You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS

MENINGIOMA

Disusun untuk Melaksanakan Tugas


Kepaniteraan Klinik Lab/SMF Ilmu Penyakit Bedah
RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh
Thoriqotil Haqqul Mauludiyah
102011101061

SMF/LAB ILMU PENYAKIT BEDAH


RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Meningioma adalah tumor yang berasal dari meningens yang berfungsi
sebagai membran pelindung yang menutupi otak. Meningioma berasal dari sel
induk arachnoid yang terletak di lapisan arachnoid yang menutupi permukaan dari
otak yang dapat terjadi intrakranial atau antara saluran spinal.1
Angka kejadian meningioma 20% dari seluruh tumor primer otak. Tumor
ini lebih sering dialami wanita daripada pria dan biasanya terjadi pada usia 50-60
tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat muncul pada masa kanak-kanak
atau pada usia lanjut dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada
beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih
dalam pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya
meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili
arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel
yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi
radiks.2,3
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen. Sekitar
25 % mengenai falx dan parasagital yang dapat dibedakan menjadi sepertiga
anterior, tengah, dan posterior. Tumor ini tertutup oleh korteks di atasnya dan
cenderung tumbuh mayoritas pada satu hemisfer tetapi bisa bilateral. Pada
beberapa psien, tumor tumbuh ke tepi inferior sinus sagital. 3
Meskipun kebanyakan meningioma bersifat jinak (benigna) tumor ini bisa
mengalami kekambuhan setelah diangkat. Manifestai klinis yang ditimbulkan
sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu yang dapat
mengakibatkan kondisi serius dan berpotensi mengakibatkan kematian. 3
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus meningioma pada seroang wanita
nerumur 45 tahun yang dirawat di RSUD dr. Soebandi Jember.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Di antara sel-sel
meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor
tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid.
Tumbuhnva meningioma kebanvakan di temnat ditemukan banyak villi
arachnoid. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak
maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di
semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign).
Meningioma malignant jarang terjadi. 2

2.2.

Epidemiologi
Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam
urutan frekuensinya yaitu mencapai angka 20% dan 12 % dari semua
tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan
biasanya muncul pada usia 50-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan
muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut, dan
memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota
di satu keluarga. Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan
10 % malignant. Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 3 : 2 ,
namun ada pula sumber yang menyebutkan 7 : 2. 2

Tumor Otak yang berasal dari saraf


Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah
parasagital. Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal
biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak
infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di
dekat

sudut

serebelopontin.

Meningioma

spinalis

mempunyai

kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8.


Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang
tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis. 3
4

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen


dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai
dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di
lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan
mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan
atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood. 3
2.3.

Anatomi
Meninx adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus
enchepalon dam medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan
piamater, yang letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersamasama,araknoid dan piamater disebut leptomening 4
Dura mater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih,
terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla
spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding canalis vertebralis,
menjadi endosteum(periosteum),sehingga di antara lamina meningialis dan
lamina endostealis terdapat spatium extraduralis(spatium epiduralis) yang
berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater
dan archnoid terdapat spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada
enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior
cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital
magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan
dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu 4;
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragm sellae

Lapisan Meningen
Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeninges.
Kedua lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula
arachnoideae.Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium
subdurale dengan dura mater. Antara archnoid dan pia mater terdapat
spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid
yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang
membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant. Arachnoid
membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea,
masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior 4.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan
diantara folia cerebri.Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh
serabut-serabut reticularis dan elastic,ditutupi oleh pembuluh-pembuluh
darah cerebral. Pia terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti

endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini ini menutupi


semua permukaan otak dan medulla spinalis 4.
2.4.

