan beta karoten (Winarno 1992). Pada rebung bambu
setiap 100 g rebung mengandung protein 2,6 g, lemak 0,3 g,
karbohidrat 5,2 g, kalsium 13 mg, fosfor 59 mg dan besi 0,2 mg
(Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996). Artinya dalam
rebung mengandung protein 2,6%, lemak 0,3%, karbohidrat 5,2%,
kalsium 0,013%, fosfor 0,059% dan besi sebesar 0,0002%.
Saat ini banyak metode yang dikembangkan untuk penetapan
besi dalam larutan sampel. Salah satu metode yang di gunakan adalah
metode spektrofotometri sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar
tampak oleh suatu larutan berwarna. Hanya larutan senyawa yang
berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak
berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan
pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna.
Untuk menentukan kadar besi dalam tanaman rebung
digunakan 1,10-Fenantroline yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion Besi 2+ yang berwarna kuning kemerahan.
Reaksi:
Fe2+ + C18H8N2 [Fe(C18H8N2)3]2kuning kemerahan
Senyawa ini memiliki warna sangat kuat dan kestabilan yang relatif
lama. Pada pembentukan kompleks ini biasanya ditambahkan senyawa
hidroksilamin hidroklorida sebagai reduktor yang akan mereduksi Fe 3+
menjadi Fe2+.
Sedangkan untuk pengaturan pH ditambahkan dengan larutan natrium
asetat.
Karena kompleks [Fe(C18H8N2)3]2- berwarna kuning kemerahan
maka digunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
maksimum 510 nm. Dari absorbansi yang di dapat dihitung
konsentrasinya melalui grafik larutan standar besi dengan cara
ekstrapolasi. Persamaan grafik:

Y = bx + a
Y = absorbansi
b = konstanta regresi
x = konsentrasi
3. RUMUSAN MASALAH:
Berapakah kadar Fe2+ (%) dalam rebung bambu?
4. TUJUAN PEMECAHAN MASALAH:
Menentukan kadar Fe2+ (%) dalam rebung bambu.
5. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
a. Alat yang dipergunakan
1. Spektronik (UV)
2. Labu ukur 50 ml
3. Pipet Volum 1 ml
4. Pipet Volum 5 ml
5. Gelas kimia
6. Pipet tetes
7. Gelas ukur 50 ml
8. Pembakar spiritus
9. Kaki tiga dan kasa
10.Kertas saring
11.Corong
12.Neraca analitik
13.Mortar dan alu
14.

1 set
5 buah
1 buah
1 buah
3 buah
3 buah
6 buah
1 buah
1 buah
secukupnya
2 buah
1 buah
1 buah

b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bahan yang dipergunakan


Sampel rebung
HCl pekat
FeCl3 10-3 M dalam HCl 0,5 M (sudah tersedia di laboratorium)
1,10-Fenantrolin 0,3%
Hidroksilamin hidroklorida 10%
Natrium asetat 2 M

6. METODE DAN LANGKAH PERCOBAAN:


a. Pembuatan kurva kalibrasi
1. Menyiapkan 5 buah labu ukur 50 mL, 4 buah labu untuk
pembuatan standar dan 1 buah labu ukur untuk pembuatan
blanko.
2. Pipet 0,5; 1; 2 dan 2,5 mL larutan induk Fe ke dalam masingmasing labu ukur.
3. Pipet aquades 5 mL ke dalam labu ukur 50 mL untuk larutan
blanko.
4. Menambahkan 0,5 mL pada masing-masing labu ukur larutan
hidroksilamin hidroklorida 10 % biarkan lebih kurang 1 2 menit.
5. Menambahkan 2 mL larutan 1,10fenantroline, kemudian
masukkan lebih kurang 10 tetes larutan natrium asetat 2 M.
Encerkan larutan tersebut hingga tanda batas (50mL)
b. Pembuatan larutan sampel
1. Mengeringkan rebung untuk mengurangi kadar air.
2. Menumbuk dan menggerus rebung sampai halus.
3. Menimbang 100 g rebung kemudian dilarutkan dalam 25 mL HCl
4M
4. Memanaskan dengan pembakar spiritus sampel selama sekitar 10
menit sampai semua besi dalam rebung terdestruksi, lalu
didinginkan. Selanjutnya disaring dengan menggunakan corong
biasa sehingga diperoleh filtrat dan residu.
5. Filtrat sebagai larutan sampel di dimasukkan dalam labu ukur 50
mL.
6. Tambahkan 0,5 mL pada masing-masing labu ukur larutan
hidroksilamin hidroklorida 10 % biarkan lebih kurang 1 2 menit.
7. Tambahkan 2 mL larutan 1,10fenantroline, kemudian masukkan
lebih kurang 10 tetes larutan natrium asetat 2 M. Encerkan
larutan tersebut hingga tanda batas (50mL)
8. Mengukur absorbansi maksimal larutan standar pada berbagai
panjang gelombang dengan spektrofotometer UV.
9. Mengukur absorban larutan standar dan larutan sampel pada
panjang gelombang absorbansi maksimal tersebut.
10.Mengencerkan sampel jika absorbansi yang diukur berada diluar
rentang deret standar yang telah diukur sebelumnya.
11.Membaca dan mencatat data hasil pengamatan
12.Menghitung kadar besi pada sampel !
c.
Perhitungan