Etiologi
Penyebab terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum
diketahui. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan penyebab
meningioma. Penyebab yang tersering adalah paparan radiasi antara 132315 rontgen, dimana dosis ini sama dengan 1-3 Gy. Karakteristik dari
radiasi adalah radiasi yang memiliki periode laten 36-38 tahun bagi pasien
yang mendapatkan dosis radiasi yang rendah pada kepala, dimana pasien
yang menderita meningioma setelah terpapar dosis radiasi tinggi akan
menimbulkan tanda paling cepat 5 tahun sesudahnya. Meningioma yang
terjadi akibat adanya paparan radiasi lebih sering terjadi, dimana angka
kejadiannya mencapai 80%.5
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma,
namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa
kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para
peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul
meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom
22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2
merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada
40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2
sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma
multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen
yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. 5
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan
tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering
memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan
(PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang
mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Berbagai
macam jaringan normal dan neoplastik mengekspresikan EGFR,
overekspresi dari EGFR ditemukan pada sejumlah tumor termasuk

payudara,

paru-paru,

kepala,

leher,

glioblastoma,

dan

karsinoma kolorektal. Baru-baru ini, sebuah dugaan muncul dalam menilai


ekspresi EGFR dalam sejumlah keganasan SSP seperti meningioma dan
glioma.
Wernicke dkk melaporkan tingginya ekspresi EGFR pada penderita
meningioma. Overekspresi EGFR diduga terlibat dalam proliferasi dan
diferensiasi meningothelial sel. 3
Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan hormone
estrogen, progesterone, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan
kanker payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran
tumor pada fase lutheal siklus haid dan kehamilan. Ekspresi progesteron
reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan
wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian,
sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan
mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu
meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan
meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadangkadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan 3
Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang
berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang
sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks. 3
2.5.

Faktor Resiko
Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten
berhubungan dengan risiko terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi
pengion; faktor lingkungan berupa gaya hidup dan genetik telah dipelajari
namunnya perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti
yaitu penggunaan hormon endogen dan eksogen, penggunaan elepon
genggam, dan variasi genetik atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai
berperan adalah keadaan penyakit yang sudah ada seperti diabetes
mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian pewarna
rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnt, merokok; trauma
8

kepala; dan alergi. Sebagian faktor risiko diatas dinilai tidak signifikan
atau tidak konsisten bila dihubungkan dengan risiko yang ditemukan pada
pasien meningioma, hal ini dapat disebabkan jumlah sampel penelitian
yang sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan kriteria
dan pajanan.6
Radiasi pengion
Faktor

yang

dinilai

memiliki

bukti

kuat

ilmiah

dalam

meningkatkan risiko kejadian meningioma adalah pajanan radiasi pengion.


Penelitian mengenai radiasi pengion sebagai factor risiko dilakukan pada
cohort tinea capitis di Israel, korban bom atom yang masih hidup, dan
pasien dengan pajanan radiasi terapeutik atau diagnostik. Bukti terkuat
radiasi pengion dosis tinggi mempengaruhi insidensi meningioma
ditemukan pada indiviu yang mendapatkan pajanan radiasi dosis tinggi
dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi
pengion dosis rendah sebagai faktor risiko meningioma dapat diketahui
dalam penilitian cohort tinea kapitis. 6
Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi
pengion bergantung pada dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis
rendah, 26,1 tahun untuk dosis menengah, dan 19,5 tahun untuk radiasi
pengion dosis tinggi. Dengan kata lain, usia saat ditemukannya
meningioma pada seseorang semakin rendah bila dosis pajanan radiasi
pengion semakin besar; selain itu dosis radiasi yang semakin tinggi memili
kecendrungan akan munculnya tumor multipel atau sifat meningioma yang
atipikal atau malignant.6

Hormon
Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita
dibanding pria, adanya ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu,

kemungkinan adanya hubungan dengan kanker payudara dan laporan


perubahan ukuran tumor saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan
menopause; beberapa peneleti menyatakan adanya hubungan antara
hormone sebagai faktor risiko meningioma.3
Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara
pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone pada wanita premenopause dan post-menopause untuk melihat risiko kemungkinan
meningioma; secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti yang
kuat bahwa kontrasepsi oral sebagai faktor risiko meningioma namun
sebaliknya pemakaian terapi pengganti hormone mengindikasikan
kemungkinan hubungan sebagai faktor risiko. Wigertz dan kawan-kawan
menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan risiko meningioma
pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah menggunakan terapi
pengganti hormone (OR [95% CI] 1.7 [1.02.8]), hasil ini mengkonfirmasi
penemuan Jhawar dan kawan-kawan dalam penelitian Nurse health study.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penelitian menunjukkan hubungan
antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan meningioma.6
Pemakaian telepon genggam
Pertanyaan

mengenai

penggunaan

telepon

genggam

dapat

menyebabkan meningioma sangat marak di masyarakat namun sampai


sekarang bukti yang menunjukkan hal tersebut masih sedikit. Berbagai
penelitian kasus kontrol sudah dilakukan di populasi Amerika Serikat,
Eropa, dan Israel untuk mencari hubungan pemakaian telepon genggam
dengan risiko tumor otak; semua penelitian di atas tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan. Namun demikian beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang (> 10
tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe
glioma high grade.
Genetik

10

Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadik; pasien


dengan lesi sporadic tidak memilii riwayat tumor otak pada keluarganya.
Sindrom genetik yang diketahui menjadi faktor risiko pertumbuhan
meningioma hanya sedikit dan jarang. Meningioma dapat ditemukan pada
pasien dengan NF2, sebuah kelainan autosom dominan yang disebabkan
oleh mutasi pada gen NF2 di 22q12; kelainan ini memiliki insidensi 1 per
30.000 40.000 di Amerika Serikat. 3 Namun demikian, terdapat
kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam meningioma
familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia tanpa
ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis
meningioma dengan riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06
[1.844.79]).3 Penelitian cohort tinea capitis, pasien meningioma yang
sebelumnya mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada
pasien yang memliki orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion;
hal ini menggambarkan kerentanan genetik. Selain itu, sekitar 50% pasien
meningioma sporadic juga memiliki mutasi pada gen NF2 atau mutasi gen
lain yang melibatkan lengan kromosom 22q12.6
2.6.

Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang
belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini
secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid
cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi
terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade
eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan
perkembangan edema peritumoral. 3
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti
halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu
meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3
kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya
progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini

11

termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet


derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh
meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik
biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam
sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten
pada meningioma.2
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi
dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang
ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada
karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara
bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa
penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan
meningioma.2
Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat
dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon
merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma.
Pertumbuhan

meningioma

dapat

menjadi

cepat

selama

periode

peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.2


Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma
telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan
virus sebagai penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya
sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala.

2.7.

Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor
yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan
melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah
mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya 7.
a. Grade I

12

Meningioma tumbuh dengan lambat. Jika tumor tidak menimbulkan


gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan
MRI secara periodic. Jika tumor semakin berkembang, maka pada
akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah
dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi
dengan tindakan bedah dan observasi yang continue 7.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai
angka kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah
penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan 7.
c. Grade III
Meningioma

berkembang

dengan

sangat

agresif

dan disebut

meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma


malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian
meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk
grade III diikuri dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor,
dapat dilakukan kemoterapi 7.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan
lokasi dari tumor 3
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx
adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan
hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah
besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada
daerah belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.

13

d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus


yang menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan
bawah bagian belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica,
sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita
yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla
spinbalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma
spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling
dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pdaa
atau di sekitar mata cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi
cairan di seluruh bagian otak.

Lokasi Umum Meningioma

14

2.8.

Diagnosis
Gejala Klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan
tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus
(disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari
otak). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal 3.
Gejala umumnya seperti 3;
a. Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas
atau pada pagi hari.
b. Perubahan mental
c. Kejang
d. Mual muntah
e. Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi 3:


a. Lobus frontal

Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese


kontra lateral, kejang fokal

Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster


kennedy

Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

b. Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi

homonym
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada

girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmanns


c. Lobus temporal

15

Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang

didahului dengan aura atau halusinasi


Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan

hemiparese
Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan

gejala choreoathetosis, parkinsonism.


d. Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan

penglihatan
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia

berkembang menjadi hemianopsia, objeck agnosia.


e. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri
kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
f. Tumor di cerebello pontin angie
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya

berupa gangguan fungsi pendengaran


Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari

daerah pontin angel


g. Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
h. Tumor di cerebellum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat

erjadi disertai dengan papil udem


Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan

spasme dari otot-otot servikal


i. Tumor fosa posterior

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai


dengan nystacmus, biasanya

merupakan gejala awal dari

medulloblastoma.