1. Kadar larutan standar Fe2+: Volum FeCl3 x ml


d. M1 . V1 = M2.V2
e. 10-3. x = M2. 50
3

f.

M2

g.
h.

x .10
50

Mol FeCl3 dalam 1 liter larutan=

x .103
mol
50
x .103
50

massa FeCl3 dalam 1 liter larutan=

x .103
=
50

i.
mg
j.

Massa Fe

2+

56

= 162,5
Jadi kadar Fe2+=

l.

56
x y .103
162,5

x 162.5 = y = y.10-3

Ar Fe
3
x y .10
Mr Fe Cl 3

dalam 1 liter larutan=

k.

x Mr FeCl3

x y .103

mg

ppm

m.
n.
o.
p. Perhitungan kadar Fe2+ dalam sampel
q. Misalnya didapatkan X ppm Fe2+ maka ;
r. X ppm = X mg Fe
s.
1 L sampel
t.
u. Sampel diencerkan sampai 50 mL, maka berat Fe2+:
v. = 0,050 L x X mg = 0,050X mg
w.
1L
x. % kadar Fe =
Massa Fe percobaan
x 100 %
y.
Massa sampel yang ditimbang
z.
= 0,050X mg
x 100 %
aa.
100.103 mg
ab.
= 0,050X 10-3 %
7. HASIL PENGAMATAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
a. HASIL PENGAMATAN

ac. Pembuatan
larutan
blanko dan standar
1. Larutan blanko: aquades 5 mL

ad. Pengamatan
ae. Larutan tidak berwarna

2. Larutan standar 1 : 0,5 mL


larutan induk FeCl310-3 dalam
HCl 0,5 M dalam labu ukur
3. Larutan standar 2 : 1 mL
larutan induk FeCl310-3 dalam
HCl 0,5 M dalam labu ukur
4. Larutan standar 3 : 2 mL
larutan induk FeCl310-3 dalam
HCl 0,5 M dalam labu ukur
5. Larutan standar 4 : 2.5 mL
larutan induk FeCl310-3 dalam
HCl 0,5 M dalam labu ukur
ah. Masing masing ditambah
0,5 mL larutan hidroksilamin
hidroklorida 10 % dibiarkan
lebih kurang 1 2 menit.

ak. Ditambahkan 2 mL larutan


1,10fenantroline dan 10
tetes larutan natrium asetat 2
M.
al.

ao. Diencerkan
larutan
tersebut hingga tanda batas
(50mL)

ap.

af.
ag.

ai. Larutan tidak berwarna


aj.

am.Larutan
blanko
berwarna jernih
an. Larutan
standar
berwarna
kuning
kemerahan
yang
semakin pekat dengan
semakin
banyaknya
larutan induk FeCl3
aq. Warna larutan menjadi
tidak
terlalu
pekat
karena
penambahan
aquadest.
ar.

as. Pembuatan
larutan
sampel
1. Menimbang 100 g rebung
yang telah halusdilarutkan
dalam 25 mL HCl
pekatdipanaskan dengan
pembakar spiritus 10 menit,
lalu didinginkan disaring.