16

Pemeriksaan Radiologi3
1. Foto polos.
Hiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi
tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada
tulang

tengkorak.

Pembesaran

pembuluh

darah

meninx

menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor.


Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun
difus.
2. CT-Scan.
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling
banyak meningioma. Tanpa kontras gambaran meninioma 75%
hiperdens dan14,4% isodens. Gambaran spesifik dari meninioma
berupa enchancement dari tumor dengan pemberian kontras.
Meninioma tampak sebagai masa yang homogen dengan densitas
tinggi, tepi bulat dan tegas. Dapat terlihat juga adanya hiperostosis
kranialis, destruksi tulang, udem otak yang terjadi sekitar tumor, dan
adanya dilatasi ventrikel.
3. MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,
dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada.
4. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran spoke wheel appearance. Selanjutnya arteri
dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan
prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon .
2.9.

Tata Laksana

17

Penatalaksanaan meningioma terganting darilokasi dan ukuran


tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif
sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi
removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,
vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,
riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana
operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan
rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor
tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan
kejadian rekurensi. 2,3
Rencana preoperative.
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian
antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan
dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi
dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai
profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan
pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap
organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme
anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan
melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.3.
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial 3.
-

Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari
perlekatan dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus
yang terserang atau tulang yang hiperostotik)

Grade IV Reseksi parsial tumor

Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)

Radioterapi

18

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin


banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000
cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma
reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi
sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat
dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada
pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih
belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi
external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori
ini belum banyak dikemukakan 3
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma.
Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi.
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari
ataupun nekrosis akibat radioterapi. 3
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton
beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak
dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat
melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar
foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators
(LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua
teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi,
terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. 3
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum
banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun

19

maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma


atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi
terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial
cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil
yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut
efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari
Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup
dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari
beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu
kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien
dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian
Alfainterferon

dilaporkan

dapat

memperpanjang

waktu

terjadinya

rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini
kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. 3
2.10.

Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena
pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang
permanen.

Pada

orang

dewasa

snrvivalnya

relatif

lebih

tinggi

dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah


75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih
besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarangpengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan
dan kekambuhannya tinggi. 2,3
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli
bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7,9% dan

20

(19571966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan


yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak. 2

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

3.2

Identitas Pasien
Nama
Rekam Medis
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Tanggal MRS
Tanggal KRS

: Ny. SR
: 02.31.62
: 45 tahun
: Perempuan
: Dsn. Krajan VI/III, Mayang, Jember
: Islam
: Madura
: Senin, 19 Mei 2014
: Senin, 26 Mei 2014

Subjektif
1. Keluhan Utama
Benjolan di kepala yang semakin membesar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku timbul benjolan sejak kurang lebih tujuh tahun yang
lalu, pada awalnya diameter benjolan sebesar dua sentimeter, semakin
lama semakin membesar hingga sekarang. Benjolan terasa keras dan
kadang-kadang sakit bila ditekan. Pasien mengaku tidak pernah
mengalami trauma pada kepala tepat di tempat benjolan tersebut.
Pasien tidak mengeluhkan terjadi penurunan ketajaman penglihatan
21

Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering sakit kepala, pada awalnya
terasa di bawah benjolan yang semakin lama semakin menyebar dan
lebih dominant pada kepala sebelah kiri. Pasien juga mengeluh sering
mengalami nyeri kepala hebat, terutama pada saat pagi hari, disertai
rasa mual. Pasien kadang-kadang mendengar suara gemuruh pada
telinga kanannya. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada
pengecapan dan penciumannya.
Sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien beberapa
kali mengalami kejang. Setiap kejang berlangsung selama kurang lebih
lima menit berupa kekakuan seluruh tubuh dengan kedua tangan
bergerak secara ritmik. Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluhkan rasa kebal pada wajah kanan yang berlangsung sampai
sekarang. Pasien juga mengaku mengalami penurunan daya ingat
dalam beberapa bulan terakhir ini. Pasien mengaku telah menggunakan
KB suntik selama 6 tahun
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi disangkal, riwayat diabetes mellitus disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan serupa.
3.3