2. Filtrat sebagai larutan sampel


dimasukkan dalam labu ukur
50 mL. Ditambah 0,5 mL
larutan hidroksilamin
hidroklorida 10 % dibiarkan
lebih kurang 1 2 menit.
3. Ditambahkan 2 mL larutan
1,10fenantroline, kemudian
masukkan lebih kurang 10
tetes larutan natrium asetat 2
M.

4. Encerkan
larutan
tersebut
hingga tanda batas (50mL)
bb. Pengukuran
panjang
gelombang maksimal
bd.
Larutan standar di ukur
absorbansi maksimalnya pada
berbagai panjang gelombang
bf.
Mengukur absorban
larutan standar pada panjang
gelombang 510 nm.

at. Pengamatan
au.
Filtrat berwarna sedikit
keruh
av.
Residu : ampas rebung
putih kecoklatan
aw.

ax.
Larutan tetap sedikit
keruh

ay. Larutan
berwarna
sedikit kuning merah
muda

az.
ba.Larutan lebih encer
berwarna
kuning
merah muda
bc.
be.Absorbansi
maksimal
0,125
pada
panjang
gelombang 510nm.
bg.
bh.V
bi.
N
ol
A
u
m
Fe
Cl
3

bj.

bk. 0.

bl.

0
0
0
bn.0.
5
0
0
bq.1.
0
0
0
bt. 2.
0
0
0
bw.
2.50
0

0.

by.
cb.
S

cc.
A

ce.
1

cf.
0

ch.
2

ci.
0

cd. K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i
cg. 4
.
0
5
2
0
cj. 2
.
4
9
6
6

bm.
2

bp.
3

bs.
4

bv.
5

bz.
Mengukur absorbansi
larutan sampel pada panjang
gelombang 510 nm.
ca.
Mengencerkan larutan
sampel 2 kali agar absorbansinya
masuk dalam rentang.

ck.
cl.

bo.
0.

br.
0.

bu.
0.

bx.
0.

b. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


cm.
Pada percobaan ini dilakukan analisis kadar besi
Fe2+ dalam sampel rebung dengan alat spektrofotometer UV. Dalam
penentuan kadar Fe dalam sampel rebung dengan menggunakan
spektrofotometer UV ini perlu dibuat larutan standar. Tujuannya
adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang nantinya akan
digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel.
Perlakuan awal pada rebung adalah memotong rebung kecil-kecil
dan menjemurnya untuk mengurangi kadar air yang terlalu tinggi.
Setelah itu rebung di tumbuk dengan mortar dan alu sampai halus
dan dilakukan penimbangan seberat 100 gram. Setelah itu rebung
dilarutkan dalam HCl pekat 25mL kemudian dipanaskan dalam
pembakar spiritus sekitar 10 menit sampai semua kandungan besi
dalam rebung tersebut terdestruksi, kemudian didinginkan. Hasilnya
disaring dengan menggunakan kertas saring diperoleh filtrat yang
sedikit keruh akibat warna rebung yang telah berubah coklat setelah
kadar airnya berkurang. Penyaringan diulang agar warna filtrat
sedikit jernih agar tidak mengganggu penyerapan panjang
gelombang
cn. Filtrat hasilnya tadi sebagai larutan sampel di tambah
hidrosilaminhidroklorida yang akan mereduksi ion besi 3+ menjadi
besi2+ yang bersifat stabil.
co. Reaksi:
cp. 2Fe3+ + 2NH2OH.HCl + 2OH- 2Fe2+ + N2+4H2O+ 2HCl
cq. Untuk membentuk senyawa yang lebih stabil maka Fe2+ diubah
menjadi senyawa kompleksnya.
cr. Pada Percobaan ini pereaksi yang digunakan adalah
dengan mereaksikan Fe2+ ini dengan senyawa pengompleks 1,10fenantrolin yang membentuk kompleks berwarna merah jingga.
cs.
Reaksi: Fe2+ + 3C18H8N2 [Fe(C18H8N2)3]2+
ct.
kuning kemerahan