Objective
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Composmetis
Vital sign
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Status generalis
Kepala
Mata
: Tidak anemis, tidak ikterik.
Telinga: Tidak ada secret, tidak ada darah.
Hidung
: Tidak ada secret, tidak ada darah.
Bibir
: Tidak sianotik.
Leher
: Tidak ada pembesaran KGB
Thorax
Cor
: Inspeksi ictus cordis tidak tampak

22

Palpasi ictus cordis teraba


Perkusi redup di ICS IV PSL sinistra dan ICS V

Pulmo

MCL dextra.
Auskultasi S1S2 tunggal
: Inspeksi simetris, ketertinggalan gerak (-)
Palpasi fremitus raba (+/+)
Perkusi sonor
Auskultasi vesicular +/+, Ronchi -/-, Whezing -/-

Abdomen
Inspeksi
: Flat
Auskultasi
: Bising Usus (+) Normal
Palpasi
: Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Extremitas
Akral hangat (+) di keempat extrimitas.
Oedem (-) dikeempat extrimitas.
Status Lokalis
Regio fronto-temporal:
Didapatkan massa ukuran diameter 7 cm,
konsistensi

keras,

immobile,

tepi

rata,

hiperemis (-), nyeri tekan (-)

Status Neurologis
1. GCS
:456
2. Nervus Cranialis

N. Cranialis III
Isokor, Refleks Cahaya OD (+) OS (+), OD 3mm OS 3 mm

N. Cranialis VII
Waktu diam
Kerutan dahi: N/N
Tinggi alis: N/N
Sudut mata: N/N
Lipatan nasolabial: N/N
Waktu gerak
Mengerutkan dahi: Simetris
Menutup mata: Simetris
Bersiul: Simetris
Memperlihatkan gigi: Simetris
Pengecapan 2/3 anterior lidah: Tidak dilakukan

23

Hiperakusis: -/Sekresi air mata: Tidak dilakukan


N. Cranialis XII
Kedudukan lidah waktu istirahat: ditengah
Kedudukan lidah waktu bergerak: ditengah
Atrofi: -/Fasikulasi: -/Kekuatan lidah menekan pipi: N/N

3. Sensorik
Ekstremitas atas: kanan = (+) N, kiri = (+) N
Ekstremitas bawah: kanan = (+) N, kiri = (+) N
4. Motorik
555555
5 5 55 5 5
555

5. Refleks
Reflex fisiologis

Refleks biseps

: +/+

Refleks triceps

: +/+

Refleks patella

: +/+

Refleks Achiles

: +/+

Refleks patologis
Tungkai
Refleks babinsky

: (-/-)

Refleks Chaddock

: (-/-)

Lengan
Refleks Hoffman tromer
6. Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
Salivasi

: (-/-)

:N
:N
:N
:N

24

3.4

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan tanggal 28 April 2014

Laboratorium tanggal 15 Mei 2014


Laboratorium Darah Rutin
Hb

: 15,4 g/dl

Leukosit

: 11.100 mg/ul

Eritrosit

: 5,43 juta/ul

Hematokrit

: 42 %

Trombosit

: 342.000/ul

Laboratorium Kimia Darah


Ureum

: 21 mg/dL

Kreatinin

: 0,9 mg/dL

25

Albumin

: 5,1 g/dl

SGOT

: 30

SGPT

: 59

PT

: 12,7

APTT

: 26,8

3.5

Assesment
Meningioma

3.6

Planning
Pro operasi Craniotomy

3.7

Follow Up
Tanggal 19 Mei 2014
Dilakukan craniotomy. Pada operasi ini dilakukan reseksi total tumor,
perlekatan duramater dan tulang abnormal. Kemudian hasil operasi
dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi untuk diperiksa PA.

Gambar tumor dan perlekatan duramater

26

Gambar tulang yang direseksi


Setelah operasi, pasien dipindahkan ke ruang High Care Unit (HCU) dan
dipindahkan ke ruang Gardena pada tanggal 22 Mei 2014.
Tanggal 22 Mei 2014
S) Keluhan
: nyeri kepala berdenyut
O) Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Composmentis
Vital sign
Tensi
: 150/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,4 C
Status generalis
Kepala/Leher : a/i/c/d -/-/-/Thorax
: cor S1S2 Tunggal
Pulmo Vesiculer +/+, Rh-/-, Wh -/Abdomen
: flat, BU (+), timpani, soepel
Extremitas
: Akral hangat (+) pada keempat extrimitas
Odem (-) pada keempat extrimitas
Status Lokalis
Regio cranii : Elastic bandage (+), darah pada elastic bandage (-)
Status neurologis

GCS: 4-5-6

NC III: isokor, Refleks cahaya OD (+) OS (+), ukuran pupil

OD 3mm OS 3 mm
Sensorik: Ekstremitas atas= N/N, Ekstremitas bawah=N/N
Motorik: Ekstremitas atas= 5 5 5, Ekstremitas bawah= 5 5 5
Otonom: BAB (+), BAK (+)

27

A) Meningioma
P) Infuse D5 NS 500 cc
Injeksi Ketorolac 2x100 cc
Tanggal 23 Mei 2014
S) Keluhan
: nyeri kepala berdenyut
O) Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Composmentis
Vital sign
Tensi
: 140/90 mmHg
Nadi
: 96 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Status generalis
Kepala/Leher : a/i/c/d -/-/-/Thorax
: cor S1S2 Tunggal
Pulmo Vesiculer +/+, Rh-/-, Wh -/Abdomen
: flat, BU (+), timpani, soepel
Extremitas
: Akral hangat (+) pada keempat extrimitas
Odem (-) pada keempat extrimitas
Status Lokalis
Regio cranii : Elastic bandage (+), darah pada elastic bandage (-)
Status neurologis

GCS: 4-5-6

NC III: isokor, Refleks cahaya OD (+) OS (+), ukuran pupil


OD 3mm OS 3 mm
Sensorik: Ekstremitas atas= N/N, Ekstremitas bawah=N/N

Motorik: Ekstremitas atas= 5 5 5, Ekstremitas bawah= 5 5 5

Otonom: BAB (+), BAK (+)


A) Meningioma
P) Infuse D5 NS 500 cc

Injeksi Ketorolac 2x100 cc


Tanggal 26 Mei 2014
S) Keluhan
: Tidak ada keluhan
O) Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Composmentis
Vital sign
Tensi
: 140/80mmHg
Nadi
: 88 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 C

28

Status generalis
Kepala/Leher : a/i/c/d -/-/-/Thorax
: cor S1S2 Tunggal
Pulmo Vesiculer +/+, Rh-/-, Wh -/Abdomen
: flat, BU (+), timpani, soepel
Extremitas
: Akral hangat (+) pada keempat extrimitas
Odem (-) pada keempat extrimitas
Status Lokalis
Regio cranii : Elastic bandage (+), darah pada elastic bandage (-)
Status neurologis

GCS: 4-5-6

NC III: isokor, Refleks cahaya OD (+) OS (+), ukuran pupil


OD 3mm OS 3 mm
Sensorik: Ekstremitas atas= N/N, Ekstremitas bawah=N/N

Motorik: Ekstremitas atas= 5 5 5, Ekstremitas bawah= 5 5 5

Otonom: BAB (+), BAK (+)


B) Meningioma
P) Per oral Asam Mefenamat 3x 250 mg
Per oral Vit B6 1X1 tab

KRS

DAFTAR PUSTAKA

29

1. Brunicardi , Dana K. Andersen, Timothy R. Billiar, David L. Dunn, John G.


Hunter, Jeffrey B. Matthews, Raphael E. Pollock. Schwartz's Principles of
Surgery, 8th edition. McGraw Hill. USA. 2004.
2. Fauiziah B, Widjaja D. Meningioma intrakranial. Cermin Dunia Kedokteran
Vol.16. 1989. P: 36-43
3. Pamir M, Black P. Meningiomas : A comprehensive text. Saunders Elsevier,
Philadelphia, 2010.

4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar:


Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
5. Black P et al.Meningiomas : science and surgery. Clinical Neurosurgery Vol.54.
2007 p:91-99.
6. Jill S. Barnholtz-Sloan, J S, Kruchko C. Meningiomas: causes and risk factors.
Neurosurg Focus volume 23. October, 2007. p: 1-8 .
7. Newell F, Beaman T. Ocular Sign of Meningioma. Departement of Surgery
University of Chicago. 1990.

30

You might also like