cu.
cv. Untuk menstabilkan pH kemudian ditambah larutan natrium
asetat 2 M sebanyak 10 tetes.
cw. Selanjutnya dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum pada
larutan standar. Penentuan ini dilakukan pada rentang 500 nm sampai 550
nm dan dipilih panjang gelombang dengan absorbansi maksimum.
Dari hasil analisis diperoleh panjang gelombang maksimum adalah
pada 510 nm dengan absorbansi sebesar 0.125. Panjang gelombang

maksimum ini digunakan untuk mencari absorbasi maksimum dari


larutan deret standar dan sampel. Dari nilai absorbansi ini dapat
diketahui konsentrasi Fe2+ dalam sampel.
cx.
cy.
PERHITUNGAN
1. Konsentrasi larutan standar Fe2+
a. Kadar larutan standar Fe2+ 1: Volum FeCl3 0,5 ml
cz.
M1 . V1 = M2.V2
da. 10-3. 0.5 = M2. 50
db.

M2

5. 104
50

dc.
= 10-5 M
dd. Mol FeCl3 dalam 1 liter larutan= 10-5mol
de. massa FeCl3 dalam 1 liter larutan= 10-5 x 162.5 = 1.625x
10-3 g = 1.625 mg
df.
Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ dengan pereaksi hidroksilamin
hidroklorida
dg.

56
x 1,625=0.56 mg
Massa Fe dalam 1 liter larutan = 162,5
2+

dh. Jadi kadar Fe2+= 0.56 ppm


di.
b. Kadar larutan standar Fe2+ 2: Volum FeCl3 1 ml
dj.
M1 . V1 = M2.V2
dk. 10-3. 1 = M2. 50
dl.

M2

103
50

dm.
= 2.10-5 M
dn. Mol FeCl3 dalam 1 liter larutan= 2. 10-5mol
do. massa FeCl3 dalam 1 liter larutan= 2. 10-5 x 162.5 = 3.25x
10-3 g = 3.25 mg
dp. Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ dengan pereaksi hidroksilamin
hidroklorida
dq.

56

Massa Fe2+ dalam 1 liter larutan = 162.5

x 3.25=1.12mg

dr.
Jadi kadar Fe2+= 1.12 ppm
ds.
c. Kadar larutan standar Fe2+ 3: Volum FeCl3 2 ml
dt.
M1 . V1 = M2.V2
du. 10-3. 2 = M2. 50
=

2.103
50

dv.

M2

dw.
dx.

= 4.10-5 M
Mol FeCl3 dalam 1 liter larutan= 4. 10-5mol

dy.
massa FeCl3 dalam 1 liter larutan= 4. 10-5 x 162.5 = 6.5 x
10-3 g = 6.5 mg
dz. Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ dengan pereaksi hidroksilamin
hidroklorida
ea.

56

Massa Fe2+ dalam 1 liter larutan = 162.5

x 6.5=2.24 mg

eb. Jadi kadar Fe2+= 2.24 ppm


d. Kadar larutan standar Fe2+ 4: Volum FeCl3 2 ml
ec. M1 . V1 = M2.V2
ed. 10-3. 2.5 = M2. 50
ee.

M2

2.510
50

ef.
= 5.10-5 M
eg. Mol FeCl3 dalam 1 liter larutan= 5. 10-5mol
eh. massa FeCl3 dalam 1 liter larutan= 5. 10-5 x 162.5 = 8.125
x 10-3 g = 8.125 mg
ei.
Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ dengan pereaksi hidroksilamin
hidroklorida
ej.

56

Massa Fe2+ dalam 1 liter larutan = 162.5

x 8.125=2.8 mg

ek. Jadi kadar Fe2+= 2.8 ppm


el. Tabel hasil perhitungan kadar dan absorbasi
em. Keteranga en.
Kadar eo.
Absorb
n
(ppm)
ansi
ep.
Larutan
eq.
0.0000
er. 0.00
blanko
0
es.
Larutan
et.
0.5600
eu.0.12
standar 1
2
ev.
Larutan
ew.
1.1200
ex. 0.21
standar 2
3
ey.
Larutan
ez.
2.2400
fa. 0.51
standar 3
8
fb.
Larutan
fc.
2.8000
fd. 0.58
standar 4
1
fe.
Larutan
ff.
4.0520
fg. 0.97
sampel 1
3
fh.
Larutan
fi.
2.4966
fj. 0.60
sampel 2
0
fk.
fl. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer, yaitu konsentrasi
sebanding dengan nilai absorbansinya. Larutan deret standar dengan
konsentrasi yang berbeda diukurabsorbansinya pada maks, dan
diplotkan terhadap konsentrasi pada kurva kalibrasideret standar.
Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan garis linier yaitu y =
0.2163 x -0.0039 dengan R2=0.9902

fm.
fn.Untuk larutan sampel 1 di dapat absorbansi 0,973 dengan
konsentrasi 4.0520 ppm. Kadar Fe2+ dalam sampel ini adalah:
2+

fo.4.0520 ppm

Fe
1 L sampel

4.0520 mg

fp.
fq.

Sampel diencerkan sampai 50 mL, maka berat Fe2+:

fr.

fs.
ft.

% kadar Fe2+ =

fu.

0.050 L
x 4.0520 mg=0.2026 mg
1L

Massa Fe percobaan
x 100 %
Massa sampel yang ditimbang

0.2026 mg
x 100
100.1000 mg

fv.
= 0.0002026 %
fw.
Untuk larutan sampel 2: karena absorbansi sampel awal
tidak masuk dalam absorbansi larutan standar,maka sampel
diencerkan dengan mengambil sampel awal 25 mL kemudian
diencerkan menjadi 50 mL, di dapat absorbansi 0.600 dengan
konsentrasi 2.4966 ppm. Kadar Fe2+ dalam sampel ini adalah:
2.4966ppm x 2 = 4.9932 ppm. Kadar Fe2+ dalam sampel ini adalah:
2+

fx.4.9932 ppm

Fe
1 L sampel

4.9932 mg

fy.

Sampel diencerkan sampai 50 mL, maka berat Fe2+:

fz.

ga.
gb.

% kadar Fe2+ =

0.050 L
x 4.9932 mg=0.24966 mg
1L

gc.
gd.
ge.

=
Kadar

Fe2+

0.0002026 +0.00024966
2

gf.

Massa Fe percobaan
x 100 %
Massa sampel yang ditimbang

0.24966 mg
x 100
100.1000 mg

= 0.00024966 %
rata-rata
dalam

0.00045226
=0.00022613 %
2

sampel

adalah=

gg.
Kadar Fe2+ dalam rebung menurut literatur adalah 0.0002
% sedangkan dalam praktikum kali ini diperoleh kadar Fe 2+ dalam
rebung sebesar 0.00022613. Hasil yang diperoleh dalam praktikum
sedikit lebih besar yang kemungkinan diakibatkan oleh:

1. Kebersihan kuvet
2. Warna sampel rebung yang sedikit keruh ikut menyerap panjang
gelombang sehingga absorbansinya naik
3. Ketelitian waktu pengukuran.
4. Kebersihan alat dan bahan.
gh.
8. KESIMPULAN DAN SARAN:
gi. Berdasarkan hasil percobaan diperolah kadar Fe 2+ dalam rebung
dengan metode spektrofotometri UV adalah 0.00022613%.
9. REFERENSI:
gj.

Basset, T.D & Medham, J. 1982. Vogels Text Book of Quantitative


Inorganic Analysis. London: The English Language Book Society
and Longman Group.
gk. Poedjadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

gl.Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi


Bahan Makanan. Jakarta: Bharatara.
gm. Winarno. 1992. Rebung: Teknologi Produksi dan Pengolahan.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
10.

LAMPIRAN
gn.Pelaksanaan praktikum pada hari Kamis 6 Februari 2014
mulai pukul 8.00-14.00 WIB di Laboratorium Kimia Analitik
FMIPA Universitas Negeri Malang.

go.
gp.

gr.

gq. LAPORAN PRAKTIKUM


PENENTUAN KADAR Fe2+ DALAM REBUNG
BAMBU

gs.
gt.
gu.Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
gv. Paktikum Kimia
gw.
yang dibina oleh Dr. H. SUTRISNO, M.Si
gx.
gy.
gz. Oleh:

ha.

DWI ERNAWATI (120331521752)


hb.
hc.
hd.
he.

hf.
hg.
hh.
hi.
hj.

hk.

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


hl.PROGRAM PASCASARJANA
hm. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
hn. Februari 2014
ho.

hp.

You might also like